Anda di halaman 1dari 25

TERAPI WARNA KOMPLEMENTER

Dosen Pembimbing : Ns. Uswatul Khasanah, Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Alifia Salsabila Rahmah (2017720062)


Arnita Rahmawati (2017720069)
Dewi Anisah (2017720073)
Muga Krisdiana (2017720091)
Riska Harmelinda (2017720107)
Silvi Zakia (2017720111)
Tazkia Aulia Rizka (2017720114)
Windi Sisniah (2017720118)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunianya
sehingga kita dapat menyelesaikan Tugas Makalah Terapi Warna dalam
Keperawatan Komplementer. Kami mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan
teman-teman yang membantu memberikan semangat dan dorongan demi
terwujudnya tugas makalah ini, yaitu makalah Keperawatan Bencana ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami yaitu
Ibu Uswatul Khasanah yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih
ringan dan lebih mudah dalam menulis makalah ini. Atas bimbingan yang telah
diberikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga
membantu kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan
masih kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap,
semoga makalah ini, dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, baik untuk diri sendiri
maupun untuk pembaca yang membaca makalah ini.

Jakarta, 9 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................3

BAB II KONSEP LANSIA

A. Pengertian ...........................................................................................4
B. Penjelasan tema .................................................................................. 4
C. Indikasi ............................................................................................... 5
D. Kontraindikasi .................................................................................... 9
E. Diagnosa Keperawatan .......................................................................
F. Intervensi ............................................................................................
G. Teknik dan Cara..................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

LAMPIRAN JURNAL .....................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakangan
Perkembangan terapi komplementer akhirakhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004).
Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer
di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg,
1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Klien yang menggunakan terapi
komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi
holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi
kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat
untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup
dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer yang ada menjadi
salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan
tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada
petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog
perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi
karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya,
sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini
dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi
komplementer.

Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi


komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti
terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal,

1
terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi
sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya
(Hitchcock et al., 1999) National Center for Complementary/ Alternative Medicine
(NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam
lima kategori.

Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan


berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala
fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik,
berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni. Kategori kedua,
Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya
pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo,
homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi
biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal,
makanan).

Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi,
macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir,
terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields)
atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.

Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa


kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan
holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif
(kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi,
guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi
komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya
pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan

2
relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock
et al., 1999).

Terapi warna merupakan pendekatan kuno untuk penyembuhan yang telah


digunakan sejak awal kali. Seperti perawatan holistik lainnya, bertujuan untuk
mengembalikan keharmonisan dan merangsang sumber daya batin pasien untuk
membantu pemulihan kesehatan, keyakinan mendasar menjadi penyakit yang
berkembang dari ketidakseimbangan energi pada emosi, tingkat spiritual, atau fisik.
Pengobatan dengan warna mungkin pertama dilakukan oleh orang Mesir kuno,
yang bersinar sinar matahari melalui permata berwarna ke orang-orang yang
mencari penyembuhan. Praktek penyembuhan melalui warna juga diketahui telah
diadopsi di Yunani kuno, India, Tibet, dan China, oleh suku Maya dari Amerika
Tengah dan Utara penduduk asli Amerika. (Bahkan saat ini, praktisi pengobatan
Cina percaya bahwa warna memiliki efek mendalam pada kesehatan dan penyakit
yang dapat didiagnosis melalui warna bagian-bagian tertentu dari tubuh, termasuk
lidah.)

Namun, seperti jamu, aromaterapi, dan banyak seni penyembuhan kuno


lainnya, terapi warna semua tapi menghilang di Barat. Itu tidak sampai abad
kedelapan belas bahwa para ilmuwan dan seniman mulai untuk menghidupkan
kembali minat dalam sifat-sifat cahaya dan warna. Studi telah berlanjut sepanjang
abad kesembilan belas dan kedua puluh, dan filsuf dan pendidik Rudolf Steiner
(1861-1925) mengembangkan beberapa teori terapi warna yang diterima secara
luas saat ini. Meskipun efek dari warna desain interior sekarang didokumentasikan
dengan baik, sedikit saran tersedia mengenai lingkungan luar kita.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu terapi warna
2. Untuk mengetahui indikasi dari terapi warna
3. Untuk mengetahui bagaimana kontraindikasi pada terapi warna
4. Untuk mengetahui ada kaitannya dengan diagnose keperawatan

3
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian

Dalam kehidupan warna-warna memegang suatu peranan penting. Secara


psikologis, diuraikan oleh Linschoten dan Mansyur (dalam Atma, 2011) tentang
warna, yaitu warna-warna bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja,
warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian
estetis dan turut menentukan suka tidaknya akan bermacam-macam benda.

Terapi warna (chromotheraphy) merupakan pendekatan kuno untuk


penyembuhan yang telah digunakan sejak awal kali. Seperti perawatan holistik
lainnya, bertujuan untuk mengembalikan keharmonisan dan merangsang sumber
daya batin pasien untuk membantu pemulihan kesehatan, keyakinan mendasar
menjadi penyakit yang berkembang dari ketidakseimbangan energi pada emosi,
tingkat spiritual, atau fisik.

Menurut Mary (2009), energi warna bisa menjadi katalisator bagi proses
penyembuhan kita dan menyokong kerja tubuh yang sehat dan normal. Pada
dasarnya terapi warna merupakan terapi yang menggunakan warna atau cahaya
untuk memberikan stimulasi fisiologis dan psikologis manusia.

B. Penjelasan Tema

Terapi warna pertama kali diperkenalkan pada zaman Mesir kuno. Saat itu,
orang Mesir kuno menyembah matahari dan menyadari peran sentral cahaya
matahari bagi kemanusiaan. Warna tersebut dipercaya dapat memberikan efek
penyembuhan bagi tubuh.

Berbagai penemuan para Ilmuwan Islam masih tetap berlaku dan berpengaruh
sampai saat ini. Terbukti, terapi warna (kromoterapi) yang sudah dipraktekkan oleh
dokter muslim abad ke-10 M, masih berguna dan dikembangkan oleh  peneliti
peneliti modern. Tokoh islam yang memperkenalkan kromoterapi adalah Ibnu Sina
(w. 1037 M), yang dikenal oleh masyarakat barat dengan nama Avicenna. Kurang
4
lebih sembilan abad sebelum orang barat mengenal kromoterapi, Ibnu Sina sudah
mengunakan warna sebagai salah satu sarana penting dalam mendiagnosa
(mengenali) penyakit dan pengobatan.

Avicenna dalam sebuah bukunya yang berjudul Canon of Medicine ( Al-


Qanun fi At- Thibb) menerangkan teori tentang aksi warna terhadap tubuh
manusia. Misalnya, ia meyakini bahwa merah meningkatkan sirkulasi darah,
sementara biru menghambatnya, dan kuning membantu mengurangi rasa sakit dan
radang. Menurut Jane (2012) setiap warna memiliki pengaruh khusus terhadap
tubuh kita, sekalipun tidak menyadarinya. Hijau merupakan warna yang dapat
menyeimbangkan tubuh dan bersifat menenangkan. Biru memiliki efek
menenangkan dan membuat rileks.

Di otak manusia ada kelenjar pineal yang bertugas mengatur ritme hidup dari
hari ke hari. Ketika sinar mengenai mata dan kulit, gelombang warna akan  berjalan
melalui saraf menuju kelenjar itu. Warna yang berbeda memiliki panjang
gelombang dan frekuensi yang berbeda pula.

Perbedaan gelombang inilah yang  bisa mepengaruhi fungsi fisik dan


psikologis manusia. Semua spektrum warna, menurut ahli terapi warna dan bunga,
sebenarnya sama saja, yaitu mejikuhibiniu. Prinsip yang kita kenal selama ini:
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu .

Jadi, yang membuat terapi warna bisa dimanfaatkan adalah bahwa frekuensi
gelombang warna berbeda-beda. Eryca Sudarsono dari Saraswati Inner Studies di
Tangerang, Banten menyebutkan ada beberapa metode terapi warna. Di antaranya
teknik sinar lampu atau lilin, pakaian, makanan (buah-buahan dan sayuran), air
berenergi matahari, unsur dekorasi, dan visualisasi. Terapi warna  juga dapat
mengurangi produksi melanin (hormon tidur) dan menstimulasi  bioritme tubuh
untuk terus aktif.

C. Indikasi

5
Pada dasarnya terapi warna merupakan terapi yang menggunakan warna atau
cahaya untuk memberikan stimulasi fisiologis dan psikologis manusia. Terapi
warna dapat dianalogikan seperti ketika Anda di sebuah ruangan yang berwarna
hitam kelam maka tubuh dan pikiran Anda terasa tidak nyaman sehingga Anda
enggan untuk berlama-lama di ruangan tersebut. Artinya, kombinasi warna tertentu
dapat memengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis manusia.

Terapi warna dapat memberikan efek perubahan fisiologis lebih dari sekedar
stimulasi psikologis saja. Misalnya, warna merah dapat merangsang sistem saraf
otonom, sedangkan warna biru mempunyai efek menenangkan.

Sementara beberapa teori di balik terapi warna tetap ilmiah terbukti, penelitian
telah menunjukkan bahwa warna dapat sangat memengaruhi suasana hati dan sering
memiliki efek yang dapat diukur pada perilaku emosional dan fisik manusia.
Berbagai masalah kesehatan kronis dan akut dirawat oleh terapis sangat luas dan
perbaikan diklaim dalam kondisi seperti migrain,asma,depresi kelesuan
eksim,pilek, tinggi dan tekanan darah rendah, rematik, rematik, dan banyak mental
dan emosional masalah. Perlakuan warna telah ditemukan untuk menjadi sangat
berguna dalam stres yang terkait gangguan seperti eksim dan depresi ringan. Hal ini
penting terutama bila digunakan untuk mendukung terapi lain dan sering
dipraktekkan bersama obat konvensional.

Respon psikologis kami memainkan peran penting dalam penyembuhan warna,


banyak warna memiliki nada emosional dan spiritual yang kuat serta implikasi
fisik. Karena masih kontroversial hingga saat ini, terapi warna hanya boleh
dijalankan pada praktik pengobatan alternatif saja. Terapi warna dijalankan sebagai
obat penyembuhan dengan getaran yang menggunakan bahan alami seperti batu,
permata, kristal, tanaman, rempah-rempah serta cahaya berwarna khusus. Berikut
merupakan beberapa fungsi warna :

a. Merah

Warna merah menambah tenaga, menghangatkan, dan memiliki daya


penyembuh  penyembuh pada penyakit penyakit yang berkaitan berkaitan

6
dengan darah dan sirkulasinya. sirkulasinya. Merah untuk yang mengidap
penyakit kulit, dan anemia.

b. Pink

Memberi efek tenang Pink juga dibuktikan mempunyai efek yang


cukup memuaskan. Sebagai bagian dari program penurunan berat badan,
Johns Hopkins Medical di University Baltimore, memberi lingkaran warna
yang disebut permen karet pink ke pasiennya. Pink diasumsikan memiliki
efek menekan nafsu makan dan stres yang memicu keinginan untuk ngemil.

c. Kuning

Warna gembira, cerah, dan meningkatkan keceriaan. Warna ini


berhubungan  berhubungan dengan sisi intelek intelek dan ekspresi ekspresi
pikiran. Bisa menguatkan kemampuan melihat, membedakan, mengingat,
berpikir jernih, dan membuat keputusan. Juga Membantu mengorganisasi
sesuatu dengan  baik, menumbuhkan menumbuhkan ide-ide ide-ide baru,
dan menimbulkan menimbulkan kemampuan kemampuan melihat dari
sudut pandang yang lain. Warna ini digunakan untuk mengobati batuk,
ulkus, masalah terkait hati dan juga dapat digunakan untuk pengobatan
sembelit, sakit kuning, pembengkakan, dan masalah sistem saraf.

d. Hijau

Mempunyai daya tarik yang kuat dengan lingkungan,membantu kita


berempati dengan sesama dan dengan alam. Secara naluri kita mencarinya
carinya ketika mengalami stres atau mengalami trauma emosional. Warna
ini menimbulkan rasa nyaman, rileks, kalem, mengurangi stres, cemas,
menyeimbangkan, dan menenangkan emosi. Warna hijau juga bisa untuk
mereka yang menderita lemah jantung, sakit pernapasan, infeksi ginjal, dan
kanker.

7
e. Orange

Warna yang ceria. Mampu membebaskan dan melepaskan emosi,


menghilangkan rasa mengasihani diri, rasa tak berguna, dan tak ingin
memaafkan. Juga merangsang pikiran serta memperbarui ketertarikan dalam
hidup.Merupakan anti depresi yang hebat dan bisa meningkatkan spirit.
Warna ini memiliki kekuatan luar biasa untuk memperkuat sistem saraf.
Pikiran kacau karena ambisi tinggi, rasa lapar berlebihan, dan masalah
pernapasan adalah beberapa penyakit yang dapat dikontrol dengan bantuan
warna ini. Warna ini juga memberikan penyembuhan terhadap gangguan
depresi.

f. Ungu

Menimbulkan efek yang dalam pada jiwa dan telah digunakan dalam
psikiatri  psikiatri untuk membantu membantu menenangkan menenangkan
pasien yang menderita menderita sejumlah sejumlah gangguan mental dan
gangguan panik. Warna ini menyeimbangkan pikiran dan membantu
menghilangkan obsesi dan rasa takut. Warna ungu juga dapat digunakan
untuk pemurnian darah. Warna ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
bengkak, demam dan keletihan kerja. Warna ungu memberikan energi dan
vitalitas ke otak yang tumpul.

g. Biru

Warna yang dingin dan menenangkan.Warna biru membuat kita


tenang dan rileks seolah ditenang -kan oleh warna langit di malam hari.
Bisa membantu menurunkan tekanan darah. Warna ini juga digunakan
dalam pengobatan penyakit yang lahir pada wanita, lambung terbakar,
panas, kurangnya kekuatan vital dan sejenisnya. Warna biru tua
meningkatkan kedamaian. 

8
h. Putih

Warna yang betul-betul suci. Inilah warna perlindungan yang mem-


bawa damai dan perasaan nyaman, meredakan syok dan keputusasaan, serta
membantu membersihkan emosi, pikiran, dan spirit.

D. Kontra Indikasi

Sebuah tinjauan penelitian yang ada tentang terapi warna menemukan bahwa
tidak ada bukti yang mendukung hubungan kausal antara warna tertentu dengan
hasil kesehatan, tidak ada cukup bukti untuk mendukung hubungan kausal antara
warna tertentu dan keadaan emosional atau mental, dan tidak ada penelitian. untuk
menunjukkan bahwa ada hubungan satu-ke-satu antara warna dan emosi
tertentu. Tofle, RB (2004), Warna dalam Lingkungan Perawatan Kesehatan -
Laporan Penelitian (PDF) , California: Koalisi untuk Penelitian Lingkungan
Kesehatan, hal. 1–81. Seperti terlalu banyak warna biru tua bisa membuat depresi
dan Hitam mencegah kita untuk tumbuh dan berubah.Kita menutupi diri dengan
warna hitam.

Baru-baru ini, kekhawatiran mengenai teori telah mempertanyakan risiko yang


terkait dengan munculnya lampu berbasis dioda pemancar cahaya (LED) yang telah
dibuat untuk digunakan dalam terapi warna, lampu ini diklasifikasikan sebagai
risiko paparan rendah dan tidak memerlukan peringatan apa pun untuk menemani
produk. Namun, prosedur terapi warna tertentu mengharuskan individu untuk
meletakkan lampu di dekat mata mereka, yang bukan merupakan penggunaan yang
disarankan untuk lampu ini dan dapat mengubah durasi paparan ke tingkat yang
dapat menyebabkan risiko kerusakan retina. Tanpa konsensus atau peraturan
tentang bagaimana produk ini akan digunakan dan apakah kacamata diperlukan,
perawatan ini menempatkan peserta pada risiko kerusakan mata yang serius. Point,
S. (2007),  The Danger of Chromotherapy , Buffalo: Skeptical Inquirer, hal. 50–53.

9
E. Diagnosa keperawatan yang terkait
1. Ansietas
2. Gangguan presepsi sensori
3. Distres spiritual
4. Keputusasaan

F. Intervensi
1. Ansietas :
 Kaji ansietas pasien
 Diskusikan kepada klien tentang masalah yang dialami
 Jelaskan tentang ansietas (pengertian, penyebab, tanda gejala)
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi yaitu teknik distraksi
relaksasi dengan terapi warna.
 Berikan pujian atas tindakan yang tepat atau tidakan yang telah
dilakukan pasien
 Bimbing untuk memasukkan ke jadwal kegiatan harian (terapi warna)
 Evalusi mengenai ansietas

2. Ganguan persepsi sensori


 Kaji perilaku yang mengidentifikasi halusinasi
 Monitor isi halusinasi (mis.kekerasan atau membahayakan diri)
 Pertahankan lingkungan yang aman
 Anjarkan melakukan distraksi nonfararmakologis (terapi warna)
 Ajarkan pasien dan keluarga cara melakukan distraksi (terapi warna)
 Bimbing memasukkan ke jadwal kegiatan harian (terapi warna)
 Evalusi mengenai gangguan persepsi sensorinya

3. Distress Spiritual
 Identifikasi perasaan khawatir, kesepian dan ketidakberdayaan
 Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan kesehatan
 Identifikasi harapan dan kekuatan pasien

10
 Identifikasi ketaatan dalam beragama
 Berikan teknik nonfarmakologi (terapi warna)
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi yaitu teknik distraksi
relaksasi dengan terapi warna.
 Berikan pujian atas tindakan yang tepat atau tidakan yang telah
dilakukan pasien
 Bimbing untuk memasukkan ke jadwal kegiatan harian (terapi warna)
 Evalusi mengenai distress spiritualnya

4. Keputusasaan
 Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi pasien.
 Identifikasi hal yang telah memicu emosi
 Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah atau sedih.
 Lakukan pemberian sentuhan ( merangkul atau menepuk-nepuk)
 Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah atau malu.
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi yaitu teknik distraksi
relaksasi dengan terapi warna.
 Berikan pujian atas tindakan yang tepat atau tidakan yang telah
dilakukan pasien
 Bimbing untuk memasukkan ke jadwal kegiatan harian (terapi warna)
 Ajarkan penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat.
 Evaluasi mengenai perasaan emosional pasien sebelum dan sesudah
dilakukannya distraksi.

G. Tehnik dan cara


Beberapa metode terapi warna yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pernapasan warna; yaitu teknik bernafas dengan membayangkan sewaktu
menghirup dan menghembuskan nafas dengan warna-warna tertentu.
2) Meditasi; membayangkan atau berimajinasi untuk memusatkan perhatian pada
objek tertentu yang bersifat citraan/visual, yang mengandung warna-warna,
sehingga dapat memberikan efek relaksasi pada tubuh.

11
3) Air solarisasi; yaitu dengan menggunakan botol maupun gelas atau air dengan
warna-warna tertentu, kemudian air tersebut diminum.
4) Aurasoma; teknik ini menggunakan botol-botol kecil yang berisi lapisan warna
dari minyak esensial dan ekstrak tumbuhan.
5) Warna kain sutra; yaitu teknik terapi warna yang menggunakan kain sutra yang
dipakaikan ke tubuh pasien untuk digunakan dalam waktu tertentu.

Metode terapi warna yang digunakan adalah pernafasan warna dan meditasi warna.
Pernafasan yang dalam dan terfokus membantu mengubah udara yang kita tarik
saat bernafas menjadi energi positif (Kumar, 2009). Menurut Mary (2009)
meditasi yaitu melatih pikiran untuk merenungkan sesuatu, sehingga
bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan menemukan kedamaian jiwa.
Selain itu menurut Wauters dan Thomson dari hasil pengamatannya (dalam
Lasmono, 2009) menyebutkan bahwa warna-warna dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan dan menunjang proses penyembuhan, karena dalam hal ini warna
dapat memberikan suasana yang tenang, damai, dan nyaman dalam beristirahat,
antara lain :

1) Warna hijau menimbulkan efek fisik menenangkan sistem saraf, digunakan


untuk berbagai macam masalah kesehatan berkenaan dengan organ jantung dan
tekanan darah yang tidak normal. Efek psikologis warna hijau merupakan
warna keseimbangan, sangat bermanfaat untuk kondisi-kondisi emosional anak
pada saat stress, emosi, dan mengalami rasa takut di rumah sakit.
2) Warna biru menimbulkan efek fisik memperkuat kondisi tubuh dan pikiran,
menenangkan kondisi jiwa anak yang sedang galau saat menjalani perawatan.

Sedangkan efek psikologisnya adalah memulihkan stress dan menciptakan kondisi


yang tenang bagi pasien anak. Menurut Birren (dalam Lasmono, 2009)
kegunaan warna yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain:

1) Warna hijau dianggap memiliki kekuatan untuk penyembuhan dan


kemampuan untuk menenangkan dan menyegarkan.

12
2) Warna biru berhubungan dengan hal yang positif, lebih produktif dan warna
kedamaian. Hipotesa penelitian adalah terapi warna dapat mengurangi
kecemasan.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi warna merupakan pendekatan kuno untuk penyembuhan yang telah


digunakan sejak awal kali. Terapi warna merupakan terapi yang menggunakan warna
atau cahaya untuk memberikan stimulasi fisiologis dan psikologis manusia. Terapi
warna dijalankan sebagai obat penyembuhan dengan getaran yang menggunakan
bahan alami seperti batu, permata, kristal, tanaman, rempah-rempah serta cahaya
berwarna khusus. Adapun beberapa warna yang digunakan untuk terapi diantaranya :
Merah, Pink, Kuning, Hijau, Orange, Ungu, Biru, Putih

B. Saran

Penggunaan terapi komplementer sebagai pelengkap terapi konvensional


secara tidak langsung perawat dituntut untuk memiliki kemampuan dalam terapi ini,
baik sebagai pemberi intervensi maupun hanya rekomendasi. Sehingga peningkatan
pengetahuan sangat penting untuk dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat bersifat membangun bagi pembaca pada umumnya. Dan penulis juga
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah

14
DAFTAR PUSTAKA

Tofle, Ruth Brent., Benyamin Schwarz ., So-Yeon Yoon., Andrea Max-Royale.


(2004). COLOR IN H E A L T H C A R E E N V I R O N M E N T S. United States of
America: The Coalition for Health Environments Research (CHER). Retrieved From
https://www.healthdesign.org/sites/default/files/color_in_hc_environ.pdf (diakses dan
diunduh pada Jumat, 11 September 2020 Pukul 12.36 WIB
Point, Sebastien. (2017). The Danger Of Chromotherapy. Volume 41, No. 4. Retrieved
From https://skepticalinquirer.org/2017/07/the-danger-of-chromotherapy/ (diakses dan
diunduh pada Jumat, 11 September 2020 Pukul 13.01)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

https://id.innerself.com/content/living/health/healing-disciplines/4355-color-therapy-
by-romy-rawlings.html (diakses pada Jumat, 11 September 2020 Pukul 13.02).
Harini, Novita. (2013). TERAPI WARNA UNTUK MENGURANGI KECEMASAN.
Malang: Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Retrieved From
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/download/1584/1688 (diakses dan
diunduh pada Kamis, 10 November 2020 Pukul 19.53)
Pratiwi, Ni Wayan Yeni., Induniasih., Fajarina Lathu Asmarani. (2016).
PENGARUH TERAPI WARNA TERHADAP TINGKAT STRES LANSIA DI BPSTW
PROVINSI DIY UNIT BUDI LUHUR KASIHAN BANTUL. Yogyakarta: Jurnal
Keperawatan Respati. Retrieved From
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/article/view/20 (diakses dan
diunduh pada Kamis, 10 November 2020 Pukul 20.05)

W.B, Arthini, Sawitri, K.A., Nurhesti, O.Y. (2015) PENGARUH TERAPI WARNA
HIJAU TERHADAP TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR. Bali: Jurnal
Keperawatan. Retrieved From https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=terapi+warna&btnG (diakses dan diunduh pada Kamis,
10 November 2020 Pukul 20.40)

15
LAMPIRAN JURNAL

PENGARUH TERAPI WARNA TERHADAP TINGKAT STRES


LANSIA DI BPSTW PROVINSI DIY UNIT BUDI LUHUR
KASIHAN BANTUL
Ni Wayan Yeni Pratiwi, Induniasih, Fajarina Lathu Asmarani*)
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta, Jl Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282

Abstrak
Lansia mengalami beberapa kemunduran sitem tubuh. Perubahan psikologis berpengaruh
terhadap perubahan kognitif lansia, gangguan kecemasan dan stres hal yang paling sering
dialami lansia. Penderita gangguan kesehatan mental mencapai 12,5 % pada usia 75 tahun
keatas, angka kejadian perempuan lebih tinggi 8,9 % dibandingkan laki-laki 5,0%. Hasil studi
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di BPSTW Unit Budi Luhur Kasihan Bantul, 4 dari 6
lansia mengalami stres. Terapi warna merupakan terapi komplementer yang memberi efek
relaksasi dan berepengaruh terhadap kerja saraf simpatik dan parasimpatik..Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui pengaruh terapi warna terhadap tingkat stres lansia. Penelitian ini
menggunakan metode pre test and post test nonequivalent control group design. Jumlah
sampel 36 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok, 18 responden sebagai kelompok
kontrol dan 18 responden sebagai kelompok intervensi. Derajat stres diukur dengan
menggunakan DASS 42. Penelitian dilakukan selama 7 hari berturut –turut, data pretest
diambil sebelum terapi warna pada hari pertama dan data posttest setelah dilakukan terapi
warna pada hari ke 7.Hasil uji statistik dengan menggunakan wilxocon pada kelompok kontrol
didapatkan nilai P value = 0,291 tidak ada perbedaan tingkat stres lansia. Hasil uji statistik
dengan menggunakan T–Test–Paired pada kelompok intervensi didapatkan nilai p value
=0,000 ada perbedaan tingkat stres lansia. Hasil uji statistik dengan menggunakan T-test
independent pada uji post test kedua kelompok didapatkan nilai P value =0,000 (p value<0,05)
maka ada perbedan tingkat stres lansia antara kelompok kontrol dan intervensi. Kesimpulan
pada penelitian ini ada pengaruh terapi warna terhadap penurunan tingkat stres lansia.

Kata Kunci : Lansia, Terapi Warna, Tingkat Stres

Abstract
[The Effect Of Color Therapy On Stress Lewels In Eldery At BPSTW Province DIY Unit Budi
Luhur Kasihan Bantul] The elderly are those who are over 60 years old. Their body system
deteriorates. Psychological changes affect cognitive changes in the elderly. Anxiety and stress
disorders are often experienced by the elderly. Patients with mental health problems reached
12.5% for those aged 75 years and older, in which the incidence rate in women is higher (8.9%)
than that in men (5.0%). The results ofa preliminary study conducted by the researcher at
BPSTW of Budi Luhur Unit, Kasihan Bantul indicated that 4 out of 6 elderly persons
experienced stress. Color therapy is a complementary therapy which gives a relaxing effect and
affects the works of sympathetic and parasympathetic nervous. The aim of this tudy is to
identify the effects of color therapy on stress levels in the elderly. This research employed

16
pretest and posttest nonequivalent control group design. The samplesize of 36 respondents
was divided into two groups, 18 respondents as the control group and 18 respondents as the
intervention group. The degree of stress was measured using DASS 42. The research was
conducted for 7 consecutive days; pretest data were taken before color therapy on the first
day and posttest data were taken after the color therapy on the seventh day. The results of
statistical test by using Wilcoxon in the control group indicated P value =

0.291 (p value> 0.05), meaning there was no difference in stress levels in the elderly. The
results of statistical test using Paired T - Test in the intervention group indicated p value =
0.000 (p value <0.05), meaning there was difference in stress levels in the elderly. The results
of statistical test using independent t-test in both groups indicated P value = 0.000 (p value
<0.05), meaning there was differencein stress levels of the elderly between the control and
intervention group. There are effects of color therapy on stress levels in the elderly.

Keywords: Elderly, Color Therapy, Stress Levels

*) Penulis Korespondensi
E-mail : ners_fla@yahoo.com
1. Pendahuluan. memperberat kerja ginjal 4.
Usia harapan hidup (UHH) adalah salah Terapi warna adalah salah satu terapi
satu indikator keberhasilan pembangunan di nonfarmakologi yang dapat mengurangi stres.
bidang kesehatan. Semakin baik pelayanan Efek warna mempengaruhi kerja saraf simpatik-
kesehatan yang diberikan maka UHH seseorang parasimpatik, dan memeperbaiki suasana hati6.
akan semakin tinggi1. UHH yang semakin tinggi Paparan warna mampu meningkatkan memori
akan mengakibatkan semakin banyaknya jumlah jangka pendek lansia, memberi rasa tenang, dan
lansia di Indonesia dan Dunia2. juga mempengaruhi tekanan darah7. Papawaran
Lansia adalah orang-orang yang sudah warna biru menghasilkan vibrasi yang bersifat
mencapai umur 60 tahun ke atas 1. Lansia sudah dingin dan menenangkan (relaksasi) sehingga
mulai mengalami perubahan diberbagai sistem. baik untuk meningkatkan kualitas tidur8.
Perubahan- perubahan sistem pada lansia Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
berpengaruh terhdap status kesehatan lansia. BPSTW Unit Budi Luhur Kasihan Bantul pada
Lansia biasanya mudah mengalami depresi, tanggal 27 Desember 2015 selama satu hari. hasil
kecemasan dan stres. Sumber stressor utama wawancara dengan perawat, dari 88 jumlah
bagi lansia meliputi perubahan fisik, sosial, lansia di BPSTW Unit Budi Luhur 9 diantaranya
lingkungan,perubahan peran dan kematian orang mengalami gangguan kesehatan jiwa seperti
terdekat3. waham dan halusinasi. Wawancara yang
Perubahan psikososial pada lansia seperti dilakukan dengan 6 lansia, empat dikategorikan
pensiun juga merupakan sumber stres utama. mengalami stres sedang dan 2 dikategorikan
Pensiun sering disalah artikan oleh lansia mengalami stres berat. Berdasarkan uraian diatas
sebagai bentuk kepasifan dan pengasingan4. peneliti tertarik untu meneliti “Pengaruh Terapi
Kecemasan pada lansia dapat meningkatkan Warna Terhadap Tingkat Stres Lansia di BPSTW
kejadian stres, stres yang terlalu banyak Provinsi DIY Unit Budi Luhur Kasihan Bantul”.
mengakibatkan perasaan negatif, gangguan
dalam mencapai realitas dan mengakibatkan
masalah kesehatan5.
Stres dapat ditangani dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi seperti terapi
keperawatan komplementer (nursing
complementary therapy). Antidepresan adalah
obat kimia yg sering digunakan untuk
mengurangi stres. Zat kimia yang dikonsumsi
dalam jangka waktu lama dapat mempengaruhi
keseimbangan
mobilitas,
pusing,mual,muntah konstifasi dan dapat
17
2. Bahan dan Metode. 3. Hasil dan Pembahasan.
Penelitian ini merupakan penelitain Berdasarkan uji statistik pada kelompok
quasi eksperimen dengan rancangan pretest kontrol diketahui sebelum terapi warna
and posttest nonequivalent control group diketahu skor rata-rata 25,72 dan setelah terapi
warna 26,94 dengan standar deviasi sebelum
design.
terapi warna 4,599 dan setelah terapi warna
Populasi penelitian ini adalah lansia 3,765. Secara statistik tidak ada perbedaan
yang tinggal di BPSTW Provinsi DIY Unit tingkat stres lansia yang signifikan antara
Budi Luhur Kasihan Bantul sejumlah 88 lansia. sebelum dan sesudah terapi warna. Setelah
Sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria dilakukan uji statistik dengan menggunakan
inklusi dan ekslusi sejumlah 36 sampel. Sampel wilxocon diketahui bahwa P-value 0,291 (P-
dibagi kedalam 2 kelompok, 18 responden value
sebagi kelompok kontrol, dan 18 responden >0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ha
sebagai kelompok intervensi. Penentuan ke dua ditolak atau tidak ada pengaruh terapi warna
kelompok didasarkan pada kriteria yaitu pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah
bersedia menjadi responden, tidak buta warna, dilakukan terapi warna. Berdasarkan uji ststistik
tidak mengalami gangguan kognitif berat dan pada kelompok intervensi sedelum dilakukan
tidak memiliki gangguan kesehatan pada mata. terapi warna diketahui skor rata-rata 20,78 dan
Pengumpulan data dilakukan dengan setelah terapi warna 11,05 dengan standar
kuesioner DASS 42 dengan dipandu oleh deviasi sebelum terapi warna 2,647 dan setelah
peneliti untuk mengukur tingkat stres pada terapi warna 2,975. Secara statistik terdapat
lansia. DASS 42 terdiri atas 14 pertanyaan yang perbedaan skor stres lansia yang signifikan
mengukur aspek stress dengan nilai tertinggi antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi
42 dan nilai terendah 0. warna. Setelah dilakukan uji statistik dengan
Lansia yang terpilih sebagai kelompok menggunakan T-test paired diketahui P-value
intervensi dimasukan ke ruangan yang telah 0,000 (P-value< 0,05) maka dapat disimpulkan
dilapisi dengan kain berwarna biru, selama 5 – bahwa Ho ditolak atau ada pengaruh terapi
10 menit secara berturut-turut selama 7 hari. warna terhdap tingkat stres lansia
Pada hari pertama dilakukan pengambilan data sebelum dan sesudah terapi warna.
prettest dan pada hari ke- 7 dilakukan Berdasarkan uji statistik pada kelompok
pengambilan data posttest. Penelitian ini kontrol setelah dilakukan terapi warna diketahui
dilakukan di BPSTW Provinsi DIY Unit Budi skor rata-rata 26,07 dengan standar deviasi
Luhur Kasihan Bantul, selama 7 hari mulai dari 3,765. Pada kelompok intervensi diketahui skor
tanggal 18 – 24 April 2016. rata-rata 11,05 dengan standar deviasi 2,975.
Secara statistik terdapat
perbedaan skor stres lansia yang signifikan Setelah dilakukan terapi warna diketahui
antara kelompok kontrol dan kelompok bahwa pada kelompok kontrol tingkat stres lansia
intervensi. setelah dilakukan uji statistik dengan menjadi berat. Dilihat dari jenis kelamin pada
menggunakan T-test Independent deketahui nilai kelompok kontrol jumlah perempuan lebih
P-value 0,000 (P-value < 0,05) maka dapat banyak dibandingkan laki-laki. Saat memasuki
dismpulkan bahwa Ho ditolak atau ada usia lansia perempuan tidak mampu lagi
perbedaan tingkat stres lansia setelah dilakukan memproduksi hormon esterogen & progesteron.
terapi warna setelah dilakukan terapi warna. Hormon ini berpengaruh terhadap perubahan
Hasil penelitian diperoleh pada ke-2 mood secara tiba-tiba, sehingga perempuan akan
kelompok berada pada kategori stres sedang. lebih mudah stres9. Peningkat stres pada lansia
BPSTW Unit Budi Luhur memiliki berbagai juga bisa dipengaruhi oleh bagaimana lansia
kegiatan seperti, senam pagi, dendang menilai stressor yang dihadapi. Lansia sudah
ria,krawitan dan joget. Berbagai kegiatan mengalami penurunan adaptasi terhadap
tersebut dapat mengurangi tingkat stres, stressor10.
sehingga lansia tidak ada yang mengalami stres Pada kelompok intervensi diketahui
berat. Stres dapat dicegah dengan berolah raga setelah diberikan terapi warna biru sebagain
secara teratur, mengatur pola makan dan besar normal. Energi yang dihasilkan dari warna
meningkatkan spiritualitas4. Stres dapat mampu menyeimbangkan energi tubuh , fisik,
ditangani dengan menyalurkan hobi. Saat emosional spiritual dan mental12.
melakukan ativitas yang menyenangkan akan Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
memicu keluarnya hormon endorfin yang peneliti diketahui bahwa tidak ada pengaruh
membuat perasaan nyaman dan tenang11. terapi warna terhdap tingkat stres lansia sebelum
18
dan sesudah terapi warna. Pada kelompok dilakukan oleh Resvita (2014) dengan judul
kontrol tidak terjadi penurunan tingkat stres, Pengaruh Terapi Warna terhadap Penurunan
disebabkan oleh kelompok kontrol tidak Tingkat Stres Dalam Penyususnan Skripsi Pada
diberikan paparan kain berwarna biru. Selain itu Mahasiswa Program Studi D IV Fisioterapi
sumber stressor bagi lansia bisa bersumber dari Angkatan 2010 setelah dilakukan uji statistik
stres psikologis. Berdasarkan lembar kuesioner dengan menggunakan wilxocon didapatkan nilai
yang disisi oleh lansia rata-rata menjawab sangat p-value 0,008 ( p-value < 0,05)15. Warna biru
sering pada aspek pertanyaan aspek stres memberi efek damai, nyaman, tenang relaksasi,
psikologis. Sumber stres lansia dari fisik & dapat menurunkan tekanan darah dan detak
biologis, psikologis dan faktor psikososial 13. jantung 18.
Sumber stres utama bagi lansia paling banyak Perbandingan antara kelompok kontrol
disebabkan oleh stres psikososial4. Kematian dengan kelompok intervensi, diketahui bahwa
orang terdekat, suami atau istri memberi dampak ada perbedaan tingkat stres lansia antara
negative bagi perkembangan psikososial lansia17. kelompok kontrol dengan kelompok intervensi.
Pada kelompok intervensi diketahui ada Penelitian ini didukung penelitian sebelumnya
pengaruh terapi warna terhadap penurunan yang dilakukan oleh Devi (2012) dengan judul
tingkat stres lansia. Terapi warna adalah Pengaruh Terapi Warna Hijau terhadap
gelombang elektromagnetik radiasai yang tidak Penurunan Tingkat Stres Lansia di PSTW Wana
dapat dilihat. Gelombang radiasi yang dihasilkan Seraya Denpasar setelah dilakukan uji statistik
oleh warna memberi pengaruh positif secara dengan menggunakan T-test independent
fisiologis maupun psikologis14. Teori ini didapatkan nilai P-value 0,000 ( p-value <
didukung oleh penelitian yang 0,05)16. Penelitian ini didukung oleh teori
Holzberg & Alberth damenyebutkan paparan
warna menghasilkan cahaya, kemudian
membentuk bayang-bayang cahaya. Bayangan
caha masuk kemata mereduksi menjadi 3
komponen RBD (Red,Grend, Blue) kemudian
cahaya diteruskan oleh 3 chanel, red-grend,
blue-yellow, black-white. Kemudan diantarkan
ke sistem limbik melalui retnohypothalamic
track kemudian sistem saraf dihubungkan ke
Autonomic Nervus (ANS) ke sistem endokrin,
kemudian lagsung merangsang hormon
serotonin dan endorfin. Hormon serotonin dan
endorfin memperbaiki suasana hati, membuat
rileks dan menurunkan ketegangan otot16.

4. Kesimpulan.
Hasil penelitian dapat disumpulkan
bahwa sebelum dilakukan terapi warna
diketahui skor rata- rata 20,78 dan setelah
terapi warna 11,05 dengan standar deviasi
sebelum terapi warna 2,647 dan setelah terapi
warna 2,975. Tidak ada perbedaan tingkat stres
lansia di BPSTW Provinsi DIY Unit Budi
Luhur Kasihan Bantul antara sebelum dan
sesudah dilakukan terapi warna pada kelompok
kontrol. Sedangkan pada kelompok intervensi
ada perbedaan tingkat stres lansia di BPSTW
Provinsi DIY Unit Budi Luhur Kasihan Bantul
setelah dilakukan terapi warna. Dan ada
perbedaan tingkat stres lansia di BPSTW
Provinsi DIY Unit Budi Luhur Kasihan Bantul
antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi sesudah dilakukan terapi warna
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan
pada lansia menggunakan benda-benda yang
19
berwana biru seperti (baju, kain, sapu tangan
dll). Untuk BPSTW untuk warna biru langit
bisa digunakan sebagi cat di BPSTW unit budi
Luhur. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya
dapat melanjutkan penelitian dengan
membandingkan penggunaan warna biru
dengan hijau untuk mengurangi tingkat stres.

20
5. Ucapan Terima Kasih.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahNya, sehingga
naskah publikasi dengan judul Pengaruh Terapi Warna Terhadap Tingkat Stres Lansia Di BPSTW Provinsi
Diy Unit Budi Luhur Kasihan Bantul dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya Prof. Dr. dr. Santoso, Ms, Sp.OK selaku Rektor
Universitas Respati, Moh. Judha, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dekan Universitas Respati Yogyakarta,
Listyana Natalia, S.Kep., Ns., MSN selaku Ketua Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Kesehatan UNRIYO, Tin Nursing Jurnal Keperawatan dan Kepala BPSTW Provinsi Diy Unit Budi Luhur
Kasihan Bantul beserta staf dan responden. Semoga amal baik mereka mendapat balasan dari Allah SWT,
harapan penulisan skripsi ini, agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

6. Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Internet. Info DatinPusat Data Dan Informasi “ Situasi Lanjut
Usia”.http://www.depkes.go.id/resources/dowln load/pusdatin/infodatin/infodatin-lansia.pdf, diakses
tanggal 22 November 2015.
2. Badan Pusat Statistik. (2014). Internet. Statistik Penduduk Lanjut Usia.
www.bps.go.id/index.php/publikasi/1117, diakses tanggal 22 November 2015.
3. Smeltzer, S,C & Bare, B,G. (2010). Medical – Surgical Nursing. Wolters Kluwer Healt.
4. Potter & Perry. ( 2002). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
5. Hawari, D. (2011). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI.
6. Radeljak, S., Palijan, Z, T., Kovacevic, D., & Kovae, M. (2008). Chromotherapy in the Regulation of
Neurohormoral Balance in Human Brain “Complementary Aplication in Modern Psychiatric Treatment”
Available from
: http://hrcak.srce.hr/file/55497. Accesed 5 Desember 2015.
7. Widyawati.(2012). Efektifitas Terapi Warna Biru Terhadap Peningkatan Kualitas tidur Pasien di Ruang
Rawat Inap RSUD Kabupaten Grobongan.Naskah Publikasi.
http://core.ac.uk/download/pdf/11710608.pdf. Diakses tanggal 28 Februari 2016.
8. Susanto, R. (2012). Pengaruh Paparan Warna Terhadap Short Trem Memory. Thesis. FKUI.

1
https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chro me-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#.
Diakses tanggal 28 Februari 2016.
9. Hapsari ,H.(2007). Internet. Jangan Meremehkan Lansia Depresi.
http://www.libang.depkes.go.id Diunduh : 2 juni 2016
10. Priyoto. (2014). Konsep Manajemen Stres.Yogyakarta. Nuha Medika.
11. Mumpuni, Y, & Wulandari, A. (2010). Cara Jitu Mengatasi Stres. Yogyakarta. Andi Offset.
12. Anishka, A, Hettiarachchi, & Silva, N, De.(2012). Internet. Colour associated emotional and behavioural
responses : A study on the associations emerged via imagination. E
– Journal.
http://bels.sljol.info/article/download/4583/3734
. Diakses pada tanggal : 1 Januari 2016.
13. Nasir, A & Muhith, A. ( 2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa “Pengantar dan Teori”. Jakarta. Salemba
Medika.
14. Jurrek.(2013).Charite Neuroscience “ A Newsletter Brought To You By International Program
Medical Neurosciences. http://www.medical- neurosciences.de/fileadmin/user_upload/microsi
tes/studiengaenge/neurosciences/cns-2013- v6i4.pdf. Diakses tanggal 11 desember 2015.
15. Resvita. (2010). Internet. Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Penurunan Tingkat Setres
Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi D IV Fisioterapi Angkatan
2010. Naskah Publikasi.http://eprints.ums.ac.id/30812/11/NA SKAH_PUBLIKASI.pdf,
diunduh tanggal : 25 Oktober 2015.
16. Devi, P,S. (2013). Internet. Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Stres Pada Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Warna Seraya Denpasar. Naskah
Publikasi.http://download.portalgaruda.org/artic le.php?article=80886&val=956, diunduh tanggal : 25
Oktober 2015.
17. Miller, A Carol. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. China. Wolters Kluwer Health.
18. Goido, L & Design, C. (2008). Color and Healing “The Power Of Color in the
HealthcareEnvironment”.hhtps://www.ki.com/u ploadedFiles/Docs/literature-samples/white-
papers/KI-99169_Color-Healing_white- paper.pdf: Diunduh 25 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai