Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Manajement Patient Safety
Dosen Pengampu:
Ns. Nanda Bachtiar, S.Kep., M.Kep

Oleh:
Kelompok 3
Nailatuz Zulfa 22130029
Mulia Ningrum 22130052
Rahma Werdiasih 22130051
Reza Fahlepi 22130055

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
TEGAL
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Ns. Nanda Bachtiar,
S.Kep., M.Kep.sebagai dosen pengampu mata kuliah Manajement Patient Safetyyang
telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tegal, 13Juni 2023

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian obat highalert……………………….................…………… 6
2.2 Prinsip umum high alert medications...................................................… 7
2.3 Pengertian medication error..……………………………..………....…. 9
2.4 Langkah – langkah pencegahan risiko terjadinya medication error......... 11
2.5 Kepatuhan perawat di Rumah Sakit Advent Bandung dalam
menyimpan obat high alert........................................................................ 11
2.6 Evaluasi perawat pelaksanaan sasaran ketepatan obat.............................. 12
2.7 Pertanggungjawaban Kesalahan Pemberian Obat yang Mengakibatkan
Cidera pada Pasien.................................................................................... 14
2.8 Pengaruh Perawat Terhadap Kejadian Medication Error di Rumah
Sakit…...................................................................................................... 17
2.9 Bagaimana solusi medication errors......................................................... 18
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 19
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien menjadi isu yang penting di dunia perumahsakitan dan
menjadi inti dari pelayanan yang berfokus pada pasien bersama-sama dengan
peningkatan mutu. : Mengurangi kejadian medication error akan secara signifikan
meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas penggunaan obat-obatan.
Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan
yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang
sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan
kesehatan. Kegiatan skrining resep yang dilakukan tenaga kefarmasian untuk
mencegah terjadinya keselahan pengobatan (Medication error). Berdasarkan
Laporan Peta Nasional Keselamatan Pasien (Kongres PERSI 2007) kesalahan
dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar
insiden yang dilaporkan (Kemenkes, 2008). Medication error adalah kejadian
yang idealnya dapat dicegah pada waktu pengobatan yang dapat menyebabkan
atau mengarah pada penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan bagi
pasien saat pengobatan berada di bawah pengawasan profesi pelayanan kesehatan,
atau pasien sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Apa pengertian obat high alert?
b. Bagaimana prinsip umum high alert medication?
c. Apa pengertian medication errors?
d. Bagaimana langkah – langkah pencegahan risiko terjadinyamedication error?
e. Bagaimana solusinya?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui tentang pengertian obat high alert
b. Untuk mengetahui prinsip umum penanganan high alert medication
c. Untuk mengetahui tentang pengertian medication errors
d. Untuk mengetahui bagaimana langkah – langkah pencegahan risiko
terjadinyamedication error
e. Untuk mengetahui solusi medication errors

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian obat highalert


Obat high alert merupakan obat yang memiliki konsentrasi tinggi dan dapat
menyebabkan bahaya jika dalam penyimpanannya tidak tepat serta beresiko
membuat pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan. Obat - obatan yang
perlu diwaspadai (high alertmedications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan serius (sentinel event), obatyang mempunyai resiko tinggi
dapatmenyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)termasuk
obat-obat yang tampak mirip (nama obat, rupa dan ucapan (NORUM atau Look-
alike Sound-alike/LASA), termasuk pula elektrolit konsentrasi tinggi.

Obat – obatan merupakan salah satu hal yang harus diberikan paerawat
kepada pasien, setiap penyerahan obat kepada pasien harusdilakukan verifikasi 7
(tujuh) benar untuk mencapai medication safety sebagai berikut :

1. Benar obat
2. Benar waktu dan frekuensi pemberian
3. Benar dosis
4. Benar rute pemberian
5. Benar identitas pasien : benar nama pasien, benar nomor rekam medis
pasien, benar umur/tanggal lahir pasien
6. Benar informasi
7. Benar dokumentasi

6
2.2 Penangananobat high alert medication
Rumah sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan,
penyimpanan, peresepan dan pemberian obat yang efektif, serta perlu
mengembangkan kebijakan pengelolaan obat untuk meningkatkan keamanan,
khususnya obat yang perlu diwaspadai (highalert medication). Obat yang
tergolong kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (nama obat rupa dan ucapan mirip /NORUM, atau look
alike sound alike/LASA), elektrolit konsentrasi tinggi, obat-obat sitostatika serta
obat yang digunakan di UGD dan ICU. Berikut penyimpanan, peresepan,
penyiapan dan distribusi obat high alert serta pemberian obat high alert
1. Penyimpanan
a. High alert medication disimpan di laci atau lemari di area yang terkunci
dan terpisah dari produk lain.
b. Setiap high alert medication diberikan label “High-Alert” yang berwarna
merah pada sisi depan kemasan tanpa menutupi informasi yang ada pada
kemasan
c. Setiap elektrolit konsentrat disimpan di farmasi, kecuali NaHCO3 8.4%
di simpan juga di ICU/ ICCU, dan UGD. MgSO4 ≥ 20% disimpan di
farmasi, emergency kit di UGD dan ruang bersalin.
d. Narkotika disimpan dalam lemari yang kokoh, tidak mudah dipindahkan
dan memiliki dua kunci yang berbeda.
e. Obat anestesi disimpan di tempat yang hanya bisa diakses oleh dokter,
perawat dan staf farmasi
f. Obat sitostatika, Insulin dan heparin hanya disimpan di farmasi atau di
area yang terkunci di mana obat diresepkan.
g. Penyimpanan obat NORUM dipisahkan, tidak diletakkan bersebelahan,
dan harus diberikan label “LASA”

7
2. Peresepan obat hight alert
a. Membuat panduan penetapan dosis untuk antikoagulan, narkotik, insulin,
dan sedasi sesuai panduan praktek klinik dan clinical pathway
b. Tulisan resep jelas dan lengkap
c. Berat badan pasien harus ditimbang untuk obat-obat yang perlu
diresepkan sesuai berat badan pasien
3. Penyiapan dan distribusi obat hight alert
a. Independent double check dilakukan oleh dua staf yang berbeda pada
tahap penyiapan dan distribusi obat kemudian didokumentasikan dengan
pemberian paraf di lembar pemesanan obat
b. Setiap elektrolit konsentrat harus diencerkan sebelum diserahkan atau
diberikan kepada staf atau pasien.
c. Pengenceran dilakukan oleh staf farmasi yang terlatih kecuali dalam
kondisi operasi bedah jantung, pengenceran KCl 7.46% dapat dilakukan
langsung oleh perawat/ dokter.
d. Setiap elektrolit konsentrat yang telah diencerkan, diberikan label
“drugadded” yang terisi lengkap dan label “highalert” tanpa menutupi
nama obat, tanggal kadaluarsa dan nomor batch.
4. Pemberian obat hight alert
a. Lakukan independent double check sebelum pemberian obat dengan
melakukan 7 benar pemberian obat.
b. Berikan edukasi kepada pasien untuk penggunaan insulin sendiri oleh
pasien
c. Memberikan penjelasan dan konseling highalert medication kepada
pasien/ perwakilan pasien di rawat jalan.

8
2.3 Medicataion errors
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998).
Medication error merupakan kejadian yang dapat dicegah akibat
penggunaan obat, yang menyebabkan cedera, adapun jenis-jenis medication error
berdasarkan alur proses pengobatan sebagai berikut :
a. Unauthorized drug adalah obat terlanjur diserahkan kepada pasien
padahal diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
b. Improper dose/quantityadalah dosisatau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep
c. Wrong dosepreparation methodyaitu penyiapan/formulasi atau
pencampuran obat yang tidak sesuai
d. Wrong dose formyaitu obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
pemberian yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep
e. Wrong patient adalahobat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
f. Omission error yaitugagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik yang
mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang bersangkutan
g. Extra doseyaitu memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
h. Prescribing erros yaituobat diresepkan secara keliru atau perintah
diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
i. Wrong administration techniqueyaitumenggunakan cara pemberian
yang keliru termasuk menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)

9
j. Wrong time yaituobat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal ditetapkan
2.4 Langkah – langkah pencegahan risiko terjadinya medication error
Beberapa langkah pencegahan risiko terjadinya medication error dapat
dilakukan dengan carayaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan memantau kejadian error pada sekelompok pasien
dengan risiko tinggi serta memahami bagaimana error bisa terjadi,
khususnya yang sifatnya preventable
2. Melakukan analisis, interpretasi dan mendiseminasikan data yang ada ke
para klinisi maupun stakeholders.
3. Menetapkan strategi untuk mengurangi risikoterjadinya medical error
dengan mempertimbangkan bagaimana strategitersebut dapat diterapkan
dalam sistempelayanan kesehatan yang ada.
4. Jika diperlukan dapat diundang para expertdalam bidang klinis, epidemiologi
klinis, ataumanagement training untuk melakukaneksplorasi dan sekaligus
memformulasikansolusi pemecahan.
5. Jika keempat langkah tersebut telah dilakukan, tahap berikutnya adalah
melakukan evaluasi dampak program terhadap keamanan pasien (patient
safety)
2.5 Kepatuhan perawat di Rumah Sakit Advent Bandung dalam menyimpan
obat high alert
Kesalahan pemberian obat berada di urutan pertama yaitu sebesar 24,8
persen dari 10 kasus, hal ini berdasarkan laporan Peta Nasional Insiden
Keselamatan Pasien (Kongres PERSI, 2007). Obat high alert adalah obat dengan
konsentrasi tinggi yang dapat berisiko membahayakan pasien jika digunakan
dengan salah atau dikelola dengan kurang tepat. Obat - obatan yang masuk dalam
kategori high-alert adalah elektrolit kosentrasi tinggi yaitu KCl, NaCl 3%,
Meylon / Bicnat, dan Kalium Fosfat, obat sitostatika, obat yang ucapan mirip

10
(NORUM dan LASA), narkotika dan insulin. Penyimpanan obat high alert harus
tepat dan diberi tanda khusus untuk memudahkan dalam pengambilan obat
tersebut, agar tidak terjadi kesalahan saat akan memberikan obat tersebut kepada
pasien.
Semua perawat harus mengelola dengan baik obat – obatan high alert dan
harus menyadari pentingnya kewaspadaan terhadap proses penyimpanan serta
pengelolaan obat – obatan high alert, bisa berbahaya jika terjadi suatu kesalahan
dalam proses penyimpanan sampai pemberian obat ke pasien karena dapat
membahayakan keselamatan pasien. Seperti perawat yang ada di Rumah Sakit
Advent Bandung, masih ditemukan perawat yang menyimpan obat high alert
tidak sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang berlaku, misalnya
penyimpanan obat high alert masih di gabung dengan obat lain yang tersimpan di
loker pasien, dan high alert medication yang sudah disimpan di kotak
penyimpanan dan sudah diberi label high alert tidak di kunci ganda (double lock)
hingga menimbulkan suatu insiden yang tidak diharapkan.
Memang rata – rata perawat di RS Advent Bandung patuh dalam melakukan
penanganan khusus terkait obat high alert, mengetahui pengertian obat high alert,
perawat membaca kembali obat - obatan LASA maupun NORUM, perawat yang
memastikan double check dengan perawat lainnya tentang 6 langkah pemberian
obat, namun ternyata masih ada perawat yang tidak patuh dalam menyimpan obat
high alert seperti tidak memberikan logo/sticker pada obat tertentu. Ketidak
patuhan tersebut memberikan dampak negatif bagi pasien, apalagi jika sampai
salah memberikan obat kepada pasien karena kurangnya pengelolaan obat high
alert tersebut, pasien bisa mengalami insiden yang mengancam nyawanya,
kecacatan, dan dirugikan secara moral dan materi.
2.6 Evaluasi perawat pelaksanaan sasaran ketepatan obat
High-alert medications atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-
obat yang secara signifikan berisiko membahayakan pasien bila digunakan

11
dengan salah atau pengelolaan yang kurang tepat. Keamanan penggunaan obat
high-alert ini merupakan salah satu sasaran untuk tercapainya keselamatan pasien
(patient safety) yang diatur dalam SNARS (Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit).
Pengetahuan tenaga kesehatan dalam Sasaran Keselamatan Pasien terdiri
dari ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif,
peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai kepastian tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan, pengurangan risiko pasien jatuh. Bagi tenaga kesehatan khususnya
dokter dan perawat diwajibkan untuk mengetahui tentang Sasaran Keselamatan
Pasien.
Pemberian obat yang tepat dipengaruhi oleh faktor perilaku perawat itu
sendiri, di mana perawat tidak menerapkan enam prinsip pengobatan sejati yang
ditetapkan oleh rumah sakit. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia itu
sendiri. Menurut Lewin, perilaku adalah hasil interaksi antara seseorang dan
lingkungannya. Menurut Bloom domain perilaku terdiri dari pengetahuan, sikap,
dan tindakan (Notoatmodjo, 2014). Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO 5.1)
Dampak dari ketidakpatuhan ini bisa menyebabkan terjadinya insiden dalam
pemberian obat pasien, bisa KNC, KTD,KTC, bahkan bisa sentinel kecatatan
atau kematian (KKPRS, 2015)Target keselamatan pasien yang meningkat, maka
keamanan obat perlu diwaspadai, sehingga kejadian nyaris cedera karena obat
dapat dicegah dengan menerapkan prinsip 5 (lima) benar dalam pemberian obat.
Penelitian Wahyuni (2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara tindakan
perawat dalam menerapkan prinsip enam pemberian obat yang benar dan
kejadian tidak diharapkan. Zuliardi (2017) menambahkan bahwa adanya
hubungan atara pelatihan, motivasi, organisasi dan peralatan kerja dengan
kejadian nyaris cedera(p=<0,05).

12
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 12,2% perawat kurang baik/patuh
dalam mengecek dosis obat pasien terutama obat pasien anak, dan kurang baik/
patuh dalam mengecek waktu pemberian. Hal ini berbeda dengan apa yang
diteliti oleh Ahsan (2018) yang menemukan hasil 8,7% perawat tidak patuh
dalam memberikan informasi tentang kegunaan obat dan efek samping obat.
Dampak dari ketidakpatuhan ini bisa menyebabkan terjadinya insiden dalam
pemberian obat pasien, bisa KNC, KTD,KTC, bahkan bisa sentinel kecatatan
atau kematian (KKPRS, 2015)
Hasil penelitian Ahsan (2018) menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
patuh dalam penerapan prinsip 7 benar dalam pemberian obat sebanyak 26 orang
(56,52%). Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Fatimah (2016) yang
menunjukkan persentase penerapan kepatuhan prinsip benar pemberian obat
paling banyak adalah dalam kategori cukup yaitu sebesar 69,4%. Kepatuhan
adalah tingkatan perilaku yang dilakukan oleh individu terhadap suatu aturan,
norma, ketetapan. Menurut Notoatmojo (2012), kepatuhan dipengaruhi oleh
motivasi, pengetahuan, sikap dan nilai, kepercayaan dan faktor ekonomi.
Penelitian menunjukkan 43 responden (87,8%) melaksanakan prinsip
pemberian obat dengan baik dan 43 responden (87,8%) tidak mengalami kejadian
nyaris cedera (KNC). Hasil uji statistik diperoleh ρ value (0,000) < α (0,05)
dengan demikian menunjukkan bahwa Ha diterima artinya terdapat hubungan
antarapelaksanaan prinsip pemberian obat dengan kejadian nyaris cedera (KNC)
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon (p = 0,000, α = 0,05).
Semakin tinggi pelanggaran pada prinsip pemberian obat maka semakin tinggi
terjadinya kejadian nyaris cedera
2.7 Pertanggungjawaban Kesalahan Pemberian Obat yang Mengakibatkan
Cidera pada Pasien
Kasus dimulai pada suatu waktu tanggal 6 November 2018, saksikorban dan
anaknya datang ke apotek untuk menebus obat setelah berobat di salah satu

13
klinik dokter spesialis di Kota Medan. Setelah membeli obat tersebut, saksi
korban kemudian mengonsumsinya. Tidak ada perubahan kondisi yang
dikeluhkan saksi korban saat itu. Satu bulan kemudian (13 Desember 2018) saksi
korban bersama temannya (salah seorang saksi) kembali datang untuk menebus
resep yang sama pada apotek tempat di mana saksi korban menebus obat
sebelumnya.
Selanjutnya, pada 16 Desember 2018, saksi korban mengalami batuk pilek
dan berobat di salah satu rumah sakit umum di Kota Medan. Pasien mendapatkan
obat dan mengonsumsinya setelah saksi korban pulang. Tidak lama berselang,
saksi korban tidak sadarkan diri dan membutuhkan perawatan di ICU. Saksi
korban didiagnosis dengan penurunan kesadaran et causa hipoglikemia, stroke
dan curiga hypertensive hearth disease. Pada saat saksi korban masuk ke rumah
sakit ditemukan bahwa terdapat perbedaan obat yang dikonsumsi pasien dengan
resep yang diterima pasien. Dokter spesialis penyakit dalam yang melakukan
pemeriksaan pada saksi korban pada 6 November 2018 meresepkan 5 jenis obat.
Resep yang dituliskan oleh dokter adalah Diovan, natrium diklofenak, Osteocal,
krim Betason-N, dan metilprednisolon, namun pasien mengonsumsi Diovan,
natrium diklofenak, Osteocal, krim Betason-N, dan Amaryl M2.
Tidak diketahui secara pasti apakah saksi korban mengonsumsi obat yang
salah ini sejak penebusan resep pertama (6 November 2018) atau sejak
penebusan resep kedua (13 Desember 2018). Selama proses persidangan
ditemukan beberapa fakta berikut, yakni:
1. Bahwa resep yang diberikan pertama kali oleh dokter spesialis tersebut
tidak dituliskan ITER sehingga seharusnya tidak dapat ditebus Kembali
2. Bahwa pada penebusan resep pertama, terdapat obat yang tidak ada di
apotek tersebut, sehingga diberikan salinan resep untuk saksi korban
menebus di tempat lain. Namun pada pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan

14
Kota Medan, apotek tidak menyimpan resep asli, namun menyimpan
salinan resepnya.
3. Bahwa menurut saksi ahli yang bekerja sebagai Pengawas Farmasi dan
Makanan Saksi Madya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan terdapat
ketidaklaziman cara penulisan pada resep pasien yang dapat
menyebabkan keraguan pada pembacaan resep.
4. Bahwa ada upaya menghubungi dokter yang menulis resep namun tidak
terhubung oleh pegawai yang melayani resep, namun tidak ada upaya
menghubungi apotekerBahwa terdakwa pertama (ORS) baru bekerja
setelah kejadian (17 Desember 2018) dan terdakwa kedua (SRH) mulai
bekerja sejak 19 November 2018, namun tidak terlibat dalam proses
pelayanan resep saksi korban pada 13 Desember.
5. Bahwa terdapat upaya yang dilakukan oleh pemilik apotek dan apoteker
untuk mengumpulkan seluruh pegawai apotek dan mengarahkan untuk
kedua terdakwa untuk mengaku memberikan obat pada saksi korban
6. Bahwa apoteker tidak hadir setiap hari di apotek.
7. Bahwa hanya kedua terdakwa dari seluruh pegawai apotek (terdapat yang
memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK),
walaupun tidak ada perbedaan tanggung jawab dan wewenang oleh
semua pegawai.
8. Bahwa bila ada keraguan dalam melakukan pembacaan dan pelayanan
resep, kedua tersangka meminta pendapat pegawai lainnya.
Bahwa terdapat pengakuan pegawai apotek yang mengakui kesalahannya dalam
menuliskan salinan resep dan salah memberikan obat pada saksi korban.
Berdasarkan fakta yang ada dan keterangan para saksi, kedua tersangka tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan

15
2.8 Pengaruh Perawat Terhadap Kejadian Medication Error di Rumah Sakit
Keterampilan perawat dalam pemberian obat dengan memperhatikan prinsip
benar obat, benar pasien, benar dosis, benar waktu pemberian benar tehnik
pemberian dan prinsip benar pemberian obat lainnya, memegang peranan yang
penting dalam medication error. Jika salah satu dari prinsip tersebut salah
dilakukan maka dapat berpotensi menimbulkan medication error dan merugikan
pasien yang berakibat pada perpanjangan hari perawatan. ASHP guidelines on
preventing medication erros in hospital (2003) menyampaikan bahwa, kurangnya
pengetahuan perawat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
medication error.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yunus (2013) yang menjelaskan bahwa ruang perawatan dengan pengetahuan
perawat yang baik, angka kejadian kesalahan pengobatannya semakin kecil.
Dalam penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan perawat dengan kesalahan pengobatan. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Amik (2014) yang menjelaskan bahwa perawat
dengan pengetahuan yang baik lebih sedikit melakukan kesalahan dalam
pengobatan, serta lebih bisa mengidentifikasi kesalahan pengobatan sebelum
kesalahan tersebut mencapai pasien.
Komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien merupakan kunci
dari patient safety (WHO, 2008). Berdasarkan sebuah studi yang disampaikan
dalam artikel WHO “learning form error” (2008), didapatkan bahwa lebih dari
60% error yang terjadi disebabkan oleh kurangnya komunikasi. ASHP
Guidelines on Preventing medication error in Hospital (2003) menyampaikan
bahwa, kurangnya komunikasi antara perawat dengan pasien berpotensi
menyebabkan kejadian medication error. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, salah
satu peran perawat dalam pencegahan medication error adalah perawat wajib
untuk menginformasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan diagnosa dan

16
informasi seputar pengobatan pasien. Seorang perawat dapat menciptakan
suasana kemitraan yang baik dengan menyediakan cukup waktu untuk berdialog
dan berkonsultasi dengan pasien
2.9 Solusi
Untuk mencegah terjadinya medication error diperlukan kerjasama antar
Pelaksana Program pencegahan medication error (PIP) oleh tim multidisiplin.
Lingkungan praktek yang mendukung akan membuat efek posistif diantara
perawat, adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar perawat pada saat
praktek akan menurunkan tingkat terjadinya medication error, perawat perlu
meningkatkan kesadaran dirinya sendiri dalam membuat daftar obat-obat yang
perlu kewaspadaan khusus, perawat harus memberi label yang jelas pada obat-
obat yang harus diwaspadai dengan stiker warna merah dengan tulisan highalert,
dalam menyimpan obat - obat konsentrasi tinggi (high alert) perawat harus
memisah obat – obatan dengan konsentrasi tinggi di tempat terpisah dari obat-
obat lain, perawat perlu mengunci box penyimpanan obat high alert dengan
double, memberi stiker/logo warna merah untuk obat LASA (look alike sound
alike)

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan prinsip pemberian obat
diperlukan penyimpanan obat yang tepat, supervisi berjenjang, sosialisasi
prosedur perbaikan dalam pengaturanbeban kerja perawat di rumah sakit dan
perbaikan komunikasi pada saat hand over.Diharapkan bagi rumah sakit dapat
mengadakan seminar dan pelatihan secaraberkala tentang Sasaran Keselamatan
Pasien dan melakukan pengawasan secaraoptimal bagi perawat dan dokter untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Perangin-angin, M. A. B. (2020). Kepatuhan Perawat Dalam Menyimpan Obat High


Alert Di Unit Kritis Rumah Sakit Advent Bandungs Rumah sakit Advent
Bandung. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(2).
Uni Wahyuni (2022) .Hubungan Pelaksanaan Prinsip Pemberian Obat Dengan
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon. Jurnal Keperawatan Cikini.e-ISSN 2686-1984Vol. 3, No.
2, Juli 2022, pp. 84-93 84
RSPelabuhan Cirebon, 2018. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemberian Obat
Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon. Cirebon: RS Pelabuhan.

Waluyo, Kiaonarni Ongko. (2015). Medication Error Dalam Keperawatan. Jurnal


Keperawatan Vol. 8 No. 3

Bangun K, Dewi S., & Kusumanto H. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Perilaku Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien Terkait
Pemberian Obat Di Ruang Perawatan RS PGI Cikini Tahun 2018. Jurnal
Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia Vol. 3 No. 1

Budihardjo, Vidia Sabrina. (2017). Faktor Perawat Terhadap Kejadian Medication


Administration Error Di Instalasi Rawat Inap. Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia Vol. 5 No. 1

Tarigan1*,Achadi2 Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS)


Pertanggungjawaban Kesalahan Pemberian Obat yang Mengakibatkan Cidera
pada Pasien (STUDI KASUS PN 2258/Pid.Sus/2020/PN Mdn) vol 12. No 1

Saisab AM. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Akibat Apotek yang Lalai dalam
Memberikan Obat-Obatan. LexSoc 2019; VII: 143–153.

19
Komalasari V. Tanggung Jawab Apoteker Dalam Pelayanan Obat Dengan Resep
Dokter. J Poros Huk Padjadjaran 2020; 1: 226–245.

20

Anda mungkin juga menyukai