Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS OVERDOSIS OBAT

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen pengajar :

Janes Jainurakhma M. Kep.

Disusun oleh :

Kelompok 9

1. Lovella Meyga Rinosa (1520019)


2. Rizky Dia Amalia (1520028)
3. Sayyidiyah Nofita (1520030)
4. Yega Laksintia Gista (1520039)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………..………………………………...........…… i

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................... 1


1.1 Latar Belakang …............………………................. 1
1.2 Rumusan Masalah ………..........………………….. 2
1.3 Tujuan ………………...……………....................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 4


2.1 Pengertian Overdosis ................................................ 4
2.2 Etiologi Overdosis .................................................... 5
2.3 Farmakologi Overdosis ............................................ 5
2.4 Pertolongan Pertama Pada Pasien Overdosis ........... 7
2.5 Asuhan Keperawatan Overdosis ............................... 7
2.6 Peran Perawat dalam Menagani Pasien Overdosis ... 14

BAB 3 TINJAUAN KASUS ........................................................ 16

BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................. 18

BAB 5 PENUTUP ....................................................................... 19


5.1 Kesimpulan …………………………….................. 19
5.2 Saran ……………………………….....................… 19

DAFTAR PUSTAKA ……………..…………………..................…… 20

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemakaian obat banyak sekali yang digunakan untuk mengobati berbagai


penyakit. Pengertian obat itu sendiri merupakan bahan yang hanya dengan
takaran tertentu dan penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk
mencegah penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh
karena itu, pada saat sebelum penggunaan obat harus diketahui sifat dan cara
pemakaian agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tentang obat,
utamanya obat bebas dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai
obat tersebut. Apabila pasien kurang memahami isi informasi dalam etiket
atau brosur obat, dianjurkan untuk menanyakan pada tenaga kesehatan
(Depkes, 2007).

Hasil penelitian narkoba pada kelompok pelajar usia 17-18 tahun di


Swedia dan Italia, menunjukkan angka penyalahgunaan narkoba sekitar 15%
dan 43% penelitian di Inggris pada tahun 2006 pada kelompok pelajar usia
11-15 th, menunjukkan 17% responden pernah menyalahgunaan narkoba.
Penelitian di Kanada tahun 2007 pada kelompok pelajar usia ≤ 18 tahun,
menunjukan 25,6% responden pernah menyalahgunakan narkoba. Di
Amerika Serikat tren dan prevalensi penyalahgunaan ganja pada remaja sejak
2002 hingga 2013 berada pada kelompok remaja sekolah kelas 12 dan kelas
10 jauh lebih tinggi dibanding populasi umum usia diatas 12 tahun. Pada
tahun 2013, prevalensi pada pelajar kelas 10 mencapai 29,8% dan pada kelas
12 besar 36,4% sementara pada populasi umum sebesar 12,6% atau dapat
dikatakan angka prevalensi setahun pada pelajar kelas 10 dan 12 sekitar 3 kali
lipat dibanding prevalensi ganja pada populasi umum (UNODC, 2015). Di
Pakistan terjadi trend peningkatan penyalahgunaan narkoba tahun 2009.
Diperkirakan terdapat 500 ribu penyalahgunaan heroin dan 125 ribu
penyalahgunaan narkoba suntik di negara tersebut atau terjadi peningkatan
angka prevalensi sekitar 7% setiap tahunnya, atau dengan prediksi 1 dari 10

1
orang mahasiswa di Pakistan adalah pecandu, meski hasil penelitian
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar atau
mahasiswa di Indonesia oleh pusat penelitian kesehatan UI dan BNN yang
pertama dan kedua menunjukan terjadinya peningkatan angka prevalensi
yang cukup tinggi yaitu dari 5,8% pada tahun 2003 menjadi 8,3% pada tahun
2006.

Penanganan pada pasien overdosis dalam keadaan sadar, yaitu


memindahkan posisi pasien dan diletakkan pada alas yang datar. Selanjutnya
menggunakan metode CAB yaitu Circulation, Airway dan Breathing dimana
circulation ialah memperbaiki sirkulasi yang effektif melalui resusitasi
kardiopulmoner, control perdarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan
cairan dan darah jika diperlukan. Selanjutnya Airway yaitu (jalan napas) atau
spinal servical prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah
mempertahankan kepatenan jalan nafas agar suplai oksigen adekuat dan yang
terakhir lakukan Breathing dilakukan setelah jalan nafas aman, breathing
menjadi prioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian ini untuk
mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien
bernafas.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan tentang Kegawatdaruratan Pada Pasien


Overdosis ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada


Pasien Overdosis

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari overdosis obat.
b. Untuk mengetahui etiologi dari overdosis obat.
c. Untuk mengetahui farmakologi bagi kasus overdosis.

2
d. Untuk mengetahui pertolongan pertama pada pasien overdosis
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada overdosis.
f. Untuk mengetahui peran dan fungsi perawat gawat darurat dalam
menangani pasien overdosis

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Overdosis

Overdosis merupakan suatu perilaku mengkonsumsi obat yang


berlebihan. Overdosis adalah keadaan dimana seseorang mengalami
ketidaksadaran akibat menggunakan obat terlalu banyak yang melewati batas
toleransi. Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami
keracunan akibat obat. Hal ini sering terjadi bila pengguna sering
menggunakan narkoba dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang
singkat. Overdosis adalah penyebab kematian utama yang dipakai pengguna
opium di seluruh dunia dan semakin meningkat selama lebih dari 2 dekade.

Salah satu jenis overdosis obat yaitu kasus overdosis penggunaan


tramadol. Tramadol merupakan obat opioid yang umum digunakan untuk
manajemen nyeri sedang sampai berat. Dosis terapeutik obat ini adalah 50-
100 mg tiap 4-6 jam, untuk dosis maksimum yang direkomendasikan yaitu
400 mg / hari. Tramadol cenderung menyebabkan efek samping seperti
ketergantungan obat dan depresi pernapasan. Jika dibandingkan dengan
opioid lain, penyalahgunaan potensi tramadol dianggap rendah. Karenanya,
tramadol adalah opioid tidak terjadwal yang tersedia untuk penggunaan
klinis. Meskipun demikian, ini dapat menginduksi fisik dan ketergantungan
psikologis. Yang paling umum gejala overdosis tramadol bersifat depresi ada
sistem saraf pusat, mual dan muntah, takikardi, dan kejang. Dosis lebih
tinggi dapat dikaitkan dengan toksisitas fitur opioid klasik dari koma, depresi
pernapasan dan kolaps kardiovaskular (Pothiawala & Ponampalam, 2011)

Overdosis tramadol adalah salah satu yang paling sering menyebabkan


keracunan obat di beberapa tahun terakhir, terutama pada pria dewasa muda
dengan riwayat penyalahgunaan zat dan gangguan mental. Pengobatan
overdosis tramadol terutama dengan dukungan, dengan pemantauan yang
cermat.

4
Meskipun toksisitas tramadol dapat terjadi karena konsumsi obat yang
disengaja maupun tidak, kematian tidak mungkin terjadi dalam semua kasus.
Mungkin menjadi variasi individu dan beberapa pasien mungkin
menunjukkan tingkat toleransi tertentu ke obat setelah konsumsi kronis atau
paparan berkepanjangan sebelum pengobatan, dan tolerasi ini bisa melampaui
jangkauan terapeutik.

2.2 Etiologi Overdosis

Mengkonsumsi obat terlalu banyak yang melewati batas kemampuan


tubuh.

2.3 Farmakologi Overdosis

Adapun beberapa terapi farmakologi pada berbagai macam Overdosis


diantaraya :

1. Overdosis obat-obatan (Heroin)

Pasien yang diduga overdosis heroin memerlukan observasi ketat


dan perawatan suportif selama 24-48 jam. Resusitasi (dengan bag-mask)
menjadi prioritas utama sebelum pemberian nalokson. Nalokson
merupakan antagonis narkotik kerja cepat yang dapat diberikan secara
intravena, intramuscular, subkutan, intranasal, melalui pipa endotrakeal,
atau disuntikan di sublingual. Durasi efek terapeutik nalokson (40-90
menit) mungkin lebih pendek dari durasi efek negatif heroin, sehingga
dapat menyebakan munculnya tanda dan gejala yang berpotensi
mengancam jiwa dan membutuhkan dosis berulang. Agen antagonis lain
adalah nalmefene. Durasinya 4-8 jam bila diberikan secara intravena.

2. Overdosis obat-obatan (LSD)

Famakologi yang biasa digunakan untuk mengobati kecanduan LSD


atau detoksifikasi adalah Benzodiazepin, clonidin, kodein, dan
antipsikotik.

5
a. Terapi overdosis benzodiazepin
1. Karbon aktif
2. Respiratory support bila perlu
3. Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepin).

Dosis : 0,1 mg i.v dengan interval satu menit sampai dicapai


efek yang diinginkan atau mencapai dosis kumulatif (3mg).

b. Terapi overdosis salisilat


1. Karbon aktif berulang masih berguna walaupun keracunan
sudah terjadi dalam 12-24 jam.
2. Pada penderita yang menelan >500mg/kgBB salisilat, sebaiknya
dilakukan lavase lambung dan irigasi seluruh usus.
3. Endoskopi berguna untuk diagnostik dan untuk mengeluarkan
bezoar lambung.
4. Pada penderita dengan perubahan status mental, sebaiknya kadar
glukosanya terus dipantau.
5. Saline i.v. sampai beberapa liter.
6. Suplemen glukosa.
7. Oksigen
8. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolik.
9. Pada koagulopati diberikan vitamin K i.v.
10. Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline.
11. 50-150 mmol bikarbonat (+kalium) yang ditambahkan pada 1
liter ciran infus saline-dekstrose dengan kecepatan 2-
6cc/kgBB/jam.
12. Monitor kadar elekrolit, calcium, asam basa, pH urine dan
balance cairan.
13. Hemodialisis dilakukan pada kadar salisilat mendekati />100
mg/dl setelah overdosis akut.
3. Overdosis Alkohol
a. Berikan tiamin 100 mg untuk mencegah terjadinya sindrom
wernicke-korsakoff sebelum memberikan dekstrose 50%

6
b. Berikan asam folat dan multivitamin

2.4 Pertolongan Pertama Pada Pasien Overdosis

Penanganan pada pasien overdosis dalam keadaan sadar, yaitu


memindahkan posisi pasien dan diletakkan pada alas yang datar. Selanjutnya
menggunakan metode CAB yaitu Circulation, Airway dan Breathing dimana
circulation ialah memperbaiki sirkulasi yang effektif melalui resusitasi
kardiopulmoner, control perdarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan
cairan dan darah jika diperlukan. Selanjutnya Airway yaitu (jalan napas) atau
spinal servical prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah
mempertahankan kepatenan jalan nafas agar suplai oksigen adekuat dan yang
terakhir lakukan Breathing dilakukan setelah jalan nafas aman, breathing
menjadi prioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian ini untuk
mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien
bernafas.

2.5 Asuhan Keperawatan Pasien Overdosis


a. Pengkajian

Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan


nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa,
keadaan status jantung, status kesadaran.

Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan yang digunakan,


beberapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai
pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.

Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih


dahulu melakukan survey primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan
survey sekunder. Tahapan kegiatan meliputi:

7
1. Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol servikal
2. Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola
pernafasan agar oksigenasi adekuat.
3. Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai control pendarahan
4. Disability, mengecek status neurologis
5. Exposure, environmental control, buka baju penderita, tapi cegah
hipotermia.

Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang


mengancam nyawa pasien, survey primer dilakukan secara sekuensial
sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara
bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik).
Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi
harus segera dilakukan.

Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka


pertama kali amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan
pindahkan pasien ke tempat yang aman, selanjutnya posisikan pasien ke
dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan pertolongan.

Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan


dalam waktu yang singkat dengan metode LLF (look , listen, dan feel).

1. Airway

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk


mengkaji kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran
gas antara atmosfer dengan paru-paru). Jalan nafas seringkali
mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat
fraktur pada wajah, akumulasi secret dan jatuhnya lidah ke belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol


servikal, barang kali terjadi trauma pada leher, oleh karena itu

8
langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan
melakukan maneuver head lift dan chin lift. Data yang berhubungan
dengan status jalan nafas adalah:

a. Sianosis ( mencerminkan hipoksemia)


b. Retraksiinterkota ( menandakan peningkatan upaya nafas)
c. Pernafasan cuping hidung
d. Bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
e. Tidak adanya hembusan udara( menandakan obstuksi total jalan
nafas atau henti nafas)
2. Breathing

Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat


bernafas secara adekuat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk
terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi
merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi
mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi:

a. Pergerakan dada
b. Adanya bunyi nafas
c. Adanya hembusan/aliran udara
3. Circulation

Sirkulasi yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan


dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi
tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler. Status hemodinamik
dapat dilihat dari:

a. Tingkat kesadaran
b. Nadi
c. Warna kulit

9
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri
karotis dan arteri femoral.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh
3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
4. Ansietas berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu.
c. Intervensi

No Diognosa Tujuan dan NIC


keperawatan criteria hasil
1. Ketidakefektifnya Tujuan: a. Observasi tanda-
pola nafas Mempertahankan tanda vital.
berhubungan dengan pola napas tetap b. Berikan O2 sesuai
distress pernapasan efektif anjuran dokter
c. Jika pernapasan
depresi, berikan
oksigen (ventilator)
dan lakukan suction
d. Berikan
kenyamanan dan
istirahat pada pasien
dengan memberikan
asuhan keperawatan
individual
2. Resiko kekurangan Setelah a. Pertahankan catatan
volume cairan tubuh dilakukan intake dan output
tindakan yang akurat
keperawatan b. Monitor status
selama 2x24 hidrasi (kelembapan
kekurangan membrane mukosa,
volume cairan nadi adekuat ,

10
pasien dapat tekanan darah
teratasi dengan ortostatik). Jika
kriteria hasil: diperlukan
Tekanan darah, c. Monitor viral sign
suhu tubuh d. Monitor status
dalam batas nutrisi
normal. e. Monitor masukan
Tidak ada tanda- makanan atau cairan
tanda dehidrasi dan hitung intake
kalori harian
f. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
g. Kolaborasi dengan
dokter
3. Penurunan kesadaran Tujuan: setelah a. Monitor viral sign
berhubungan dengan dilakukan tiap 15 menit
depresi system saraf tindakan b. Catat tingkat
pusat perawatan kesadaran pasien
diharapkan dapat c. Kaji adanya tanda-
mempertahankan tanda distress
tingkat kesadaran pernapasan, nadi
klien cepat, sionosis dan
(komposmentis) kolapsnya
pembuluh darah
d. Monitor adanya
perubahan tingkat
kesadaran
e. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian anti
dotum

11
4. Asietas berhubungan Setelah a. Gunakan
dengan tidak dilakukan pendekatan yang
efektifnya koping tindakan menenangkan
individu. perawatan b. Nyatakan dengan
kecemasan jelas harapan
pasien dapat terhadap pelaku
teratasi dengan pasien
kriteria hasil: c. Jelaskan semua
Klien mampu prosedur dan apa
mengidentifikasi yang dirasakan
dan selama prosedur
mengungkapkan d. Temani pasien
gejala cemas untuk memberikan
Vital sign dalam ke amanan dan
keadaan normal mengurangi takut
e. Dengarkan dengan
penuh perhatian
f. Identifikasi Tingkat
kecemasan
g. Bantu pasien
mengenai situasi
yang menimbulkan
kecemasan
h. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

12
d. Implementasi

Diognosa keperawatan Implementasi


Ketidakefektifnya pola nafas a. Mengobservasi tanda-tanda vital.
berhubungan dengan distress b. Memberikan o2 sesuai anjuran
pernapasan dokter.
c. Jika pernapasan depresi, berikan
oksigen (ventilator) dan lakukan
sution.
d. Memberikan kenyamanan dan
istirahat pada pasien dengan
memberikan asuhan keperawatan
individual
Resiko kekurangan volume a. Mempertahankan catatan intake dan
cairan tubuh ouput yang akurat
b. Memonitor status hidrasi (
kelembapan membrane mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik).
Jika diperlukan
a. Memonitor vital sign
b. Memonitor status nutrisi
c. Memonitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori harian
d. Mengkolaborasikan pemberian cairan
IV
e. Mengkolaborasi dengan dokter
Penurunan kesadaran a. Memonitor vital sign tiap 15 menit
berhubungan dengan depresi b. Mencatat tingkat kesadaran pasien
system saraf pusat c. Mengkaji adanya tanda-tanda distress
pernapasan, nadi cepat, sionosis dan
kolapsnya pembuluh darah
d. Memonitor adanya perubahan tingkat

13
kesadaran
e. Mengkolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian anti dotum
Ansietas berhubungan a. Menggunakan pendekatan yang
dengan tidak efektifnya menenangkan
koping individu b. Menyatakan dengan jelas harapan
kepada pelaku pasien
c. Menjelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prossedur
d. Menemani pasien untuk untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
e. Mendengarkan dengan penuh
perhatian
f. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
g. Membantu pasien mengenai situasi
yang menimbulkan kecemasan
h. Memberikan obat untuk mengurangi
kecemasan

2.6 Peran Perawat Dalam Menangani Pasien Overdosis

Bila perawat menemui kasus overdosis maka yang mesti dilakukan


adalah :

a. Mengatur posisi pasien

Baringkan korban, angkat tangan kanannya silangkan ke depan dada,


miringkan badan, taruh tangan didepan sebagai penopang kepala dan
tekuk lutut kaki yang atas.

b. Jika korban masih sadar tanyakan padanya apa yang terjadi, jenis
narkoba apa (atau apa saja) yang baru ia gunakan dan berapa banyak
(kuantitasnya) dan kapan waktu penggunaannya. Hal ini dapat

14
memudahkan dokter atau petugas medis untuk menentukan tindakan
yang harus diambil.
c. Beritahukan kepada dokter atau petugas medis tentang keadaaan korban,
gejala yang terlihat, jika memungkinkan sampaikan jenis narkoba beserta
jumlahnya.
d. Jangan pernah meninggalkan korban overdosis sendirian.

15
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Seorang wanita berusia 27 tahun dibawa oleh paramedis ke bagian gawat


darurat jam 08.27. dia ditemukan pukul 07.00 didalam kamar karena orangtuanya
mendengar suara jeritan dengan kondisi bingung serta tidak dapat mengenali
orangtuanya. Paramedis menemukan 3 strip tramadol dan total 14 tablet sudah
kosong ditempat kejadian dengan dosis sekitar 700mg. Setibanya di Unit Gawat
Darurat, pasien sadar namun tidak dapat mengingat kejadian sebelumnya. Dia
mempunyai riwayat penyakit sakit kepala yang hilang timbul selama 3 tahun
terkahir. Dia telah berkonsultasi dengan okter umum beberapa kali selama
setahun terakhir untuk keluhannya dan dokter meresepkan Tramadol. Dia telah
mengkonsumsi 2-3 tablet tramadol per hari sesusai kebutuhan selama setahun
terkahir.

Dia mengalami sakit kepala yang menetap disebelah kiri malam itu yang
tidak kunjung reda meskipun sudah mengambil dosis tramadol sesuai yang
ditentukan. Dia hanya mengingat bahwa ia mengambil jumlah tabet tramadol
lebih dari biasanya tetapi tidak mampu mengingat berapa jumlah yang pasti.
Tidak diketahui secara persis kapan obat itu dikonsumsi. Dia tidak mual atau
muntah dan tidak ada fotofobia ataupun kelemahan fokal apapun. Dia membantah
adanya rencana bunuh diri dan tidak mengkonsumsi obat lain secara bersamaan.
Dia memiliki riwayat merokok yang kronis yaitu 20 batang per hari.

Pada pemeriksaan, keadaan pasien sadar, mengalami takikardi dengan detak


jantung 142 x/menit dan tingkat pernapasannya 18 x/menit. Suhu awalnya
36,5 ̊C, tekanan darah 130/82 mmHg dan saturasi oksigennya 100%. Refleks
pupil 1,5 mm bilateral dan reaktif terhadap cahaya. Dia mengalami tremor pada
kedua tangan. Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid. Warna kulitnya normal
dengan CRT yang bagus dan tidak berkeringat atau kekeringan pada area mukosa.
Pemeriksaan neurologisnya normal dengan refleks tendon normal dan tidak ada
kekakuan atau klonus yang tercatat. Pemeriksaan sistemik lainnya normal.

16
EKG menunjukkan sinus takikardi dengan durasi QRS / QTc normal.
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, urea dan
elektrolit, tingkat gula darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi tiroid normal. D-
dimer, salisilat dan parasetamol normal. CT Scan otak normal. Sampel
toksikologi dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis.

Pasien lalu diberikan NS intravena dan manajemen lebih lanjut. Analisis


toksokologi darah itu menunjukkan tingkat tramadol 4 mg/L dengan kkisaran
terapeutik 0,1-0,84 mg/L. Tidak ada obat lain yang terdeteksi pada layar
toksikologi.

Mengingat takikardia persisten, pasien dirujuk untuk konsultasi ke bagian


kardiologi dan dijadwalkan untuk EKG kedua. Meskipun konsentrasi tramadol
mematikan, pasien itu tidak bergejala dan tidak mengalami distress kardio-
pernapasan. Pasien dipantau dengan ketat untuk deterorasi dan memberikan
perawatan yang mendukung.

Meskipun memiliki takikardi persisten dengan 110 x/menit, pasien


memutuskan untuk pulang setelah 1 hari dirawat. Dia disarankan tentang
perlunya pemeriksaan lebih lanjut dan risiko bila pulang cepat. Dia dinilai oleh
psikiater agar kompeten untuk menandatangani kertas saran medis untuk pulang.
Berdasarkan pada Sistem Rekam Medis Elektronik Nasional, pasien belum
diperkenankan tindak lanjut atau selanjutnya masuk ke rumah sakit umum lainnya
di Singapura sejak saat itu.

Setelah dilakukan penatalaksaan seperti diatas, keadaan klien berangsur


membaik. Terlihat dari tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36 ̊C, pernapasan 18
x/menit, nadi 120 x/menit, serta saturasi oksigen 100%.

17
BAB 4

PEMBAHASAN

Dari hasil pembahasan yang kami dapatkan kami mengambil salah satu
penatalaksanan prioritas untuk pertolongan pertama pada pasien Overdosis,
penatalaksanaan overdosis tergantung dengan keadaan pasien misalnya jika pasien
tidak sadar maka yang wajib dilakukan adalah memeriksa apakah adanya
hambatan pada jalan nafas atau tidak, serta jika pasien sadar bisa menggunakan
metode Circulation, Airway, Breathing. Atau disebut dengan C,A,B di dalam
kasus yang kami bahas kami membahas tentang pasien yang sadar, pertolongan
pertamanya adalah circulation, dimana circulation meliputi pemberian cairan
Infus, dan Pemeriksaan Tanda-tanda vital, setelah circulation sudah dilakukan
dilanjutkan dengan A yaitu Airway dimana kami memposisikan pasien untuk
mencegah terjadinnya penyumbatan jalan nafas, seperti lidah terbalik ke arah
langit-langit mulut, setelah airway dilanjutkan dengan B yaitu Breathing, dimana
breathing meliputi pemberian oksigen, kemudian observasi pasien terlebih dahulu
jika kondisi pasien memungkinkan untuk kumbah lambung , langsung bisa
dilakukan kumbah lambung dengan memposisikan pasien supinasi atau
terlentang, setelah kumbah lambung selesai dilanjut dengan pemberian terapi
sesuai dengan advis dokter. Kemudian tetap observasi keadaan pasien dan tanda-
tanda vital pasien.

Menurut kami penatalaksaan pertama penanganan overdosis sesuai dengan


teori yang telah kami sampaikan di bab 2, dimana penatalaksanaan pertolongan
pertama pada pasien overdosis dengan menggunakan metode C,A,B Circulation,
Airway, dan Breathing referensi ini kami ambil dari salah satu jurnal.

18
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengkajian diatas disimpulkan bahwa saat ditemukan kasus


overdosis dengan keadaan korban dalam kondisi sadar. Sebelum penanganan
korban over dosis, dilakukan pengkajian primary survey yang meliputi CAB.
dimana Circulation merupakan permeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi
nadi, tekanan darah, pernafasan, dan CRT. Yang kedua pemeriksaan Airway
yaitu memeriksa jalan nafas karena sering kali mengalami obstruksi jalan
nafas seperti jatuhnya lidah ke belakang. Yang ketiga Breathing yaitu
membersihkan jalan nafas yang bertujuan untuk pasien dapat bernafas secara
adekuat. Bila pasien sadar tanyakan kronologi kejadian serta obat apa dan
berapa banyak yang di konsumsi korban, apakah melebihi dosis atau tidak.
Kemudian susunlah diagnosa prioritas apa yang harus dilakukan, kemudian
susun intervensi untuk mengatasi diagnosa tersebut, lalu evaluasi apakah
keadaan korban semakin membaik atau tidak.

5.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat lebih memfokuskan


keadaan pasien yang darurat dan lebih mengutamakan kecepatan serta
ketepatan dalam menangani pasien overdosis, Perawat juga harus memilih
salah satu prioritas penanganan yang utama untuk diberikan kepada pasien
khususnya pada pasien overdosis karena penanganan tersebut menentukan
keselamatan pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anon., 2018. Keperawatan Gawat Daurat Dan Bencana Sheery. singapore: s.n.
DepKesRI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta.

Kurnawati, A., trisyani, y. & theresia, s. i. m., 2018. Keperawatan Gawat Daurat
Dan Bencana Sheery. singapore: s.n.

Pothiawala, S. & Ponampalam, R., 2011. Tramadol Overdose: A Case Report.


Proceedings of Singapura Healthcare, 20(3), p. 219.

UNODC. 2015. World Drug Report 2015. Vienna: United Nation Publisher.

20

Anda mungkin juga menyukai