A. PENGERTIAN
Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut :
1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
Kejadian ini dapat berupa :
• keluhan medis,
• gejala,
• diagnosis penyakit,
• ketidakmampuan (disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari
kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.
2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif
Fungsi Asuhan Kefarmasian:
1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan aktual.
2. Memecahkan DRP yang aktual.
3. Mencegah DRP yang potensial.
Banyak obat harus diberikan pada jangka waktu yang sering untuk
memelihara konsentrasi darah dan jaringan. Namun, beberapa obat
yang dikonsumsi 3 atau 4 kali sehari biasanya benar-benar manjur
apabila dikonsumsi sekali dalam sehari.
Contoh :
1. Asetosal atau aspirin diminum AC, yang seharusnya diberikan PC
karena dapat mengiritasi lambung.
2. Antasida PC, yang seharusnya ½ jam AC
4. Durasi obat
ADR merupakan respons terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada dosis lazim untuk tujuan profilaksis, diagnosis
maupun terapi.
a. Reaksi tipe A
Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau
sekunder yang berlebihan atau perluasan yang tidak
diharapkan dari kerja obat seperti diuretik mengimbas
hipokalemia atau propanolol mengimbas pemblok
jantung.
Adverse drug reaction
b. Reaksi tipe B
Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi
imunologi. Reaksi alergi mencakup tipe berikut.
1) Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik)
atau segera (hipersensitivitas).
2) Tipe II, sitotoksik.
3) Tipe III, serum.
4) Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan Steven
Johnson syndrome
Adverse drug reaction