Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI CORDIS

OLEH :

Nama: Fitri Yani

Nim: 183212829

Kelas : A12 A Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI CORDIS
A. DEFINISI
 Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan
peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr. Ahmad Ramali, 1994).
 Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,
1998; Price ,1995).
 Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peningkatan pengisian
ventrikel kiri (Noer,1996) .
 Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (Smeltzer,2001).

B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,
dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard
atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa
adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh
penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
 Stroke volume : isi sekuncup
 Kontraksi kardiak
 Preload dan afterload
Meliputi :
1. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark
myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular.
2. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle.
 Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri
pulmonal, hipertensi pulmonary.
 Keterbatasan pengisian sistolik ventricular.
 Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang
tinggi,tamponade, mitral stenosis.
 Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum
ventricular.
Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :
1) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana
terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).
2) Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi
pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).
3) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot
jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung) rematik
(setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
4) Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui
jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada
peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat
disertai kelainan pada retina,ginjal dan kelainan serebal).
5) Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis)
meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen
dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan
abnormal elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2001), yaitu mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung
berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga
factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga factor tersebut
terganggu maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung yang menurun
menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena
kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi
dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai
akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya
yaitu Oedema dependen, hepatomegali, pertambahan berat badan, asites, distensi vena
jugularis.
Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini
hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat dan
terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung
semakin turun.
Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk mempertahankan
perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi
jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya
retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah filtrasi.

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995) adalah sebagai
berikut:
1. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun.
Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke
belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi
bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di
ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban
atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian
mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada
dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan.
2. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun ada
akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel meningkat
sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava.
Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung
akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.

D. KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri
(Tambayong, 2000).
1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol
terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa
diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin
lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas
normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena
pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat
memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan
hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan
terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi
cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya
ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma
kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan
transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan
limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel
paru-paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara
mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal
dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat
kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung
oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:
 Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak
nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat
dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis
(sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)
 Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah,
penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
 Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang
tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel.
2. Decompensasi cordis kanan / gagal jantung kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan
yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi
sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk
kedalam (edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat
khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan
diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah
udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat. Hal ini akibat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu memompa darah keluar
sehingga saat berikutnya tekanan akhir diastolik ventrikel kanan makin meningkat demikian
pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava
supperior dan vena kava inferior serta seluruh sistem vena. Tampak gejala klinis adalah
terjadinya bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena
lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada vena-vena perifer. Dan apabila
tekanan hidristik di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.

Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi
berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :
I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit,
akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta
angina
III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya
merasa sehat jika beristirahat.
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan
sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.
F. MANIFESTASI KLINIK
Adapun tanda dan gejala decompensasi cordis menurut Chung (1995) adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan/ kelemahan.
2. Dispnea.
3. Ortopne.
4. Dispne nokturia paroksimal.
5. Batuk.
6. Nokturia.
7. Anoreksia.
8. Nyeri kuadran kanan atas.
9. Takikardia.
10. Pernapasan cheyne-stokes.
11. Sianosis.
12. Ronkhi basah
13. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
14. Hepatosplenomegali.
15. Asites.
16. Edema perifer

Menurut Tambayong (2000), gagal jantung (decompensasi cordis) dimanifestasikan sesuai


klasifikasinya:
1. Gagal jantung kiri, ditandai :
a. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)
b. Dispnea (sesak nafas)
c. Wheezing (mengi’jawa)
d. Mudah Lelah
e. Ansietas (perasaan cemas)
2. Gagal jantung kanan, ditandai :
a. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)
b. Hepatomegali (pembesaran hati)
c. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)
d. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Doenges (2002), hal-hal yang perlu dikaji pada penderita decompensasi cordis
antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : keletihan atau kelelahan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas dispnea pada
istirahat atau pada pengerahan tenaga.
b. Tanda : gelisah perubahan status mental (misal : letargi), tanda vital berubah pada
aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : riyawat hipertensi infark miokartd akut, episode gagal jantung kanan
sebelumnya, penyakit katup jantung, endokarditis siskemik lupus eritema tosus,
anemia, syok septik, bengkak pada telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan),normal (gagal jantung
kanan ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi :
mungkin sempit menunjukkan penurunan volume sekuncup. Frekuensi jantung
takikardi (gagal jantung kiri). Irama jantung: disritmia (misal: fibrilasi atrium,
kontraksi ventrikel premature atau takikardi, blok jantung). Nadi apikal penyakit
miokard infark mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi
jantung : S3 (galiop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 melemah murmur sistolik dan
diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi : nadi perifer
berkurang perubahan dalam kekuatan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat (misal
nadi jugularis, karotis, abdominalis). Warna kulit : sianosis, pucat, abuabu, kebiruan.
Punggung kuku: pucat sianotik dan pengisian kapiler lambat. Hepar membesar. Bunyi
nafas : krekels, ronkhi, edem mungkin depend, edem piting, khususnya
ekstremitas,distensi vena jugularis.
3. Integritas Ego
a. Gejala : ansietas, kuatir, takut, stress, berhubungan dengan finansial atau penyakit.
b. Tanda : berbagai manifestasi perilaku, (misal: ansietas, marah, ketakutan mudah
tersinggung).
4. Makanan atau cairan
a. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas kbawah, pakaian atau sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses lemak, gula dan garam, kafein,
penggunaan diuretik.
b. Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen(asites), edem (umum,
dependen, tekanan, pitting).
5. Hygiene
a. Gejala : keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
b. Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
6. Neurosensori
a. Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : latergi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.
7. Nyerti atau kenyamanan
a. Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada
otot.
b. Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi
diri.
8. Pernafasan
a. Gejala : dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengan tanpa pembentukan sputum, riwayatpenyakit paru kronis, penggunaan bantuan
pernafasan, misal: oksigen atau medikasi.
b. Tanda : pernafasan; takipnea, nafas dangkal, penggunaan otot aksesoris pernafasan.
Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan atau tanpa sputum. Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar krekels, mengi.
Fungsi mental mungkin menurun, letargi, kegelisahan. Warna kulit pucat atau
sianosis.
9. Keamanan
Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot, kulit
lecet.
10. Interaksi
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
11. Pengajaran
a. Gejala : lupa menggunakan obat-obat jantung.
b. Tanda : bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkat.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
2) Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA), tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
3) Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
(Wilson Lorraine M, 2003).
4) Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah mencerminkan peningkatan
tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan
aneurisma ventrikel.
5) Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.
6) Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
7) Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan
akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
8) Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi
gagal ginjal.
9) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau
penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
10) Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan
kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin meningkat
mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status infeksi lain.
11) Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.
12) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
13) Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1) Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah baring (bed
rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak gejala–gejala
jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak
dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang
diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80–100
ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2) Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai edema
atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker
(ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis
kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya)
dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron
antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan
ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide
(Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization
Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator)
sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-
iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi
sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah
miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih
memerlukan penelitian lanjut.
3) Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah).
b. Operasi katup mitral.
c. Aneurismektomi.
d. Kardiomioplasti.
e. External cardiac support.
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis

J. PROGNOSIS
Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong dengan segera. Hal ini
disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada miokardium.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosa, yaitu :
o Waktu timbulnya gagal jantung.
o Timbul serangan akut atau menahun.
o Derajat beratnya gagal jantung.
o Penyebab primer.
o Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.
o Keadaan paru.
o Cepatnya pertolongan pertama.
o Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.
o Seringnya gagal jantung kambuh

K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:
1. Syok kardiogenik.
2. Episode tromboemboli.
3. Efusi dan tamporiade pericardium
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan
inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (misal :
kelainan katup, aneurisme ventrikular)
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi antidiuretik hormone dan retensi
natrium atau air.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko perubahan
membran kapiler alveolus.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah baring
lama, oedema, penurunan defusi.

M. INTERVENSI KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan inotropik,
perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (misal : kelainan katup,
aneurisme ventrikular)
a. Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan terjadi penurunan episode dispnea angine
menujukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan
bebas gerak gagal jantung (misal : parameter hemodirakit dalam batas normal, haluan urine
adekuat), ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
b. Intervensi
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi irama jantung
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat), untuk
mengkompensasi penurunan kontraktivitas ventrikuker.
2) Pantau tekanan darah
Rasional : pada gejala dini, sedang/kronis TD dapat meningkat sehubungan
dengan SVR.
3) Kaji kulit terdapat pucat dan diagnosis
Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung vasokontriksi, dan anemia, area yang sakit sering
berwarna biru/ belang karena peningkatan kongesti vena.
4) Kaji perubahan pada sensori, contoh letergi
Rasional : dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi cerebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
5) Berikan is tirahat Psikologi dengan lingkungan tenang.
Rasional : stres, emosi menghasilkan vasokonstriksi yang meningkatkan TD dan
meningkatkan frekuensi kerja jantung.
6) Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
Rasional : meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan miocard untuk melawan
efek hipoksia/Ischemia.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi antidiuretik hormone dan retensi
natrium atau air.
a. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, paien mampu mendomentrasikan volume
cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran bunyi nafas bersih/jelas, vital
dalam rentang yang dapat diterima, BB stabil, tak ada oedem, pasien menyatakan paham
dengan pembatasan cairan.
b. Intervensi
1) Pantau keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : terapi diuretik dapat disebabkan untuk kehilangan cairan tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemik) meskipun oedema/asites masuk ada.
2) Pertahankan duduk atau tirah baring semifowler selama masa akut Rasional :
posisikan telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
3) Timbang BB tiap hari
Rasional ; cata t perubahan ada/hilangnya oedema sehingga respon terhadap terapy,
peningkatan 25 kg menunjukan 2 lt cairan.
4) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk, pertahankan permukaan kulit
tetap kering, berikan bantalan.
Rasional : pembentukan oedema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi
dan imobilisasi atau tirah bar ing lama merupakan kumpulan stresor yang
mempengaruhi intergritas kulit.
5) Kolaborasi : mempertahankan cairan atau pembatasan nutrium sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan air total tubuh atau mencegah reakumulasi cairan.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 kebutuhan,


kelemahan umum, tirah baring lama.
a. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat berpatisipasi pada aktivitas yang
diinginkan, memenuhi kebutuhan perawat sendiri.
b. Intervensi
1) Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas
Rasional : hipotensi ortostastik dapat terjadi dengan aktivitas karena otot-otot
perpindahan cairan/pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat).
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi
jantung dan kebutuhan O2. Peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Kaji presipitasi atau penyebab kelemahan . Contoh : nyeri pengobatan.
Rasional : kelemahan atau efek samping beberapa obat (Beta Blocker).
4) Berikan batuan dalam aktivitas perawat diri, sesuai indikasi
Rasional : pemenuhan kebutuhan perawat diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan O2 berlebihan.
5) Kolaborasi : Implementasi program rehabilitasi jantung atau aktivitas konsumsi
berlebihan.
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja/konsumsi O2
berlebihan, penjualan dan perbaikan fungsi jantung dibawa stess.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko perubahan
membran kapiler alveolus.
a. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien mampu memdemontrasikan ventilasi dan
oksigensi adekuat, analisa gas darah rentang normal.
b. Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat krekles, mengi
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Dorong untuk mengubah posisi dengan sering
Rasional ; membantu mencegah atelektasis dan pneumonia
4) Pertahankan duduk dan tirah baring dengan posisi semifowler
Rasional menurunkan konsumsi O2 atau kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru
maksimal.
5) Kolaborasi : beri O2 sesuai dengan indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi O2 alveolar, yang dapat memperbaiki atau
menurunkan hipoksia jaringan.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah baring lama,
oedema, penurunan defusi.
a. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas
kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi
1) Lihat kulit, catat adanya penonjolan tulang, oedema
Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan
gangguan status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan
3) Ubah posisi sering di kursi/tempat tidur, bantu latihan gerak aktif/pasif
Rasional : memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang menggangu
aliran darah.
4) Berikan perawatan kulit sering dan meminimalkan kelembaban atau ekskresi
Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5) Kolaborasi : berikan tekanan alternatif, perlindungan siku/tumit.
Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dapat memperbaiki sirkulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E .(2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.
Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.
Price Sylvia A .(1995).Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai