Makalah
Kelompok 9
Sinna Sherina Fairuzia P1721222026
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada kasus Overdosis dan Keracunan Obat
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan Konsep Dasar pada Kasus Overdosis dan Keracunan Obat
2) Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Overdosis dan Keracunan Obat
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat bermanfaat untuk dapat dijadikan referensi untuk menambah ilmu keperawatan khususnya pada
keperawatan gawat darurat dan dijadikan sebagai referensi bacaan.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi institusi pendidikan dan mengetahui konsep
asuhan keperawatan pada kasus Overdosis dan keracunan obat
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat mempertimbangkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada kasus Overdosis dan
keracunan obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Taylor dalam Rahayu & Solihat (2018), Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam
jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan
penyakit dan kematian. Sifat racun dibagi menjadi dua yaitu korosif (asam basa kuat: asam klorida, asam
sulfat, natrium hidroksida) dan non korosif (makanan dan obat-obatan) (Hamarno, 2016). Keracunan dapat
diartikan sebagai masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang kemudian menimbulkan efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang
terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan kematian (Mukaddas et al.,
2019). Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. Overdosis merupakan terjadinya
gejala keracunan yang terjadi akibat keracunan obat/zat lain yang melebihi dosis yang diterima oleh tubuh
(Pratama, 2019).
2.2 Klasifikasi
Menurut Nur et al., (2019) klasifikasi dari keracunan yaitu sebagai berikut:
a. Menurut cara terjadinya
1. Meracuni diri (self poisoning).
2. Usaha bunuh diri (attempted suicide)
3. Keracunan akibat kecelakaan (accidental poisoning)
4. Keracunana akibat pembunuhan (homicidal poisoning)
5. Keracunan akibat ketergantungan obat yang terjadi akibat sifat toleransi obat sehingga
memerlukan peningkatan dosis. Peningkatan dosis yang tidak terukur/tidak dikendali
menimbulkan overdosis yang fatal.
b. Menurut cepat lambatnya proses keracunan
1. Keracunan akut
2. Keracunan kronik
2.3 Etiologi
a. Faktor Penyebab Dari Keracunan Menurut Resti, (2015) Yaitu :
1) Usia
Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia
minum lagi.
2) Merek Dagang
Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemide
(antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.
3) Penyakit
Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni
darah.
4) Gangguan Emosi Dan Mental
Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
5) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau hamper bersamaan
dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.
6) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang memakai
narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama
seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7) Kualitas Barang Dikonsumsi Berbeda.
b. Faktor Ketidakpatuhan Terhadap Pengobatan :
1) Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan
sehubungan dengan prognosisnya
3) Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4) Mahalnya harga obat
5) Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian
atau pemberian obat itu kepada pasien
6) Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti
cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain.
Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi maupun pada
penyalahgunaan obat. Keracunan pada penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena dosis
yang berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri, karena
efek samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan
secara bersama-sama.Kematian akibat penggunaan obatjarang terjadi. Hal yang dapat menimbulkan
reaksi dan mungkin mengakibatkan kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV, penggunaan
obat golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti koagulan, obat jantung, k-klorida
golongan diuretik dan insulin (Hidayat, 2020).
2.4 Manifestasi Klinis
a. Menurut Pratama, (2019) manifestasi klinis yang timbul pada klien yang mengalami overdosis,
secara umum, yaitu :
1) Berkeringat
2) Frekuensi <12x/Menit
3) Gangguan Saluran Pencernaan
4) Hiperaktifitas Kelenjar Ludah
5) Kesukaran Bernafas.
6) Penurunan Kesadaran
7) Suhu Tubuh Menurun
b. Gejala Ringan Meliputi :
1) Anoreksia
2) Nyeri Kepala
3) Pupil Miosis
4) Rasa Lemah
5) Rasa Takut
6) Tremor Pada Lidah, Kelopak Mata
c. Keracunan Sedang :
1) Fasikulasi Otot Dan Bradikardi
2) Hiperhidrosis
3) Hipersaliva
4) Kejang Atau Kram Perut
5) Muntah-Muntah
6) Nausea
d. Keracunan Berat :
1) Diare
2) Edema Paru
3) Infeksi Dan Sepsis
4) Inkontenesia Urine Dan Feces
5) Koma
6) Kovulsi
7) Reaksi Cahaya Negatif
8) Sesak Nafas
9) Sianosis
2.5 Pathway
Obat-obatan
Turgor kulit
menurun Tampak meringis Edema laring
Pola nafas
tidak
efektif
Hipovolemia Gangguan rasa Obstruksi
nyaman saluran napas
Wheezing
2.6 Patofisiologi
Efek samping tidak sama dengan keracunan obat. Gejala keracunan obat tergantung kepada
obatnya, namun umumnya seseorang mengalami beberapa gejala sekaligus. Beberapa gejala yang
sering terjadi antara lain muntah, hilangnya kesadaran, kejang-kejang, jantung berdebar-debar, sesak
nafas, sakit kepala, penglihatanan terganggu, mabuk, halusinasi, koma dan keamtian. Keracunan
tidak hanya tampak dari luar tetapi dapat juga pada hati, ginjal dan jantung (Suciadi, 2018).
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian
karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena
depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama
dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia. Reaksi simpang
obat adalah reaksi yang tidak diharapkan terhadap penggunaan obat yang dapat mengenai banyak
organ antara lain paru, ginjal, hati dan sumsum tulang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang
dapat diduga dan yang tidak dapat diduga. Biasanya berhubungan dengan dosis dan merupakan
farmakologi obat yang telah diketahui (Resti, 2015).
Ketika seseorang mengalami overdosis obat ada beberapa saluran yang terganggu yaitu
saluran cerna dan saluran pernapasan. di saluran pencernaan akan menimbulkan mual, muntah dan
diare, sedangkan pada saluran pernapasan terjadi korosi di trakea sehingga terjadi pembengkakan
atau edema pada laring. Pembengkakan ini lah yang akan menghambat jalan napasa atau terjadilah
obstruksi jalan napas. Di salauran pencernaan dan saluaran pernapasan pembulu darah terganggu
karena darah menyerap obat dalam jumlah yang banyak, terganggunya ini akan mengakibatkan
gangguan saraf otonom yang akan menyebabkan nyeri kepala, kelemahan dan gangguan di pusat
pernapasan. Di pusat pernapasan yang terganggu pernapasan pasien akan cepat dan dalam yang akan
mengakibatkan alkolisis respiratori (Nur et al., 2019).
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Pratama, (2019) pemeriksaan penunjang pada pasien overdosis yaitu
a. Tindakan Emergensi
1) Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
2) Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau pernapasan
tidak adekuat.
3) Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
b. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usahamencari penyebab
keracunan ini tidak sampai menunda usaha- usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
c. Eliminasi Racun. Racun Yang Ditelan, Dilakukan Dengan Cara:
1) Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah
menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali
bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang
palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
a) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
b) Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara
subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah : Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang
mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan
bahan - bahan perangsang CNS (CNS stimulant, seperti strichnin), penderita kejang, penderita dengan
gangguan kesadaran.
2) Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun,
kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung
seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada : Keracunan bahan korosif, keracunan
hidrokarbon, kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-penderita dengan
resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan
garam fisiologis ( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai
bersih
3) Pemberian Norit (activated charcoal)Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus
menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
a) Obat2 Analgesik/Antiinflammasi :
Acetamenophen, Salisilat, Antiinflamasi Non Steroid, Morphine, Propoxyphene.·
b) Anticonvulsants/Sedative :
Barbiturat, Carbamazepine, Chlordiazepoxide, Diazepam Phenytoin, Sodium Valproate.·
c) Lain-Lain :
Amphetamine, Chlorpheniramine, Cocaine, Digitalis,Quinine, Theophylline, Cyclic
Antidepressants Norit Tidak Efektif Pada Keracunan Fe, Lithium, Cyanida, Asam Basa Kuat
Dan Alkohol.
d) Catharsis Efektivitasnya Masih Dipertanyakan. Jangan Diberikan Bila Ada Gagal
Ginjal,Diare Yang Berat (Severe Diarrhea), Ileus Paralitik Atau Trauma Abdomen.
e) Diuretika Paksa (Forced Diuretic)
Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital (alkalinisasi urine).Tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload cairan.
Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa.
Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal
4) Pemberan Antidotum Kalau Mungkin
a) Pengobatan Supportif
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit, dsb).
- Perhatikan nutrisi penderita
4.2 Saran
Dari pembahasan makalah diatas mengenai overdosis dan keracunan obat, diharapkan semoga dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan, pedoman, dan bahan referensi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
tentang asuhan keperawatan tentang overdosis dan keracunan obat bagi pembaca dan untuk dikembangkan
ilmunya lagi
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1996). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaannya.
DEPKES RI. (2019). DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN – RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN.
http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/diet-tinggi-kalori-tinggi-protein/
Hamarno, R. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana (Cetakan Pe). Pusdik SDM
Kesehatan BPPSDMK. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Hidayat, R. P. (2020). N-Acetylcysteine Sebagai Terapi Toksisitas Acetaminophen. Jurnal Medika Hutama,
02(01), 231–237.
Jainurakhma, J., Hariyanto, S., Mataputun, D. R., Silalahi, L. E., Koerniawan, D., Rahayu, C. E., Siagian, E.,
Umara, A. F., Madu, Y. G., & Rahmiwati, R. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Mukaddas, A., Faustine, I., & Ulti, P. H. (2019). Profil Penggunaan Obat Antidotum Di Rumah Sakit Umum
Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2016-2018. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika
Journal of Pharmacy) (e-Journal), 5(2), 132–139.
https://doi.org/10.22487/j24428744.2019.v5.i2.13002
Nur, A. F., Nugraha, N. P., Rahman, N., Maulidya, M., & Akram, A. (2019). ASUHAN KEPERTAWATAN
OVERDOSIS.
Pratama, R. B. (2019). KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN KERACUNAN DAN
OVERDOSIS. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(April), 49–58.
Rahayu, M., & Solihat, M. F. (2018). Buku Ajar Teknologi Laboratorium Medik: TOKSIKOLOGI KLINIK.
In Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Resti, N. P. (2015). KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Asuhan Keperawatan Keracunan Obat. Ekp,
13(3), 1576–1580.
Suciadi, B. H. (2018). DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOT
DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, 53(9), 64.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (1st ed.). Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Edisi 1). Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (Edisi 1). Persatuan
Perawat Indonesia.