Anda di halaman 1dari 18

APLIKASI KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

TELUSUR JURNAL KEPERAWATAN KOMPLEMENTER USIA ANAK

OLEH :

KELOMPOK 1 B11-A

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019

1
Nama Anggota Kelompok :

Cok Istri Novia Trisna Angga Dewi (183222903)


Devira Pradnya Pratisista (183222904)
Dewa Ayu Lilik Saraswati (183222905)
Febi Pramita Lestari (183222906)
Gek Fitrina Dwi Sariasih (183222907)
Gusti Ayu Indah Puspa Ranni (183222908)
I Dewa Ayu Agung Yuli Umardewi (183222909)
I Gusti Ayu Murtini (183222910)
I Gusti Ayu Selvia Yasmini (183222911)
I Gusti Ayu Yustiana (183222912)
I Kadek Apriana (183222913)
I Made Dwi Satwika Wiraputra (183222914)
I Putu Aditya Wardana (183222915)
Kadek Ayu Dwi Cesiarini (183222916)
Ni Luh Putu Eva Budiantini (183222918)
Luh Putu Ratih Artasari (183222919)
Made Surya Mahardika (183222920)
Ni Nengah Juniarti (183222921)
Ni Kadek Rai Widiastuti (183222922)
Ni Kadek Sintha Yuliana Sari (183222923)
Ni Kadek Yopi Anita (183222924)
Ni Ketut Ari Pratiwi (183222925)
Ni Ketut Nanik Astari (183222926)
Ni Ketut Vera Parasyanti (183222927)

2
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Telusur Jurnal Keperawatan
Komplementer Usia Anak”. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Aplikasi Komplementer.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai
bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga
semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu melalui media ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, 23 Februari 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. 3
Daftar Isi........................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan .................................................................................................. 6
1.4 Manfaat ............................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipnoterapi Mengurangi Nyeri Pasca Pembedahan pada Anak Usia
Sekolah .............................................................................................. 7
2.2 Kompres Dingin dapat Menurunkan Nyeri Anak Usia Sekolah Saat
Pemasangan Infus ............................................................................... 9
2.3 Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Respon Nyeri Anak Usia Sekolah
yang Dilakukan Tindakan Invasif Di RSUD Wates Kulon Progo ..... 11
2.4 Terapi Slow Deep Breathing Dengan Bermain Meniup Baling-Baling
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Anak Yang Dilakukan Penyuntikan
Anestesi Sirkumsisi ............................................................................ 13
2.5 Pengaruh Swedish Massage Therapy terhadap Tingkat Kualitas Hidup
Penderita Leukemia Usia Sekolah ..................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 17
3.2 Saran .................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal
sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks
dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga
ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh
bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam
kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan
banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting
dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder &
Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna
terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional
(Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna
terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun
1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat tidak hanya dewasa namun anak-anak juga. Di berbagai tempat
pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau
alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat
mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004).
Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan
pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan
klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan
terapi komplementer. Maka dari itu peneliti tertarik membuat makalah untuk
mengulas aplikasi komplementer pada anak

5
1.2 Rumusan Masalah

Apa saja penelitian aplikasi komplementer yang dapat dilakukan pada anak-
anak ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami definisi dari aplikasi terapi komplementer
pada anak anak.

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu


pengetahuan dan wawasan bagi pembaca tentang proses keperawatan
berbasis komplementer.

2. Manfaat Praktis

Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam


memberikan proses keperawatan dengan aplikasi komplementer.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hipnoterapi Mengurangi Nyeri Pasca Pembedahan pada Anak Usia


Sekolah
Anak yang mengalami pembedahan akan terus menerus mengalami
nyeri, dengan skala nyeri sedang sampai berat. Mereka seringkali
mendapatkan pengobatan nyeri di bawah standar, khususnya pasca
pembedahan, karena anak dianggap tidak bisa merasakan nyeri, dan tidak
dapat mentoleransi nyeri dengan lebih baik dibandingkan pada orang
dewasa. Sesungguhnya anak dapat menunjukkan perilaku nyeri dan
memiliki toleransi terhadap nyeri sejalan dengan pertambahan usia
Hipnoterapi merupakan suatu intervensi psikologis. Hipnoterapi
mengkondisikan seseorang untuk relaksasi sehingga lebih mudah menerima
saran dari therapist. Hipnoterapi sengaja memanfaatkan kondisi trance atau
kondisi berkhayal untuk menghasilkan perubahan baik pada alam sadar
maupun alam bawah sadar pasien. Dengan demikian hipnoterapi
memanfaatkan kondisi psikologis pasien untuk mengubah persepsi rasa sakit
termasuk nyeri menjadi perasaan yang lebih nyaman.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 14 orang, dengan
kriteria inklusi pasca pembedahan hari pertama, anak dan orang tua
menyatakan kesediaan menjadi responden. Sementara kriteria eksklusi pada
penelitian ini adalah anak yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi,
anak yang telah mendapatkan analgetik, dan anak pasca pembedahan yang
mengalami distres pernafasan dan kegawatan lainnya. Penggunaan
hipnoterapi dapat menurunkan skor nyeri sebesar 5,07 (p<0,001) pada anak
usia sekolah yang menjalani pembedahan, dengan skor nyeri sebelum
intervensi sebesar 6,32 (SD: 0,745), dan sesudah intervensi sebesar 1,29
(SD: 0,825), hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Hastuti (2009)
yang menunjukkan bahwa hipnoterapi dapat menurunkan skor nyeri sebesar
3,56.

7
Hipnoterapi merupakan suatu bentuk terapi non farmakologi yang
saat ini dikembangkan menjadi terapi komplementer dan alternatif yang
dapat mengobati nyeri dengan memberdayakan alam bawah sadar.
Hipnoterapi menstimulasi otak untuk melepaskan neurotransmitter, zat
kimia yang terdapat di otak, yaitu endorphin yang berfungsi untuk
meningkatkan mood sehingga dapat merubah penerimaan individu terhadap
sakit atau gejala fisik lainnya
Proses hipnoterapi merupakan proses untuk merubah kondisi
stadium normal ke kondisi stadium hipnosis yaitu kondisi ketika seseorang
lebih sugestif, sehingga dapat menerima saran-saran yang dapat berubah
menjadi nilai baru. Hipnoterapi memfasilitasi individu untuk melakukan
relaksasi progresif, ketika individu berada pada kondisi relaksasi, maka
kebutuhan tubuh akan oksigen menjadi berkurang. Pada tahapan deepening,
responden difasilitasi untuk memasuki kondisi relaksasi yang lebih dalam
dari sebelumnya. Respon relaksasi setelah diberikan hipnoterapi terjadi
karena penurunan akan kebutuhan oksigen oleh tubuh, kemudian otot-otot
tubuh yang rileks tersebut menimbulkan perasaan tenang dan nyaman.
Pada saat rileks aliran darah akan lancar, neurotransmitter
penenang akan dilepaskan dan sistem saraf bekerja dengan baik. Pada saat
kondisi relaksasi tercapai, maka secara alamiah gerbang pikiran bawah sadar
akan terbuka sehingga mudah menerima sugesti terapi yang diberikan. Pada
kondisi tersebut gerbang nyeri yang disebut substansia gelatinosa pada
kornu dorsalis medulla spinalis tertutup, kemudian impuls nyeri yang
ditransmisikan ke otak berkurang sehingga persepsi nyeri menjadi berkurang
atau hilang.
Lama efek dari hipnoterapi ini dapat bertahan sampai 8 jam. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa efek dari hipnoterapi dapat bertahan
hingga 6-8 jam, sehingga dapat memberikan jarak interval yang sesuai
dengan rasional interval analgetik yang diberikan pada umumnya.
Penggunaan hipnoterapi terbukti efektif menurunkun skor nyeri pada anak
usia sekolah yang mengalami pembedahan

8
2.2 Kompres Dingin dapat Menurunkan Nyeri Anak Usia Sekolah Saat
Pemasangan Infus
Nyeri yang terjadi menimbulkan masalah baru akibat perasaan
yang tidak menyenangkan, distress dan ketidaknyamanan (Cheng, Foster &
Huang, 2003). Nyeri yang dirasakan dan tidak diatasi menimbulkan dampak
negatif yang lama seperti sensitivitas nyeri yang tetap, penurunan fungsi
kekebalan tubuh dan neuro-fisiologi, perubahan sikap serta perubahan
perilaku kesehatan (Young, 2005 dalam Cohen, et al. 2007). Dampak lanjut
berupa hambatan perkembangan secara kognitif, fisik, emosional maupun
sosial (Aley, 2002 dalam Salmela-Aro, Nurmi, Saisto, & Halmesmaki,
2010).
Teknik nonfarmakologi ini merupakan suatu strategi koping yang
mampu mengurangi persepsi nyeri sehingga nyeri dapat ditoleransi,
kecemasan menjadi menurun dan efektivitas analgesik menjadi meningkat
(Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu teknik yang dapat digunakan
adalah stimulasi cutaneus. Stimulasi cutaneus ini merupakan stimulasi fisik
pada kulit yang dapat mengurangi nyeri seperti pemberian kompres hangat
atau kompres dingin.
Penelitian ini menggunakan desain quasi-experiment dengan jenis
post test only non equivalent control group (Dharma, 2011). Populasinya
adalah anak usia sekolah usia 6–12 tahun yang dirawat di RSUD Prof. Dr
Margono Soekarjo Purwokerto, dengan non probability sampling jenis
consecutive sampling. Besar sampel 45 Anak yang terbagi dalam 3
kelompok yaitu 15 kelompok kompres hangat, 15 kelompok kompres dingin
dan 15 untuk kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan instrumen
kuesioner (karakteristik responden), dan penilaian skala nyeri (Numeric
Rating Scale). Etika pengumpulan data meliputi beneficence dan non
maleficence, respect for human dignity dan justice.
Skala nyeri responden pada saat dilakukan pemasangan infus
menunjukkan hasil bahwa rata-rata skala nyeri kelompok kompres hangat
adalah 3,47 dengan nilai skala nyeri 1-6, kelompok kompres dingin rata-rata

9
skala nyerinya 2,53 dengan nilai skala nyeri 1-5, sedangkan kelompok
kontrol rata-rata skala nyerinya 6,93 dengan nilai skala nyeri 4-10. Hal ini
dikarenakan kompres hangat dan kompres dingin kering mampu memblok
transmisi dan durasi impuls nyeri pada pintu dorsal berdasarkan pada teori
gate control sehingga dapat meminimalkan sensasi nyeri akibat penusukan
jarum saat pemasangan infus. Menurut Berman, Synder, Kozier dan Erb
(2009) bahwa kedua tindakan tersebut mampu menurunkan nyeri pada area
tubuh tertentu.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kompres hangat dan kompres
dingin dapat menurunkan nyeri. Kompres hangat dapat menurunkan nyeri
dengan memberikan energi panas melalui proses konduksi, dimana panas
yang dihasilkan akan menyebabkan vasodilatasi yang berhubungan
pelebaran pembuluh darah lokal. Kompres hangat dapat memberi rasa
hangat untuk mengurangi nyeri dengan adanya pelebaran pada pembuluh
darah yang mampu meningkatkan aliran darah lokal dan memberikan rasa
nyaman (Price, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Jolly, Zgonis, dan
Hendrix (2005) menjelaskan bahwa pemberian kompres hangat selama 5
menit sebelum injeksi Glatirames Asetat, sebagian besar pasien dapat
mentoleransi rasa nyeri selama penyuntikan dan tidak ditemukan adanya
inflamasi/kemerahan pada bekas suntikan.
Pada penelitian ini, dari 15 responden yang diberikan kompres
hangat selama 5 menit tidak ada yang drop out ataupun minta dihentikan
pemberian kompresnya, hal ini karena responden sudah merasa nyaman.
Wagner, Byrne, dan Kolcaba (2006) mengungkapkan bahwa upaya
menghangatkan memiliki dampak yang positif pada kenyamanan suhu
pasien, rasa kesejahtera-an, yang akhirnya dapat menurunkan kecemasan.

10
2.3 Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Respon Nyeri Anak Usia Sekolah
yang Dilakukan Tindakan Invasif Di RSUD Wates Kulon Progo

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang


perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Tumbuh
kembang anak dipengaruhi berbagai faktor sehat dan sakit. Respon emosi
terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian
tugas perkembangan anak (Hidayat, 2005).
Salah satu faktor stress bagi anak semua usia adalah prosedur yang
menyakitkan atau tindakan invasif karena anak sedang sakit dan harus
dirawat di rumah sakit, mereka akan menjalani berbagai macam prosedur
invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah sebagai
upaya untuk mengobati penyakit yang diderita oleh anak (Supartini, 2010).
Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang bersifat
subjektif karena nyeri berbeda tiap orang hanya orang tersebut yang dapat
menjelaskan rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009). Apabila nyeri dan
trauma dibiarkan maka akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nyeri akan
memengaruhi terhadap respon fisiologis seperti peningkatan tekanan darah,
pernafasan, nadi, wajah pucat, dan berkeringat (Tamsuri, 2007)
Penatalaksanaan mengurangi nyeri pada anak dengan tindakan
nonfarmakologi yang paling efektif adalah pemberian glukosa atau pemanis
lainnya saat tindakan yang menyebabkan nyeri karena pada dasarnya anak-
anak lebih menyukai rasa manis (Ulfah, 2014). Ghofur & Mardalena (2013)
menjelaskan bahwa minuman yang manis memunyai mekanisme potensial
yang dapat mengurangi nyeri karena dapat merangsang mengeluarkan opioid
endorgen pada sistem syaraf pusat Penelitian yang dilakukan Dewi (2014)
menjelaskan bahwa perbedaan yang signifikan antara derajat nyeri saat
pemasangan infus setelah diberikan air steril dan sukrosa 24%. Salah satu
sumber rasa manis yang banyak mengandung glukosa dan sukrosa adalah
madu. Madu merupakan bahan makanan energi yang baik karena

11
mengandung gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan tubuh
(Sihombing, 2005).
Para ahli banyak meneliti tentang madu, beberapa penelitian
memberikan informasi tentang manfaat madu untuk tubuh. Penelitian yang
dilakukan Boroumand et al. (2013) menjelaskan bahwa pemberian madu
secara signifikan mengurangi nyeri pada post tonsillectomy. Hasil penelitian
Geonarwo et al. (2011) menyebutkan kandungan flavonoid yang terdapat
dalam madu dapat menghambat nyeri yaitu dengan mekanisme kerja
menghambat pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim
cyclooxygenase sama seperti obat-obat analgesik antipiretik lain.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa usia responden dalam
penelitian ini anak usia sekolah 6-12 tahun. Pemilihan usia responden di atas
usia 1 tahun karena untuk mencegah terjadinya keracunan botulismus dari
bakteri clostridium botulinum. Menurut Potter & Perry (2010) usia
merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengalaman nyeri
sehingga juga dapat memengaruhi anak dalam bereaksi terhadap nyeri. Skala
nyeri setelah pemberian madu pada kelompok intervensi sebagian besar
termasuk kategori nyeri sedang sebanyak 12 responden (70,6%).
Penurunan respon nyeri dikarenakan glukosa atau pemanis oral
lainnya bekerja dengan cara mengeluarkan opioid endogen melalui kelenjar
perasa manis yang berada di porsio anterior lidah. Diperantai oleh stimulasi
orotaktil yang meningkat oleh karena adanya kontak cairan dengan rongga
oral dan merangsang pelepasan opioid endogen di system syaraf pusat yang
berfungsi neurotransmitter analgesik. Endorpin akan memblokir pelepasan
prostaglandin yang seharusnya menghantarkan impuls nyeri dari neuron
sensorik sehingga transmisi nyeri terhambat dan sensasi nyeri berkurang
(Sherwood, 2013; Chermont et al., 2009). Salah satu sumber rasa manis
yang banyak mengandung glukosa dan sukrosa adalah madu.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh pemberian madu
terhadap respon nyeri setelah tindakan invasif dengan nilai p value 0,001
(<0,05)

12
2.4 Terapi Slow Deep Breathing Dengan Bermain Meniup Baling-Baling
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Anak Yang Dilakukan Penyuntikan
Anestesi Sirkumsisi
Penelitian Tarwoto (2011) bahwa terapi analgetik yang
dikombinasi dengan teknik latihan slow deep breathing dapat menurunkan
nyeri. Latihan slow deep breathing dapat dijadikan salah satu intervensi
keperawatan mandiri. Bagheriyan, Borhani, Abbaszadeh, et.al (2012 &
2013) menjelaskan metode pernapasan dan distraksi terbukti efektif dalam
mengurangi rasa sakit. Intervensi ini membutuhkan usaha dan waktu
minimal, hemat biaya, nyaman dapat digunakan dengan mudah dalam
keperawatan
Menurut Nordin (2002) terapi Slow Deep Breathing dapat
diberikan dalam waktu 5-10 menit per hari. Penelitian Tarwoto (2011)
pemberian terapi relaksasi nafas dalam selama 15 menit dapat menurunkan
intensitas nyeri. Penelitian Syamsudin (2009) pemberian terapi relaksasi
nafas dalam selama 60 menit dapat menurunkan intensitas nyeri pada hari
ketiga post perawatan luka operasi pada anak.
Latihan pernapasan dengan memanfaatkan bahan yang murah
dapat diterapkan dengan mudah di klinik. Slow deep breathing melalui
penggunaan tiupan gelembung dapat diterapkan pada anak usia 3 sampai 7
tahun. Slow deep breathing dengan meniup difasilitasi dengan mengalihkan
mainan dan kegiatan. Instruksikan anak untuk mengambil napas dalam dan
meniup keluar perlahan-lahan. Untuk membantu memudahkan slow deep
breathing pada anak-anak dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu
misalnya gelembung, baling-baling dan balon (Taddio.et.al, 2009).
Penelitian tentang manfaat slow deep breathing dengan bermain
meniup baling-baling untuk menurunkan nyeri pada anak belum banyak
dikembangkan oleh perawat di masyarakat. Berdasarkan hasil observasi
dilapangan yang penulis lakukan ditemukan bahwa perawat yang melakukan
asuhan keperawatan pada anak yang dilakukan penyuntikan anestesi
sirkumsisi yang mengalami nyeri umumnya memberikan terapi

13
farmakologik berupa analgesik dan tidak pernah melakukan terapi
komplementer seperti terapi slow deep breathing dengan bermain meniup
baling-baling yang dapat menurunkan nyeri yang dialami pasien.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu alat pengukur
untuk menilai intensitas nyeri pada anak (Faces Pain Rating Scale), dan
instrumen prosedur terapi slow deep breathing dengan bermain meniup
baling-baling.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Nordin (2002)
intervensi terapi Slow Deep Breathing dapat diberikan dalam waktu 5 - 10
menit perhari. Hanya saja penelitian ini menggunakan waktu 5 menit
pemberian intervensi terapi slow deep breathing dengan bermain meniup
baling-baling pada anak yang dilakukan anestesi sirkumsisi. Penelitian lain
dari Tarwoto (2011) pemberian terapi relaksasi nafas dalam selama 15 menit
dapat menurunkan intensitas nyeri.
Upaya pengalihan nyeri menyebabkan respon terhadap nyeri
menurun. Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan cara
menstimulasi sistem kontrol desenden, sehingga sedikit rangsangan nyeri
yang ditransmisikan ke otak. Efektifitas distraksi tergantung pada
kemampuan klien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain
nyeri. Efek relaksasi didapat pada saat terapi slow deep breathing yang
dianalogikan pada saat anak meniup baling-baling sehingga dapat
mengurangi nyeri.
Dengan demikian menurut peneliti berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan bahwa pemberian terapi slow deep breathing dengan
bermain meniup baling-baling selama 5 menit berpengaruh terhadap
intensitas nyeri pada anak yang dilakukan penyuntikan anestesi sirkumsisi.
anak yang dilakukan penyuntikan dan menjadi prosedur tetap dalam
perawatan anak yang mengalami nyeri.

14
2.5 Pengaruh Swedish Massage Therapy terhadap Tingkat Kualitas Hidup
Penderita Leukemia Usia Sekolah

Istilah “kanker anak” adalah yang paling sering digunakan untuk


menunjuk kanker yang timbul pada anak-anak sebelum usia 15 tahun
(WHO, 2009). Menurut National Cancer Institute (2009), ALL merupakan
kanker yang menyerang sel darah putih yang sering terjadi pada anak sekitar
68,9% dari semua kasus leukemia pada anak. Penatalaksanaan pada ALL
bersifat conservative therapy yang berarti suatu perawatan yang dilakukan
untuk menghindari prosedur operasi dan juga bersifat supportive care yang
artinya perawatan yang diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
yang menderita penyakit serius atau mengancam kehidupan.
Salah satu intervensi supportive care adalah terapi komplementer
yang telah digunakan oleh tenaga perawat oncology hingga saat ini (Somani
et al., 2014). National Center for Complementary/ Alternative Medicine
(NCCAM) membuat klasifikasi dalam lima kategori salah satunya adalah
terapi manipulatif dan sistem tubuh yang dikenal dengan massage therapy
(Snyder & Lindquis, 2014). Swedish Massage Therapy merupakan pijat
klasik dasar dari semua metode pijatan yang dikembangakan sejak abad ke-
19 untuk peningkatan kesehatan dan terapi membantu orang sakit (Clavert,
2002; Beck, 2010).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Haun et al. (2015)
bertujuan menentukan kelayakan tehnik Swedish Massage Therapy. Pada
penelitian tersebut dilakukan randomisasi (non-blinded prospective study)
pada penderita leukemia, dan menyatakan bahwa secara signifikan adanya
penurunan ketidaknyamanan, mengurangi nyeri otot dan laju pernafasan
pada fungsi fisiologis, sedangkan pada fungsi psikologis menurunkan
tingkat kecemasan dan emosional, di samping itu pada fungsi
psychophysiologic dapat meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, serta
meminimalkan risiko infeksi.
Swedish Massage Therapy efektif untuk populasi pediatrik lain
dengan kondisi sehat bahkan kondisi penyakit kronis, antara lain bayi

15
prematur dan terkena HIV, anakanak dengan asma, cystic fibrosis, reumatik
arthritis, menurunkan kadar gula dalam darah pada anak-anak penderita
diabetes mellitus type 1 dan 2, serta bermanfaat secara holistik pada sistem
tubuh (Haun et al., 2009; Kashanini et al., 2011; Sajedi et al., 2011). Terapi
komplementer sebagai pengobatan, level pencegahan, dan upaya promosi
kesehatan meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dengan adanya teori
dan keyakinan dengan menyesuaikan kebiasaan dan budaya yang ada
(Synder & Lindquis, 2014).
Pada anak yang mengalami kanker, fungsi sekolah cenderung tidak
dapat optimal dalam menjalani proses pembelajaran diakibatkan kondisi
badan sering mengalami keluhan yang memerlukan pengobatan
berkelanjutan dan menjalani kemoterapi, sehingga anak akan jarang masuk
sekolah, yang artinya anak akan mengalami keterlambatan perkembangan
kognitif sesuai usianya. Selaras dengan hasil penelitian Nurhidayah, et al.
(2016) dengan judul ”Kualitas Hidup pada Anak dengan Kanker”,
menyatakan bahwa 53,3% anak dengan kanker memiliki kualitas hidup
buruk, dengan nilai terendah pada fungsi sekolah dan kekhawatiran anak
dalam menghadapi pengobatan dan penyakit, hal tersebut berpengaruh
terhadap fungsi fisik, emosi, sosial, psikologis, sekolah, dan kognitif
sehingga mengganggu tumbuh kembang anak.
Dalam satu waktu pemilihan responden dan pengambilan sampel
langsung dibagi dua, yang kemudian dilakukan pre test untuk mengetahui
keadaan awal. Setelah dilakukan pre test, peneliti melakukan kontrak waktu
dengan orang tua responden pada kelompok intervensi untuk memulai terapi
dengan menyesuaikan jadwal kemoterapi sehingga terpenuhinya jumlah sesi
terapi 3 kali dalam seminggu dengan waktu pelaksanaan di pagi hari atau di
sore hari. Pelaksanaan terapi swedish massage dilakukan langsung oleh
peneliti dengan rata rata durasi perlakuan 30 menit.
Kesimpulan penelitian ini terdapat pengaruh swedish massage
therapy terhadap tingkat kualitas hidup penderita leukemia usia sekolah

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti
jamu yang telahberkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai
jenjang pelayanan kesehatantidak hanya menggunakan pengobatan Barat
(obatkimia) tetapi secara mandiri memadukan terapitersebut yang dikenal dengan
terapi komplementer.Perkembangan terapi komplementer ataualternatif sudah
luas, termasuk didalamnya orangyang terlibat dalam memberi pengobatan
karenabanyaknya profesional kesehatan dan terapis selaindokter umum yang
terlibat dalam terapikomplementer. Hal ini dapat meningkatkanperkembangan
ilmu pengetahuan melaluipenelitian-penelitian yang dapat memfasilitasiterapi
komplementer agar menjadi lebih dapatdipertanggungjawabkan.

3.2 Saran
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta
berpartisipasi dalam terapi komplementer. Peran yang dijalankan sesuai dengan
peran-peran yang ada. Arah perkembangan kebutuhan masyarakat dan keilmuan
mendukung untuk meningkatkan peran perawat dalam terapi komplementer
karena pada kenyataannya, beberapa terapi keperawatan yang berkembang diawali
dari alternatif atau tradisional terapi. Kenyataan yang ada, buku-buku
keperawatanmembahas terapi komplementer sebagai isu praktik keperawatan abad
ke 21. Isu ini dibahas dari aspek pengembangan kebijakan, praktik keperawatan,
pendidikan, dan riset. Apabila isu ini berkembangdan terlaksana terutama oleh
perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang terapi
komplementer, diharapkan akan dapatmeningkatkan pelayanan kesehatan
sehingga kepuasan klien dan perawat secara bersama-sama dapat meningkat

17
DAFTAR PUSTAKA

Imelda Yanti, Yeni Rustina, Kuntarti. 2013. Hipnoterapi Mengurangi Nyeri Pasca
Pembedahan pada Anak Usia Sekolah.
http://jurnal.fatmawatihospital.com/pdf/HIPNOTERAPIMENGURANGI
NYERIPASCAPEMBEDAHANPADAANAKUSIASEKOLAH.pdf
Diakses pada tanggal 23 Februari 2019
Puji Indriyani, Happy Hayati, Siti Chodidjah. 2013. Kompres Dingin dapat
Menurunkan Nyeri Anak Usia Sekolah Saat Pemasangan Infus
http://docplayer.info/42394465-Kompres-dingin-dapat-menurunkan-nyeri-
anak-usia-sekolah-saat-pemasangan-infus.html Diakses pada tanggal 23
Februari 2019
Adesti Ratna Pratiwi , Afi Lutfiyati , Dwi Yati. 2016. Pengaruh Pemberian Madu
Terhadap Respon Nyeri Anak Usia Sekolah yang Dilakukan Tindakan
Invasif Di RSUD Wates Kulon Progo https://docplayer.info/48737833-
Pengaruh-pemberian-madu-terhadap-respon-nyeri-anak-usia-sekolah-
yang-dilakukan-tindakan-invasif-di-rsud-wates-kulon-progo-
perpustakaan.html Diakses pada tanggal 23 Februari 2019
Hesti Wahyuni, Setyawati, Iin Inayah. 2015. Terapi Slow Deep Breathing dengan
Bermain Meniup Baling-Baling Terhadap Intensitas Nyeri pada Anak
yang Dilakukan Penyuntikan Anestesi Sirkumsisi
https://media.neliti.com/media/publications/130449-ID-terapi-slow-deep-
breathing-dengan-bermai.pdf Diakses pada tanggal 23 Februari 2019
Dewi Umu Kulsum, Henny Suzana Mediani, Argi Virgona Bangun. 2017.
Pengaruh Swedish Massage Therapy terhadap Tingkat Kualitas Hidup
Penderita Leukemia Usia Sekolah
https://www.researchgate.net/publication/323632324_Pengaruh_Swedish_
Massage_Therapy_terhadap_Tingkat_Kualitas_Hidup_Penderita_Leukemi
a_Usia_Sekolah Diakses pada tanggal 23 Februari 2019

18

Anda mungkin juga menyukai