Penjelasan:
1. Antibiotik Beta-Laktam
A) Cephalosporin
First-generation: Cefadroxil (Duricef), Cefazolin (Ancef), Cephalexin (Keflex)
Second-generation: Cefaclor (Ceclor), Cefamandol (Ceradolan), Cefuroxime (Zinacef, Cefoprim)
Third-generation: Cefdinir (Omnicef), Cefditoren (Spectracef), Cefixime (Cefspan), Cefotaxime
(Claforan), Ceftazidime (Fortum), Ceftizoxime (Cefizox), Ceftriaxone (Rocephin), Cefoperazone
Fourth-generation: Cefepime (Maxipime), Cefpirome (Cefrom)
B) Carbapenem
Imipenem, Meropenem (Meronem), Doripenem, Ertapenem
C) Penicillin
Benzylpenicillin (Penicillin G), Fenoksimetil Penicillin (Penicilin V), Ampicillin (Omnipen),
Amoxicillin (Amoxil), Cloxacillin (Meixam), Methicillin, Oxacillin, Carbenicillin, Piperacillin,
Ticarcillin, Dicloxacillin, Nafcillin
TAMBAHAN CATATAN: Apabila alergi beta-laktam, diberi golongan monobaktam -> Aztreonam
2. Aminoglikosida
Amikacin (Amikin), Gentamycin (Garamycin), Neomycin (Mycifradin), Netilmicin (Netromycin),
Streptomycin, Tobramycin (Nebcin), Kanamycin, Dibekacin
4. Makrolida
Erythromycin (Erythrocin), Clarithromycin (Biaxin), Azithromycin (Zithromax), Spiramycin,
Linezolid (Zyvox), Roxythromycin
6. Sulfonamides
Sulfamethoxazole, Sulfadiazine, Sulfasalazine, Sulfisoxazole, Sulfadoxine, Sulfacetamide
8. Folate Inhibitor
Sulfadiazine, Sulfadoxine (Fansidar), Trimethropim-Sulfamethoxazole (Bactrim, Septra)
9. Quinolones
Ciprofloxacin (Ciproxin), Gatifloxacin, Levofloxacin (Levoquin), Moxifloxacin (Avelox), Ofloxacin
(Floxin), Metronidazole (Flagyl), Norfloxacin
1) Infeksi tunggal
Lokasi infeksi: Saluran kemih, saluran nafas, SSP, gastrointestinal, kulit, dll
Tanda infeksi seringkali kurang jelas
Apabila ada infeksi: RR meningkat (normal range: 18-24), suhu tubuh meningkat (>38 oC),
leukositosis (WBC > 12000/microliter), denyut nadi meningkat, terjadi infeksi dengan rubor,
tumor, kalor, dolor
3) Infeksi oportunistik
- Infeksi yang menyerang pasien dengan granulositopenia (Granulosit < 500 mm 3 selama 7 hari)
- Resikonya tinggi pada pasien leukemia yang mendapat kemoterapi, post-transplant yang
mendapat imunosupresan, HIV, dan anemia aplastik
- Pasien granulositopenia sangat rentan terhadap infeksi oleh bakteri enterik gram negatif,
pseudomonas, coccus gram positif, candida, aspergilus, dan jamur lain
- Terapinya meliputi kombinasi antijamur (ketoconazole, fluconazole, itraconazole) dengan
antibiotik aminoglikosida (amikacin, tobramycin, neomycin)
TAMBAHAN CATATAN: Apabila pemberian antibiotik tidak adekuat, fungsi ginjal bisa menurun sehingga
harus dipilih antibiotik yang sesuai
1) Sinergisme.
Contoh: Cefalosforin yang menghambat sintesis dinding sel bakteri dikombinasi dengan quinolone
yang menghambat sintesis DNA bakteri sehingga menghasilkan daya bunuh yang maksimal
Contoh: Ceftazidime + Amikacin akan memperkuat daya bunuh bakteri aerob gram (-) yang biasanya
digunakan untuk pneumonia nosokomial, sepsis, dan demam neutropenia
1) Pemilihan antibiotik yang kurang tepat atau tidak disertai bukti infeksi
2) Kombinasi antibiotik yang kurang tepat
3) Kegagalan terapi antibiotik yang disebabkan karena:
- Pemilihan antibiotik kurang tepat
- Penetrasi antibiotik kurang baik ke tempat infeksi
- Mikroba sudah resisten dengan antimikroba yang diberikan
- Dosis dan lama terapi yang kurang tepat
- Kondisi imun yang kurang baik
- Adanya penyakit penyerta yang tidak terkontrol
4) Penggunaan antibiotik secara berlebihan
5) Peralihan antibiotik IV ke oral yang kurang tepat
6) Penambahan corticosteroid pada pasien yang menggunakan antibiotik
- Kortikosteroid dapat menurunkan demam sehingga menutupi (masking infection sign) tanda-
tanda infeksi.
- Kortikosteroid tidak disarankan pada pasien sepsis dan infeksi berat lainnya
- Kortikosteroid merupakan imunosupresan sehingga dapat memperparah infeksi
- Kortikosterid dapat menyebabkan leukositosis palsu (bukan infeksi) sehingga mempersulit
interpretasi progress dan effectivity dari terapi antibiotik
7) Terapi gagal (sepsis tidak sembuh -> infeksi kronis)
CATATAN TAMBAHAN:
o PERHATIKAN KULTUR KUMAN!! EVALUASI HASIL KULTURNYA!! BERI OBAT YANG SESUAI
o OBATI SESUAI SUMBER INFEKSINYA (COMMUNITY ACQUIRED ATAU HOSPITAL-ACQUIRED)
o PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL, PERPANJANG INTERVAL ATAU TURUNKAN DOSIS
o PENINGKATAN DOSIS AMINOGLIKOSIDA DAN QUINOLONE BOLEH MELEBIHI MIC KARENA
TERMASUK CONCENTRATION-DEPENDENT ANTIBIOTICS
1) Switching antibiotics (IV to oral) dilakukan ketika tanda klinis mulai membaik
2) Antibiotik oral yang dipilih berada pada spektrum dan golongan yang sama dengan antibiotik
IV nya disebut STEP-DOWN THERAPY
3) Peralihan antibiotik IV ke oral pada golongan yang berbeda tapi berada pada spektrum yang
sama disebut SEQUENTIAL THERAPY
4) Dipilih antibiotik oral dengan bioavailabilitas tinggi seperti Amoxicillin, Doxycycline,
Minocycline, TMP-SMX (Trimethropim-Sulfamethoxazole), Azithromycin, Metronidazole,
Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Levofloxacin, dan Clindamycin
5) Penggantian antibiotik dari spektrum luas ke sempit disebut STREAMLINING
Klasifikasi Mikroorganisme:
1. Bakteri.
A) Aerob.
- Gram Positif: Streptococcus, Pneumococcus, Staphylococcus, Bacillus, Corynebacterium,
Listeria
- Gram Negatif: Moraxella, Neisseria, E. Coli, Klebsiella, Shigella, Salmonella, Pseudomonas,
Haemophilus, Legionella, Helicobacter, Citrobacter, Campylobacter, Proteus.
B) Anaerob.
- Gram Positif: Peptococcus, Peptostreptococcus, Clostridium, Propionibacterium Acne
- Gram Negatif: Bacteroides, Fusobacterium, Prevotella
2. Fungi.
- Aspergillus, Candida, Mucor, Tinea, Trichophyton, Coccidioides, Histoplasma, Cryptococcus
3. Virus -> Influenza virus, hepatitis ABCDE, HIV, rubella, herpes, SARS virus, Epstein-Barr virus
4. Chlamydia -> Trachomatis, Pneumoniae, Psittaci
5. Rickettsiae
6. Mycoplasma
7. Spirochetes -> Triponema Pallidum, Borrelia burgdorferi (Lyne disease)
8. Mycobacteria
Dibagi menjadi:
1. FARINGITIS
- Peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitar
- Mikroorganisme penyebab: Streptococcus dan virus (RBV, HSV, EBV)
- Biasanya diderita oeh anak usia 5-15 tahun
- Tanda: Demam tiba-tiba, nyeri tenggorokan, malaise, adenopati servikal
2) Pada pasien dengan alergi penicillin diberi Azithromycin, Clindamycin, Erythromycin, atau
Clarithromycin
CATATAN TAMBAHAN:
2. OTITIS MEDIA
Disebabkan oleh virus, H. Influenzae, S. Pneumoniae, Moraxella catarrhalis
Diberi terapi suportif dulu: Ibuprofen atau paracetamol
Jika tidak ada perbaikan dalam 3 hari, mulai antibiotik
Pilihan antibiotik: Amoxicillin dosis tinggi, Amoxiclav, Clindamycin, atau Ceftriaxone
3. SINUSITIS
- Disebabkan oleh virus, S. Pneumonie H. Influenzae, Moraxella (untuk sinusitis akut)
- Disebabkan oleh S. Aureus dan Anaerobs (untuk sinusitis kronis)
- Terapi suportif untuk sinusitis akut: Nasal dekongestan, Oral dekongestan, Intranasal
corticosteroid.
- Terapi suportif untuk sinusitis kronis: Antihistamin generasi ke 2 dan Amoxicillin. JIKA amoxicillin
gagal, diberi Amoxiclav atau Floroquinolone (Spesifik untuk gram negatif)
4. BRONKHITIS
Disebabkan oleh virus, H. Influenzae, S. Pneumoniae, Moraxella catarrhalis
Terapi suportif untuk bronkhitis akut: Analgesik-antipiretik, antiflu, antihistamin, obat batuk
Terapi untuk bronkhitis kronis:
- Bronkhodilator (beta-2 agonist)
- Inhalasi antikolinergik (ipraptropium bromide)
Antibiotik diberikan jika kultur sputum (+) yaitu:
- Amoxiclav atau cefalosforin atau makrolida atau floroquinolone
5. PNEUMONIAE
Foto thorax berkabut putih dan hasil BTA (-) menandakan ISPA pneumonia
Untuk outpatient yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik selama 3 bulan
terakhir:
- Makrolida -> Azithtromycin 1x500 mg kemudian dilanjutkan dengan 1x250 mg selama 4 hari
atau 1x500 mg selama 3 hari, Level of Evidence: 1 (Strong) from ATS Pneumoniae Guideline
- Pilihan makrolida lainnya: Clarithromycin atau Erythromycin
- Doxycycline 2x100 mg -> Level of Evidence: 3 (Weak) from ATS Pneumoniae Guideline
Untuk outpatient dengan komorbiditas seperti gangguan liver, paru-paru, gagal jantung
kronis, DM, peminum alkohol, ada tumor/kanker, asplenia (gangguan kerja limfe),
immunocompromised atau menggunakan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, obatnya:
- Floroquinolone -> khususnya Levofloxacin 750mg 1x sehari -> ATS Pneumoniae Guideline
- Beta-laktam (Penicillin) + Macrolides -> LEVEL OF EVIDENCE: 1 (STRONG), from ATS
Pneumoniae Guideline)
Untuk hospitalized/inpatient:
- Inpatient Non-ICU yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan
maka obatnya: Makrolida, Doxycycline
- Inpatient Non-ICU dengan komorbiditas seperti gangguan liver, paru-paru, gagal jantung
kronis, DM, peminum alkohol, ada tumor/kanker, asplenia (gangguan kerja limfe),
immunocompromised atau menggunakan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, obatnya:
Makrolida + Amoxiclav/ Cefuroxime/Ceftriaxone, Respiratory Quinolone (Levofloxacin,
Moxifloxacin)
- Inpatient ICU: Ceftriaxone/Cefotaxime/Ampi-Sulbactam + Respiratory Quinolone (Level of
Evidence: 1) atau Azithromycin (Level of Evidence: 2). Kalau pasiennya alergi penisilin, bisa
direkomendasikan Aztreonam (monobaktam) + floroquinolones
- Untuk severe pneumoniae: Respiratory Quinolone, Makrolida + Ceftriaxone/Cefotaxime/
Ampicillin-Sulbactam
- Lama terapi: 5-10 hari
CATATAN TAMBAHAN:
Kalau pasien septic shock dan butuh vasopressor, masuk ICU -> Strong! Level 2 Evidence
Kalau 3 syarat minor criteria terpenuhi, perlu masuk ICU dan butuh high-level monitoring unit!
CARA LAIN UNTUK TAHU PASIEN MASUK INPATIENT ICU OR NON-ICU DAN OUTPATIENT:
CURB-65 dan PSI (Pneumonia Severity Index) -> KOKO SURUH CARI SENDIRI, NICH GUE UDAH!
Durasi pengobatan antibiotik untuk CAP: minimal 5 hari -> Strong! Evidence Level 1
Pasien harus tidak demam (afebrile) selama 48-72 jam dan memenuhi semua kriteria clinical stability
(tidak boleh lebih dari 1 kriteria yang tidak terpenuhi berdasarkan table 10) kalau mau stop terapi ->
Level 2 Evidence! Moderate!
Pasien juga boleh switch dari IV to oral antibiotic kalau sudah stabil -> Level 2 Evidence!
URINARY TRACT INFECTION (UTI) OR INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
GIT INFECTION
SHIGELOSIS
1) Karakteristik: Ada darah pada feses, kram perut, dan tenesmus (nyeri saat BAB)
2) Antibiotik: Cotrimoxazole, Ciprofloxacin, Ceftriaxone, Cefotaxime
3) Azithromycin menjadi pilihan jika resisten
4) Cefixime tidak direkomendasikan
5) Lama terapi 3-5 hari
SALMONELLOSIS
- Inflamasi akut pada kulit yang ditandai adanya swelling, warmth, pain, dan erythema
- Bakteri penyebab: Staphylococcus aureus, Streptococcus P
- Antibiotik: Cloxacillin, Penicillin, Clindamycin, Erythromycin
CATATAN TAMBAHAN:
1) Jangan gunakan antibiotik yang sama jika sudah pernah diberikan dalam 1-3 bulan
2) DRP apabila menggunaan double beta-laktam (contoh: Meropenem dengan Ampicilin-
Sulbactam) -> M1.1 (Tidak ada efek obat)
3) Drug-induced fever: Corticosteroid dan phenytoin
4) Aminoglikosida -> Rentang terapi sempit dan khusus gram negative
5) Antibiotik spesifik untuk gram positif -> Macrolides (Erythromycin, Azithromycin)
6) Mami Lidya Karina pernah bilang begini:
- Nyeri di atas perut, kulit, dan di kaki -> Gram positif
- Nyeri di pencernaan ke bawah dan kulit -> gram negatif
7) Metronidazole digunakanuntuk bakteri anaerob
8) Infeksi nosochomial -> bakteri SAP (Staphylococcus, Acinetibacter, Pseudomonas), perlu
aminoglikosida
9) Streptomycin dapat mengakibatkan gangguan pendengaran
10) Kloramfenikol bisa menyebabkan Gray Baby Syndrome
A) BROAD SPECTRUM
1) Ampicillin and Amoxicillin
- Gram (+) sedikit (1) -> Streptococcus only
- Gram (-) lebih luas + (3) -> E. Coli, P. Mirabilis, dan N. Meningitis
B) NARROW SPECTRUM
1) Clindamycin
- Spesialis anaerob dan all gram positive -> MRSA, MSSA, Streptococcus
2) Glycopeptides (Vancomycin)
- Spesialis all gram positive -> MRSA, MSSA, Streptococcus
3) Metronidazole
- Spesialis untuk bakteri anaerob saja
4) Benzylpenisillin (Penicillin G)
- Hanya untuk gram positif (Streptococcus)
O (Objective) = Data yang berasal dari observasi seperti hasil lab (yang tidak normal saja)
A (Assessment) = Penilaian terhadap problem medis dan obatnya (apakah sudah sesuai)
Ny GH 58 tahun BB 54 kg TB 162 cm MRS dengan keluhan nyeri saat urinasi disertai mual. Pasien
mengaku memiliki riwayat GGK dan DM. ClCr 18 mL/min dan suhu 38 oC, BP 170/100 mmHg. Pasien
didiagnosa ISK dan endapat terapi kotrimoksazol 2 tab/jam, Lisinopri 10mg/24 jam, Diltiazem 30mg/8
jam, aspilet 1 amp/24 jam, Primperan 1 amp/8 jam antasida 1C/8 jam
JAWAB:
- Obat 1: Co-trimoxazole, alasan: Antibiotik tidak adekuat karena terapi ISK pada psien DM dan CKD
harus agresif
- Obat 2: Primperan, alasan: Metoklopramid berpotensi memicu EPS (potential DRP)
1. NATRIUM
- Normal range: 135-145 mEq/L
- < 120 mEq/L (hiponatremia parah) dan > 160 mEq/L (hypernatremia parah) TIDAK BOLEH!!
2. KALIUM
- Normal range: 3.8-5 mEq/L
- Titik kritis: < 2.5 mEq/L dan > 6.5 mEq/L
8. Gula darah
- GDP normal 80-130 mg/dL
- 2 jam PP normal < 180 mg/dL
KASUS 1
Ny U, 58 tahun, BB 85 kg, MRS dengan kaki bengkak, kemerahan, temperature 38 oC, BP 120/90 mmHg,
nadi 90x/menit, GDP: 178 mg/dL. Mengaku memiliki riwayat penyakit DM terkontrol dengan Glucodex
1-0-0 dan Metformin 3x500 mg. Hasil lab 17.200/mm3, Cr 0.8mg/dL, BUN 20mg/dL. Hasil Lab: Na 128
mEq/dL, K (N). Dokter mendiagnosa: Cellulitis. Terapi yang diberikan Ceftriaxon 2x1 g, Metronidazole 3x
500 mg iv, Antrain 3x1 ampul, Levemir 10U.
JAWAB:
O = Kaki bengkak kemerahan, WBC 17200/m 3, suhu 38oC, Na 128 mEq/dL, GDP = 178 mg/dL
Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, kemerahan dan bengkak, WBC (3 hari
sekali saja)
Ny.M, 59 th, BB 60 kg, TB 170 cm yg sdg dirawat pasca stroke mengeluh nyeri pada saat kencing, urine
keruh, temperature 37-38°C. Pasien belum bisa kencing karena pengaruh stroke sehingga terpasang
folley catheter. Lab: Leukosuria, WBC 16.400/mm 3. Dokter mendiagnosa sebagai: UTI. Terapi yang
diberikan Cotrimoxazol 2x1 tab forte, Kalium Diklofenak 3x50mg, Ranitidine 2x150mg.
JAWAB:
A = Problem medis: UTI -> Co-trimoxazole tidak tepat untuk complicated UTI
Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, nyeri saat kencing, WBC (3 hari sekali
saja)
TAMBAHAN CATATAN: Pasien complicated UTI karena ada underlying disease: tidak bisa pipis dan stroke
KASUS 3
Tn YG 42 tahun, MRS karena keluhan diare dengan konsistensi faeces cair 6-7x disertai demam dan kram
perut selama 3 hari. Setelah minum Pocari Sweat, gejala semakin memburuk, faeces disertai darah dan
lendir, frekuensi 10-12x. TTV: temperature 40°C, BP 70/40 mmHg, Nadi 130x/min, Hasil lab: Cr 3,7
mg/dL; BUN 42mg/dL. Dokter mendiagnosa sebagai diare dengan dehidrasi berat.
JAWAB:
S = Diare dg konsistensi faeces cair 6-7x disertai demam dan kram perut selama 3 hari. Setelah minum
Pocari Sweat gejala semakin memburuk, faeces disertai darah dan lendir, frekuensi 10-12x.
O = temp 40°C, BP 70/40 mmHg, Nadi 130x/min, Cr 3,7 mg/dL, BUN 42mg/dL
Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, BP, frekuensi diare, penurunan kram
perut
CATATAN TAMBAHAN:
- Kehilangan cairan diperparah oleh kenaikan suhu tubuh
- Pasien hipervolemia -> perfusi turun, kompensasi: jantung memompa lebih keras sehingga
denyut nadi naik, kadar creatinine naik
- Perlu terapi rehidrasi dengan cairan kristaloid (Ringer Lactate, Ringer Acetat, Normal Saline),
tidak boleh D5W!
- Kram perut -> bakteri anaerob, perlu METRONIDAZOLE!!
KASUS 4
Tn TM 69 tahun MRS dengan keluhan mual muntah. Hasil penelusuran rekam medik menunjukkan
adanya riwayat CKD dan nilai Cr terakhir adalah 7,8 mg/dL; BUN 105 mg/dL, Na 126 mEq/L, K 3.1 mEq/L,
leukosit 13000/mm3. Pasien mengalami febris (temperature 38.5 oC) dan didiagnosa dengan Pneumonia.
Mendapat terapi Ciprofloxacin 3 x 400mg iv. Hari ketiga tampak perbaikan masih minimal.
JAWAB:
S = Mual muntah
O = Cr 7,8 mg/dL ; BUN 105 mg/dL, Na 126 mEq/L, K 3.1 mEq/L, leukosit 13000/mm 3, temperature
38.5oC
A = Problem medis:
KASUS 5
Ny. AM 52 tahun, 62 kg, 159 cm, MRS dengan keluhan sesak nafas dan batuk kering sudah lebih dari 2
minggu. Mengaku memiliki riwayat stroke bleeding 7 tahun lalu. Pasien didiagnosa dengan pneumonia
dan mendapat terapi Ciprofloxacin 2x400 mg iv namun hari ke-11 muncul hasil kultur bahwa ditemukan
kuman MRSA yang sensitif terhadap Vancomycin. Dokter bertanya bagaimana cara pemberian dan
berapa dosisnya? Bagaimana mengatasi “Red Man Syndrome”?
JAWAB:
S = Sesak nafas dan batuk kering sudah lebih dari 2 minggu, riwayat stroke bleeding 7 tahun lalu
A = Problem medis: Ciprofloxacin kurang tepat diberikan untuk kuman MRSA yang sensitif terhadap
Vancomycin
KASUS 7
Tn HM 52 tahun, tampak postur ideal, mendatangi apotek dengan membawa resep Avelox 1 1 kap
sehari No X. Hasil interview, pasien mengaku bahwa diagnosanya adalah radang paru. Pasien berniat
membeli separuh karena tak punya uang yang cukup. Pasien bertanya sbb: Berapa lama saya minum
obat ini supaya sembuh? Apakah saya akan sembuh total? Adakah obat lain yang lebih murah?
JAWAB:
O=-
P = Disarankan Avelox diganti dengan Azithromycin (lebih murah) atau Doxycycline 2x1
Lama terapi 7-10 hari, bisa sembuh jika patuh minum obat
KASUS 8
Tn MK 63 tahun, 60kg, 165 cm, MRS dengan luka di kaki yang agak bau. Pasien mengaku memiliki DM
sudah selama 20 tahun dan obat terakhir Lantus 0-0-12 U dan Glucobay 3x50mg. Hasil pemeriksaan
tanda vital: temp 37,4oC, TD 130/80 mmHg, Nadi 68x/menit. Hasil lab citto: Leukosit 12.700/mm 3, Cr =
1.5 mg/dL, BUN: 20 mg/dL. Apakah obat di atas dapat diteruskan? Antibiotika apa yang dapat dipakai?
Bolehkah menambahkan Metronidazole/AB lain secara topical dengan ditaburkan?
JAWAB:
S = Mengaku memiliki DM sudah selama 20 tahun dan obat terakhir Lantus 0-0-12 U dan Glucobay
3x50mg
Metronidazole -> Oral, perlu melewati fase absorbsi, tidak bisa diberi secara topical, infus juga tidak bisa
KASUS 9
Tn KH 45 tahun, BB 62 kg,TB ± 170 cm MRS dengan keluhan sesak napas, badan panas, mual, batuk
sedikit. Pasien mengaku merokok 1 pak/hari, tidak memiliki hipertensi maupun DM, namun ibunya
memiliki DM. Hasil X-ray dada menunjukkan adanya gambaran pneumonia. Hasil lab sbb leukosit
19.000/mm3, Na 138meq/L, K 3,6 meq/L, GDP 205 mg/dL, 2j PP 245 mg/dL. Pasien selanjutnya
didiagnosa sebagai Pneumonia dengan DM.
JAWAB:
S = Sesak napas, badan panas, mual, batuk sedikit. Pasien mengaku merokok 1 pak/hari, tidak memiliki
hipertensi maupun DM, namun ibunya memiliki DM.
O = Hasil X-ray dada menunjukkan adanya gambaran pneumonia, WBC 19.000/mm 3 , GDP 205 mg/dL, 2j
PP 245 mg/dL
Ny MH 62 tahun, 59 kg, 155 cm, MRS dengan keluhan dada sesak, badan panas, pusing, mual, dan
muntah >3x dalam semalam. Mengaku memiliki riwayat penyakit DM sekitar 20 tahun dan terakhir
sudah mendapat Lantus 16-0-20 U, metformin 3x850 mg. Hasil pemeriksaan lab saat MRS adalah GDA
459 mg/dL; Leukosit 17.000/mm3; Cr 3,5mg/dL; BUN 40mg/dL; Albumin 3,7mg/dL, SGOT/SGPT (N); Na
123 mEq/L; K 2,9 mEq/L. Hasil observasi TTV pada saat MRS adalah: Temp 38.5 oC, Nadi 96x/menit, TD:
170/100 mmHg. Dokter mendiagnosa bahwa pasien mendapat Pneumonia dengan penyakit penyerta
DM dan HT. Hari kedua diperoleh hasil lab Hb 9,8 g%, albuminuria: +++, sehingga diputuskan bahwa
pasien sudah mengalami komplikasi nefropati yang didukung puka hasil USG. Terapi obat yang diberikan
infus RL 2, Insulin 3 x 24 U s.c., Captopril 3x25 mg, Neurobion 5000 1 x 1 amp iv.
JAWAB:
S = Dada sesak, badan panas, pusing, mual, dan muntah >3x dalam semalam. Riwayat penyakit DM
sekitar 20 tahun dan terakhir sudah mendapat Lantus 16-0-20 U, metformin 3x850 mg
O = GDA 459 mg/dL; Leukosit 17.000/mm3; Cr 3,5mg/dL; BUN 40mg/dL; Albumin 3,7mg/dL, Na 123
mEq/L; K 2,9 mEq/L, temp 38.5oC
A = Problem medis:
P = Disarankan untuk diberi insulin bolus, levofloxacin 750 mg, dan infus KCl atau 600 mg tablet KSR
Monitoring GDA, HbA1c, K, temperature, WBC (3x sehari), sesak nafas, mual dan muntah
KASUS 11
Tn JP 62 tahun, BB ± 75kg, TB ± 170cm, MRS dengan keluhan mual, muntah, nyeri pinggang, tidak bisa
kencing, badan panas. Menurut pengakuan istri, Px memiliki penyakit BPH (Benign Prostat Hyperplasia)
dan sebelumnya tidak punya sakit hipertensi maupun DM. Hasil observasi perawat pada saat masuk
menunjukkan temperature 38.2 oC, TD 150/90 mmHg. Hasil lab pada saat masuk adalah sbb: Cr 6,2
mg/dL; BUN 75 mg/dL; Na 122 mEq/L; K 2,8 mEq/L; Asam urat 7,1 mg/dL; Alb (N); GDP 115 mg/dL; 2jPP
(145 mg/dL); leukosit 15.000/mm 3. Pasien didiagnosa sebagai ISK dengan insufisiensi ginjal kemudian
mendapat terapi Cefotaxim 3x1g iv, Lasix inj 1 x 1 amp, Primperan 3 x 1 amp, infus NS dan D5 (2:2). Pada
keesokan harinya perawat melaporkan TD 160/100mmHg, temp 38 oC, Nadi 85x/min, urin 24jam 500 ml.
JAWAB:
S = Mual, muntah, nyeri pinggang, tidak bisa kencing, badan panas. Memiliki penyakit BPH (Benign
Prostat Hyperplasia) dan sebelumnya tidak punya sakit hipertensi maupun DM
O = Temperature 38.2 oC, Cr 6,2 mg/dL; BUN 75 mg/dL; Na 122 mEq/L; K 2,8 mEq/L; Asam urat 7,1
mg/dL; leukosit 15.000/mm3
Monitoring: Temperature, K, WBC (3x sehari), nyeri pinggang, mual dan muntah
KASUS 12
Nn KY 19 tahun, TB =162 cm, BB 62 kg, dirawat dengan diagnosa Tifoid. Terapi yang diberikan adalah
kloramfenikol injeksi 4x500 mg iv, ranitidine 2x150mg iv, primperan 3x1 ampul. Hari keempat diperoleh
hasil lab Hb 8,3 mg/dl, leukosit 2700/mm 3 dan thrombocyt 49.000 (150.000-400.000).
JAWAB:
S=-