Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

UNIVERSITAS ANWAR MEDIKA


SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Program Studi : S1 Farmasi


Mata Kuliah : Farmakovigilens
Hari/Tanggal : Sabtu, 3 Februari 2024
Dosen Pengampu : apt. Yunita Dyah Kusumaningrum, S.Farm., M.Farm.Klin
Apt. Eka Putri Nurhidayah, S.Farm., M.Farm.Klin
Alokasi Waktu : 100 menit
Sifat : Close book
Nama : Arfina Laeli Afida
NIM/Kelas : 20020200042

1. A. Ruang lingkup kegiatan studi farmakovigilens


Farmakovigilans adalah ilmu dan kegiatan yang berhubungan dengan deteksi,
penilaian/evaluasi, pemahaman dan pencegahan terhadap dampak dari reaksi yang
merugikan atau hal-hal lain yang mungkin terjadi terkait dengan masalah penggunaan
obat. Aktivitas berupa pencegahan dampak dari reaksi yang merugikan pada manusia
akibat penggunaan produk obat, baik di dalam maupun di luar otoritas pemasaran, atau
dari paparan lingkungan kerja, juga mencakup promosi penggunaan obat yang aman
dan efektif, khususnya melalui informasi tentang keamanan produk obat yang
diberikan secara berkala kepada pasien, para profesional kesehatan, dan masyarakat
umum. Kegiatan farmakovigilans adalah pengumpulan laporan dugaan efek yang tidak
diinginkan (suspected adverse reaction). Adverse reaction adalah respons terhadap
produk pengobatan (medical products) yang berbahaya dan tidak diinginkan, termasuk
yang ditimbulkan pada kondisi penggunaan sesuai izin edar yang disetujui,
penggunaan di luar izin yang disetujui termasuk penggunaan dalam dosis berlebih,
penggunaan di luar indikasi (off-label use), penggunaan yang tidak tepat (misuse),
penyalahgunaan (abuse) dan kesalahan pengobatan (medication error), serta paparan
akibat pekerjaan (occupational exposure). Secara khusus Farmakovigilans diharapkan
dapat meningkatkan keamanan dan kesehatan masyarakat terhadap risiko akibat
penggunaan obat.Ruang lingkup yang menjadi perhatian adalah: 1) Obat 2) Produk
biologi (produk darah, vaksin, produk rekombinan biosimilar) 3) Obat herbal 4) Obat
tradisional dan suplemen kesehatan 5) Alat kesehatan
B. Alasan perlu dilakukannya kegiatan aktivitas farmakovigilens!
Untuk meningkatkan penggunaan produk pengobatan yang aman dan efektif, yaitu
dengan memberikan informasi terkait keamanan produk tersebut kepada pasien, tenaga
kesehatan dan masyarakat. Dengan adanya Farmakovigilans, informasi keamanan
penggunaan obat khususnya pada populasi yang rentan dapat diperoleh, termasuk juga
keamanan penggunaan produk pengobatan tersebut pada wanita hamil. Melalui
farmakovigilans, profil manfaat dan risiko suatu produk pengobatan dapat diketahui
dengan lebih baik
C. Tujuan dilakukannya kegiatan aktivitas farmakovigilens
Untuk mendeteksi masalah keamanan obat yang yang belum diketahui, mendeteksi
peningkatan frekuensi kejadian efek samping, mengidentifikasi faktor risiko,
mengkuantifikasi risiko, mengkomunikasikan informasi keamanan obat dan
pencegahan terjadinya risiko keamanan obat.
D. Pihak-pihak yang berperan serta dalam aktivitas farmakovigilens!
Pemerintah sebagai Regulatory Authority, Industri Farmasi, Tenaga Medis (dokter,
apoteker, dokter gigi, perawat,bidan, dan sejenisnya), konsumen (pasien, keluarga
pasien, rekan pasien, penanggung jawab pasien, termasuk juga pengacara)

2. A. Definisi dan ruang lingkup studi farmakogenetik dan farmakogenomik!


Farmakogenomik merupakan studi terhadap variasi karakter DNA dan RNA yang
berhubungan dengan respons obat. Farmakogenetik adalah bagian dari
farmakogenomik di mana mempelajari tentang perubahan sekuens DNA yang
dihubungkan dengan respons obat. Secara garis besar, ada tiga aspek ruang lingkup
dari Farmakogenomik, yaitu:
1. Respons obat terhadap genetik/genetic drug response
2. Efek suatu obat pada ekspresi gen tertentu
3. Peran farmakogenomik pada penemuan obat baru dan perkembangan suatu
obat
Farmakogenetik memiliki tiga aspek utama dalam ruang lingkupnya:
1. Variabilitas Genetik
2. Interaksi Gen-Obat
3. Penerapan Klinis

B. Bagaimana variasi genetik dapat berpengaruh terhadap respon obat?


Variasi gen yang mengkode enzim dan transporter pemetabolisme obat dapat
mempengaruhi penyerapan, metabolisme, dan eliminasi obat, yang menyebabkan
perubahan farmakokinetik. Misalnya, polimorfisme pada gen seperti CYP2D6,
UGT1A1, dan DPYD telah terbukti berdampak besar pada metabolisme obat tertentu
Variasi genetik ini dapat mengakibatkan perbedaan dalam kemanjuran dan toksisitas
obat, serta respons individu terhadap obat
C. Dua contoh kasus mengenai pengaruh variasi genetik terhadap perbedaan
respon obat!
Contoh yang mencolok dari dampak variasi genetik terhadap respons terhadap
pengobatan muncul dalam laporan yang tidak menguntungkan mengenai overdosis
opioid yang fatal pada neonatus yang menyusui dan efek samping pada interaksi
antara jenis kelamin dan variasi genetik telah dilaporkan untuk rejimen kemoterapi
kanker seperti FOLFOX-4 dan inhibitor pos pemeriksaan imun.

3. A. Apa yang dimaksud dengan adverse drug reaction (ADR)?


Adverse Drug Reaction merupakan efek samping yang tidak diinginkan atau respon yang
merugikan dari suatu obat saat pemberian dosis profilaksis, diagnosis dan terapi
B. Klasifikasi adverse drug reaction (ADR) berdasarkan tingkat keparahannya!
ADRs dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya, antara lain:
1. Ringan (Mild) Suatu ADRs dikategorikan ringan jika sekedar mengganggu
kenyamanan pasien, melanjutkan pengobatan yang sebelumnya tanpa mengganti
terapi.
2. Sedang (Moderate) Terdapat pengantian terapi misalnya modifikasi dosis,
penambahan obat, memerlukan terapi tambahan bahkan sampai masuk rumah sakit.
Contohnya perdarahan karena pemakaian NSAID.
3. Parah (Severe) ADRs yang terjadi sampai menimbulkan kecacatan dan mengancam
jiwa pasien, memerlukan terapi yang spesifik untuk menangani ADRs ini, misalnya
kelainan yang sifatnya sistemik seperti syok kardiogenik, syok anafilaksis, syok
hipovolemik.
4. Letal ADRs yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kematian
pasien
C. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian adverse drug reaction (ADR)!
1. Usia Pasien usia lanjut lebih sering mengalami ADRs dibandingkan dengan yang lebih
muda. Hal ini dimungkinkan antara lain karena pasien usia lanjut lebih sering
mendapatkan terapi obat.
2. Polifarmasi Polifarmasi adalah faktor risiko yang diakui sebagai penyebab ADRs,
terutama pada orang tua dan cenderung meningkat pada penggunaan dua atau lebih terapi
dalam waktu yang sama untuk mengobati suatu penyakit.
3. Jenis Kelamin Beberapa studi telah menemukan bahwa wanita lebih berisiko
mengalami ADRs daripada laki-laki. Alasan yang disarankan untuk ini termasuk
perbedaan persepsi ADRs, farmakologi ADRs, perbedaan kinetika seperti volume
distribusi mengarah ke gender terkait perbedaan dalam eksposur obat, polifarmasi dan
perbedaan hormon antara laki-laki dan Perempuan
4. Ras dan Polimorfisa Genetik Perbedaan etnis dapat mempengaruhi penanganan obat
dan membuat beberapa orang lebih berisiko ADRs. Faktor genetik yang sering menjadi
penyebab risiko ADRs
5. Kondisi penyakit yang diderita Adanya penyakit lain yang menyertai dapat
mempengaruhi respon obat dan munculnya ADRs secara bermakna melalui perubahan
proses farmakokinetik atau kepekaan jaringan.
D. Tahapan/langkah pelaporan adverse drug reaction (ADR)!
➢ Pelaporan ADR dilakukan dengan mengisi formulir pelaporan kuning, diisi dengan
informasi penderita seperti: nama, umur, suku, berat badan, pekerjaan dan riwayat
penyakit
➢ Informasi ADR yang berisi: bentuk ADR, kronologi saat dan sesudah ADR, riwayat
ADR
➢ Informasi obat yang berisi: nama, bentuk sediaan, cara penggunaan, awal dan akhir
penggunaan dan laboratorium bila ada lemudian diisi informasi pelapor
➢ Laporan ditujukan kepada Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional Direktorat
Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI

4. A. ADR TIPE A : Reaksi yang merupakan hasil dari efek farmakologi obat yg berlebihan
ketika diberikan pd dosis normal →dapat diprediksi. 70 –80 % ADR adalah tipe A. ADR
tipe A bisa dicegah dgn perubahan dosis atau jadwal pemberian obat.
ADR TIPE B : adalah reaksi yang bukan disebabkan oleh kerja farmakologi obat yang
sudah diketahui dan Tidak terkait dosis. Reaksi berkaitan dng sistem metabolisme obat
dan sistem imun tubuh penderita→ tidak dapat diprediksi. Bukan merupakan reaksi
berlebihan dari suatu aktivitas obat. Terjadi pada individu rentan terhadap obat tersebut.
B. Tipe A
• Dapat diramalkan dari efek farmakologinya
• Tergantung dosis dan rute pemberian
• Morbiditas tinggi
• Mortalitas rendah
• Pengurangan dosis dapat menangani masalah
• Angka kejadian tinggi
Tipe B
• Kejadian sulit diramalkan
• Jarang tergantung dosis dan rute pemberian
• Morbiditas rendah
• Mortalitas tinggi
• Penghentian obat, adalah cara penanganannya
• Angka kejadian rendah
• Angka kejadian tinggi
5. A. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh farmasis sebagai tenaga kesehatan
dalam mencegah terjadinya adverse drug reaction (ADR).
1. Apoteker dapat melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya reaksi
obat yang merugikan (ADRs) pada pasien, antara lain: Berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain di rumah sakit untuk mengidentifikasi ADR
2. Mendidik pasien tentang penggunaan obat yang benar dan kemungkinan efek
sampingnya.
3. Memantau pasien yang memakai obat tertentu yang berisiko menyebabkan
ADR.
4. Laporkan ADR kepada pihak berwenang agar tidak terjadi pada pasien lain.
5. Menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya
untuk memastikan penggunaan obat aman dan efektif.
B. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh farmasis sebagai tenaga kesehatan
ketika terjadi kasus adverse drug reaction (ADR)
1. Evaluasi ADR
Mengumpulkan informasi lengkap tentang kasus ADR, termasuk obat yang
menyebabkan reaksi, dosis yang digunakan, dan kondisi pasien. Evaluasi untuk
menentukan tingkat keparahan dan tindakan yang diperlukan.
2. Pemberian Pertolongan Pertama
Memberikan pertolongan pertama kepada pasien jika ADR tersebut memerlukan
penanganan darurat, seperti memberikan obat antialergi atau menangani gejala
akut lainnya.
3. Berkoordinasi dengan Profesional Kesehatan Lain
Berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan lain yang merawat
pasien untuk mendiskusikan tindakan lebih lanjut dan penyesuaian terhadap
rencana pengobatan.
4. Penarikan Obat
Jika ADR disebabkan oleh suatu obat, farmasis dapat memberikan rekomendasi
atau menyarankan penarikan obat tersebut dan memberikan alternatif yang lebih
aman jika diperlukan.
5. Penyuluhan Pasien
Memberikan penyuluhan kepada pasien mengenai reaksi yang dialami, mengapa
obat diberhentikan atau diganti, serta langkah-langkah pencegahan untuk masa
depan.
6. Pemantauan dan Tindak Lanjut
Melakukan pemantauan terhadap pasien setelah ADR terjadi untuk memastikan
tidak adanya komplikasi atau reaksi lanjutan. Melakukan tindak lanjut sesuai
kebutuhan.
7. Pelaporan ADR
Melaporkan kasus ADR kepada badan farmakovigilans setempat agar informasi
dapat diakumulasi, dan langkah-langkah pencegahan lebih lanjut dapat diambil.
8. Bekerjasama dengan Tim Multidisiplin
Berkoordinasi dengan tim perawatan kesehatan, termasuk dokter, perawat, dan
ahli gizi, untuk memberikan perawatan yang holistik dan mendukung pemulihan
pasien.
9. Memberikan Dukungan Psikologis
Memberikan dukungan psikologis kepada pasien yang mungkin merasa cemas
atau khawatir akibat reaksi obat yang tidak diinginkan.
10. Edukasi Pencegahan
Memberikan edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya tentang
langkah-langkah pencegahan ADR di masa mendatang, seperti pengawasan ketat
terhadap gejala, dan pelaporan jika terjadi reaksi yang mencurigakan.

Anda mungkin juga menyukai