Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
tenaga kefarmasian. obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk
mengobati psien yang memiliki masalah kesehatan. walaupun obat
menguntungkan pasien dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan
efek yang berbahaya yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat,
memantau respon dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan
berdasarkan pengetahuan. Selain mengetahui kerja suatu obat tertentu, tenaga
kefarmasian juga harus memahami masalah kesehatan pasien saat ini dan
sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman untuk diberikan.
Pertimbangan tenaga kefarmasian yang penting dalam pemberian obat tepat
dan aman.

B. Tujuan
Diharapkan mahasiswa memahami tentang cara pemberian obat yang
tepat sesuai dengan obat dan rute pemberian yang benar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penggunaan Obat Yang Rasional


1. Standard Operating Procedure (SOP)
- Anamnesis
- Pemeriksaan
- Penegakan Diagnosis
- Pemilihan Intervensi Pengobatan
- Penulisan Resep
- Pemberian Informasi
- Tindak Lanjut Pengobatan

2. Penggunaan Obat Yang Rasional


Memenuhi kriteria :
 Sesuai dengan Indikasi penyakit
 Diberikan dengan dosis yang tepat
 Interval waktu pemberian yang tepat
 Lama Pemberian yang tepat
 Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
 Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.

Haruslah Mencakup :
1. Tepat Diagnosis
Contoh → Penyakit diare disertai lendir, darah serta gejala tenesmus
diagnosis amoehiasis → R / metronidazol
Penanya ada darah dalam fase → jika tidak ditanyakan bisa khole,
→ tetrasiklin.
2. Tepat Indikasi
Contoh → Infeksi Bakteri → antibiotic.

2
Misal : Pada infeksi saluran nafas, adanya Sputum
mucapuralen atau banyi kurang dari 2 bulan, dengan
kecepatan respirasi > 60 x/menit.
3. Tepat Pemilihan Obat
Contoh → Demam ← kasus Infeksi, inflamasi
Parasetamol (paling aman)
Asam mefenamat, ibuprofen (anti imflamasin non steroid) →
demam yang terjadi akibat proses peradangan / inflamasi
4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian
→ pemberian dosis >>> untuk obat yang bersifat narrow
therapeuric margin (rentang terapi yang sempit (mis : teofilin,
digitalis, aminoklosida) → berisiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis terlalu < → tidak menajin terapi yang diinginkan.

5. Pasien Patuh
Ketidaktaatan minum obat terjadi pada keadaan :
 Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
 Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering
 Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-
lain)
 Pemberian obat dalam jangka panjang (mis : DM, hipertensi)
 Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lain-
lain.
 Timbul efek samping (mis : ruam kulit, nyeri lambung) atau
ikutan (urin menjadi nerah karena minum rifampisin) Nasional →
TBC tanpa supervise → gagal
6. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
Respon terhadap efek obat sangat beragam → teofilin dan
aminoglikosida pada kelainan ginjal pemberian aminoglokosida →
hindarkan → nefrotoksik meningkat.

3
Yang perlu dipertimbangkan :
 ß-blocker (mis : propanol) → tidak diberikan pada hipertensi
yang mempunyai riwayat asma → bronkospasmus
 Anti inflamasi non steroid sebaiknya dihindarai pada penderita
asma → mencetuskan serangan asma.
 Simetidin, klorpropamid, aminoglikosida, alopurinal pada usia
lanjut ekstra hati-hati oleh karena waktu paruh memanjang secara
bermakna → efek toksik meningkat pada pemberian secara
berulang.
 Peresapan kunilon (mis : siproloksaksin, afloksasin, tetrasiklin,
doksisiklin dan metronidazol pada ibu hamil → dihindari (efek
buruk pada janin yang dikandungnya)

7. Tepat pemberian informasi


→ Rifampison → urin berwarna merah
Antibiotika → harus diminum sampai habis (1 course of
treatmen)

8. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut


Contoh :
 Teofilin sering gejala tahikardi, jika terjadi dosis tinjau
ulang/obatnya diganti
 Syok anafilaksis pemberian injeksi adrenali yang kedua perlu
segera dilakukan , jika yang pertama respons sirkulasi
kardiovaculer belum seperti yang diharapkan.
3. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi yang
jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru serta harga
yang mahal → contoh ketidakrasionalan peresepan.
Tidak rasional → dampak negatif yang diterima oleh pasien >>
dari manfaatnya. Dampak negatif (efek samping dan resistensi kuman)
dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau) dampak social (ketergantungan
pasien terhadap intervensi obat).

4
Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (cirri-ciri) :
1. Peresepan berlebih (over prescribing)
Yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
penyakit yang bersangkutan. Contoh :
 Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya
disebabkan oleh virus).
 Pemberian obat dengan dosis >> dari yang dianjurkan.
 Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit tersebut.
2. Peresepan kurang (under prescribing)
Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya
diperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh :
o Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia
o Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare
3. Peresepan majemuk (multiple prescribing)
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk suatu indikasi
penyakit yang sama, pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit
yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
Contoh : pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek, berisi
:
a. Amoksilin,
b. Parasetamol,
c. GG
d. Deksametason,
e. CTM, dan
f. Luminal

4. Peresepan salah (incorrect prescribing)


Pemberian obat untuk indikasi yang keliru, resiko efek samping
Contoh :
Pemberian antibiotic golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan
Ofloksasin) untuk wanita hamil.
Meresepkan Asam Mefenamat untuk demam pada anak < 2 tahun.

5
Contoh lain ketidakrasionalan penggunaan obat dalam praktek
sehari-hari:
1. Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapi obat
Contoh : Pemberian Robaransia untuk perangsang nafsu
makan pada anak interverensi gizi jauh lebih bermanfaat
2. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit.
Contoh : Pemberian Injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegel
linu
3. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan aturan
Contoh : - Pemberian Ampisilin setelah makan
- Frekuensi Pemberian Amoksilin 4 x sehari, bukannya 3 x
4. Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas >> sementara
obat lain dengan mamfaat yang sama tetapi jauh lebih aman
tersedia.
Contoh : Pemakaian antibiotik golongan Aminoglikosida pada penderita
usia lanjut → resiko ototolsik dan nefrotoksik, sementara
antibiotik lain yang aman tersedia.
5. Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan
mutu yang sama dan harga lebih murah tersedia
Contoh : Peresepan obat paten relative mahal, padahal ada obat generik
murah, manfaat sama
6. Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah kemanfaatan dan
keamanannya
Contoh : Obat baru yang belum teruji manfaat, keamanannya sementara
obat lain telah teruji tersedia.
7. Penggunaan obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan/persepsi
yang keliiru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan
Contoh : Kebiasaan pemberian infeksi Roboransia → penderita dewasa
akan mendorong selalu meminta diinjeksi jika datang dengan
keluhan yang sama.

6
Contoh penggunaan obat yang tidak rasional
 Pemberian injeksi B12 untuk keluhan pegel linu
 Pemberian puyer berisi campuran antibiotic dan obat
simtomatik
 Pemberian ampisilin 3 x sehari, sesudah makan
 Pemberian antibiotic untuk ISPA non pneumonia

4. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional


Dampak negative beragam dan bervariasi (efek samping dan biaya
mahal) yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik terterntu ),
mutu pelayanan secara umum.

Secara ringkas dampak negative meliputi :


1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan
2. Dampak terhadap biaya pengobatan
3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang
tidak diharapkan.
4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat
5. Dampak psikosisial

1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan


Menghambat upaya penurunan angka morboditas dan mortalitas
penyakit. Contoh : Penyakit diare akut non spesifik umumnya mendapat
antibiotik dan obat injeksi sementara → pemberian oralit (yang lebih
dianjurkan) → kurang banyak dilakukan resiko terjadinya dehidrasi
pada anak → membahayakan keselamatan.
ISPA non pneumonia pada anak umumnya mendapat antibiotik
yang sebenarnya tidak perlu. Tidak mengherankan angka kematian
banyi dan balita akibat ISPA dan diare masih cukup tinggi di Indonesia.

2. Dampak terhadap biaya pengobatan


o Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas

7
o Pemakaian obat sama sekali → tidak memerlukan terapi obat,
merupakan pemborosan dan membebani pasien.
o Peresepan obat mahal, ada murah → antibiotik.
Contoh : ISPA non pneumonia → antibiotic.
3. Dampak terhadap kemungkinan Efek Samping dan efek lain yang tidak
diharapkan
Contoh : - Resiko terjadinya penularan penyakit (misal:hepatitis dan
HIV) meningkat pada penggunaan injeksi yang tidak lege
artis (mis : 1 jarum suntik digunakan untuk >> dari 1 pasien)
- Kebiasaan memberikan injeksi → meningkatkan syok
anafilaksis
- Resiko efek samping meningkat secara konsisten →
banyaknya jenis obat yang diberikan pasien → nyata pada
usia lanjut. Kelompok usia ini → 1 diantara 6 penderita.
- Terjadi resistensi kuman → antibiotic berlebih (over
prescribing), kurang (under prescribing), pemberian yang
bukan indikasi (missal : oleh virus)
4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat
Dari studi dasar yang dilakukan oleh bagian farmakologi FK
UGM bekerja sama dengan Dirjen POM Depkes RI 1997 – 1998 >> 80
% keluhan demam, batuk dan pilek → antibiotik rata-rata 3 hari
pemberian → keluhan puskesmas tidak cukup ketersediaan antibiotic,
akibatnya pasien menderita infeksi bakteri → antibiotik sudah tidak
tersedia. Selanjutnya yang terjadi pasien → antibiotik yang bukan
menjadi “drug of choice” dari infeksi tersebut.

8
Terdapat 2 masalah utama
a. Seolah-olah mutu ketersediaan obat sangat jauh dari memadai.
Padahal yang terjadi → antibiotic telah dibagi rata kesemua pasien
yang sebenarnya tidak memerlukan.
b. Dengan mengganti jenis antibiotik → tidak sembuh pasien (karean
antibiotik yang diberikan mungkin tidak memiliki spektrum anti
bakteri untuk penyakit tersebut (missal : Pneumonia →
metronidazole) atau penyakit → parah → meninggal.
Ketidakrasionalan pemberian obat → berpengaruh buruk
bagi pasien.
Pengaruh buruk dapat berupa :
Ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi
yang keliru terhadap pengobatan
Contoh yang banyak dijumpai sehari-hari :
 Kebiasaan dokter/petugas kesehatan → injeksi → memuaskan
pasien → dikaji ulang → oral lebih aman dari injeksi. Resiko >>
pemberian tidak lege artis (menggunakan satu jarum secara
berulang-ulang).
 Tentunya kenyakinan pada masyarakat → injeksi pengobatan
terbaik yang selalu dianjurkan/ditawarkan oleh dokter atau
petugas.
 Memberikan Roboransi pada anak → merangsang nafsu makan →
keliru, motivasi orang tua → makan bergizi apalagi anak sakit.
 Pemberian subtitusi terapi pada diare.
Diare → oralit (benar → tidak dianjurkan)
Diare akukt non spesifik → injeksi, antibiotic (tidak diperlukan)

Jika penggunaan obat tidak rasional


1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat
2. Resiko efek samping dan resistensi
3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin
4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk
5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada
masyarakat

9
5. Upanya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Dikelompokkan dalam beberapa hal
1. Upaya pendidikan (educational strategies)
 Pendidikan selama masa kuliah (pre-service)
 Sesudah menjalankan prkatek kepropesian (past-service)
 Pendidikan past-service antara lain :
 Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education)
 Informasi pengobatan (academic based detailing)
 Seminar-seminar, buletin dan lain-lain
 Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi :
 Materi cetak buletin, pedoman pengobatan
 Pendidikan tatap muka (face to face education) : kuliah
penyegaran, seminar.
 Media lain : televise, video dan lain-lain.
2. Upaya peningkatan pengelolaan (managerial strategies)
 Pengendalian kecukupan obat → system informasi manajemen
obat → LP – LPO
 Perbaikan sistim suplai melalui penerapan → DOEN
 Pembatasan system peresepan dan dispensing obat → buku
pedoman penggunaan obat, dan lain-lain.
3. Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Sifatnya mengikat secara formal serta memiliki kekuatan hukum.
Contoh : Obat yang beredar harus teregistrasi, keharusan pemakaian
obat jenerik dan lain-lain.
4. Informasi / sumber-sumber informasi
Upaya informasi
- Intervensi informasi bagi dokter.
Informasi ilmiah → menunjang praktek keprofesian bebas dari
pengaruh promosi industry farmasi.
- Intervensi apoteker → mengenai obat
- Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat
→ mentaati upaya pengobatan

10
Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain :
1. Penyakit yang diderita
2. Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan
3. Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat
4. Kemungkinan resiko efek samping
5. Cara penanggulangan efek samping
6. Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum
memberikan hasil yang diharapkan
7. Informasi yang harus dilakukan, selain pengobatan yang diberikan
seperti : banyak minum bagi penderita demam, istirahat dan makan
minum secukupnya → common cold.

Jangan memberikan injeksi bila :


1. Tanpa indikasi yang jelas
2. Tidak dapat menyediakan satu jarum untuk satu pasien
3. Tidak dapat menyediakan adrenalin dan cartison di samping obat
suntik yang ada
4. Tidak mengetahui cara penangaaanan syok anafilaksis.

6. Pedoman Pengobatan
a. Yaitu suatu perangkat ilmiah yang dapat digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan pengobatan. Pedoman pengobatan hanya memuat
pilihan utama dan alternatif yang telah terbukti memberikan mamfaat
yang maksimal bagi pasien dengan risiko yang minimal.
b. Pedoman pengobatan sangat diperlukan sebagai salah satu pegangan
dalam pengambilan keputusan terapetika, karena pedoman
pengobatan pada dasarnya menganjurkan pilihan terapi utama dan
altrnartif yang sudah terbukti kemanfaatan (efficacy) dan
keamanannya (safety) untuk masing-masing kondisi penyakit.

11
c. Dengan menggunakan pedoman pengobatan maka :
a. Pasien hanya akan menerima pilihan obat yang baik (paling
bermanfaat, aman, ekonomik dan rasional serta tersedia setiap
saat diperlukan).
b. Pelaksanaan pengobatan mencerminkan standard keprofesian
yang tinggi.
c. Kesediaan setiap obat lebih terjamin.
d. Pelaksanaan program pengobatan lebih efisien.
e. Secara formal memberi pengamanan hukum bagi dokter.

7. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional


1. Tujuan Pemantauan Penggunaan Obat yang Rasional
Untuk menilai apakah kenyataan praktek penggunaan obat
yang dilakukan telah sesuai dengan pedoman yang disepakati
2. Manfaat Pemantauan
o Dengan pemantauan ini dapat dideteksi adanya kemungkinan
pemakaian obat yang berlebih (over prescribing), kurang
(under prescribing), boros (extravagant prescribing), maupun
tidak tepat incorrect prescribing).
o Perencanaan obat
3. Cara Melakukan Pemantauan Penggunaan Obat
Secara langsung → anamnesis → sampai penyerahan obat.
4. Apa yang Dipantau
o Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symstoms/sings),
diagnosis dan pengobatan yang diberikan
o Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan
yang ada
o Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotic untuk
ISPA non peneumonia)
o Praktek polyfarmasi
o Ketepatan indikasi
o Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian.

12
o Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan
pemberian injeksi pada diare).
5. Pencatatan/Pelaporan
a. Status Pasien
b. Register harian
6. Supervisi
o Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan
obat, pencatatan serta pelaporan
o Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar
senantiasa meningkatkan kemapuan dan keterampilan mereka
dalam rangka pemakaian obat tradisional
7. Monitoring dan Evaluasi
a. Indikator Peresepan
Empat parameter utam ayang akan dinilai dalam monitoring
dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
o Penggunaan standar pengobatan
o Proses pengobatan (Penerapan SOP)
o Ketepatan diasnostik
o Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan
Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indicator
penggunaan obat :
o Rata-rata jenis obat per kasus
o Presentase penggunaan obat antibiotik
o Presentase penggunaan injeksi.
b. Pengumpulan Data Peresepan
c. Cara Pengisian
d. Pengolahan/Penyajian Data
e. Pengiriman Laporan

13
Indikator Penggunaan Obat (WHO)
Dalam melakukan idetifiaksi masalah maupun melakukan
monitoring dan evaluasi FOR, WHO menyusun indikator sebagai berikut :
1. Indikator inti
a. Indikator peresepan
o Rerata jumlah item dalam tiap resep
o Persentase peresepan dengan nama jenerik
o Persentase peresepan dengan antibiotic
o Persentase peresepan dengan suntikan
o Persentase peresepan yang sesuai dengan DOEN
b. Indikator Pelayanan
o Rerata waktu konsultasi
o Rerata waktu penyerahan obat
o Persentase obat yang sesungguhnya diserahkan
o Persentase obat yang di label secara adekuat.
c. Indikator Fasilitas
o Pengetahuan pasien mengenai dosis yang benar
o Ketersediaan DOEN
o Ketersediaan key drugs.
2. Indikator Tamabahan
Indikator ini tidak kurang pentingnya dibanfdingkan dengan inti,
namuan sedring kali dapat diperguanakan sulit diperoleh atau interpretasi
terhadap data tersebut mungkin syarat muatan local :
o Persentase pasien yang diterapi tanpa obat
o Rerata biaya obat tanpa peresepan
o Persentase biaya utnuk antibiotik
o Persentase biaya untuk suntikan
o Persentase sesuai dengan pedoman pengobatan
o Persentase pasien yang puas dengan pelanyanan yang diberikan
o Persentase fasilitas persiapan yang mempunyai akses kepada
informasi yang obyektif

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
tenaga kefarmasian. obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk
mengobati psien yang memiliki masalah kesehatan. walaupun obat
menguntungkan pasien dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan
efek yang berbahaya yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat,
memantau respon dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan
berdasarkan pengetahuanStandard Operating Procedure (SOP)
1. Penggunaan Obat Yang Rasional
2. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
3. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
4. Upanya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak
Rasional
5. Pedoman Pengobatan
6. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional

15
DAFTAR PUSTAKA

http://byou28soenarsana.blogspot.com/2009/11/penggunaan-obat-yang-
rasional.html
http://id.scribd.com/doc/111195591/32/Golongan-Obat-Rasional
WHO, Rational Use of Medicine
Yusmaninita, 2009, Rasionalitas Penggunaan Obat
Masalah Penggunaan Obat di Institusi Pelayanan
Kesehatan, www.farklin.com
Rational Use of Antibiotic, www.rationalmedicine.org

16
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Penggunaan Obat Yang Rasional ............................................ 2
1. Standard Operating Procedure (SOP) .............................. 2
2. Penggunaan Obat Yang Rasional ...................................... 2
3. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional ........................... 4
4. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional ........... 7
5. Upanya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang
Tidak Rasional..................................................................... 10
6. Pedoman Pengobatan ......................................................... 11
7. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang
Rasional ................................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

17ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini yang berjudul “Penggunaan Obat yang Rasional” tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing dan semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca, atas kritik dan sarannya, penulis mengucapkan
terimakasih.

Pangkajenne, 8 Desember 2019

Penulis

18i

Anda mungkin juga menyukai