Anda di halaman 1dari 22

OVERDOSIS DAN KERACUNAN OBAT

Makalah

Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat


Yang Dibina Oleh Marsaid, S.Kep., Ns., M.Kep.

Kelompok 9
Sinna Sherina Fairuzia P1721222026

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Oktober 2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini, pola hidup sebagian besar masyarakat menjadi pola hidup yang kurang
sehat. Salah satu faktor adalah tekanan kehidupan yang sangat tinggi sehingga sebagian besar orang
membiasakan kehidupan yang tinggi sehingga masyarakat membiasakan kehidupan serba instan. Seiring
gaya hidup tidak sehat, konsumsi obat-obat sintetik juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Penggunaan obat bebas terbatas untuk menurukan keluhan menyebabkan peredaran obat semakin hari
semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang
tak kalah besar terhadap manusiat terutama di bidang kesehatan. Penggunaan obat menimbulkan munculnya
efek samping yang tidak diinginkan serta penyalahgunaan obat yang melebihi takaran dosis normal.
Obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui
proses kimia. Meskipun obat dapat menyembuhkan tetapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat
dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam pengobatan
atau dengan kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosis yang digunakan belum cukup, maka
tidak akan didapatkan efek penyembuhan (Anief, 1996).
Menurut WHO, lebih dari 50% obat di dunia diresepkan dan digunakan secara tidak tepat.
Ketidakrasionalan penggunaan obat dapat berupa penggunaan obat secara berlebihan, penggunaan obat yang
kurang, dan penggunaan obat tidak tepat indikasi, dosis, cara, dan lama pemakaian. Salah satunya
penggunaan obat antibiotika dan obat batuk pilek. Data survei sosial ekonomi nasional (Susenas)
menunjukkan bahwa lebih dari 60% masyarakat melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi). Sedangkan
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% masyarakat Indonesia
menyimpan obat di rumah tangga, baik yang diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri secara bebas.
Sedangkan proporsi masyarakat yang menyimpan obat keras tanpa resep mencapai 81,9% (Kementrian
Kesehatan, 2013) Hal ini membuktikan bahwa sejumlah besar masyarakat melalukan swamedika.
Penggunaan obat-obatan yang tidak tepat juga dapat menjadi toksin atau racun dalam tubuh.
Intoksikasi merujuk pada suatu kejadian berupa efek samping obat, zat kimia, atau substansi asing yang
berhubungan dengan dosis. Berbagai variasi respon dan kecenderungan individual terhadap dosis obat yang
diberikan. Variasi ini terjadi baik secara genetik maupun yang didapat, induksi enzim, inhibisi, maupun
toleransi. Keracunan yang terjadi dapat terjadi secara lokal (misalnya pada kulit, maupun paru) atau terjadi
secara sistemik tergantung dari sifat kimia dan fisik zat racun tersebut. Mekanisme kerjanya juga tergantung
dari cadangan fungsional individu maupun target organnya. Rute paparan suatu substansi racun dapat
melalui oral (74%), kulit (8,2%), inhalasi (6,7%), mata (6%) dan gigitan atau sengatan (3,9%), injeksi
parenteral (0,3%). paparan racun tersering berasal dari bahan pembersih, gigitan binatang, analgetika,
kosmetika, dan obat batuk pilek. Bahan farmasi berperan dalam 41% kejadian keracunan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat rumusan masalah berupa pertanyaan yang menjadi tolak ukur
pembahasan juga ruang lingkup penulisan, yaitu : Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada
kasus Overdosis dan Keracunan Obat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada kasus Overdosis dan Keracunan Obat
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan Konsep Dasar pada Kasus Overdosis dan Keracunan Obat
2) Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Overdosis dan Keracunan Obat

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat bermanfaat untuk dapat dijadikan referensi untuk menambah ilmu keperawatan khususnya pada
keperawatan gawat darurat dan dijadikan sebagai referensi bacaan.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi institusi pendidikan dan mengetahui konsep
asuhan keperawatan pada kasus Overdosis dan keracunan obat
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat mempertimbangkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada kasus Overdosis dan
keracunan obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Taylor dalam Rahayu & Solihat (2018), Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam
jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan
penyakit dan kematian. Sifat racun dibagi menjadi dua yaitu korosif (asam basa kuat: asam klorida, asam
sulfat, natrium hidroksida) dan non korosif (makanan dan obat-obatan) (Hamarno, 2016). Keracunan dapat
diartikan sebagai masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang kemudian menimbulkan efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang
terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan kematian (Mukaddas et al.,
2019). Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. Overdosis merupakan terjadinya
gejala keracunan yang terjadi akibat keracunan obat/zat lain yang melebihi dosis yang diterima oleh tubuh
(Pratama, 2019).

2.2 Klasifikasi
Menurut Nur et al., (2019) klasifikasi dari keracunan yaitu sebagai berikut:
a. Menurut cara terjadinya
1. Meracuni diri (self poisoning).
2. Usaha bunuh diri (attempted suicide)
3. Keracunan akibat kecelakaan (accidental poisoning)
4. Keracunana akibat pembunuhan (homicidal poisoning)
5. Keracunan akibat ketergantungan obat yang terjadi akibat sifat toleransi obat sehingga
memerlukan peningkatan dosis. Peningkatan dosis yang tidak terukur/tidak dikendali
menimbulkan overdosis yang fatal.
b. Menurut cepat lambatnya proses keracunan
1. Keracunan akut
2. Keracunan kronik

2.3 Etiologi
a. Faktor Penyebab Dari Keracunan Menurut Resti, (2015) Yaitu :
1) Usia
Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia
minum lagi.
2) Merek Dagang
Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemide
(antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.
3) Penyakit
Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni
darah.
4) Gangguan Emosi Dan Mental
Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
5) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau hamper bersamaan
dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.
6) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang memakai
narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama
seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7) Kualitas Barang Dikonsumsi Berbeda.
b. Faktor Ketidakpatuhan Terhadap Pengobatan :
1) Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan
sehubungan dengan prognosisnya
3) Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4) Mahalnya harga obat
5) Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian
atau pemberian obat itu kepada pasien
6) Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti
cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain.
Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi maupun pada
penyalahgunaan obat. Keracunan pada penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena dosis
yang berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri, karena
efek samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan
secara bersama-sama.Kematian akibat penggunaan obatjarang terjadi. Hal yang dapat menimbulkan
reaksi dan mungkin mengakibatkan kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV, penggunaan
obat golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti koagulan, obat jantung, k-klorida
golongan diuretik dan insulin (Hidayat, 2020).
2.4 Manifestasi Klinis
a. Menurut Pratama, (2019) manifestasi klinis yang timbul pada klien yang mengalami overdosis,
secara umum, yaitu :
1) Berkeringat
2) Frekuensi <12x/Menit
3) Gangguan Saluran Pencernaan
4) Hiperaktifitas Kelenjar Ludah
5) Kesukaran Bernafas.
6) Penurunan Kesadaran
7) Suhu Tubuh Menurun
b. Gejala Ringan Meliputi :
1) Anoreksia
2) Nyeri Kepala
3) Pupil Miosis
4) Rasa Lemah
5) Rasa Takut
6) Tremor Pada Lidah, Kelopak Mata
c. Keracunan Sedang :
1) Fasikulasi Otot Dan Bradikardi
2) Hiperhidrosis
3) Hipersaliva
4) Kejang Atau Kram Perut
5) Muntah-Muntah
6) Nausea
d. Keracunan Berat :
1) Diare
2) Edema Paru
3) Infeksi Dan Sepsis
4) Inkontenesia Urine Dan Feces
5) Koma
6) Kovulsi
7) Reaksi Cahaya Negatif
8) Sesak Nafas
9) Sianosis
2.5 Pathway

Obat-obatan

Saluran cerna Pembuluh darah Saluran


pernapasan
Mual, muntah, Nyeri kepala dan Napas
& diare otot cepat dan
Korosi trakea
dalam

Turgor kulit
menurun Tampak meringis Edema laring
Pola nafas
tidak
efektif
Hipovolemia Gangguan rasa Obstruksi
nyaman saluran napas

Wheezing

Bersihan jalan napas


tidak efektif

2.6 Patofisiologi
Efek samping tidak sama dengan keracunan obat. Gejala keracunan obat tergantung kepada
obatnya, namun umumnya seseorang mengalami beberapa gejala sekaligus. Beberapa gejala yang
sering terjadi antara lain muntah, hilangnya kesadaran, kejang-kejang, jantung berdebar-debar, sesak
nafas, sakit kepala, penglihatanan terganggu, mabuk, halusinasi, koma dan keamtian. Keracunan
tidak hanya tampak dari luar tetapi dapat juga pada hati, ginjal dan jantung (Suciadi, 2018).
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian
karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena
depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama
dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia. Reaksi simpang
obat adalah reaksi yang tidak diharapkan terhadap penggunaan obat yang dapat mengenai banyak
organ antara lain paru, ginjal, hati dan sumsum tulang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang
dapat diduga dan yang tidak dapat diduga. Biasanya berhubungan dengan dosis dan merupakan
farmakologi obat yang telah diketahui (Resti, 2015).
Ketika seseorang mengalami overdosis obat ada beberapa saluran yang terganggu yaitu
saluran cerna dan saluran pernapasan. di saluran pencernaan akan menimbulkan mual, muntah dan
diare, sedangkan pada saluran pernapasan terjadi korosi di trakea sehingga terjadi pembengkakan
atau edema pada laring. Pembengkakan ini lah yang akan menghambat jalan napasa atau terjadilah
obstruksi jalan napas. Di salauran pencernaan dan saluaran pernapasan pembulu darah terganggu
karena darah menyerap obat dalam jumlah yang banyak, terganggunya ini akan mengakibatkan
gangguan saraf otonom yang akan menyebabkan nyeri kepala, kelemahan dan gangguan di pusat
pernapasan. Di pusat pernapasan yang terganggu pernapasan pasien akan cepat dan dalam yang akan
mengakibatkan alkolisis respiratori (Nur et al., 2019).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Nur et al., (2019) pemeriksaan penunjang pada pasien overdosis yaitu:
a. Laboratorium
Pengukuran dari sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal). Kercunan akut:
1) Ringan : 40 - 70 %
2) Sedang : 20 - 40 %
3) Berat : < 20 %
b. Patologi Anatomi (PA)
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema
paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.
c. Osmolalitas serum : Perhitungan osmolalitas serum bergantung pada natrium serum, nitrogen urea
darah dan glukosa serum.
d. Pemeriksaan EKG

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Pratama, (2019) pemeriksaan penunjang pada pasien overdosis yaitu
a. Tindakan Emergensi
1) Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
2) Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau pernapasan
tidak adekuat.
3) Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
b. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usahamencari penyebab
keracunan ini tidak sampai menunda usaha- usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
c. Eliminasi Racun. Racun Yang Ditelan, Dilakukan Dengan Cara:
1) Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah
menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali
bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang
palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
a) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
b) Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara
subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah : Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang
mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan
bahan - bahan perangsang CNS (CNS stimulant, seperti strichnin), penderita kejang, penderita dengan
gangguan kesadaran.
2) Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun,
kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung
seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada : Keracunan bahan korosif, keracunan
hidrokarbon, kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-penderita dengan
resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan
garam fisiologis ( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai
bersih
3) Pemberian Norit (activated charcoal)Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus
menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
a) Obat2 Analgesik/Antiinflammasi :
Acetamenophen, Salisilat, Antiinflamasi Non Steroid, Morphine, Propoxyphene.·
b) Anticonvulsants/Sedative :
Barbiturat, Carbamazepine, Chlordiazepoxide, Diazepam Phenytoin, Sodium Valproate.·
c) Lain-Lain :
Amphetamine, Chlorpheniramine, Cocaine, Digitalis,Quinine, Theophylline, Cyclic
Antidepressants Norit Tidak Efektif Pada Keracunan Fe, Lithium, Cyanida, Asam Basa Kuat
Dan Alkohol.
d) Catharsis Efektivitasnya Masih Dipertanyakan. Jangan Diberikan Bila Ada Gagal
Ginjal,Diare Yang Berat (Severe Diarrhea), Ileus Paralitik Atau Trauma Abdomen.
e) Diuretika Paksa (Forced Diuretic)
Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital (alkalinisasi urine).Tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload cairan.
Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa.
Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal
4) Pemberan Antidotum Kalau Mungkin
a) Pengobatan Supportif
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit, dsb).
- Perhatikan nutrisi penderita

2.9 Penanganan Keracunan Dilihat Dari Bahan Racun


Tabel 2. 1 Penanganan Keracunan (Hamarno, 2016)
Bahan Gejala Penanganan
Gangguan fungsi motorik, muntah, lesu, tremor 1. Berikan napas buatan
Alkohol
dan delirium. 2. Berikan glukosa dan tiamin
1. Beri napas buatan
Refleks berkurang, depresi pernapasan, koma,
Barbiturat 2. Bilas lambung
miosis
3. Beri mgso4
Terjadi pembengkakan & 1. Ikat daerah gigitan
Bisa Ular pendarahan di bawah kulit, mual, muntah dan 2. Berikan serum anti bisa ular
pusing. 3. Pengobatan simptomatik
1. Pijat jantung
Pusing, mual, nyeri perut, gangguan pernapasan
Bongkrek 2. Beri adsorben
dan kejang
3. Force diuresis
Insektisida Muntah, hipersalivasi, miosis, kejang dan depresi Dengan pemberian Atropin sulfat
(DDT) pernapasan (IV)
Jengkol Dengan pemberian Natrium
Kolik ureter, hematuria dan oliguria
karbonat
Karbon
Gejala yang timbul berbeda-beda berdasarkan 1. Berikan napas buatan
Dioksida
konsentrasi Co dalam darah 2. Jaga suhu tubuh
(Co2)
Karbon
Gejala yang timbul berbeda-beda berdasarkan 1. Berikan napas buatan
Monooksida
konsentrasi Co dalam darah 2. Jaga suhu tubuh
(Co)
- Gejala keracunan perinhalasi batuk, sesak
napas
Klorin Diberi minum susu atau antasida
- Keracunan peroral nyeri
- Tenggorokan, mual, muntah
iritasi saluran cerna, depresi napas, muntah dan Berikan O2 dan pengobatan
Minyak Tanah
kadang2 kejang simptomatik
1. Beri Nalokson HCl 4-5 mg (bila
mual, muntah, pusing, miosis, depresi napas dan ada depresi napas)
Morfin
akhirnya koma 2. Pengobatan simptomatik (bila
tidak ada depresi napas)
Sianida Nyeri kepala, mual, muntah, & sianosis Berikan segera Natiosulfat10% (IV)
- Gejala kronis batuk & bronkitis kronis, 1. Jauhkan dari paparan
hiperasiditas lambung 2. Berikan napas buatan
Tembakau
- Heartburn, salivasi, mual, muntah, sakit 3. Berikan KI
kepala dan lemas 4. Berikan atropin (Prn)
Keracunan akut jarang terjadi, keracunan kronis
1. CaNa2EDTA
Timbal sakit kepala, rasa logam pada mulut, sakit perut,
2. Ca glukonat
diare

2.10 Prinsip Diet


Diet yang dapat diberikan pada pasien dengan keracunan atau overdosis adalah diet Tinggi Kalori
Tinggi Protein (TKTP). Diet TKTP adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan
normal. Diet ini bertujuan untuk memberikan makanan lebih banyak dari keadaan biasa untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan protein yang meningkat, mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh,
menambah berat badan hingga normal (DEPKES RI, 2019).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OVERDOSIS DAN KERACUNAN
3.1 Pengkajian
1. Primary Survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi
mengenai bahaya berlebihnya obat, pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah
kesehatan, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian
informasi melalui berbagai bentuk materi yang di tunjukkan kepada remaja langsung dan keluarga
(Jainurakhma et al., 2021).
Bl : Breath, kaji pernapasan klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan cek tekanan darah
pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang dikarenakan overdosis
karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
A. Airway Support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan
napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar
karena pada kondisi ini lidah klien akan terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan
napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat
sumbatan bersihkan dengan teknik finger sweep (sapuan jari). Adapun Teknik untuk membuka jalan
napas :
1) Head Tilt / Chin Lift, Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak mengalami cedera kepala,
leher dan tulang belakang
2) Jaw Trust
B. Breathing Support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penilaian status pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah
LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih bernapas,
tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas,
berikan 2 x bantuan pernapasan dgn volume yang cukup.
C. Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan
pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan
mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(Advance Life Support).
D. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur
reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
E. Exposure
Lakukan pengkajian head to toe.
F. Folley Kateter
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk melakukan perhitungan
balance cairan.
G. Gastric Tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung yang bertujuan untuk
membersihkan lambung serta menghilangkan racun dari dalam lambung.
H. Eliminasi Racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
1. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan
bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila
bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang
palatum mole atau dinding belakang faring, atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-
obatan:
- Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
- Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%, dapat menyebabkan
muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah : Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandung
halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif. Keracunan bahan-
bahan perangsang CNS ( CNS stimulant, seperti strichnin). Penderita kejang. Penderita dengan
gangguan kesadaran.
2. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun,
kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung. Kumbah lambung
seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
- Keracunan bahan korosif
- Keracunan hidrokarbon
- Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau pasien dengan resiko aspirasi jalan
nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.
Pasien diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan
garam fisiologis (normal saline/PZ) atau 1/4 normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang
sampai bersih.
3. Pemberian Norit (activated charcoal) jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit
harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan:
 Anticonvulsants atau sedative : barbiturat, carbamazepine, chlordiazepoxide, diazepam
phenytoin, sodium valproate.
 Catharsis Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal, diare
yang berat (severe diarrhea), ileus paralitik atau trauma abdomen.
 Diuretika paksa (Forced diuretic). Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital
(alkalinisasi urine). Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam, hati-hati
jangan sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada
pemberian diuresis paksa. Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal. Pemberian antidotum
kalau mungkin.
 Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine, theophylline, cyclic
anti-depressants. Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan
alkohol.
 Obat-obat analgesic atau anti inflammasi : acetamenophen, salisilat, anti inflamasi non
steroid, morphine, propoxyphene.
 Pengobatan Supportif : Pemberian cairan dan elektrolit. Perhatikan nutrisi penderita
pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia kelainan elektrolit, dsb).
H. Heart Monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah dan kerusakan
sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji
riwayat pasien
A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa menanyakan keluarga
atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama, dan mekanisme
overdosis)
2. Secondary Survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatmen). Fase ini
meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan
pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus dilakukan adalah
melakukan tindakan keperawatan head to toe.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif B.D Intoksikasi
2. Pola Napas Tidak Efektif B.D Depresi Susunan Syaraf Pusat
3. Gangguan Perfusi Jaringan Perifer B.D Penurunan Konsentrasi Hemoglobin Dalam Darah
4. Kekurangan Volume Cairan B.D Kehilangan Cairan Aktif (Konsumsi Psikotropika Yang Berlebihan
Secara Terus Menerus)
5. Resiko Syok Pernapasan B.D Asidosis Metabolik
3.3 Intervensi Keperawatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
N Diagnosa (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
o
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan intervensi keperawatan
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Napas Tidak selama 1x24 Jam maka diharapkan 1. Observasi
Efektif bersihan jalan napas membaik dengan  Auskultasi bunyi napas
kriteria hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan napas
Bersihan jalan napas (L.01001)  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
1. Batuk efektif meningkat  Monitor kemampuan batuk efektif
2. Produksi sputum menurum  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
3. Wheezing menurun Stokes, Biot, ataksik)
4. Dispnea menurun  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. Gelisah menurun  Pantau adanya produksi sputum
6. Frekuensi napas membaik  Pantau hasil x-ray toraks
7. Pola napas membaik  Pantau nilai AGD
 Pantau saturasi oksigen
2. Terapeutik
 Atur interval waktu Pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil Pemantauan
3. Edukasi
 Informasikan hasil Pemantauan, jika perlu
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Jalan Napas (I.01011)
Efektif selama 1x24 jam diharapkan pola napas 1. Observasi
membaik dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
a. Disspnea menurun  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Penggunaan otot bantu napas menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 2. Terapeutik
d. Ortopnea menurun  Berikan minum hangat
e. Pernapasan pursed-lip menurun  Berikan oksigen, jika perlu
f. Pernapasan cuping hidung menurun  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
g. Frekuensi napas membaik  lakukan fisioterapi dada, jika perlu
h. Ekskursi dada membaik  lakukan hiperoksigenasi sebelum
i. Kedalaman napas membaik  lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Penghisapan endotrakea
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma serviks)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Edukasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Perfusi Jaringan selama 1x24 jam diharapkan Perfusi 1. Observasi
Perifer perifer membaik dengan kriteria hasil :  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang tua,
Perfusi Perifer (SLKI L.02011) hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
1. Denyut nadi perifer meningkat  Monitor panas, nyeri, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
2. Warna kulit pucat menurun  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
3. Edema perifer menurun indeks brakialis sudut)
4. Kelemahan otot menurun 2. Terapeutik
5. Pengisian kapiler membaik  kendala pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
6. Akral membaik  lakukan hidrasi
7. Turgor kulit membaik  lakukan pencegahan infeksi
8. Tekanan darah membaik  lakukan perawatan kaki dan kuku
9. Tekanan arteri rata-rata membaik  memperhatikan penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
 menentukan pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan perfusi
3. Edukasi
 Ajurkan melakukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada
kaki)
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang
tidak hilang, tidak sembuh, hilang saat rasa)
 Program rehabilitasi vaskuler
4. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
selama 1x24 jam diharapkan status 1. Observasi
cairan membaik dengan kriteria hasil :  Monitor intake dan output cairan
Status Cairan (L.03028)  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
1. Kekuatan nadi meningkat lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
2. Central venous pressure membaik membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan
3. Tekanan darah membaik lemah)
4. Kadar Hb membaik 2. Terapeutik
5. Intake cairan membaik  Berikan asupan cairan oral
6. Suhu tubuh membaik  Berikan posisi modified trendelenburg
 Hitung kebutuhan cairan
3. Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
5. Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Syok [I.02048]
selama 1x24 jam diharapkan resiko syok 1. Observasi
menurun dengan kriteria hasil :  Monitor status cairan (masukan dan haluaran,  turgor kulit, CRT)
Tingkat Syok (L.03032)  Monitor status kardiopulmonal  (frekuensi dan kekuatan nad, frekuensi napas, TD,
1. Tingkat kesadaran meningkat MAP)
2. Saturasi oksigen meningkat  Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3. Akral dingin menurun  Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
4. Pucat menurun  Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS  (deformity/deformitas,
5. Latergi menurun open wound/luka terbuka,  tendemess/nyeri tekan, swelling/bengkak)
6. Asidosis metabolik menurun 2. Terapeutik
7. Mean arterial pressure membaik  Berikan oksigen untuk mempertahankan  saturasi oksigen >94%
8. Tekanan darah membaik  Berikan posisi syok (modified Trendelenberg)
9. Tekanan nadi membaik  Pasang jalur IV Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
 Persiapkan Intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
 Pertahankan jalan napas paten
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
 Kolaborast pemberlan infus cairan, kristalold 1 – 2 L pada dewasa
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau
intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu
tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien, selalui dievaluasi
mengenai keefektifan dan selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas yang dilakukan pada
tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga,
memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang
telah dilakukan.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planing). Komponen
SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah kesimpulan dari data
subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). P (planning) adalah perencanaan
keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang
sudah ditentukan sebelumnya. Evaluasi dinilai berdasarkan respon pasien terhadap implementasi yang telah
dilakukan, sehingga didapatkan keputusan sebagai berikut :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (Rencana tindakan keperawatan dapat diakhiri ketika tujuan
yang telah ditetapkan tercapai)
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (Rencana tindakan keperawatan yang sebelumnya telah
direncanakan dapat dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi pasien)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (Dalam beberapa kondisi pasien memerlukan waktu yang
lebih lama dalam mencapai tujuan yang diharapkan)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Keracunan yaitu masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang kemudian menimbulkan efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang
terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan kematian (Mukaddas et al.,
2019). Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. Overdosis merupakan terjadinya
gejala keracunan yang terjadi akibat keracunan obat/zat lain yang melebihi dosis yang diterima oleh tubuh
(Pratama, 2019). Faktor pencetus overdosis dan keracunan obat diantaranya usia, penyakit mengkonsumsi
obat lebih dari ambang batas kemampuannya, efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang
biasanya tidak bereaksi, kualitas barang dikonsumsi berbeda,
Ditemukan 5 diagnosa yang kemungkinan dapat terjadi pada pasien dengan overdosis dan keracunan
obat, yaitu bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi, pola napas tidak efektif b.d depresi susunan
syaraf pusat, gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah,
kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi psikotropika yang berlebihan secara terus
menerus), resiko syok pernapasan b.d asidosis metabolik
Dalam menunjang pemeriksaan masalah tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium,patologi
anatomi (PA), pemeriksaan EKG, osmolaritas serum. Penanganan keracunan dilihat dari bahan racun
dengan penatalaksanaan yang bisa dilakukan diantaranya tindakan emergensi, identifikasi penyebab
keracunan, eliminasi racun yang ditelan.

4.2 Saran
Dari pembahasan makalah diatas mengenai overdosis dan keracunan obat, diharapkan semoga dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan, pedoman, dan bahan referensi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
tentang asuhan keperawatan tentang overdosis dan keracunan obat bagi pembaca dan untuk dikembangkan
ilmunya lagi
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1996). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaannya.
DEPKES RI. (2019). DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN – RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN.
http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/diet-tinggi-kalori-tinggi-protein/
Hamarno, R. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana (Cetakan Pe). Pusdik SDM
Kesehatan BPPSDMK. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Hidayat, R. P. (2020). N-Acetylcysteine Sebagai Terapi Toksisitas Acetaminophen. Jurnal Medika Hutama,
02(01), 231–237.
Jainurakhma, J., Hariyanto, S., Mataputun, D. R., Silalahi, L. E., Koerniawan, D., Rahayu, C. E., Siagian, E.,
Umara, A. F., Madu, Y. G., & Rahmiwati, R. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Mukaddas, A., Faustine, I., & Ulti, P. H. (2019). Profil Penggunaan Obat Antidotum Di Rumah Sakit Umum
Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2016-2018. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika
Journal of Pharmacy) (e-Journal), 5(2), 132–139.
https://doi.org/10.22487/j24428744.2019.v5.i2.13002
Nur, A. F., Nugraha, N. P., Rahman, N., Maulidya, M., & Akram, A. (2019). ASUHAN KEPERTAWATAN
OVERDOSIS.
Pratama, R. B. (2019). KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN KERACUNAN DAN
OVERDOSIS. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(April), 49–58.
Rahayu, M., & Solihat, M. F. (2018). Buku Ajar Teknologi Laboratorium Medik: TOKSIKOLOGI KLINIK.
In Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Resti, N. P. (2015). KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Asuhan Keperawatan Keracunan Obat. Ekp,
13(3), 1576–1580.
Suciadi, B. H. (2018). DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOT
DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, 53(9), 64.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (1st ed.). Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Edisi 1). Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (Edisi 1). Persatuan
Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai