OLEH :
KELOMPOK 6 /A12-A
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga
makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca supaya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepanya dapat lebih baik lagi dan semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan. Makalah ini kami sadari masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu,
kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………………
2. Tujuan ……………………………………………………………………………….
BAB II
A. Sejarah……………………………………………………………………………….
B. Pengertian Cupping Therapy........................................................................................
C. Konsep Cupping Therapy.............................................................................................
D. Biofisiologi Cupping Therapy……………………………………………………….
E. Teknik Cupping Therapy..............................................................................................
F. Indikasi Dan Kontraindikasi…………………………………………………………
G. Evaluasi Cupping Therapy…………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi komplementer saat ini berkembang sangat pesat dan banyak diminati oleh
masyarakat. Di Amerika Serikat pengguna terapi alternatif berjumlah 627 juta orang dan
terapi konvensional 386 juta orang. Data lain didapatkan bahwa terjadi peningkatan
pengguna terapi komplementer dari 33% pada tahun 1991 dan 42% ditahun 1997
(Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014). Peningkatan penggunaan terapi komplementer ini
didasarkan pada efek samping yang minim yang dirasakan oleh klien dan klien ingin
terlibat langsung dalam peningkatan kesehatannya.
Di Indonesia, minat masyarakat dalam penggunaan terapi alternatif atau terapi
komplementer juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang
mengunjungi tempat-tempat pengobatan alternatif (Widyatuti, 2008).
Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian terhadap
terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk berpartisipasi sesuai kebutuhan
masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk klien dalam memilih
alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi langsung. Namun, hal ini
perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat
dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang lebih baik.
Terapi komplementer ini terdiri dari berbagai jenis terapi diantaranya yaitu
manipulative and body-based therapy seperti cupping therapy. Cupping therapy adalah
metode pengobatan yang banyak digunakan dan diklasifikasikan mendapatkan
popularitas di seluruh dunia. Beberapa negara yang sudah mempraktikkan cupping
therapy diantaranya Mesir, India, China, Arab Saudi, Jerman, Norwegia, dan Denmark.
Orang-orang Jerman, dan Denmark dan Norwegia sudah akrab dengan cupping therapy.
Hal ini terjadi karena adanya perubahan pandangan terhadap sistem perawatan kesehatan
konvensional dan pengobatan kontemporer. Terapi ini diklaim berhasil mengobati
berbagai gangguan, penyakit pada sistem musculoskeletal seperti fibromyalgia dan
fibrositis, nyeri pada tulang belakang, nyeri pada leher dan bahu, penyakit kardiovaskuler
seperti hipertensi, atherosclerosis, hipotensi, penyakit gastrointestinal seperti diare,
irritable bowel syndrome, intoksikasi obat dan makanan, penyakit auto imun seperti
theumatoid artritis, dan vilitigo (Lowe, 2017).
Cupping therapy atau lebih dikenal di Indonesia dengan terapi bekam, menempati
kedudukan populer di jajaran berbagai metode terapi lain yang ada di berbagai negara,
karena banyak ahli pengobatan yang mengetahui khasiat cupping therapy dalam
mengobati berbagai macam penyakit, selain itu cupping therapy merupakan terapi yang
disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, berdasarkan dari latar belakang
tersebut maka penulis akan menjelaskan tentang cupping therapy.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah cupping therapy.
2. Untuk mengetahui definisi cupping therapy.
3. Untuk mengetahui manfaat dari cupping therapy.
4. Untuk mengetahui dasar ilmiah cupping therapy.
5. Untuk mengetahui penelitian-penelitian terkait cupping therapy.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah
Cupping therapy sudah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan Sumeria berdiri,
sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi. Lalu cupping therapy berkembang di Babilonia,
Mesir, Saba’, dan Persia. Sumeria adalah daerah yang masuk wilayah Irak, yaitu negeri
yang dialiri Sungai Eufrat dan Sungai Tigris. Pada saat itu para tabib menggunakan
cupping therapy untuk pengobatan para raja. Tabib-tabib termasyhur hanya menurunkan
ilmu pengobatannya kepada murid-murid terpilih. Cupping therapy di Cina berkembang
sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi, sebelum berkuasanya Kaisar Yao dan berkembang
dengan berdasarkan titik-titik akupunktur (Qureshi et al., 2017).
Terdapat banyak relief yang mengilustrasikan cupping therapy di bangunan-
bangunan ibadah Dinasti Pharaoh (Fir’aun). Setiap bangsa memiliki metode cupping
therapy yang berbeda-beda. Sejak dahulu hingga sekarang, beberapa suku menggunakan
tanduk hewan sebagai alat menghisap darah, dengan cara melubangi ujung tanduk,
menghisap udara dari dalam dan menyumbatnya dengan pasta. Mereka menyebutnya horn
therapy (terapi tanduk) (Qureshi et al., 2017).
Bangsa Romawi dan Yunani menggunakan gelas kaca untuk praktik cupping
therapy. Mereka menyalakan api di dalam gelas yang telah diisi dengan secarik kain guna
melakukan penghisapan. Banyak masyarakat awam yang masih menggunakan metode ini
sampai sekarang. Sebagian orang menggunakan peralatan tertentu yang terhubung dengan
tabung berisi air dan pipa kaca. Mereka memanasi air tersebut sehingga mengeluarkan uap
air dan udara dari dalam gelas (Ziyin, S. & Zelin, 2014).
Sejak tahun 1550 sebelum Masehi, bekam sudah dikenal sebagai pengobatan
tradisional yang sangat populer dan vital oleh masyarakat Mesir. Hal ini dibuktikan oleh
adanya dokumentasi teknik bekam pada lembar papyrus yang ditemukan di dekat Sungai
Nil. Terapi bekam berkembang dan menyebar secara tradisi sampai ke Yunani dan Roma.
Bahkan pengelompok bekam menjadi bekam basah dan kering telah dilakukan oleh
Hippocrates yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern (Ziyin, S. & Zelin, 2014).
Di wilayah Asia, metode pengobatan Bekam juga dikenal dalam tradisi kesehatan.
Bekam sudah digunakan sejak tahun 2 sebelum Masehi di China. Di dalam sebuah buku
tua tulisan Bo Shu yang hidup pada zaman Dinasti Han pada 1973 tercantum juga tulisan
mengenai metode pengobatan Bekam. Sekitar abad 18-19 Masehi, bekam kemudian
berkembang sampai ke Barat dan benua Amerika. Bekam digunakan oleh dokter untuk
mengobati berbagai kondisi pasien sampai dengan tahun 1860. Popularitas bekam mulai
menurun setelah tahun 1860 tetapi tidak menghilang sama sekali. Bekam menyebar
sampai ke daerah Timur Tengah dan kemudian disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Risalah bekam kemudian menyebar ke seluruh dunia seiring dengan menyebarnya ajaran
Islam. Beberapa hadits yang berkaitan dengan bekam antara lain: “Rasulullah SAW
bersabda: "Sesungguhnya pada bekam itu terkandung kesembuhan." (HR. Muslim). “Dari
Jabir bin Abdillah ra bahwa dia berkata kepada orang sakit yang dijenguknya,”Tidak akan
sembuh kecuali dengan berbekam. Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW berkata
bahwa pada berbekam itu ada kesembuhan. (HR Bukhari dan Muslim). “Kesembuhan bisa
diperoleh dengan 3 cara yaitu: sayatan pisau bekam, tegukan madu, sundutan api. Namun
aku tidak menyukai berobat dengan sundutan api” (HR. Muslim).
Asal mula cupping therapy masih menjadi kontroversi. Ilmuwan China melaporkan
dalam literatur mereka bahwa cupping therapy adalah bagian dari pengobatan tradisional
Cina sejak 2000 tahun yang lalu. Di Timur Tengah, penulis Arab melaporkan bahwa
cupping therapy sudah ada sejak 3500 SM, dimana orang-orang Asyur adalah populasi
Arab pertama yang menggunakan alat dari tanduk binatang atau batang bambu untuk
cupping therapy di mana dokter China, Jee Hong (381-281 SM) merupakan tokoh dalam
seni pengobatan tersebut.
Peradaban Arab menyebut cupping therapy dengan al-hijâmah (dalam bahasa Arab
berarti mengembalikan ke ukuran semula), yang digunakan dalam mengobati hipertensi,
polisitemia, sakit kepala, migrein dan keracunan obat. Masyarakat Mesir kuno dilaporkan
mempraktikkan cupping therapy lebih dulu dari peradaban tua mana pun, di mana cupping
therapy merupakan salah satu terapi kedokteran yang diketahui paling tua di Mesir kuno.
Laporan pertama penggunaaan cupping therapy di Mesir kuno pada tahun 1550 SM,
ditemukan pada gambar-gambar di lembaran papyrus Mesir dan candi Mesir kuno. Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah maju dalam pengobatan menggunakan cupping
therapy. Cupping therapy juga digunakan dalam pengobatan kuno bangsa Yunani.
Pada tahun 400 SM, Herodotus menemukan bahwa dokter-dokter Mesir kuno yang
merekomendasikan penggunaan dari mangkok hisap di tubuh sudah menggunakan baik
cupping therapy basah maupun kering. Penyakit-penyakit yang diobati adalah nyeri
kepala, kurang nafsu makan, gangguan penyerapan makanan, pingsan, evakuasi abses, dan
narcolepsy (keinginan tidur yang berulang). Pada tahun 3300 SM, di Macedonia, cupping
therapy telah digunakan sejak masa prasejarah untuk mengobati penyakit-penyakit dan
gangguan kesehatan.
Kontraindikasi terapi bekam lainnya adalah bayi hingga anak usia 3 tahun,
orang tua renta yang sakit tanpa daya dan upaya, penderita tekanan darah sangat
rendah, penderita sakit kudis, perut wanita yang sedang hamil, wanita yang sedang
haid, orang yang sedang minum obat pengencer darah, penderita leukemia, alergi kulit
serius, orang yang sangat letih / kelaparan / kenyang / kehausan / gugup. Sedangkan
anggota bagian tubuh yang tidak boleh dibekam adalah titik-titik mata, telinga,
hidung, mulut, putting susu, alat kelamin, dubur, area tubuh yang banyak simpul
limpa, area tubuh yang dekat pembuluh besar dan bagian tubuh yang ada varises,
tumor, retak tulang, dan jaringan luka (Kamaluddin, 2010)
A. Kesimpulan
1. Cupping therapy adalah proses penghisapan kulit, penyayatan, dan mengeluarkan
darah dari permukaan kulit yang kemudian ditampung dalam gelas yang berguna
mengeluarkan zat beracun (detoksifikasi) dari tubuh dengan menciptakan tekanan
negatif dalam cangkir
2. Cupping Therapy sangat bermanfaat untuk digunakan dalam berbagai penyakit
diantaranya hiperkolesterol, hipertensi, nyeri tengkuk dan nyeri pada bahu.
B. Saran
Melakukan penelitian lanjut terkait cupping therapy dan dapat menerapkan cupping
therapy pada berbagai kasus mengingat manfaat yang dapat ditimbulkan oleh cupping
therapy
DAFTAR PUSTAKA
Chi, L.-M., Lin, L.-M., Chen, C.-L., Wang, S.-F., Lai, H.-L., & Peng, T.-C. (2016). The
Effectiveness of Cupping Therapy on Relieving Chronic Neck and Shoulder Pain: A
Randomized Controlled Trial. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine : eCAM, 2016(1), 7358918. https://doi.org/10.1155/2016/7358918
El Sayed SM, Al-quliti, A.-S., Salah Mahmoud, H., Baghdadi, H., A. Maria, R., Mohamed
Helmy Nabo, M., & Hefny, A. (2014). Therapeutic Benefits of Al-hijamah: in Light of
Modern Medicine and Prophetic Medicine. American Journal of Medical and Biological
Research, 2(2), 46–71. https://doi.org/10.12691/ajmbr-2-2-3
Lestari, Y. A., Hartono, A., & Susanti, U. (2017). Pengaruh terapi bekam terhadap perubahan
tekanan darah pada penderita hipertensi di dusun tambak rejo desa gayaman mojokerto,
6(2), 14–20.
Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (2014). Complementary And Alternative Therapies
In Nursing (7th ed.). New York: Spiringer Publishing Company.
Lowe, D. T. (2017). Cupping therapy: An analysis of the effects of suction on skin and the
possible influence on human health. Complementary Therapies in Clinical Practice, 29,
162–168. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2017.09.008
Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., El-Subai, I. S.,
& Al-Bedah, A. M. N. (2017). History of cupping (Hijama): a narrative review of
literature. Journal of Integrative Medicine, 15(3), 172–181.
https://doi.org/10.1016/S2095-4964(17)60339-X
Wong, M. (2010). 9 Terapi Pengobatan Terdahsyat. Jakarta: Penebar Plus.
Yasin, A. B. (2011). Bekam Sunnah Nabi & Mukjizat Medis. Jakarta: Al.Qowam.
Ziyin, S. & Zelin, C. (2014). Traditional Chinese Medicine Cupping Therapy (3rd ed.).
Elsevier Ltd.