Anda di halaman 1dari 49

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN


KERACUNAN DAN OVERDOSIS

OLEH KELOMPOK 6 : A12-B

1. I Made Widhi Antara (183212870)


2. Ni KadekDindaPutriMarichi (183212880)
3. Ni Komang Suryantini (183212890)
4. Wahidah Shenny Rusliana (183212899)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur yang tiada terhingga penulis haturkan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan
karunia-Nya, karya tulis yang berjudul “Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien
Keracunan dan Overdosis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat dalam menempuh Pendidikan Program Studi Keperawatan
Program Sarjana, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali pada
semester genap tahun 2021, yang diampu oleh Ibu Ns. Ni Komang Sukraandini,
S.Kep.,MNS.
Dalam keberhasilan penyusunan karya tulis ini, tentunya tidak luput dari
bantuan beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya
tulis ini.
Penulis menyadari bahwa, karya tulis ini masih jauh dari yang sempurna.
Oleh kerena itu, segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi karya-
karya penulis berikutnya. Semoga karya tulis ini ada manfaatnya.

Denpasar,13 Maret 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Keracunan dan Overdosis Secara Umum.........................................4
2.2 Jenis dan Macam Obat Yang Dapat Menyebabkan Keracunan dan Over
Dosis..............................................................................................................4
2.3 Definisi IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA..............................................17
2.4 Manifestasi klinis keracunan dan overdosis IFO, Karbonmonoksida dan
NAPZA.........................................................................................................28
2.5 Penatalaksanaan dari keracunan dan overdosis IFO,Karbonmonoksida dan
NAPZA.........................................................................................................32
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................46
3.2 Penutup..........................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya. Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronik. Dapat
terjadi akibat usaha bunuh diri (tentamen Suicide), pembunuhan (homicide),
maupun kecelakaan tidak sengaja (accident). Pada orang dewasa keracunan
obat umumnya akibat bunuh diri, kebanyakan dilakukan oleh wanita muda
(10–30 tahun). Penyebab keracunan pada orang dewasa terbanyak adalah
insektisida fosfat organic (IFO), analgetika, minyak tanah, sedative-hipnotika,
bahan korosif, dan pestisida lain (hidrokarbon klorin dan racun tikus). Pada
anak terbanyak karena terminum minyak tanah.
Keracunan obat merupakan kondisi yang disebabkan oleh penggunaan
obat baik dengan dosis yang berlebihan ataupun kesalahan dalam
mengkombinasikan obat yang akan dikonsumsi. Gejala yang ditimbulkan pun
beragam tergantung pada jenis obat yang dikonsumsi. Keracunan dapat terjadi
apabila sesorang mengonsumsi obat disertai dengan makanan atau minuman
yang dapat berubah menjadi senyawa beracun, contoh umumnya alcohol.
Begitu pula dengan overdosis, overdosis tidak hanya menimpa pecandu
narkoba melainkan dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak maupun
orang dewasa. Bukan hanya karena seseorang mengalami kecanduan obat-
obatan, misalnya narkoba, termasuk heroin dan kokain, overdosis juga dapat
terjadi karena kelalaian dalam memerhatikan dosis obat yang dikonsumsi atau
cara minum obat yang salah.
Berkaitan dengan overdosis obat-obatan, penyalahgunaan NAPZA
menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara. Selain
merugikan negara pengedaran NAPZA juga merusak generasi muda suatu
bangsa. Hal positif daripada NAPZA yakni digunakan dibidang kesehatan
sebagai pengobatan dengan standar-standar yang ketat.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah dari makalah ini sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah konsep keracunan dan overdosis?
2. Apa saja jenis dan macam obat-obatan yang dapat menyebabkan keracunan
dan overdosis?
3. Apa definisi IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA?
4. Bagaimana manifestasi klinis keracunan dan overdosis IFO,
Karbonmonoksida dan NAPZA?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari keracunan dan overdosis IFO,
Karbonmonoksida, NAPZA?

1.2 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah diatas adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep keracunan dan overdosis
2. Untuk mengetahui apa saja jenis dan macam obat – obatan yang dapat
menyebabkan keracunan dan overdosis
3. Untuk mengetahui apa definisi IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis keracunan dan overdosis
IFO, Karbonmonoksida dan NAPZA
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari keracunan dan
overdosis IFO, Karbonmonoksida, NAPZA

1.3 Manfaat Penulisan


Dari makalah ini adapun manfaat yang didapatkan oleh mahasiswa sebagai
berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahuibagaimanakah konsep keracunan dan
overdosis
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja jenis dan macam obat – obatan yang
dapat menyebabkan keracunan dan overdosis
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa definisi IFO, Karbonmonoksida, dan
NAPZA

2
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana manifestasi klinis keracunan dan
overdosis IFO, Karbonmonoksida dan NAPZA
5. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari keracunan
dan overdosis IFO, Karbonmonoksida, NAPZA

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Keracunan dan Overdosis Secara Umum


Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada
penggunanya.Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang
disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan
lain-lain.
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami
keracunan akibat obat. Overdosis sering terjadi bila menggunakan narkoba
dalam jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya
digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan bersama
alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau
obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK).

2.2 Jenis dan Macam Obat Yang Dapat Menyebabkan Keracunan dan Over
Dosis
1. ASETAMINOFEN
Efek toksik :
- Keracunan akut.
- Bila terjadi dalam 2-4 jam setelah paparan: mual, muntah, diaphoresis,
pucat, depresi SSP.
- Bila sudah 24-48 jam :

4
- tanda-tanda hepatotoksis (nyeri abdomen RUQ, hepatomegali
ringan).
- Prothrombine time memanjang
- Bilirubin serum meningkat
- Aktivitas transaminase meningkat
- Gangguan fungsi ginjal
- Keracunan berat : terjadi gagal hati dan ensefalopati.
- prothrombine time memanjang >2x
- Bilirubin serum >4 mg/dl
- pH <7,3
- kreatinin serum >3,3
- Keracunan kronik : sama seperti keracunan akut. Namun pada penderita
alkoholik, dapat sekaligus terjadi insufisiensi hati & ginjal yang berat,
disertai dehidrasi, ikterus, koagulopathi, hipoglikemi, dan ATN.

Terapi :
a. Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis : diberi karbon aktif
b. Keracunan dalam 8-10 jam setelah minum obat tersebut berikan:
- Antidot : N-acetylcysteine p.o. yang dilarutkan dalam cairan
(bukan alkohol, bukan susu) dengan perbandingan 3:1. Loading
dose : 140 mg/kgBB. Maintenance dose 70 mg/kgBB tiap 4 jam
(dapat diulang sampai 17x). Efek samping : mual, muntah,
epigastric discomfort.
- Anti emetik (metoclopramide, domperidone, atau ondansetron)
- Harus dilakukan monitoring fungsi hati dan ginjal.
- Pada keracunan berat sekali : dilakukan transplantasi hati.

2. OBAT ANTI KOLINERGIK


Keracunan akut terjadi dalam 1 jam setelah overdosis. Keracunan kronik
dalam 1-3 hari setelah pemberian terapi dimulai.

5
Efek toksik :
a) Manifestasi SSP : agitasi, ataksia, konfusi, delirium, halusinasi,
gangguan pergerakan (choreo-athetoid dan gerakan memetik)
b) Letargi
c) Depresi nafas
d) Koma
e) Manifestasi di saraf perifer : menurun/hilangnya bising usus, dilatasi
pupil, kulit & mukosa menjadi kering, retensi urine, meningkatnya nadi,
tensi, respirasi, & suhu
f) Hiperaktivitas neuromuskuler, yang dapat mengarah ke terjadinya
rhabdomiolisis dan hipertermi
g) Overdosis AH1 (difenhidramin) : kardiotoksik dan kejang
h) Overdosis AH2 (astemizol dan terfenadin) : pemanjangan interval QT
dengan takiaritmia ventrikel, khususnya torsade de pointes

Terapi :
1. Karbon aktif
2. Koma : intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik
3. Agitasi : diberikan preparat benzodiazepine
4. Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium, antidot : physostigmine
(inhibitor asetilkolin-esterase). Dosis : 1-2 mg i.v. dalam 2-5 menit (dosis
dapat diulang)
5. Kontraindikasi physostigmine : penderita dengan kejang, koma, gangguan
konduksi jantung, atau aritmia ventrikel.

3. BENZODIAZEPIN
Efek toksik :
a) Eksitasi paradoksal
b) Depresi SSP (mulai tampak dalam 30 menit setelah overdosis)
c) Koma dan depresi nafas (pada ultra-short acting benzodiazepin dan
kombinasi benzodiazepin-depresan SSP lainnya)

6
Terapi overdosis benzodiazepin :
a) Karbon aktif
b) Respiratory support bila perlu
c) Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepin)
Dosis : 0,1 mg i.v. dengan interval 1 menit sampai dicapai efek yang
diinginkan atau mencapai dosis kumulatif (3 mg)
Bila terjadi relapse, dapat diulang dengan interval 20 menit, dengan dosis
maksimum 3 mg/jam.
Efek samping : kejang ( pada penderita dengan stimulan dan trisiklik
antidepresan, atau penderita ketergantungan benzodiazepin).
Kontraindikasi : kardiotoksisitas dengan anti depresan trisiklik.

4. -BLOCKER
Efek toksik :
Terjadi dalam ½ jam setelah overdosis dan memuncak dalam 2 jam
1. Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP
2. -blocker dengan ISA (+) : hipertensi, takikardi
3. Efek toksik pada SSP : kejang
4. Kulit : pucat & dingin
5. Jarang : bronkospasme dan edema paru
6. Hiperkalemi
7. Hipoglikemi
8. Metabolik asidosis (sebagai akibat dari kejang, shock, atau depresi
nafas)
9. EKG : berbagai derajat AV block, bundle branch block, QRS lebar,
asistol
10. Khusus sotalol : pemanjangan interval QT, VT, VF, dan torsade de
pointes

Terapi :
a) Karbon aktif
b) Pada bradikardi dan hipotensi : atropin, isoproterenol, dan vasopresor

7
c) Pada keracunan berat :
1. Glukagon; dosis inisial : 5-10 mg dilanjutkan1-5 mg/jam via infus
2. Calcium
3. Insulin dosis tinggi + glukosa + kalium
4. Pacu jantung (internal/eksternal)
5. IABP
a) Pada kejadian bronkospasme : inhalasi -agonis, epinefrin s.c.,
aminofilin i.v.
b) Pada sotalol-induced ventricular tachyarrhythmia : lidokain,
Mg, overdrive pacing
c) Pada overdosis atenolol, metoprolol, nadolol, dan sotalol : dapat
dilakukan prosedur ekstrakorporeal

5. CALCIUM CHANNEL BLOCKER (CCB)


Efek toksik
Mulai terjadi dalam 2-18 jam, berupa :
a) Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP
b) Gol. Dihidropiridin : takikardi reflektif
c) Kejang
d) Hipotensi  iskemi mesenteric; iskemi/infark miokard  edema paru
e) EKG : berbagai derajat AV block, QRS lebar dan pemanjangan interval
QT (terutama karena verapamil); gambaran iskemi/infark, asistol
f) Metabolik asidosis (sekunder terhadap shock)
g) Hiperglikemi

Terapi :
a) Karbon aktif
b) Pada bradikardi simptomatis :
a. Atropin
b. Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10% 30 cc
i.v. dalam >2 menit (dapat diulang sampai 4x).

8
i. Bila terjadi relaps setelah dosis inisial, diberikan infus
calcium kontinu : 0,2 cc/kgBB/jam sampai maksimal 10cc/jam.
c. isoproterenol
d. glukagon (dosis seperti pada overdosis -blocker)
e. electrical pacing (internal/eksternal)
c) Pada iskemi : mengembalikan perfusi jaringan dengan cairan
d) Khusus pada overdosis verapamil, dilakukan usaha-usaha untuk
mengembalikan metabolisme miokard dan meningkatkan kontraktilitas
miokard dengan : regular insulin dosis tinggi (0,1 – 0,2 U/kgBB bolus i.v.
diikuti dengan 0,1 – 1 U/kgBB/jam, bersama dengan glukosa 25 gr bolus,
diikuti infus glukosa 20% 1 gr/kgBB/jam, serta kalium)
e) Bila masih hipotensi walaupun bradikardi sudah teratasi, diberikan
cairan.
f) Amrinone, dopamine, dobutamin, dan epinefrin (tunggal/kombinasi)
g) Pada shock refrakter : I A B P.

6. KARBON MONOKSIDA
Efek toksik :
1) Hipoksia jaringan, dengan : metabolisme anaerob, asidosis laktat,
peroksidasi lemak, dan pembentukan radikal bebas.
2) Nafas pendek, dispnea, takipnea,
3) Sakit kepala, emosi labil, konfusi, gangguan dalam mengambil keputusan,
4) Kekakuan, dan pingsan
5) Mual, muntah, diare
6) Pada keracunan berat : edema otak, koma, depresi nafas, edema paru,
7) Gangguan kardiovaskuler : nyeri dada iskemik, aritmia, gagal jantung, dan
hipotensi
8) Pada penderita koma dapat timbul blister dan bula di tempat-tempat yang
tertekan
9) Creatin kinase serum meningkat
10) Laktat dehidrogenase serum meningkat
11) Nekrosis otot  mioglobinuria  gagal ginjal

9
12) Gangguan lapang pandang, kebutaan , dan pembengkakan vena disertai
edema papil atau atrofi optic
13) Metabolik asidosis
14) Menurunnya saturasi O2 (dinilai dari CO-oxymetry)
15) Biasanya tampak sianosis (jarang terlihat kulit dan mukosa berwarna
merah ceri)
16) Penderita yang sampai tidak sadar beresiko mengalami sekuele
neuropsikiatrik (perubahan kepribadian, gangguan kecerdasan, buta, tuli,
inkoordinasi, dan parkinsonism) dalam 1-3 minggu setelah paparan

7. GLIKOSIDA JANTUNG
Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin
denyut jantung yang sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau
terdapat irama jantung yang ireguler dengan konsisten.
Efek toksik :
a) Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node
b) Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan sel-sel konduksi;
meningkatnya after depolarization
c) EKG : bradidisritmia, triggered takidisritmia, sinus aritmia, sinus
bradikardi, berbagai derajat AV block, kontraksi ventrikel premature,
bigemini, VT, VF
d) Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT
dengan AV block derajat 2; AF dengan AV block derajat 3) atau adanya bi-
directional VT ) sangat sugestif untuk menilai adanya keracunan glikosida
jantung
e) Muntah
f) Konfusi, delirium
g) Halusinasi, pandangan kabur, fotofobi, skotomata, kromotopsia
h) Keracunan akut : takiaritmia dan hiperkalemi
i) Keracunan kronik : bradiaritmia dan hipokalemia

Terapi :

10
1. Karbon aktif dosis berulang
2. Koreksi K, Mg, Ca
3. Koreksi hipoksia
4. Pada sinus bradikardi dan AV block derajat 2/3 : atropin,
dopamine, epinefrin, dan dapat saja fenitoin (100 mg i.v. tiap 5 menit sampai
15 mg/kg), serta isoproterenol
5. Pada takiaritmia ventrikel : Mg sulfat, fenitoin, lidokain, bretilium,
dan amiodaron
6. Pada disritmia yang life-threatening : terapi antidot dengan
digoxin-specific Fab-fragmen antibodies i.v. dalam >15-30 menit. Tiap vial
antidot (40 mg) dapat menetralisir 0,6 mg digoksin. Biasanya pada keracunan
akut diperlukan 1-4 vial; pada kronik 5-15 vial.
7. Pada keracunan akut yang berat dengan kadar kalium serum >= 5,5
mEq/lt (walaupun tanpa disritmia), antidot harus diberikan.
8. Electrical pacing (bukan pacing untuk profilaksis)
9. Bila perlu defibrilasi dengan energi rendah (mis.: 50W.s)

8. Obat-obatan golongan NSAID


Efek toksik :
a. Mual, muntah, nyeri perut
b. Mengantuk, sakit kepala
c. Glikosuri, hematuri, proteinuria
d. Jarang : gagal ginjal akut, hepatitis
e. Diflunisal dapat mengakibatkan : hiperventilasi, takikardi, dan berkeringat
f. Asam mefenamat dan fenilbutazon dapat mengakibatkan : koma, depresi
nafas, kejang, kolaps kardiovaskular. Fenilbutazon relatif sering
mengakibatkan : asidosis metabolic.
g. Ibuprofen : asidosis metabolik, koma, dan kejang
h. Ketoprofen dan naproxen : kejang

Terapi :
1) Karbon aktif dosis berulang

11
2) Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat
berguna.

9. SALISILAT (termasuk aspirin)


Keracunan salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna
ungu.
Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis >= 150 mg/kgBB)
:
a. Muntah, berkeringat, takikardi, hiperpnea  dehidrasi dan menurunnya
fungsi ginjal
b. Demam, tinitus, letargi, konfusi
c. Pada awalnya terjadi alkalosis respiratorik dengan kompensasi ekskresi
bikarbonat melalui urine
d. Selanjutnya asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan ketosis
e. Alkalemia dan asiduria paradoksal
f. Peningkatan hematokrit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit
g. Hipernatremia, hiperkalemia, hipoglikemia
h. Prothrombin time memanjang
i. Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang kolaps
kardiovaskuler, serta edema otak & paru(non-kardiak & kardiak).Saat ini
terjadi asidemia dan asiduria (asidosis metabolik dengan
alkalosis/asidosis respiratorik).
Terapi overdosis salisilat :
1) Karbon aktif dosis berulang masih berguna walaupun keracunan
sudah terjadi dalam 12-24 jam
2) Pada penderita yang menelan >500 mg/kgBB salisilat, sebaiknya
dilakukan lavase lambung dan irigasi seluruh usus
3) Endoskopi berguna untuk diagnostik dan untuk mengeluarkan
bezoar lambung
4) Pada penderita dengan perubahan status mental, sebaiknya kadar
glukosanya terus dipantau
5) Saline i.v. sampai beberapa liter

12
6) Suplemen glukosa
7) Oksigen
8) Koreksi gangguan elektrolit dan metabolic
9) Pada koagulopati diberikan vitamin K i.v.
10) Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline.
Kontraindikasi diuresis : edema otak/paru, gagal ginjal
11) 50-150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt
cairan infus saline-dekstrose dengan kecepatan 2-6 cc/kgBB/jam
12) Monitor kadar elektrolit, calcium, asam-basa, pH urine, dan balans
cairan
13) Hemodialisis dilakukan pada intoksikasi berat (kadar salisilat
mendekati/>100 mg/dl setelah overdosis akut, atau bila ditemukan
kontraindikasi/kegagalan prosedur di atas

10. INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT(MALATHION, PARATHION) DAN


KARBAMAT
Menyebabkan akumulasi asetilkolin pada sinaps muskarinik dan
nikotinik serta SSP, karena enzim asetilkoliesterase dihambat secara
ireversibel. Organofosfat lebih toksis dibanding karbamat.
Efek toksik: (rata-rata terlihat dalm ½-2 jam setelah intoksikasi) :
a) Efek muskarinik : mual, muntah, kram perut, inkontinensia urine et alvi,
meningkatnya sekresi bronkus, batuk, wheezing, dispnea, berkeringat,
salvias, miosis, pandangan kabur, lakrimasi, frekuensi (urine).
b) Pada kasus berat : bradikardi, block konduksi jantung, hipotensi, dan edema
paru
c) Efek nikotinik berupa : twitching, fasikulasi, lemah badan, hipertensi,
takikardi.
d) Pada kasus berat : paralysis dan gagal nafas.
e) Efek pada SSP : ansietas, restlessness, tremor, konfusi, lemah badan, kejang,
dan koma.
f) Penyebab kematian : toksisitas paru
a. SLUDGE/BBB mnemonic

13
- S = Salivation
- L = Lacrimation
- U = Urination
- D = Defecation
- G = GI symptoms
- E = Emesis
- B = Bronchorrhea
- B = Bronchospasm
- B = Bradycardia
b. DUMBELS mnemonic
- D = Diarrhea and diaphoresis
- U = Urination
- M = Miosis
- B = Bronchorrhea, bronchospasm, and bradycardia
- E = Emesis
- L = Lacrimation
- S = Salivation
Terapi :
1) Pakaian yang terkena ditanggalkan dan kulit dicuci dengan sabun & air.
2) Pemberian karbon aktif
3) Pemberian oksigen dan bantuan nafas
4) Terapi kejang
5) Pada efek muskarinik yang terjadi : diberikan atropin (antagonis reseptor
muskarinik) 0,5 – 2 mg i.v. tiap 5-15 menit sampai sekresi bronkus
mengering. Dosis dapat diulang/diberikan via infus kontinu bila terjadi
toksisitas rekuren.
6) Untuk mengatasi efek nikotinik dapat diberikan : pralidoxim (2-PAM)
yang mereaktivasi enzim kolinesterase. Digunakan pada keracunan
organofosfat saja. Dosis : 1-2 gr i.v.dalam 5-30 menit tergantung dari
beratnya intoksikasi; dapat diulang dengan interval 30 menit bila respon
tidak lengkap. Injeksi cepat dat menyebabkan : takikardi, spasme laring,
kekakuan otot, dan kelemahan.

14
7) Bila efek toksik masih rekuren, dapat diberikan dosis ulangan tiap 4-6 jam
atau infus kontinu (500 mg/jam).
8) Terapi kejang dengan benzodiazepin secara agresif

15
11. OBAT SIMPATOMIMETIK
(amfetamin, efedrin, pseudoefedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin,
salmeterol, dll.) Intoksikasi terjadi dalam 30-60 menit setelah ingesti obat.
Efek toksik berupa :
a) Mual, muntah, kram perut, dan sakit kepala; hipertensi serta takikardi
b) Efek stimulasi  : hipertensi dan refleks bradikardi, bahkan AV block
c) -agonis selektif : takikardi dengan hipotensi (akibat vasodilatasi),
hipokalemi
d) Combativeness, halusinasi dengar & lihat, dilatasi pupil, mulut kering,
pucat, dan takipnea
e) Komplikasi berupa : asidosis laktat, rhabdomiolisis, perdarahan
intrakranial
Terapi :
a) Karbon aktif
b) Hiperaktivitas neuromuscular dan kejang diterapi dengan : barbiturat
atau benzodiazepin
c) Pada hipertensi simtomatik/berat : adrenergik bloker non-selektif
(labetalol) atau antagonis -adrenergik selektif (fentolamin) diberikan
dengan dosis : 1-5 mg i.v. tiap 5 menit sampai respon tercapai
dengan/tanpa -bloker kardioselektif (esmolol)
d) Pada takikardi berat/simtomatik : propranolol atau -bloker
kardioselektif
e) Takiaritmia ventrikel : diobati dengan lidokain dan propranolol
f) Hipertermi diterapi dengan : pendinginan eksternal dengan sedasi,
bila perlu diberi agen paralysis.

12. TEOFILIN (inhibitor enzim fosfodiesterase)


Efek toksik :
(terjadi dalam ½-2 jam setelah ingesti)
a) Mual, muntah
b) Eksitasi psikomotor
c) Pucat, berkeringat

16
d) Takipnea, takikardi
e) Tremor otot
f) Keracunan berat ditandai dengan : koma, kejang, depresi nafas, aritmia
jantung, hipotensi dan rhabdomiolisis
g) Dapat terjadi takiaritmi atrial/ventrikel, termasuk VF.
h) Pada keracunan akut : hipotensi, ketosis, asidosis metabolikc,
hiperamilasemia, hiperglikemi, hipokalemi, hipokalsemi, hipofosfatemi
Terapi :
1) Karbon aktif dosis berulang
2) Irigasi usus seluruhnya
3) Anti emetik
4) Benzodiazepin dan barbiturat untuk terapi kejang dan
hiperaktivitas neuromuskuler ;
5) Paralysis farmakologik bila refrakter.
6) Takiaritmia diobati dengan : propranolol i.v.
7) SVT diterapi dengan -1 bloker selektif (esmolol)
8) VT dengan lidokain atau anti aritmia lainnya
9) Hipotensi : ekspansi volum dan -agonis (norepinefrin)
10) Pada keracunan berat : hemodialisis dan hemoperfusi

2.3 DEFINISI IFO, KARBONMONOKSIDA, DAN NAPZA


1. IFO (Insektida fosfat organik)
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua
bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan
manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida.
Ada 2 macam insektisida yang paling benyak digunakan dalam
pertanian :
a. Insektisida hidrokarbon khlorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
b. Insektida fosfat organik ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )

17
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus
menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling
banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah
satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin.
Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat
diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam
jaringan tubuh seperti golongan IHK.
Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly) Paraathion, diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain-lain.
IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate. Salah satu
contoh golongan carbamate adalah baygon.

2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Absorpsi melalui inhalasi dan
kemudian tidak dimetabolisme; distribusi dalam darah, eliminasi melalui
paru dengan cara ekshalasi. Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase;
berkompetisi dengan oksigen untuk berikatan dengan sitokrom A3.
Karbon monoksida adalah asfiksan respirasi yang berikatan dengan
hemoglobin dan myoglobin, yang akan mengurangi kemampuan darah
mengangkut oksigen. Waktu paruh dalam tubuh adalah 5-6 jam. Karbon
monoksida memiliki afinitas dengan Hb 250kali lebih kuat dibandingkan
dengan oksigen; menyebabkan pergeseran kurva disosiasi kekiri,
menghambat pelepasan oksigen ke jaringan. Karbon monoksida berikatan
dengan myoglobin dan membuatnya menjadi tidak aktif
A. Sumber :
1) Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen lain
yang mengandung hem :
Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan < 10% pada
pasien bukan perokok
a. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%
b. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%

18
c. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%

2) Eksogen :
a. Rokok : saat merokok, ujung batang rokok mengandung 2.5 kali
lebih banyak gas CO dari pada gas yang terhirup
b. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%
c. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung lebih
dari 10% gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan untuk
menyebabkan kadar letal COHb)
d. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang biasanya
terpapar CO karena tempat duduk yang terlalu dekat dengan
sistem buangan kendaraan
e. Metilen chloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant
sangat mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan
dimetabolisme menjadi CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb
karena paparan metilen chloride dua kali lebih besar daripada
inhalasi.

3. NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat /
bahan adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam
tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.

Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam


kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan
(intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila
tidak dilakukan penanganan dengan segera

19
a. Jenis-jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun
sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan
atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang
menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus.
Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain,
morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun
1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya
rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).

Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:


a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai
sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan
proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai
dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya
tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung
karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja
dan daun koka.
b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses
yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian
sebagai penghilang rasa sakit/analgesik.
Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika
sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
1. Depresan : membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan
diri.

20
2. Stimulan : membuat pemakai bersemangat dalam
beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.
3. Halusinogen : dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi
yang mengubah perasaan serta pikiran.
c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin,
kodein, dan lain-lain.

3. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002,
psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang
berkhasiatpsikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
sarafpusatyangmenyebabkan perubahan khaspada aktivitas mental dan
perilaku.
Zatyang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah:
stimulansia yangmembuatpusatsyaraf menjadi sangataktifkarena
merangsangsyaraf simpatis.Termasuk dalam golongan stimulan adalah
amphetamine,ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine
sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan
stimulan lainnya adalahhalusinogen yang dapat mengubah perasaan dan
pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti
barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat
mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara
fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

4. Zat Adiktif Lainnya


Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang
mempunyaisifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke

21
dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek
merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).
Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras
(minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar
ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan
B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan
minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%)
seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir
semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah
0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile,
dan solvent/inhalasia.

b. Jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA


Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA :
Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan
prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas
toleransi tubuh.
1. Intoksikasi/Over Dosis
a) Intoksokasi Opioida
Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan
gejala penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint
(dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan
kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian
opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguanatensi atau
daya ingat.
Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis,
disforia, agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi
sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian
opioid.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:

22
a. Bebaskan jalan napas
b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan
c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid
jika diperlukan
d. Pemberian antidotum Nalokson
- Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV
- Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg
IV
- Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg
Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran,
dan fungsi pernapasan membaik
- Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan
belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran
- Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam
mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali
- Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan
besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam
- Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG
- Puasakan klien untuk menghindari aspirasi
- Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium,
yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis

b) Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin)


Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan
gawat darurat atau intervensi farmakologi. Intoksikasi
benzodiazepin yang fatal sering terjadi pada anak-anak atau
individu dengan gangguan pernapasan atau bersama obat depresi
susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida.
Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah
hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri
tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan
ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolent, koma, pupilmiosis,

23
hip[otermi, depresi sampaidengan henti pernapasan.bila diketahui
segera dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak
intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan yang
tidak memadai maka fungsi respirasi dapat memburuk karena
asapirasi isi lambung yang merupakan faktor resiko yang sangat
serius.
Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan
kolaboratif berupa pemberian terapi kombinasi yang ditujukan
untuk :
1) Mengurangi efek obat didalam tubuh
Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan
memberikan Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian
setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat
tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah
60 detik sampai total kumulatif 3 mg.
Tindakan suppurtive adalah dengan mempertahankan
jalan napas, dan memperbaiki gangguan asam basa.
2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru
terjadi pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam
maka berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi
untuk menetralkan efek obat.
3) Mencegah komplikasi jangka panjang
Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan,
aspirasi dan edema paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka
dapat diberikan antibiotik.Bila klien ada usaha untuk bunuh
diri maka klien tersebut harus ditempatkan ditempat khusus
dengan pengawasan ketat setelah keadaan darurat diatasi.

c) Intoksikasi Anfetamin
Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan
dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau

24
bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan
darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah,
penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot,
kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau
aritmiajantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia
atau koma.
Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi
symtomatik dan pemberian terapi suportife lain, misal: anti
psikotik, anti hipertensi, dll.
d) Intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-
gejala (satu atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan
sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya
ingat menurun dan stupor atau koma.
Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah
dengan menidurkan klien terlentang dan posisi ”face down” untuk
mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat
tiap 15 menit,memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian
Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara
IV serta dengan memberikan 0,4 – 2 mg Naloksone bila klien
memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida.
Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu
waspada atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien
agresif,. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga
tidak membuat klien merasa ketakutan dan terancam.Untuk itu
harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan
klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat
diberikan sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat
diberikan Halloperidol injeksi secara IM.

25
e) Intoksikasi Kokain
Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau
perubahan psikologis misalnya euforia atau efek mendatar,
perubahan dalam stabilitas, hypervigilance/ kewaspadaan yang
meningkat, interpersonal sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah
laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi
pekerjaan yang berkembang selama atau setelah penggunaan
kokain.
Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul diantaranya
adalah takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau
penurunan tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau
muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor,
kelemahan otot, depresi, nyeri dada atau arimia jantung, bingung
(confusion), kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat
menimbulkan koma.
Penatalaksanaan setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah
dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-
terapi simtomatik,misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul
gejala agitasi, pemberian obat- obat anti psikotik jika timbul
gejala psikotik , dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan
gejala yang ditemukan.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)


Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu
kondisi cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan
fisik yaitu toleransi dan sindrome putus zat.
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa
menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan
atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga
menimbulkan gejala pemutusan zat.

Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :

26
a) Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah
detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat
jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-
beda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang
24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate
Detoxification Treatment).
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses
penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.Beberapa
jenis cara mengatasi putus opioida :
 Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal
atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri
diberi analgetika kuat seperti: Tramadol, Analgrtik non-
narkotik,asam mefenamat dan sebagainya. Untuk rhinore beri
dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri
antiansietas, Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan
benzodiazepine.
 Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi
morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit
demi sedikit.
 Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai
Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi
dalam 3-4 kali pemberian. Dosisditurunkan bertahap dan selesai
dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg
atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
 Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam
anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya
untuk kasus single drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas
rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan
dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih
kurang 1 tahun.

27
 Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara
bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test
toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10
mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi.
Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari
sampai gejala putus zat hilang.
 Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu
dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh
diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
 Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan
Injeksi Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-
5 mg/hari.
- Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg
IM.
- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri
Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika
atau alkohol
Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul
dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain :
menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum,
muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus
dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg
tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari

2.4 MANIFESTASI KLINIS KERACUNAN DAN OVERDOSIS IFO,


KARBONMONOKSIDA DAN NAPZA
1. IFO
Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan
gejala atau tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan
reaksi insulin. Seseorang yang telah mengalami keracunan kadang

28
dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan. Gejala gejala
keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non spesipik
dan spesifik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya
keracunan hanya dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan
tindakan untuk memastikan telah terjadi keracunan dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemerikasaan laboratorium
ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja, darah,
kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai telah terjadi keracunan
maka perlu diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul seperti
tersebut dibawah ini,
1. Luka bakar atau kemerahan di sekitar mulut dan bibir yang
mungkin akibat menelan bahan kimiakorosif.
2. Bau napas seperti bau bahan kimia, contoh bensin, minyak
tanah dancat
3. Adanya bercak atau bau bahan pada tubuh korban, baik pada
pakaian atau pada furnitur, pada lantai atau objek disekitar
korban
4. Tempat obat yang telah kosong atau adanya tablet/pil
yangberserakan
5. Muntah, mulut berbuih, sulit bernapas, rasa kantuk yang berat,
kebingungan atau gejala lain yang tidakdiharapkan.
Yang paling menonjol adalah:
1. Kelainanvisus
2. Hiperaktifitas kelenjarludah
3. Keringat dan ggn saluranpencernaan
4. Anoreksia
5. Nyerikepala
6. Rasalemah
7. Rasatakut
8. Tremor pada lidah, kelopak mata, pupilmiosis.
Keracunan sedang :
1. Nausea

29
2. Muntah-muntah
3. Kejang atau kramperut
4. Hipersaliva
5. Hiperhidrosis
6. Fasikulasi otot dan
7. bradikardi.
Keracunan berat:
1. Diare
2. Pupil pi-poin
3. Reaksi cahaya negatif
4. Sesaknafas
5. Sianosis,
6. Edema paru .inkontenesia urine dan feces
7. Kovulsi
8. Koma, blokadejantung

2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida menyebabkan demyelisasi sel otak, dengan
hasil otopsi ditemukan adanya edema cerebral, nekrosis pada superfisial
substansia putih, globus pallidus, cerebrum dan hippokampus. Sekuele
berupa keterlambatan neuropsikiatri terjadi pada 40% kasus.
Keracunan gas monoksida sulit untuk didiagnosis karena ada
beberapa tanda dan gejala patognomonis. Gejala ringan tidak spesifik,
seperti sakit kepala, mual dan muntah, pusing. Beberapa anggota
keluarga dapat memberikan gejala yang sama pada saat yang bersamaan
seperti yang sering terjadi pada penyakit flu.

Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat


dilihat pada table :

30
Konsentrasi CO dalam darah Gejala
Kurang dari 20% Tidak ada gejala
20% Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernafasan sedikit meningkat
30% – 40% Sakit kepala berat, kebingungan,
hilang daya ingat, lemah, hilang daya
koordinasi gerakan
40% - 50% Kebingungan makin meningkat,
setengah sadar
60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya
mengontrol faeces dan urin
70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur,
kematian karena kegagalan pernafasan

3. NAPZA
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi,
ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul
akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan
gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yangberbeda.
Namun secara umum, manifestasi klinis dari pemakaian NAPZA
adalah :
1. Perubahan Fisik:
a. Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara
pelo ( cadel ), apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk,agresif.
b. Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut
jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkanmeninggal.
c. Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair,
menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi,
kejang, kesadaranmenurun.
d. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas

31
suntikan padalengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku:
a. Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah,
sering membolos, pemalas, kurang bertanggungjawab.
b. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari,
mengantuk di kelas atau tempatkerja.
c. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang
tanpaijin.
d. Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi,
menghidar bertemu dengan anggota keluarga yanglain.
e. Sering mendapat telepon dan didatangi orang yang tidak
dikenal oleh anggota keluarga yanglain.
f. Sering berbohong, meminta banyak uang dengan berbagai
alasan tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual
barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat
kekerasan dan sering berurusan denganpolisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar,
bermusuhan pencurigaan, tertutup dan penuhrahasia

2.5 PENATALAKSANAAN DARI KERACUNAN DAN OVERDOSIS


IFO, KARBONMONOKSIDA DAN NAPZA
1 IFO
A. Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan
dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas
buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-
obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan
nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab
racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag-valve-mask.

32
B. Eliminasi.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis ( intestinal lavage ),
dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus
dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh
dengan sabun. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya
hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada
koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia.
C. Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi
timbulk gejala- gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4–6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

2. Karbonmonoksida
Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen
1. ABC
a. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
b. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan

33
oksigenasi
c. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat
erat ke wajah Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum
bila bernafas dengan udara bebas adalah 520 menit, berubah
menjadi 80 menit bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi
oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan
kadar COHb < 10%
d. Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus
takikardi dan perubahan segmen ST)
e. Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik
asidosis (pH darah arteri < 7.1)
2. Pemeriksaan Laboratorium
b. Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit,
analisa gas darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead
c. Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera
inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema
paru)
3. Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver,
dkk (2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik
yang dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa
berupa kelainan kognitif dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu
setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik
adalah untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gas CO
bukan menghilangkan gas tersebut.
4. Disposisi
Rujuk pasien untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik dengan
menghubungi tempat-tempat lokal yang memiliki sarana terapi
hiperbarik baik sipil maupun militer, sesuai dengan protokol lokal :
a. Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan
jantung dengan peningkatan kadar COHb
b. Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25%
c. Wanita hamil dengan kadar COHb > 10%

34
d. Iskemik myocardium
e. Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen
f. Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam
(termasuk kelainan test psikometer dan takikardia)
g. Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh
eliminasi CO berkurang menjadi 23 menit, kecuali bila terapi
dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk melakukan
terapi yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh

Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%, berikan
oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam sampai
kadar COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali
mengalami komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen
dengan nasihat untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala
sebagai berikut :
1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak
2. Nyeri dada atau rasa berat didada
3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki
4. Gangguan daya ingat
5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan
Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk
melakukan screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi
deterioration. Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam

3. NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan,
pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).
a) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

35
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang
NAPZA
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau
“Katakan tidak pada narkoba”
b) Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan
zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan
gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan
obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut.
c) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik mental, sosial,
dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

36
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program
terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua)
minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya
yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama
karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan
sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari
(2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama
2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit,
pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat
di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa
beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun. Berdasarkan
pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak
terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini
1) Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna
NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.

37
Jenis program rehabilitasi:
a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali
ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus
atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata
lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka
dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang
membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi
detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan
untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul,
juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur
(insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan
konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih
dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan
tidak Bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan
ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah
psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Untuk
mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2minggu (program pascadetoksifikasi)
memang tidak cukup; oleh karena itu, perludilanjutkan dalam rentang
waktu 3-6 bulan (program rehabilitasi). Dengan demikian dapat
dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepatbagi masing-masing klien
rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi
keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari
Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan

38
agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang
mengalami penyalahgunaan NAPZA.
c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal
dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan
memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan
pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien
dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif
dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan
mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.
Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka
bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan
orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya,
penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi yang
berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini
dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang
sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali
dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah,
risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko
kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah
agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA


Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka upaya
penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Kegawatan

39
Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun
tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus
diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam
nyawa.Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan napas, pernapasan
sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama
sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai.Berikut ini adalah urutan
resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.

A = Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan
di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak
sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan
ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari),
yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang
klien.Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua
jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga rahang atas dan
rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang menyumbat atau berpotensi
menyumbat. Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan teknik finger-sweep
(sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang terbungkus kassa (jika
ada).
Ada dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu
head tilt / chin lift dan jaw trust.
Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien
pengguna NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-
tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat
denga dahi korban).

40
2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah
belakang.
3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari
dagu korban.
4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai
5. mulut klien tertutup.
6. Pertahankan posisi ini.
Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik
ini menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien
pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk
melakukan teknik ini adalah :
1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi
kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.
2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-
anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang.
3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban
4. keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
5. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir
bagian bawah denagn kedua ibu jari.

B = Breathing Support
Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk
menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali
seseorang bernafas dalam satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal
adalah 12-20x / menit pada klien deawasa. Pernafasan dikatakan tidak normal
jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda sesak nafas seperti peningkata
frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas cupinghidung (cuping hidung
ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otot- otot bantu pernapasan
(otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan
ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak

41
dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak
bernapas.
Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status
pernapasan klien untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara
spontan atau tidak. Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara
melihat, mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada
tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan.Dengar, ada tidaknya
suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien.Rasakan, dengan pipi
penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung
korban. Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik. Jika terlihat
pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien, maka
berarti klientidak menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah penurunan
kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah
mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga
dan memberikan posisi mantap.
Jika korban tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag
volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan
bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1detik. Demikian halnya
berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut
ke sungkup muka. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan
terlalu kuat karena akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat
menimbulan komplikasi padaparu-paru. Bantu pernapasan dari mulut ke mulut
bertujuan memberikan ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan
bantuan tersebut, buka jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut
penolong mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam
waktu 1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan pernapasan 1 kali lagi.
Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi pengembangan
dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka jalan napas. Cara yang
samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe, yaitu pelindung wajah
dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran yang terbuat dari
plastic bening atau silicon yang dapatmengurangi kontak antara klien dengan
penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat

42
lubang khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka
berikan aliran oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.

C = Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada
luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru
agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life
support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan
menimbulkan penyulit- penyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada,
perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen.
Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa
klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba.
Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara meletakkan dua
jari diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan
disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu barulah penolong merasakan
denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik.
Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua
tangan ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri
dengan posisi lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala
tengkorak). Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi
dengan kecepatan 100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi
dada harus dilakukan selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi
yang terlalu sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah
30:20. Rasio ini dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi
kejadian hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk
melakukan ventilasi.
1. Penilaian Klinik
Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat
perhatian karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti
jantung, henti nafas, dan syok.

43
2. Anamnesis
Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan
pada tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis
adalah mendapatkan informasi yang penting seperti :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan,
termasuk obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika
memungkinkan), anggota keluarga, teman, atau petugas kesehatan
yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa digunakan.
b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.
c. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat
intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut
jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang
diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang
memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan
berulang.

44
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan
oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Beberapa jenis obat dan zat yang dapat menyebabkan keracunan dan
overdosis adalah IFO, karbonmonoksida dan NAPZA. Keracunan atau
intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum,
alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Karbon monoksida
(gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa. Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan
zat / bahan adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam
tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat.
Penatalksanaan pada jenis keracunan tersebut berbeda bergantung pada zat
yang meracuninya. Namun tidak terlepas dari prinsip ABC.

3.2 SARAN
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan,
kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik
dikemudianhari.

45
DAFTAR PUSTAKA
Dws S, Bardiana.2011 Gejala klinis penyalahgunaan NAPZA.
Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
Sudoyo dkk, 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I ed.5.
Jakarta :Internet publishing
Alimul Hidayat A. Aziz. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cet. 2.
Jakarta: Salemba Medika, 2006.
Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans
Info Media

Anda mungkin juga menyukai