Anda di halaman 1dari 27

FARMAKOTERAPI INFEKSI

Peran farmasis dalam penanganan infeksi:

 Memberikan rekomendasi pemilihan antibiotik yang paling tepat


 Memberikan informasi obat terkait penggunaan antibiotik

Langkah pemilihan antibiotik:

1. Terapi empirik (sebelum tahu kultur)


- Ketahui sumber infeksi
- Lacak kemungkinan mikroorganisme
- Pilih antibiotik sesuai mikroorganisme

2. Terapi definitif (setelah tahu kultur)


- Diberikan antibiotik sesuai hasil kultur dan kondisi klinis pasien

Diagram Alur Terapi Antibiotik

Penjelasan:

1. Apabila etiologi tidak diketahui, lanjutan terapi empirik


2. Apabila diketahui patogennya, langsung diberikan antibiotik spektrum sempit
3. Apabila terjadi peningkatan respons klinis, lakukan switch therapy (IV to oral)
4. Apabila tidak ada perubahan, lanjutkan antibiotik IV dan lihat respons klinis berikutnya
5. Selama progres terapi, lakukan tes diagnostik (untuk membantu menentukan antibiotik yang
paling tepat)
Klasifikasi antibakteri/antibiotik:

1. Antibiotik Beta-Laktam
A) Cephalosporin
First-generation: Cefadroxil (Duricef), Cefazolin (Ancef), Cephalexin (Keflex)
Second-generation: Cefaclor (Ceclor), Cefamandol (Ceradolan), Cefuroxime (Zinacef, Cefoprim)
Third-generation: Cefdinir (Omnicef), Cefditoren (Spectracef), Cefixime (Cefspan), Cefotaxime
(Claforan), Ceftazidime (Fortum), Ceftizoxime (Cefizox), Ceftriaxone (Rocephin), Cefoperazone
Fourth-generation: Cefepime (Maxipime), Cefpirome (Cefrom)

B) Carbapenem
Imipenem, Meropenem (Meronem), Doripenem, Ertapenem

C) Penicillin
Benzylpenicillin (Penicillin G), Fenoksimetil Penicillin (Penicilin V), Ampicillin (Omnipen),
Amoxicillin (Amoxil), Cloxacillin (Meixam), Methicillin, Oxacillin, Carbenicillin, Piperacillin,
Ticarcillin, Dicloxacillin, Nafcillin

TAMBAHAN CATATAN: Apabila alergi beta-laktam, diberi golongan monobaktam -> Aztreonam

2. Aminoglikosida
Amikacin (Amikin), Gentamycin (Garamycin), Neomycin (Mycifradin), Netilmicin (Netromycin),
Streptomycin, Tobramycin (Nebcin), Kanamycin, Dibekacin

3. Protein Synthesis Inhibitors


Thiamphenicol, Chloramphenicol (Chloromycetin), Dalfopristin/Quinupristin (Synercid),
Clindamycin (Cleocin)

4. Makrolida
Erythromycin (Erythrocin), Clarithromycin (Biaxin), Azithromycin (Zithromax), Spiramycin,
Linezolid (Zyvox), Roxythromycin

5. Tetracyclines -> Doxycycline, Minocycline, Tetracycline, Oxytetracycline, Chlortetracycline

6. Sulfonamides
Sulfamethoxazole, Sulfadiazine, Sulfasalazine, Sulfisoxazole, Sulfadoxine, Sulfacetamide

7. Glikopeptida -> Vancomycin (Vancocin) dan Bacitracin

8. Folate Inhibitor
Sulfadiazine, Sulfadoxine (Fansidar), Trimethropim-Sulfamethoxazole (Bactrim, Septra)

9. Quinolones
Ciprofloxacin (Ciproxin), Gatifloxacin, Levofloxacin (Levoquin), Moxifloxacin (Avelox), Ofloxacin
(Floxin), Metronidazole (Flagyl), Norfloxacin

10. Antibiotik kombinasi


- Augmentin (Amoxicillin-Klavulanat)
- Unasyn (Ampicillin-Sulbactam)
- Zosyn (Piperacillin-Tazobactam)
- Sulperazon (Cefoperazone-Sulbactam)

Problem medis yang sering terjadi:

1) Infeksi tunggal
 Lokasi infeksi: Saluran kemih, saluran nafas, SSP, gastrointestinal, kulit, dll
 Tanda infeksi seringkali kurang jelas
 Apabila ada infeksi: RR meningkat (normal range: 18-24), suhu tubuh meningkat (>38 oC),
leukositosis (WBC > 12000/microliter), denyut nadi meningkat, terjadi infeksi dengan rubor,
tumor, kalor, dolor

TAMBAHAN CATATAN DARI MATERI ANKLIN MAMI LIDYA KARINA:

 Suhu > 38oC (DEMAM) atau T < 36oC (Tanda-tanda sepsis).


 Denyut jantung > 90x per menit.
 PaCO2 < 32 mmHg.
 Leukosit > 12000/microliter atau < 4000/Ml, bentuk mature > 10%.

MINIMAL TERPENUHI 2 DARI 4 TANDA DI ATAS MENUNJUKKAN ADANYA INFEKSI!!

2) Fever of unknown origin.


 Demam dengan suhu > 38.3oC yang tidak diketahui sebabnya lebih dari 1 minggu atau lebih
dari 3 kali kunjungan pada pasien rawat jalan.
 Penyebabnya adalah infeksi, neoplasma, penyakit autoimun, ataupun tidak terdiagnosis.
 Terapi trial nya menggunakan anti TB (pada manula) dan antibiotik spektrum luas
 Penggunaan corticosteroid tidak disarankan karena dapat menekan demam pada dosisi yang
cukup tinggi dan dapat memperparah infeksi

3) Infeksi oportunistik
- Infeksi yang menyerang pasien dengan granulositopenia (Granulosit < 500 mm 3 selama 7 hari)
- Resikonya tinggi pada pasien leukemia yang mendapat kemoterapi, post-transplant yang
mendapat imunosupresan, HIV, dan anemia aplastik
- Pasien granulositopenia sangat rentan terhadap infeksi oleh bakteri enterik gram negatif,
pseudomonas, coccus gram positif, candida, aspergilus, dan jamur lain
- Terapinya meliputi kombinasi antijamur (ketoconazole, fluconazole, itraconazole) dengan
antibiotik aminoglikosida (amikacin, tobramycin, neomycin)

4) Infeksi dengan penyakit penyerta.


A) Diabetes Mellitus.
- Gula darah merupakan salah satu MARKER infeksi (kadarnya akan naik)
- Apabila pasien infeksi + DM akan sulit untuk mengamati karena gula darahnya sudah tinggi
- Hiperglikemia menyebabkan imunosupresi
- Kunci penatalaksanaan: Terapi hiperglikemia hingga GDP < 200 mg/dL
B) Gagal ginjal.
- Infeksi pneumonia dan ISK sering terjadi pada pasien dengan GGA maupun GGK
- Diberikan antibiotik parenteral untuk pasien GGA dan GGK
- Sedapat mungkin hindari aminoglikosida, namun penggunaannya diharuskan apabila infeksi
memburuk
C) Chronic Liver Disease (CLD).
- Infeksi SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) sering terjadi pasien CLD
- Pilihan terapi: Cefalosforin generasi ke 3 atau Quinolone dikombinasi dengan penambahan
albumin parenteral karena potensia terjadi sepsis dan encephalopathy hepatic
D) Infeksi sebagai penyakit penyerta.
- Biasanya infeksi nosochmial dengan sumber infeksi adalah paru (pneumonia), saluran kemih
(ISK), dan kulit (thrombophlebitis, cellulitis)
- Cefalosforin generasi ke 3 atau 4 + Amikacin/Tobramycin)
E) Critically Ill.
- Beresiko tinggi terkena infeksi karena kegagalan sistem imun
- Apabila sepsis, diperlukan kombinasi antibiotik untuk mengcover gram negatif dan positif
F) Immunocompromised.
- Pasien dengan satu atau lebih kecacatan dalam mekanisme pertahanan tubuh alami yang
menyebabkan resiko infeksi meningkat
- Diberi levofloxacin 500 mg oral atau iv pada pasien dengan neutrophil < 500/microliter
- Bila ada demam, diperlukan kultur dan antijamur (ketoconazole, fluconazole, itraconazole)
dapat diberikan
- Apabila demam masih berlanjut dalam 48-72 jam, antibiotik diganti ke spektrum luas seperti
Cefepime
- Bila panas menetap, diberi meropenem dengan atau tanpa amikacin/tobramycin
G) Superinfeksi.
- Terjadi akibat pemakaian antibiotik spectrum luas dalam jangka waktu lama
- Penyebab utama adalah jamur
- Diberi antijamur parenteral -> Fluconazole 2x200 mg pada hari pertama dan selanjutnya 1x100
mg), pengobatan dapat dihentikan setelah demam turun

TAMBAHAN CATATAN: Apabila pemberian antibiotik tidak adekuat, fungsi ginjal bisa menurun sehingga
harus dipilih antibiotik yang sesuai

Tujuan dilakukan terapi kombinasi antibiotik:

1) Sinergisme.

Contoh: Cefalosforin yang menghambat sintesis dinding sel bakteri dikombinasi dengan quinolone
yang menghambat sintesis DNA bakteri sehingga menghasilkan daya bunuh yang maksimal

2) Memperkuat daya bunuh terhadap bakteri tertentu.

Contoh: Ceftazidime + Amikacin akan memperkuat daya bunuh bakteri aerob gram (-) yang biasanya
digunakan untuk pneumonia nosokomial, sepsis, dan demam neutropenia

3) Memperluas cakupan antibiotik -> Contoh: Ceftriaxone + Metronidazole.


- Ceftriaxne: Aerob gram (+) sedikit dan aerob gram (-) luas
- Metronidazole: Anaerob gram (+) dan anaerob gram (-)

4) Mencegah terjadinya resistensi.

DRP (Drug-Related Problem) yang sering terjadi:

1) Pemilihan antibiotik yang kurang tepat atau tidak disertai bukti infeksi
2) Kombinasi antibiotik yang kurang tepat
3) Kegagalan terapi antibiotik yang disebabkan karena:
- Pemilihan antibiotik kurang tepat
- Penetrasi antibiotik kurang baik ke tempat infeksi
- Mikroba sudah resisten dengan antimikroba yang diberikan
- Dosis dan lama terapi yang kurang tepat
- Kondisi imun yang kurang baik
- Adanya penyakit penyerta yang tidak terkontrol
4) Penggunaan antibiotik secara berlebihan
5) Peralihan antibiotik IV ke oral yang kurang tepat
6) Penambahan corticosteroid pada pasien yang menggunakan antibiotik
- Kortikosteroid dapat menurunkan demam sehingga menutupi (masking infection sign) tanda-
tanda infeksi.
- Kortikosteroid tidak disarankan pada pasien sepsis dan infeksi berat lainnya
- Kortikosteroid merupakan imunosupresan sehingga dapat memperparah infeksi
- Kortikosterid dapat menyebabkan leukositosis palsu (bukan infeksi) sehingga mempersulit
interpretasi progress dan effectivity dari terapi antibiotik
7) Terapi gagal (sepsis tidak sembuh -> infeksi kronis)

CATATAN TAMBAHAN:

o PERHATIKAN KULTUR KUMAN!! EVALUASI HASIL KULTURNYA!! BERI OBAT YANG SESUAI
o OBATI SESUAI SUMBER INFEKSINYA (COMMUNITY ACQUIRED ATAU HOSPITAL-ACQUIRED)
o PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL, PERPANJANG INTERVAL ATAU TURUNKAN DOSIS
o PENINGKATAN DOSIS AMINOGLIKOSIDA DAN QUINOLONE BOLEH MELEBIHI MIC KARENA
TERMASUK CONCENTRATION-DEPENDENT ANTIBIOTICS

PRINSIP SWITCHING ANTIBIOTICS:

1) Switching antibiotics (IV to oral) dilakukan ketika tanda klinis mulai membaik
2) Antibiotik oral yang dipilih berada pada spektrum dan golongan yang sama dengan antibiotik
IV nya disebut STEP-DOWN THERAPY
3) Peralihan antibiotik IV ke oral pada golongan yang berbeda tapi berada pada spektrum yang
sama disebut SEQUENTIAL THERAPY
4) Dipilih antibiotik oral dengan bioavailabilitas tinggi seperti Amoxicillin, Doxycycline,
Minocycline, TMP-SMX (Trimethropim-Sulfamethoxazole), Azithromycin, Metronidazole,
Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Levofloxacin, dan Clindamycin
5) Penggantian antibiotik dari spektrum luas ke sempit disebut STREAMLINING

Efek samping umum dari antibiotik:

 Skin rash, urticaria -> Golongan beta-laktam dan ciprofloxacin


 STEVEN-JOHNSON SYNDROME -> CO-TRIMOXAZOLE
 Drug-induced hepatitis -> Rifampicin, INH, Flucloxacillin, Ceftriaxone
 Drug-induced renal disease -> Aminoglikosida, Acyclovir
 Drug-induced hematology anomaly -> Chloramphenicol, Ampicillin, Penicillin
 RED-MAN SYNDROME -> VANCOMYCIN

Klasifikasi Mikroorganisme:

1. Bakteri.
A) Aerob.
- Gram Positif: Streptococcus, Pneumococcus, Staphylococcus, Bacillus, Corynebacterium,
Listeria
- Gram Negatif: Moraxella, Neisseria, E. Coli, Klebsiella, Shigella, Salmonella, Pseudomonas,
Haemophilus, Legionella, Helicobacter, Citrobacter, Campylobacter, Proteus.
B) Anaerob.
- Gram Positif: Peptococcus, Peptostreptococcus, Clostridium, Propionibacterium Acne
- Gram Negatif: Bacteroides, Fusobacterium, Prevotella

2. Fungi.
- Aspergillus, Candida, Mucor, Tinea, Trichophyton, Coccidioides, Histoplasma, Cryptococcus

3. Virus -> Influenza virus, hepatitis ABCDE, HIV, rubella, herpes, SARS virus, Epstein-Barr virus
4. Chlamydia -> Trachomatis, Pneumoniae, Psittaci
5. Rickettsiae
6. Mycoplasma
7. Spirochetes -> Triponema Pallidum, Borrelia burgdorferi (Lyne disease)
8. Mycobacteria

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN

Dibagi menjadi:

- ISPA atas -> Otitis media, Sinusitis, Faringitis


- ISPA bawah -> Bronchitis, Bronchiolitis, Pneumonia, Tuberculosis

1. FARINGITIS
- Peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitar
- Mikroorganisme penyebab: Streptococcus dan virus (RBV, HSV, EBV)
- Biasanya diderita oeh anak usia 5-15 tahun
- Tanda: Demam tiba-tiba, nyeri tenggorokan, malaise, adenopati servikal

PENATALAKSANAAN TERAPI FARINGITIS:

A) Pada pasien dengan bakteri non-streptococcus


 JANGAN BERI ANTIBIOTIK DULU!
 Cukup diberi analgesik, antiflu, lozenges, obat kumur, dan mukolitik
 Tanda dan gejala biasanya hilang setelah 4 hari
B) Pada pasien dengan bakteri streptococcus grup A
 Biasanya demam sampai 40oC sehingga perlu analgesik (paracetamol)
 Lozenges dan obat kumur juga diperlukan
 WAJIB DIBERIKAN ANTIBIOTIK!
ANTIBIOTIC OF CHOICE FOR PHARYNGITIS WITH GROUP A STREPTOCOCCUS!!

1) Golongan penicillin dan derivatnya + beta-laktam

Contoh: Amoxicillin atau Amoxiclav, Penicillin G atau V, Sefalosporin golongan 1 (Cefalexin,


Cefadroxil) dan golongan 2

2) Pada pasien dengan alergi penicillin diberi Azithromycin, Clindamycin, Erythromycin, atau
Clarithromycin

CATATAN TAMBAHAN:

- Clindamycin SPESIALIS untuk mengatasi gram positif + anaerob


- Erithromycin beresiko gangguan lambung dan interaksi dengan theophylline, obat kontrasepsi,
fenitoin dan fluconazole
- Lama terapi 3-6 hari
- Kortikosteroid efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien faringitis, namun tidak boleh
diberi jangka panjang karena beresiko menutupi tanda infeksi (masking infection sign),
menekan sistem imun, dan menyebabkan leukositosis palsu
- Terapi suportif lainnya: Acetylcystein dan Carbocystein (aman untuk anak > 2 tahun)

2. OTITIS MEDIA
Disebabkan oleh virus, H. Influenzae, S. Pneumoniae, Moraxella catarrhalis
Diberi terapi suportif dulu: Ibuprofen atau paracetamol
Jika tidak ada perbaikan dalam 3 hari, mulai antibiotik
Pilihan antibiotik: Amoxicillin dosis tinggi, Amoxiclav, Clindamycin, atau Ceftriaxone

3. SINUSITIS
- Disebabkan oleh virus, S. Pneumonie H. Influenzae, Moraxella (untuk sinusitis akut)
- Disebabkan oleh S. Aureus dan Anaerobs (untuk sinusitis kronis)
- Terapi suportif untuk sinusitis akut: Nasal dekongestan, Oral dekongestan, Intranasal
corticosteroid.
- Terapi suportif untuk sinusitis kronis: Antihistamin generasi ke 2 dan Amoxicillin. JIKA amoxicillin
gagal, diberi Amoxiclav atau Floroquinolone (Spesifik untuk gram negatif)

4. BRONKHITIS
Disebabkan oleh virus, H. Influenzae, S. Pneumoniae, Moraxella catarrhalis
Terapi suportif untuk bronkhitis akut: Analgesik-antipiretik, antiflu, antihistamin, obat batuk
Terapi untuk bronkhitis kronis:
- Bronkhodilator (beta-2 agonist)
- Inhalasi antikolinergik (ipraptropium bromide)
Antibiotik diberikan jika kultur sputum (+) yaitu:
- Amoxiclav atau cefalosforin atau makrolida atau floroquinolone
5. PNEUMONIAE

Foto thorax berkabut putih dan hasil BTA (-) menandakan ISPA pneumonia

A) CAP (Community Acquired Pneumoniae)


- Didapat bukan dari rumah sakit tapi dari komunitas/lingkungan sekitar
- Inflitrat tampak dengan thorax X-Ray
- Tanda dan gejala: demam tinggi, batuk dengan atau tanpa sputum, dyspnea, nyeri dada,
wheezing, myalgia, rigor, sweats, WBC terlalu tinggi (Leukocytosis) atau terlalu rendah
(Leucopenia
- Faktor resiko: > 65 tahun, asma, PPOK, DM, merokok, CKD, alcohol abuse, CHF,
immunocompromised
- Patogen: S. Pneumoniae, H. Influenzae, H. Pneumoniae, C. Pneumoniae, Legionella

PENATALAKSANAAN TERAPI CAP:

Untuk outpatient yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik selama 3 bulan
terakhir:
- Makrolida -> Azithtromycin 1x500 mg kemudian dilanjutkan dengan 1x250 mg selama 4 hari
atau 1x500 mg selama 3 hari, Level of Evidence: 1 (Strong) from ATS Pneumoniae Guideline
- Pilihan makrolida lainnya: Clarithromycin atau Erythromycin
- Doxycycline 2x100 mg -> Level of Evidence: 3 (Weak) from ATS Pneumoniae Guideline
Untuk outpatient dengan komorbiditas seperti gangguan liver, paru-paru, gagal jantung
kronis, DM, peminum alkohol, ada tumor/kanker, asplenia (gangguan kerja limfe),
immunocompromised atau menggunakan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, obatnya:
- Floroquinolone -> khususnya Levofloxacin 750mg 1x sehari -> ATS Pneumoniae Guideline
- Beta-laktam (Penicillin) + Macrolides -> LEVEL OF EVIDENCE: 1 (STRONG), from ATS
Pneumoniae Guideline)

DARI ATS Guideline Pneumoniae:

 Beta lactamnya bisa pakai high-dose amoxicillin 1g 3x sehari


 Beta lactamnya juga bisa pakai amoxicillin-clavulanate 2g 2x sehari
 Beta lactamnya juga malahan bisa pakai golongan cephalosporin: Ceftriaxone atau
Cefpodoxime atau cefuroxime 500 mg 2x sehari
 Untuk macrolidenya -> Doxycycline, level of Evidence: 2 (Moderate)

- Untuk dugaan aspirasi: Amoxiclav, Clindamycin


- Untuk MRSA positif: WAJIB diberi Vancomycin! Jika resisten, diberi Linezolid! Vancomycin
hanya diberi untuk MRSA saja, tidak boleh untuk gram negative TAPI HATI-HATI karena
vancomycin punya SPECIAL SIDE EFFECT: RED-MAN SYNDROME!
- Untuk daerah yang rentan terjadi infeksi (> 25% rate) dengan high level macrolide-resistant S.
pneumoniae (MIC > = 16 mcg/ml), digunakan obat yang sama seperti pada outpatient dengan
komordibitas (Floroquinolone or beta-laktam + macrolide) -> Evidence Level 3! Moderate (ATS
GUIDELINE)
- Durasi pengobatan 7-10 hari

Untuk hospitalized/inpatient:
- Inpatient Non-ICU yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan
maka obatnya: Makrolida, Doxycycline
- Inpatient Non-ICU dengan komorbiditas seperti gangguan liver, paru-paru, gagal jantung
kronis, DM, peminum alkohol, ada tumor/kanker, asplenia (gangguan kerja limfe),
immunocompromised atau menggunakan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, obatnya:
Makrolida + Amoxiclav/ Cefuroxime/Ceftriaxone, Respiratory Quinolone (Levofloxacin,
Moxifloxacin)
- Inpatient ICU: Ceftriaxone/Cefotaxime/Ampi-Sulbactam + Respiratory Quinolone (Level of
Evidence: 1) atau Azithromycin (Level of Evidence: 2). Kalau pasiennya alergi penisilin, bisa
direkomendasikan Aztreonam (monobaktam) + floroquinolones
- Untuk severe pneumoniae: Respiratory Quinolone, Makrolida + Ceftriaxone/Cefotaxime/
Ampicillin-Sulbactam
- Lama terapi: 5-10 hari

B) HAP (Hospital Acquired Pneumoniae) dan VAP (Ventilator Acquired Pneumonia)


- Didapat dari rumah sakit (kalau HAP) dan dari ventilator (kalau VAP)

PENATALAKSANAAN TERAPI HAP dan VAP:

Untuk early onset (< 5 hari dan no MDR risk):


- Ceftriaxone
- Levofloxacin/Moxifloxacin/Ciprofloxacin
- Ampicillin-Sulbactam
- Karbapenem
Untuk late onset (> 5 hari atau risk factor MDR):
- Ceftazidime or Cefepime + Aminoglikosida or Floroquinolone (Levofloxacin, Ciprofloxacin)
- Piperacillin-Tazobactam + Aminoglikosida or Floroquinolone (Levofloxacin, Ciprofloxacin)
- Bila resisten, diberi VANCOMYCIN!
- Durasi terapi: 7-14 hari (14 hari bila P. Aeruginosa positif)

CATATAN TAMBAHAN:

- Ceftazidime spesialis untuk Pseudomonas


- Risk MDR -> gram negatif dari nosokomial
- ESBLs (Extended-Spectrum Beta-Lactamases) -> bakteri yang memiliki kemampuan bertahan
dari antibiotik beta-laktam (muncul karena penggunaan ceftriaxone)
Untuk menentukan outpatient dan inpatient, kriterianya bisa dilihat dari ATS Pneumoniae Guideline
yang tercantum di bawah ini: O_O

Kalau pasien septic shock dan butuh vasopressor, masuk ICU -> Strong! Level 2 Evidence

Kalau 3 syarat minor criteria terpenuhi, perlu masuk ICU dan butuh high-level monitoring unit!

CARA LAIN UNTUK TAHU PASIEN MASUK INPATIENT ICU OR NON-ICU DAN OUTPATIENT:

CURB-65 dan PSI (Pneumonia Severity Index) -> KOKO SURUH CARI SENDIRI, NICH GUE UDAH!

CURB-65 (C = confusion , U = urea, R = respiratory rate, B = blood pressure , 65 = age)


Skor 0-1: Outpatient, Skor 2: Inpatient non-ICU, Skor 3-5: Inpatient ICU

PSI (Pneumonia Severity Index)


PANDUAN TERAPI CAP UNTUK PASIEN DEWASA BERDASARKAN CURB-65 SCORE (BTS GUIDELINE):

Durasi pengobatan antibiotik untuk CAP: minimal 5 hari -> Strong! Evidence Level 1

Pasien harus tidak demam (afebrile) selama 48-72 jam dan memenuhi semua kriteria clinical stability
(tidak boleh lebih dari 1 kriteria yang tidak terpenuhi berdasarkan table 10) kalau mau stop terapi ->
Level 2 Evidence! Moderate!
Pasien juga boleh switch dari IV to oral antibiotic kalau sudah stabil -> Level 2 Evidence!
URINARY TRACT INFECTION (UTI) OR INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

1) Predisposing factor: Wanita, DM, hamil, disfungsi neurologi, renal diseases


2) Uncomplicated Cystisis (nyeri saat berkemih): TMP-SMZ (3 hari), Floroquinolone (3 hari),
Nitrofurantoin (7 hari), Fosfomycin (1 hari)
3) Pada kehamilan: 7 hari amoxicillin, nitrofurantoin, dan cephalexin, HINDARI TMP-SMZ untuk
trimester 3
4) Uncomplicated Pyelonephritis: TMP-SMZ 14 hari, Floroquinolone 5 hari
5) Complicated UTI: Floroquinolone 5 hari, aminoglikosida, extended-spectrum beta lactam
6) Catheter-related UTI -> symptomatic dengan bakteriuria: diterapi 7-10 hari

GIT INFECTION

1) Bakteri penyebab: Shigella, E. Coli, Salmonella, Clostridium, Staphylococcus


2) ORT (oral rehydration therapy) perlu diberikan
3) Antibiotik -> Tetracyclin, Quinolone, Co-trimoxazol, Chlorampenicol
4) Untuk bakteri Clostridium Difficile -> Diberi Metronidazole
5) Jangan diberi antispasmodik (papaverin), nanti pro-longed fever and diarrhea
6) Kaolin, pectin, attapulgite (adsorbent) dapat digunakan untuk diare

SHIGELOSIS

1) Karakteristik: Ada darah pada feses, kram perut, dan tenesmus (nyeri saat BAB)
2) Antibiotik: Cotrimoxazole, Ciprofloxacin, Ceftriaxone, Cefotaxime
3) Azithromycin menjadi pilihan jika resisten
4) Cefixime tidak direkomendasikan
5) Lama terapi 3-5 hari

SALMONELLOSIS

1) Bila bakteri non-typhoid adalah penyebabnya, disebut GE uncomplicated


2) GE uncomplicated tidak perlu antibiotic
3) GE complicated (disebabkan oleh bakteri thypoid) butuh antibiotic

Pilihan antibiotik: Floroquinolone 7-10 hari, Ceftriaxone, Cefotaxime, Imipenem

SOFT-TISSUE INFECTION (CELULLITIS)

- Inflamasi akut pada kulit yang ditandai adanya swelling, warmth, pain, dan erythema
- Bakteri penyebab: Staphylococcus aureus, Streptococcus P
- Antibiotik: Cloxacillin, Penicillin, Clindamycin, Erythromycin

CATATAN TAMBAHAN:

1) Jangan gunakan antibiotik yang sama jika sudah pernah diberikan dalam 1-3 bulan
2) DRP apabila menggunaan double beta-laktam (contoh: Meropenem dengan Ampicilin-
Sulbactam) -> M1.1 (Tidak ada efek obat)
3) Drug-induced fever: Corticosteroid dan phenytoin
4) Aminoglikosida -> Rentang terapi sempit dan khusus gram negative
5) Antibiotik spesifik untuk gram positif -> Macrolides (Erythromycin, Azithromycin)
6) Mami Lidya Karina pernah bilang begini:
- Nyeri di atas perut, kulit, dan di kaki -> Gram positif
- Nyeri di pencernaan ke bawah dan kulit -> gram negatif
7) Metronidazole digunakanuntuk bakteri anaerob
8) Infeksi nosochomial -> bakteri SAP (Staphylococcus, Acinetibacter, Pseudomonas), perlu
aminoglikosida
9) Streptomycin dapat mengakibatkan gangguan pendengaran
10) Kloramfenikol bisa menyebabkan Gray Baby Syndrome

Spektrum Antibiotik (Buku FarKlin Bu Widyati halaman 78):

A) BROAD SPECTRUM
1) Ampicillin and Amoxicillin
- Gram (+) sedikit (1) -> Streptococcus only
- Gram (-) lebih luas + (3) -> E. Coli, P. Mirabilis, dan N. Meningitis

2) Sefalosforin generasi 1 (Cefazolin dan Cefalexin)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) lebih luas + (3) -> E. Coli, Klebsiella, dan P. Mirabilis

3) Sefalosforin generasi 2 (Cephotetan dan Cephoxitin)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) lebih luas + (3) -> E. Coli, Klebsiella, dan P. Mirabilis
- Tambahan: Kerja pada anaerob

4) Sefalosforin generasi 3 (Ceftriaxone)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) sangat luas (5) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, ESCAPPM, N. Gonorrhoeae dan
meningitis

5) Sefalosforin generasi 3 (Ceftazidime)


- Gram (+) sedikit (1) -> Streptococcus
- Gram (-) luas (4) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, dan Pseudomonas

6) Sefalosfirin generasi 4 (Cefepime)


- Gram (+) sedikit (1) -> Streptococcus
- Gram (-) SUPERIOR (ALL) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, ESCAPPM, N.
Gonorrhoeae dan meningitis

7) Amoxicillin-Klavulanat (Augmentin) DAN Ampicillin-Sulbactam (Unasyn)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) lebih luas + (3) -> E. Coli, Klebsiella, dan P. Mirabilis
- Tambahan: Kerja pada anaerob

8) Piperacillin+Sulbactam (Zosyn) -> MEDIUM ALERT!


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) POWERFUL (6) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, ESCAPPM, N.
Meningitis, kecuali N. Gonorrhoeae
- Tambahan: Kerja pada anaerob

9) Golongan Carbapenem (Ertapenem) -> HIGH ALERT! BOMB!


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) POWERFUL (6) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, ESCAPPM, N. Meningitis, N.
Gonorrhoeae, kecuali Pseudomonas
- Tambahan: Kerja pada anaerob

10) Golongan Carbapenem (Imipenem) -> HIGH ALERT! BOMB!


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) SUPERIOR (ALL) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, ESCAPPM, N.
Gonorrhoeae dan meningitis
- Tambahan: Kerja pada anaerob

11) Quinolones (Ciprofloxacin)


- Gram (+) sedikit (1) -> MSSA
- Gram (-) SUPERIOR (ALL) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, ESCAPPM, N.
Gonorrhoeae dan meningitis

12) Quinolones (Levofloxacin)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) SUPERIOR (ALL) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, ESCAPPM, N.
Gonorrhoeae dan meningitis
- Memberi efek pada bakteri atypical (tidak jelas)

13) Quinolones (Moxifloxacin)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) POWERFUL (6) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, ESCAPPM, N. Meningitis, N.
Gonorrhoeae, kecuali Pseudomonas
- Memberi efek pada bakteri anerob dan atypical (tidak jelas)

14) Macrolides (Azithromycin)


- Gram (+) lebih luas (2) -> MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) sedikit (1) -> N. Meningitis
- Memberi efek pada bakteri atypical (tidak jelas)

15) Tetracyclines (Doxycycline)


- Gram (+) sedikit (1) -> Streptococcus
- Gram (-) lebih luas (2) -> E. Coli dan N. Meningitis
- Memberi efek pada bakteri atypical (tidak jelas)

16) TMP-SMX (Trimetropim-Sulfamethoxazole)


- ALL GRAM POSITIVE -> MRSA, MSSA dan Streptococcus
- Gram (-) sangat luas (5) -> E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, ESCAPPM, dan N. Meningitis

B) NARROW SPECTRUM
1) Clindamycin
- Spesialis anaerob dan all gram positive -> MRSA, MSSA, Streptococcus
2) Glycopeptides (Vancomycin)
- Spesialis all gram positive -> MRSA, MSSA, Streptococcus

3) Metronidazole
- Spesialis untuk bakteri anaerob saja

4) Benzylpenisillin (Penicillin G)
- Hanya untuk gram positif (Streptococcus)

5) Oxacillin dan Naficillin


- Hanya untuk gram positif (Streptococcus dan MSSA)

6) Aminoglycosides (Gentamycin, Tobramycin, Amikacin)


- Hanya untuk gram negatif (E. Coli, Klebsiella, P. Mirabilis, Pseudomonas, dan ESCAPPM)

MENDOKUMENTASIKAN DRP DENGAN FORMAT S-O-A-P

S (Subjective) = Data yang bersumber dari pasien atu keluarganya

O (Objective) = Data yang berasal dari observasi seperti hasil lab (yang tidak normal saja)

A (Assessment) = Penilaian terhadap problem medis dan obatnya (apakah sudah sesuai)

P (Plan) = Rekomendasi obat dan monitoringnya

CONTOH KASUS dari buku FarKlin Bu Widyati halaman 15:

Ny GH 58 tahun BB 54 kg TB 162 cm MRS dengan keluhan nyeri saat urinasi disertai mual. Pasien
mengaku memiliki riwayat GGK dan DM. ClCr 18 mL/min dan suhu 38 oC, BP 170/100 mmHg. Pasien
didiagnosa ISK dan endapat terapi kotrimoksazol 2 tab/jam, Lisinopri 10mg/24 jam, Diltiazem 30mg/8
jam, aspilet 1 amp/24 jam, Primperan 1 amp/8 jam antasida 1C/8 jam

JAWAB:

S = Nyeri saat urinasi disertai mual, riwayat GGK dan DM

O = ClCr 18 mL/min dan suhu 38oC

A = Problem medis: ISK+DM+CKD

- Obat 1: Co-trimoxazole, alasan: Antibiotik tidak adekuat karena terapi ISK pada psien DM dan CKD
harus agresif
- Obat 2: Primperan, alasan: Metoklopramid berpotensi memicu EPS (potential DRP)

P: Disarankan antibiotik diganti engan ampicillin-sulbactam 4x1.5g iv atau cefotaxim/ceftriaxone 2x1g iv


atau ciprofloxacin 2x200 mg iv

Monitoring: Mual, muntah, nyeri saat urinasi, temperature, Cr

Test lab yang diperlukan:

1. NATRIUM
- Normal range: 135-145 mEq/L
- < 120 mEq/L (hiponatremia parah) dan > 160 mEq/L (hypernatremia parah) TIDAK BOLEH!!

2. KALIUM
- Normal range: 3.8-5 mEq/L
- Titik kritis: < 2.5 mEq/L dan > 6.5 mEq/L

3. SGOT/ALT -> Normal range: < 35


4. SGPT/AST -> Normal range: < 35
5. Bilirubin total -> Normal range: < 1 mg/dL
6. GFR -> Normal range: 100-140 mL
7. Asam urat -> Normal: 4-6.8 mg/dL (Titik kritis: > 7 mg/dL)

8. Gula darah
- GDP normal 80-130 mg/dL
- 2 jam PP normal < 180 mg/dL

9. BUN -> Normal: 8-23 mg/dL (Dehidrasi dapat meningkatkan BUN)

10. BUN : SCr ratio -> Normal: < 20:1

11. Kalsium -> Normal range: 9.2-11 mg/dL

12. Leukosit (WBC) -> Normal range: 4500-11000/mm 3

KUMPULAN KASUS INFEKSI BU WIDYATI

KASUS 1

Ny U, 58 tahun, BB 85 kg, MRS dengan kaki bengkak, kemerahan, temperature 38 oC, BP 120/90 mmHg,
nadi 90x/menit, GDP: 178 mg/dL. Mengaku memiliki riwayat penyakit DM terkontrol dengan Glucodex
1-0-0 dan Metformin 3x500 mg. Hasil lab 17.200/mm3, Cr 0.8mg/dL, BUN 20mg/dL. Hasil Lab: Na 128
mEq/dL, K (N). Dokter mendiagnosa: Cellulitis. Terapi yang diberikan Ceftriaxon 2x1 g, Metronidazole 3x
500 mg iv, Antrain 3x1 ampul, Levemir 10U.

JAWAB:

S = Riwayat DM terkontrol dengan glucodex 1-0-0 dan metformin 3x500mg

O = Kaki bengkak kemerahan, WBC 17200/m 3, suhu 38oC, Na 128 mEq/dL, GDP = 178 mg/dL

A = Problem medis: Cellulitis -> Metronidazol belum diperlukan

P = Disarankan antibiotik Metronidazole dihentikan

Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, kemerahan dan bengkak, WBC (3 hari
sekali saja)

CATATAN TAMBAHAN: Metronidazole hanya untuk bakteri anaerob saja


KASUS 2

Ny.M, 59 th, BB 60 kg, TB 170 cm yg sdg dirawat pasca stroke mengeluh nyeri pada saat kencing, urine
keruh, temperature 37-38°C. Pasien belum bisa kencing karena pengaruh stroke sehingga terpasang
folley catheter. Lab: Leukosuria, WBC 16.400/mm 3. Dokter mendiagnosa sebagai: UTI. Terapi yang
diberikan Cotrimoxazol 2x1 tab forte, Kalium Diklofenak 3x50mg, Ranitidine 2x150mg.

JAWAB:

S = Nyeri saat kencing

O = Urine keruh, temperature 37-38°C, WBC 16.400/mm3

A = Problem medis: UTI -> Co-trimoxazole tidak tepat untuk complicated UTI

P = Disarankan Co-trimoxazole dihentikan dan diganti dengan ceftriaxone atau ciprofloxacin

Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, nyeri saat kencing, WBC (3 hari sekali
saja)

TAMBAHAN CATATAN: Pasien complicated UTI karena ada underlying disease: tidak bisa pipis dan stroke

KASUS 3

Tn YG 42 tahun, MRS karena keluhan diare dengan konsistensi faeces cair 6-7x disertai demam dan kram
perut selama 3 hari. Setelah minum Pocari Sweat, gejala semakin memburuk, faeces disertai darah dan
lendir, frekuensi 10-12x. TTV: temperature 40°C, BP 70/40 mmHg, Nadi 130x/min, Hasil lab: Cr 3,7
mg/dL; BUN 42mg/dL. Dokter mendiagnosa sebagai diare dengan dehidrasi berat.

JAWAB:

S = Diare dg konsistensi faeces cair 6-7x disertai demam dan kram perut selama 3 hari. Setelah minum
Pocari Sweat gejala semakin memburuk, faeces disertai darah dan lendir, frekuensi 10-12x.

O = temp 40°C, BP 70/40 mmHg, Nadi 130x/min, Cr 3,7 mg/dL, BUN 42mg/dL

A = Problem medis: Belum diberikan terapi

P = Disarankan diberikan metronidazole dan Ringer Lactate untuk rehidrasi

Monitoring: Efektivitas antibiotik dengan melihat temperature, BP, frekuensi diare, penurunan kram
perut

CATATAN TAMBAHAN:
- Kehilangan cairan diperparah oleh kenaikan suhu tubuh
- Pasien hipervolemia -> perfusi turun, kompensasi: jantung memompa lebih keras sehingga
denyut nadi naik, kadar creatinine naik
- Perlu terapi rehidrasi dengan cairan kristaloid (Ringer Lactate, Ringer Acetat, Normal Saline),
tidak boleh D5W!
- Kram perut -> bakteri anaerob, perlu METRONIDAZOLE!!

KASUS 4

Tn TM 69 tahun MRS dengan keluhan mual muntah. Hasil penelusuran rekam medik menunjukkan
adanya riwayat CKD dan nilai Cr terakhir adalah 7,8 mg/dL; BUN 105 mg/dL, Na 126 mEq/L, K 3.1 mEq/L,
leukosit 13000/mm3. Pasien mengalami febris (temperature 38.5 oC) dan didiagnosa dengan Pneumonia.
Mendapat terapi Ciprofloxacin 3 x 400mg iv. Hari ketiga tampak perbaikan masih minimal.

JAWAB:

S = Mual muntah

O = Cr 7,8 mg/dL ; BUN 105 mg/dL, Na 126 mEq/L, K 3.1 mEq/L, leukosit 13000/mm 3, temperature
38.5oC

A = Problem medis:

- Ciprofloxacin diberikan maksimal 2x400 mg tetapi pasien diberi 3x400mg


- Terapi dengan ciprofloxacin kurang efektif
- Belum diberi terapi untuk hipokalemia

P = Disarankan diberi beta-laktam dengan makrolida dan tablet KSR 600 mg

Monitoring: Temperature, mual muntah, WBC (3 hari sekali)

KASUS 5

Ny. AM 52 tahun, 62 kg, 159 cm, MRS dengan keluhan sesak nafas dan batuk kering sudah lebih dari 2
minggu. Mengaku memiliki riwayat stroke bleeding 7 tahun lalu. Pasien didiagnosa dengan pneumonia
dan mendapat terapi Ciprofloxacin 2x400 mg iv namun hari ke-11 muncul hasil kultur bahwa ditemukan
kuman MRSA yang sensitif terhadap Vancomycin. Dokter bertanya bagaimana cara pemberian dan
berapa dosisnya? Bagaimana mengatasi “Red Man Syndrome”?
JAWAB:

S = Sesak nafas dan batuk kering sudah lebih dari 2 minggu, riwayat stroke bleeding 7 tahun lalu

O = Kultur kuman MRSA yang sensitif terhadap Vancomycin

A = Problem medis: Ciprofloxacin kurang tepat diberikan untuk kuman MRSA yang sensitif terhadap
Vancomycin

P = Disarankan Ciprofloxacin diganti dengan Vancomycin 1000 mg 2x sehari

Monitoring: Sesak nafas, batuk kering, ruam kemerahan

Red Man Syndrome diatasi dengan diphenhydramine

KASUS 7

Tn HM 52 tahun, tampak postur ideal, mendatangi apotek dengan membawa resep Avelox 1 1 kap
sehari No X. Hasil interview, pasien mengaku bahwa diagnosanya adalah radang paru. Pasien berniat
membeli separuh karena tak punya uang yang cukup. Pasien bertanya sbb: Berapa lama saya minum
obat ini supaya sembuh? Apakah saya akan sembuh total? Adakah obat lain yang lebih murah?

JAWAB:

S = Diagnosa radang paru

O=-

A = Pasien tidak mampu membeli obat sepenuhnya

P = Disarankan Avelox diganti dengan Azithromycin (lebih murah) atau Doxycycline 2x1

Monitoring: Radang paru

Lama terapi 7-10 hari, bisa sembuh jika patuh minum obat

KASUS 8

Tn MK 63 tahun, 60kg, 165 cm, MRS dengan luka di kaki yang agak bau. Pasien mengaku memiliki DM
sudah selama 20 tahun dan obat terakhir Lantus 0-0-12 U dan Glucobay 3x50mg. Hasil pemeriksaan
tanda vital: temp 37,4oC, TD 130/80 mmHg, Nadi 68x/menit. Hasil lab citto: Leukosit 12.700/mm 3, Cr =
1.5 mg/dL, BUN: 20 mg/dL. Apakah obat di atas dapat diteruskan? Antibiotika apa yang dapat dipakai?
Bolehkah menambahkan Metronidazole/AB lain secara topical dengan ditaburkan?

JAWAB:

S = Mengaku memiliki DM sudah selama 20 tahun dan obat terakhir Lantus 0-0-12 U dan Glucobay
3x50mg

O = Luka di kaki yang agak bau, leukosit 12.700/mm3

A = Problem medis: Belum mendapat terapi antibiotik

P = Disarankan untuk diberi Ampicillin-Sulbactam atau Ciprofloxacin+Metronidazole atau Amoxicillin inj

Monitoring: Kondisi luka, bau pada luka, WBC (3 hari sekali)

Metronidazole -> Oral, perlu melewati fase absorbsi, tidak bisa diberi secara topical, infus juga tidak bisa

KASUS 9

Tn KH 45 tahun, BB 62 kg,TB ± 170 cm MRS dengan keluhan sesak napas, badan panas, mual, batuk
sedikit. Pasien mengaku merokok 1 pak/hari, tidak memiliki hipertensi maupun DM, namun ibunya
memiliki DM. Hasil X-ray dada menunjukkan adanya gambaran pneumonia. Hasil lab sbb leukosit
19.000/mm3, Na 138meq/L, K 3,6 meq/L, GDP 205 mg/dL, 2j PP 245 mg/dL. Pasien selanjutnya
didiagnosa sebagai Pneumonia dengan DM.

JAWAB:

S = Sesak napas, badan panas, mual, batuk sedikit. Pasien mengaku merokok 1 pak/hari, tidak memiliki
hipertensi maupun DM, namun ibunya memiliki DM.

O = Hasil X-ray dada menunjukkan adanya gambaran pneumonia, WBC 19.000/mm 3 , GDP 205 mg/dL, 2j
PP 245 mg/dL

A = Problem medis: Belum mendapat terapi antibiotik dan DM

P = Disarankan untuk diberi Levofloxacin atau Amoxiclav+Makrolide dan Lantus 0-0-10

Monitoring: Sesak nafas, mual, batuk, WBC (3 hari sekali), GDP, 2j pp


KASUS 10

Ny MH 62 tahun, 59 kg, 155 cm, MRS dengan keluhan dada sesak, badan panas, pusing, mual, dan
muntah >3x dalam semalam. Mengaku memiliki riwayat penyakit DM sekitar 20 tahun dan terakhir
sudah mendapat Lantus 16-0-20 U, metformin 3x850 mg. Hasil pemeriksaan lab saat MRS adalah GDA
459 mg/dL; Leukosit 17.000/mm3; Cr 3,5mg/dL; BUN 40mg/dL; Albumin 3,7mg/dL, SGOT/SGPT (N); Na
123 mEq/L; K 2,9 mEq/L. Hasil observasi TTV pada saat MRS adalah: Temp 38.5 oC, Nadi 96x/menit, TD:
170/100 mmHg. Dokter mendiagnosa bahwa pasien mendapat Pneumonia dengan penyakit penyerta
DM dan HT. Hari kedua diperoleh hasil lab Hb 9,8 g%, albuminuria: +++, sehingga diputuskan bahwa
pasien sudah mengalami komplikasi nefropati yang didukung puka hasil USG. Terapi obat yang diberikan
infus RL 2, Insulin 3 x 24 U s.c., Captopril 3x25 mg, Neurobion 5000 1 x 1 amp iv.

JAWAB:

S = Dada sesak, badan panas, pusing, mual, dan muntah >3x dalam semalam. Riwayat penyakit DM
sekitar 20 tahun dan terakhir sudah mendapat Lantus 16-0-20 U, metformin 3x850 mg

O = GDA 459 mg/dL; Leukosit 17.000/mm3; Cr 3,5mg/dL; BUN 40mg/dL; Albumin 3,7mg/dL, Na 123
mEq/L; K 2,9 mEq/L, temp 38.5oC

A = Problem medis:

- Terapi DM belum optimal


- Belum mendapat terapi pneumonia
- Belum diberi terapi hipokalemia

P = Disarankan untuk diberi insulin bolus, levofloxacin 750 mg, dan infus KCl atau 600 mg tablet KSR

Monitoring GDA, HbA1c, K, temperature, WBC (3x sehari), sesak nafas, mual dan muntah

KASUS 11

Tn JP 62 tahun, BB ± 75kg, TB ± 170cm, MRS dengan keluhan mual, muntah, nyeri pinggang, tidak bisa
kencing, badan panas. Menurut pengakuan istri, Px memiliki penyakit BPH (Benign Prostat Hyperplasia)
dan sebelumnya tidak punya sakit hipertensi maupun DM. Hasil observasi perawat pada saat masuk
menunjukkan temperature 38.2 oC, TD 150/90 mmHg. Hasil lab pada saat masuk adalah sbb: Cr 6,2
mg/dL; BUN 75 mg/dL; Na 122 mEq/L; K 2,8 mEq/L; Asam urat 7,1 mg/dL; Alb (N); GDP 115 mg/dL; 2jPP
(145 mg/dL); leukosit 15.000/mm 3. Pasien didiagnosa sebagai ISK dengan insufisiensi ginjal kemudian
mendapat terapi Cefotaxim 3x1g iv, Lasix inj 1 x 1 amp, Primperan 3 x 1 amp, infus NS dan D5 (2:2). Pada
keesokan harinya perawat melaporkan TD 160/100mmHg, temp 38 oC, Nadi 85x/min, urin 24jam 500 ml.
JAWAB:

S = Mual, muntah, nyeri pinggang, tidak bisa kencing, badan panas. Memiliki penyakit BPH (Benign
Prostat Hyperplasia) dan sebelumnya tidak punya sakit hipertensi maupun DM

O = Temperature 38.2 oC, Cr 6,2 mg/dL; BUN 75 mg/dL; Na 122 mEq/L; K 2,8 mEq/L; Asam urat 7,1
mg/dL; leukosit 15.000/mm3

A = Problem medis: Belum diberi terapi hipokalemia

P = Disarankan untuk diberi infus KCl atau 600 mg tablet KSR

Monitoring: Temperature, K, WBC (3x sehari), nyeri pinggang, mual dan muntah

KASUS 12

Nn KY 19 tahun, TB =162 cm, BB 62 kg, dirawat dengan diagnosa Tifoid. Terapi yang diberikan adalah
kloramfenikol injeksi 4x500 mg iv, ranitidine 2x150mg iv, primperan 3x1 ampul. Hari keempat diperoleh
hasil lab Hb 8,3 mg/dl, leukosit 2700/mm 3 dan thrombocyt 49.000 (150.000-400.000).

JAWAB:

S=-

O = Hb 8.3 mg/dL dan thrombocyt 49.000

A = Problem medis: Kloramfenikol kurang tepat

P = Disarankan kloramfenikol diganti Floroquinolone atau Ceftriaxone

Monitoring: Tifoid, thrombocyte

Anda mungkin juga menyukai