Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah memberi obat yang aman
dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang
memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat.
Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang
berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai.
Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat
dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat
dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya
dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan di bahas mengenai indikasi, kontra
indikasi, cara pemberian obat dan dosis obat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud indikasi obat ?
2. Apa yang dimaksud kontra indikasi obat ?
3. Bagaimana cara pemberian obat ?
4. Bagaimana cara menghitung dosis obat ?

1.3. Tujuan Makalah


1. Memahami apa itu indikasi obat
2. Memahami apa itu kontra indikasi obat
3. Mengrtahui cara memberi obat
4. Mengetahui cara menghitung dosis

1.4. Manfaat Makalah


1. Sebagai referensi penulis selanjutnya untuk membuat makalah yang lebih baik lagi.
2. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.
3. Dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Indikasi Obat
Indikasi adalah rasa sakit, rasa nyeri, gejala sakit dan / atau penyakit yang dapat
diatasi menggunakan terapi obat.Indikasi adalah kegunaan suatu obat pada kondisi
penyakit tertentu.
Misalnya, obat Ibuprofen yang merupakan obat penghilang nyeri (analgesik) golongan
AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) diindikasikan untuk:
 Nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan gangguan otot skelet lainnya
 Nyeri ringan sampai berat termasuk dismenorea dan analgesik paskabedah;
 Nyeri dan demam pada anak-anak
Indikasi adalah suatu keadaan (kondisi penyakit) dimana obat perlu digunakan.
Misalnya,indikasi dari obat golongan antibiotik adalah keadaan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Sementara itu pada keadaan infeksi yang disebabkan oleh
virus, tidak diperlukan antibiotik. Informasi tujuan penggunaan obat yang dibeli dapat
ditanyakan kepada apoteker.

2.2. Kontra Indikasi Obat

Dalam kedokteran, kontraindikasi adalah suatu kondisi atau faktor yang berfungsi
sebagai alasan untuk mencegah tindakan medis tertentu karena bahaya yang akan
didapatkan pasien. Kontraindikasi adalah kebalikan dari indikasi, yang merupakan
alasan untuk menggunakan pengobatan tertentu.
Beberapa kontraindikasi bersifat mutlak, yang berarti bahwa tidak ada keadaan wajar
untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya, anak-anak dan remaja dengan infeksi virus
tidak boleh diberikan aspirin karena risiko sindrom Reye, dan orang
dengan anafilaksis alergi makanan harus menghindari makanan yang menyebabkan
alergi. Demikian pula, orang dengan hemokromatosis tidak boleh diberikan preparat
besi.
Kontraindikasi lainnya bersifat relatif, yang berarti bahwa pasien berada pada risiko
yang lebih tinggi dari komplikasi, tetapi risiko ini dapat sebanding dengan
pertimbangan lain atau dikurangi dengan langkah-langkah lain. Misalnya, seorang
wanita hamil biasanya harus menghindari sinar-X, tetapi risiko yang dimiliki sebanding
dengan manfaat tindakan untuk mendiagnosis keadaan serius seperti tuberkulosis.
Kontraindikasi relatif juga dapat disebut sebagai peringatan, seperti di Formularium
Nasional Inggris.

2.3. Cara Pemberian Obat

Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM)
merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam
situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila
pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang
sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang
terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu
kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi
untuk mencapai pengobatan yang efektif.
Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator
8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat
diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara
dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping
Obat. Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya
tetap sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis secara
sistematis proses penggunaan obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang
dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun
swamedikasi oleh pasien.
Berikut ini adalah penjabaran dari Indikator Rasionalisasi Obat yaitu 8 Tepat dan 1
Waspada:
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan
karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis
penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis
maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya
tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan
menggunakan metronidazol.
Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja
dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran
sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.
2. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang
tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan
jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti
manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah
didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya
seminimal mungkin.
3. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena
penyakit akibat bakteri.
4. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu
yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan
ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita,
dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian
obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan
meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari.
5. Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat
mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan
mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus
disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan
tertentu.
6. Tepat cara dan lama pemberian
Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan
keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan
dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet
parasetamol dapat diganti dengan sirup.
Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai
karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan
kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan
antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari
selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil
dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.
7. Tepat harga

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama
sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat
membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian
antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang
sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat
menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.l
8. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien
akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat
berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum
obat walaupun urinnya berwarna merah.

9. Waspada efek samping


Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya
Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.

Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk


menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses
masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat
mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan
pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien)
terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Cara Memberi Obat :

1. Diminum secara langsung (oral)

Meminum obat secara oral umumnya ditujukan untuk obat berbentuk cair,
tablet, kapsul, atau tablet kunyah. Ini merupakan cara pemberian obat yang paling
umum karena jauh lebih mudah, aman, dan murah dibandingkan metode lainnya.
Setelah diminum, obat akan diserap oleh dinding usus. Proses ini dapat dipengaruhi
oleh makanan dan obat lain yang Anda konsumsi. Obat yang telah diserap kemudian
diuraikan oleh hati sebelum akhirnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.

2. Suntikan (parenteral)

Terdapat beberapa cara pemberian obat menggunakan suntikan. Biasanya, cara ini
dibedakan dari lokasi suntiknya. Beberapa di antaranya:

 Subkutan. Obat ini disuntikkan ke jaringan lemak tepat di bawah kulit. Obat
ini kemudian masuk ke pembuluh darah kecil (kapiler) menuju alirah darah
untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Insulin adalah salah satu yang paling sering
menggunakan cara pemberian obat yang satu ini.
 Intramuskular. Metode ini ditujukan untuk pasien yang membutuhkan obat
dengan dosis yang lebih besar. Obat disuntikkan langsung ke jaringan otot
lengan atas, paha, atau pantat menggunakan jarum berukuran besar.
 Intravena. Sering disebut sebagai infus, cara pemberian obat
melalui intravena dilakukan dengan menyuntikkan cairan mengandung obat
langsung ke pembuluh vena. Obat dapat diberikan dalam satu dosis atau
berkelanjutan.
 Intratekal. Cara ini ditujukan untuk mengobat penyakit pada otak, tulang
belakang, serta lapisan pelindungnya. Obat disuntikkan melalui jarum yang
dimasukkan ke celah antara dua tulang belakang bagian pinggang.
3. Topikal

Obat-obatan topikal merupakan jenis obat yang diserap secara langsung oleh
permukaan tubuh, terutama kulit. Contoh obat topikal adalah salep, losion, krim,
bedak, gel, dan plester yang ditempelkan ke kulit. Menggunakan obat dengan cara
topikal memiliki keunggulan, yakni efek obat akan langsung terasa pada bagian tubuh
yang memerlukannya. Risiko efek sampingnya pun lebih kecil karena obat-obatan
tidak melalui area tubuh lainnya secara langsung.

4. Supositoria (rektal)

Supositoria merupakan jenis obat-obatan yang dimasukkan melalui dubur.


Jenis obat ini ditujukan bagi pasien yang tidak bisa menelan obat secara langsung,
mengalami mual parah, atau harus menjalani puasa sebelum dan setelah operasi.

Obat-obatan supositoria berbentuk padat dan mengandung sejenis zat lilin


yang mudah terurai begitu berada dalam rektum. Dinding rektum terdiri dari
permukaan tipis dengan banyak pembuluh darah sehingga obat dapat diserap
dengan cepat.

5. Cara lainnya
Selain beragam cara di atas, Anda juga dapat menggunakan obat melalui metode lain
sesuai kebutuhan. Misalnya:

 Tablet yang ditempelkan di bawah lidah (sublingual) atau di bagian dalam pipi
(bukal)
 Tablet, cairan, gel, krim, atau cincin yang dimasukkan ke dalam vagina
 Obat tetes mata berbentuk cair
 Obat tetes telinga berbentuk cair
 Partikel obat yang dihirup secara langsung atau melalui uap

Cara pemberian obat berpengaruh besar terhadap kesembuhan Anda. Pastikan bahwa
Anda selalu mengonsumsi obat dengan cara dan dosis yang tepat guna mengurangi
risiko efek samping maupun masalah kesehatan lainnya.

Bertanyalah kepada dokter bila terdapat hal yang belum Anda pahami seputar
konsumsi obat. Jangan mengubah dosis ataupun menghentikan penggunaan tanpa izin
maupun anjuran dari dokter.

2.4. Dosis Obat

Dosis merupakan kadar dari sesuatu (kimiawi, fisik, biologis) yang dapat
mempengaruhi suatu organisme secara biologis; makin besar kadarnya, makin besar pula
dosisnya. Di bidang kedokteran, istilah ini biasanya diperuntukkan bagi kadar obat atau
agen lain yang diberikan untuk tujuan terapi. Dalam toksikologi, dosis dapat merujuk
kepada jumlah agen berbahaya (seperti racun, karsinogen, mutagen, ataupun teratogen),
yang dipajankan kepada organisme.
Bahan kimia merupakan zat paling umum diukur dosisnya, namun ada pula
lainnya, seperti pajanan radiasi. Untuk manusia, sebagian besar dosis mikronutrien dan
pengobatan diukur dalam miligram (mg.), dan lainnya kadang-kadang diukur dalam
mikrogram karena potensinya.
Pengertian Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan
berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya
(Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis
obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga
disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang
diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada
kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat
sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letal.
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua
kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini
dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa
pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1
gram tiap 6 jam.
Macam Macam Dosis
1. Dosis lazim

Dosis lazim adalah dosis yang diberikan berdasarkan petunjuk umum pengobatan
yang biasa digunakan, referensinya bisa berbeda-beda, dan sifatnya tidak mengikat,
selagi ukuran dosisnya diantara dosis maksimum dan dosis minimum obat.
2. Dosis terapi

Dosis terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan pasien.
3. Dosis minimum

Dosis minimum adalah takaran dosis terendah yang masih dapat memberikan
efek farmakologis (khasiat) kepada pasien apabila dikonsumsi.
4. Dosis maksimum

Dosis maksimum adalah takaran dosis tertinggi yang masih boleh diberikan
kepada pasien dan tidak menimbulkan keracunan.
5. Dosis toksik

Dosis toksik adalah takaran dosis yang apabila diberikan dalam keadaan biasa
dapat menimbulkan keracunan pada pasien. (takaran melebihi dosis maksimum)
6. Dosis Letalis

Dosis letalis adalah takaran obat yang apabila diberikan dalam keadaan biasa
dapat menimbulkan kematian pada pasien, dosis letal dibagi menjadi 2 :

 Dosis letal50 : takaran dosis yang bisa menyebabkan kematian 50% hewan
percobaan
 Dosis letal100 : takaran dosis yang bisa menyebabkan kematian 100% hewan
percobaan

CARA PERHITUNGAN DOSIS OBAT


Dosis maksimum
Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa (20-60 tahun)
untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal.
Untuk orang lanjut usia karena keadaan fisik sudah mulai menurun. Pemberian dosis
harus lebih kecil dari dosis maksimum.
 Menurut buku Obat-Obat penting .

- 65- 74 tahun, dosis biasa - 10%


- 75-84 tahun, dosis biasa - 20%
- Diatas 85 tahun, dosis biasa – 30%
 Menurut buku ilmu resep

- 60 -70 tahun 4/5 dosis dewasa


- 70- 80 tahun 3/4 dosis dewasa
- 80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
- 90 tahun ke atas ½ dosis dewasa.
Perhitungan dosis anak berdasarkan usia :
1. Rumus Young: n× dosis dewasa

n+12
(n dalam tahun untuk anak usia di bawah 8 tahun).
2. Rumus Dilling: n×dosis dewasa

20
(n dalam tahun anak di atas 8 tahun)
3. Rumus Fried : n×dosis dewasa

150
(n dalam bulan)
4. Rumus Cowling: n×dosis dewasa

24
(n adalah satuan tahun yang digenapkan ke atas)
5. Rumus Gaubius :

Berupa pecahan yang dikalikan dengan dosis dewasa


0-1 tahun =1/12x dosis dewasa
1-2 tahun = 1/8 x dosis dewasa
2-3 tahun = 1/6 x dosis dewasa
3-4 tahun = 1/4 x dosis dewasa
4-7 tahun = 1/3 x dosis dewasa
7-14 tahun = ½ x dosis dewasa
14-20 tahun = 2/3 x dosis dewasa
21-60 tahun = dosis dewasa
Perhitungan dosis berdasarkan bobot badan
a) Rumus Clark (amerika)
Bobot badan anak (pon) x dosis dewasa
150
b) Rumus Themich Fier (Jerman)

Bobot badan anak (kg) x dosis dewasa


70
c) Rumus black (Belanda)

Bobot badan anak (kg) x dosis dewasa


62
Perhitungan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh
1) UI Jakarta
Luas permukaan tubuh anak x dosis dewasa.
1,75
2) Rumus Catzel
Luas permukaan tubuh anak x dosis dewasa
Luas permukaan tubuh dewasa
Dosis maksimum gabungan (DM sinergis)
- Jika dalam satu resep terdapat dua atau lebih zat aktif (bahan obat) yang kerjanya
pada reseptor atau tempat yang sama maka jumlah obat yang digunakan tidak boleh
melampaui jumlah dosis obat-obat yang berefek sama tersebut.
- Baik sekali pakai ataupun dosis sehari.

Contoh obat yang memiliki efek yang sama


o Atropin sulfat dengan ekstrak belladonae
o Pulvis opii dengan pulvis overi
o Kofein dan aminofilin
o Arsen trioxida dan Natrii arsenas
Dosis obat untuk anak (Pediatrik),katagori anak :

- Anak premature : lahir kurang 35 minggu


- Anak baru lahir : Neonatus s/d 28 hari
- Bayi : infant s/d 1 tahun
- Balita : 1-5 tahun
- Anak : 6-12 tahun

PENENTUAN DOSIS ANAK


Dalam menentuklan dosis anak, ada beberapa masalah yang harus kita perhatikan.
Organ (hepar, ginjal, SSP) belum berfungsi secara sempurna, metabolisme obat belum
maksimal Distribusi cairan tubuh berbeda dengan orang dewasa

- Neonatus >29,7% dari dewasa


- Bayi 6 bulan >20,7% dari dewasa
- Anak s/d 7 th. >5,5% dari dewasa

Rumus perhitungan dosis anak

- Menurut perbandingan umur orang dewasa ;


- Rumus Young : untuk anak 1-8 tahun kebawah
Da = n x Dd
n + 12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam memberikan obat kepada pasien, kita harus memperhatikan indikasi obat dan
kontra indikasi obat. Hal ini dikarenakan hal tersebut sangat penting dilakukan demi
kesehatan dan kesembuhan pasien. Selain indikasi dan kontra indikasi obat ad acara
pemberian obat yang juga harus diperhatikan oleh kita sebagai seorang perawat.
Dikarenakan setiap obat memiliki cara pemberian obat nya masing – masing.
Dalam memberikan dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan
menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar
pasien merasa puas atas tindakan keperawatan kepada pasien yang kita berikan. Dalam
memberikan dosis obat yang tepat dan juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk
mengetahui dan menerapkan rumus perhitungan dosis.

3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan sekali dapat dijadikan referensi untuk
makalah selanjutnya, agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Dan isi dari
makalah ini bias lebih lengkap lagi dan mengikuti perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai