Anda di halaman 1dari 38

Farmakoterapi Pada

Penyakit Infeksi
Dewi Oktavia Gunawan, M.Farm.,Apt.
Prodi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan
2021
Penyakit Infeksi

• Penyakit yang paling luas penyebarannya


• Berdampak pada:
✓ Luasnya pemakaian AB, antijamur, dan antivirus.
✓ Karena penggunaan yg luas, obat ini sering digunakan dgn tidak tepat.
✓ Muncul resiko resistensi.
✓ Kegagalan terapi mengakibatkan infeksi mjd kronik maupun sepsis →
berakhir kematian.
• Farmasis bertanggungjawab untuk:
✓ Mengurangi penyebaran infeksi
✓ Promosi penggunaan AB yg rasional
✓ Melaksanakan edukasi terhadap sesama profesi kesehatan, pasien dan
masyarakat.
• Diharapkan dapat membantu pemilihan AB juga pengawasan terhadap
pemakaiannya.
Problem medik
1. Infeksi tunggal
Tempat-tempat infeksi yg lazim
Saluran kemih SSP
Saluran nafas Gastrointestinal
Gigi/periodontal Mata
Intrabdomen THT
Pelvis Tulang/sendi
Kulit/jaringan lunak Darah

➢Penatalaksanaan terapi sesuai karakteristik masing-masing infeksi.


2. Fever of Unknown Origin (FUO):
➢Demam (> 38,3ºC) yg tdk diketahui sebabnya setelah > satu minggu atau
> 3 kali kunjungan rawat jalan.
➢Penyebab : infeksi, neoplasma, penyakit autoimun, penyebab lain (FUO
yg tak terdiagnosis).
➢Terapi trial : anti TBC (khususnya pd manula) dan AB spektrum luas.
➢Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi secara empiric dpt menekan
demam dan memperparah infeksi → hrs dihentikan.
3. Infeksi Oportunistik
➢ Merupakan infeksi dgn granulositopenia (granulosit < 500/mm3 selama
7 hari).
➢ Umumnya adalah pasien-pasien Leukemia yg mendapat kemoterapi,
post-transplan yg mendapat imunosupresan, HIV, anemia aplastic.
➢ Pasien granulositopenia sangat rentan thd infeksi oleh bakteri enteric
gram negative, pseudomonas, coccus gram positif, candida, aspergillus
dan jamur lain.
➢ Penatalaksanan terapi : AB kombinasi, salah satunya adalah
Aminoglikosida dan Antijamur (Ketokonazol, Itrakonazol, dan
Flukonazol).
4. Infeksi dengan penyakit penyerta:
a. Diabetes Mellitus
➢ Pasien DM memiliki resiko tinggi thd berbagai infeksi.
➢ Penyebab meningkatnya infeksi krn hiperglikemi.
➢ Hiperglikemia menyebabkan imunosupresi serta adanya neuropati
autonomic memungkinkan kolonisasi m.o di sal. Kemih.
➢ Penatalaksanaan infeksi pasien DM dengan: terapi hiperglikemi dan
menurunkan GDP hingga < 200mg/dl
➢Infeksi yg umum dialami pasien DM:
a) Genitourinaria c) Infeksi saluran nafas
✓ Cystitis ✓ Pneumonia
✓ Pyelonefritis ✓ Bakteremia
✓ Candidiasis ✓ Tuberkulosis
b) Infeksi ekstremitas d) Otitis eksternal
bawah maligna
e) Infeksi Luka Operasi
(ILO)
f) Infeksi virus
b. Infeksi pada Gagal Ginjal
➢ Yang paling banyak terjadi: Pneumonia dan ISK
➢ Penatalaksanaan infeksi GGA ataupun GGK hrs agresif menggunakan
AB parenteral.
➢ Hindari penggunaan Aminoglikosida, namun jk kondisi infeksi
memburuk, pemilihan Aminoglikosida mjd keharusan*
c. Infeksi pada Chronic Liver Disease (CLD)
➢ Yang paling banyak terjadi: Spontaneous Bacterial Peritonitis
➢ Penatalaksaan terapi infeksi hrs agresif:
✓ Menggunakan Cefalosporin generasi ketiga, atau
✓ Quinolon dikombinasi dgn penambahan Albumin parenteral*
d. Infeksi sebagai penyakit penyerta
➢ Penyakit utama: Stroke
➢ Debilitating injury (luka bakar, trauma berat)
➢ Penyakit utama yg menggunakan alat bantu infasif dlm terapi
(ventilator, folley catheter, kateter vena).
➢ Infeksi yg tjd biasanya berupa : Infeksi Nosokomial (disebabkan oleh
m.o di RS).
➢ Organ yg mjd sumber terkena infeksi m.o di RS:
✓ Paru-paru (Pneumonia)
✓ Saluran Kemih (ISK)
✓ Kulit (Thromboflebitis, Cellulitis)
➢ Penatalaksanaan Terapi:
Kombinasi AB Cefalosporin dgn Aminoglikosida (Cefalosporin gen.III +
Amikacin/Tobramicin)*
e. Critically ill, terjadi karena:
➢ Kegagalan sistem imun dan dilakukannya multiple prosedur infasif.
➢ Adanya penyakit penyerta (trauma berat, gagal ginjal, DM, leukemia)
mjd predisposisi infeksi.
➢ Terapi dgn imunosupresan atau adanya defisiensi imun krn malnutrisi
atau infeksi virus.
➢ Sumber infeksi pd Critically ill: endotracheal tube, folley cath, iv cath,
contaminated nebulizers dan suction.
➢ Gejala pasien Critically ill seringkali tdk spesifik krn dpt berasal dr
tiss ue -injury berat.
➢ Beberapa pasien Critically ill mengalami gejala :
✓ Neutropenia
✓ Perubahan status mental secara mendadak
✓ Takikardia yg tdk dpt dijelaskan asalnya
✓ Hipotensi
✓ Hipotermia
Menjadi tanda tjdnya sepsis meskipun tidak spesifik.
➢Pasien Critically ill dengan sepsis seringkali afebrile atau hypothermic.
➢ Penatalaksanaan Terapi Pasien Critically ill:
✓ AB yang dipilih tergantung pd dugaan sumber infeksi.
✓ Bila ada dugaan sepsis, maka kombinasi AB digunakan untuk
mengkover gram negative dan gram positif (mengikuti pola AB
setempat).
✓ Penyesuaian rejimen perlu dilaksanakan setelah menerima hasil
kultur.
f. Immunocompromised
➢ Individu yang memiliki satu atau lebih kecacatan/kegagalan dlm
mekanisme pertahanan tubuh alami yg menyebabkan resiko
mendapatkan infeksi makin tinggi.
➢ Tanda kegagalan system imun : Granulositopenia, defisiensi sel T dan
B, hipogamaglobulinemia.
➢ Hadirnya penyakit penyerta spt DM, mjd factor predisposisi infeksi.
➢ Kegagalan imunitas humoral (Sel B) menyebabkan :
✓ Turunnya kemampuan antibody untuk mengopsonisasi bakteri
pathogen → resiko infeksi thd bakteri berkapsul (Hae mophillus
influenzae dan Stre ptococcus pneumoniae ).
➢ Kegagalan imunitas seluler (Sel T) menyebabkan :
✓ Resiko infeksi thd m.o yg mereplikasi secara intraseluler (listeria,
herpes simplex virus, legionella, salmonella, mycobacterium,
varicella, cytomegalovirus, cryptococcus, toxoplasma)
➢ Penatalaksanaan Terapi Pasien Immunocompromised:
✓ AB empiric dimulai sedini mungkin, memberikan outcome yg
baik.
✓ Pilihan AB berdasarkan pola AB/trend mikrobiologi setempat.
✓ Cth : Levofloxacin 500mg oral atau iv, dimulai pd pasien dgn
jumlah Neutrofil <500/µl.
✓ Bila ada demam, segera dilakukan kultur m.o dan ditambahkan
antijamur (ketokonazole/itraconazole/fluconazole)
✓ Bila dlm 48-72 jam demam msh berlanjut, maka AB diganti ke
spektrum luas misal Cefepime.
✓ Bila panas menetap, AB diubah mjd Meropenem dengan atau
tanpa Amikasin/Tobramycin.
g. Superinfeksi
➢ Terjadi akibat pemakaian AB spektrum luas dalam jangka waktu lama.
➢ Mikroorganisme penyebab umumnya adalah jamur.
➢ Penatalaksanaan terapi : antijamur parenteral (Fluconazole 2x200mg
hari pertama, selanjutnya 1x200mg).
➢ Terapi dihentikan setelah demam menghilang.
DRP Umum

1. Pemilihan Antibiotika yang kurang tepat.


2. Kombinasi AB yang kurang tepat.
3. Kegagalan AB.
4. Penggunaan AB secara berlebihan.
5. Peralihan AB dr parenteral ke oral yang kurang tepat.
6. Penambahan kortikosteroid kpd AB.
1. Pemilihan AB yang kurang tepat
Dua faktor yg harus diperhatikan dalam Pemilihan AB :
Faktor Antibiotika Faktor Pasien
Dosis, rute dan bentuk obat Penyakit penyerta/fungsi organ
eliminasi
Penetrasi ke tempat infeksi Alergi
Lama terapi Kehamilan
Frekuensi
Harga
• Penetrasi Antibiotika
Penetrasi Antibiotika
CNS Sangat Baik : Chlomramphenicol, metronidazole, rifampicin,
kotrimoksazol
Baik : penicillin dan derivatnya, gol. Karbapenem, cefepime,
cefotaxime, ceftazidime, ceftizoxime, ceftriaxone,
cefuroksim, ciprofloxacin, ofloxacin
Kurang/Buruk : aminoglikosida, azithromycin,
clarithromycin, clindamycin, erythromycin, vancomycin
Tulang Sangat Baik : Cefazolin
Prostat Kotrimoksazol, fluoroquinolone
2. Kombinasi AB yang kurang tepat

• Kombinasi AB diberikan pada penderita :


✓ Neutropenic fever
✓ Pneumonia
✓ Sepsis
✓ Infeksi pd saluran cerna
✓ Infeksi polimikrobial lain
3. Kegagalan Antibiotika
• Disebabkan antara lain oleh :
1. Pemilihan Ab yg kurang tepat
2. Penetrasi Ab kurang baik ke tempat infeksi
3. Kuman sdh resisten dgn Ab yg diberikan
4. Dosis dan lama terapi yg kurang tepat
5. Kondisi imun yg kurang baik
6. Adanya penyakit penyerta spt DM yg tdk terkontrol dgn baik atau sdh
mengalami pe riphe ral vas cular dise as e → distribusi Ab ke tempat
infeksi kurang baik
4. Penggunaan Antibiotika secara berlebihan

➢Ditinjau dari jenis Ab yg digunakan maupun indikasi.


➢Berakibat pada perubahan pola Ab atau trend mikrobiologi RS.
5. Peralihan antibiotika dari parenteral ke oral
yang kurang tepat

➢Ditinjau dr waktu peralihan maupun pemilihan rejimen Ab yg kurang tepat.


• Ketentuan:
✓Peralihan Ab dari parenteral ke oral dilakukan setelah kondisi membaik
✓Peralihan Ab dilakukan untuk mengurangi resiko resistensi.
✓Peralihan Ab hrs menerapkan spektrum yg sama dgn spektrum Ab
parenteralnya.
✓Step down therapy: peralihan ke satu golongan yang sama dengan Ab
parenteralnya
✓Sequential therapy: peralihan ke golongan yang berbeda, tetapi
berspektrum sama/mirip
✓Pemilihan Ab oral lbh ditekankan pd bioavailabilitas di samping cakupan
spektrum.
✓Contoh : infeksi Acute bacterial meningitis
iv agent (Ceftriaxone sodium) → oral agent (Chloramphenicol)
✓Contoh Ab dengan Bioavailabilitas baik :
Antibiotika dengan Bioavailabilitas baik
Amoxicillin Metronidazole
Doxycycline Chloramphenicole
Minocycline Hcl (chloromycetine)
Trimetoprim-sulfamethoxazole Levofloxacin
(TMP-SMX) Ciprofloxacin
Azithromycin Clindamycin HCl
6. Penambahan Kortikosteroid kepada
Antibiotik
➢Kortikosteroid tidak direkomendasikan khususnya pada sepsis, infeksi
berat lainnya, dan infeksi pd immunocompromised.
➢Hal ini dikarenakan :
✓Kortikosteroid dapat menurunkan demam shg menutupi tanda2
infeksi (masking infection sign).
✓Kortikosteroid jg merupakan imunosupresan → memperparah infeksi
dgn melemahkan system imun.
✓Kortikosteroid dpt menyebabkan leukositosis palsu (bukan infeksi) shg
mempersulit interpretasi progresifitas infeksi
Pharmaceutical Care

1. Penyusunan data base pasien


2. Assesment
3. Monitoring
4. Konseling
1. Penyusunan database pasien

• Dilakukan dengan :
1. Penelusuran rekam medik (RM)
2. Medication history interview
3. Pengamatan kondisi klinik
2. Assessment
➢Cara Assessment ?
➢Cek hal-hal berikut :

✓Apakah pilihan Ab sdh tepat? ✓ Apakah rute pemberian sdh


tepat?
✓Apakah pengobatan sdh efektif
sesuai dgn kondisinya? ✓ Apakah ada interaksi obat-obat,
obat- penyakit yg signifikan?
✓Apakah dosis sdh tepat?
✓Apakah hanya infeksi bakteri? ✓ Apakah ada duplikasi obat yg
tdk perlu?

✓ Apakah lama terapi sdh tepat?


✓Tinjau efektivitas terapi setelah 48-72 jam, bila gagal pertimbangkan ganti
Ab, naikan dosis/tambah interval.
✓Cocokkan antara nama m.o dgn specimen dan pola sensitivitas Ab.
✓Diameter zona hambat bukan cerminan sensitivitas.
✓Kultur bakteri : tdk ada pertumbuhan kuman → bakteri anaerob atau jamur.
✓Kultur bakteri anaerob/jamur : perlu media khusus dgn lama kultur 7-14
hari.
✓Terapkan Ab hasil kultur bila terapi empiric gagal, namun jk sdh tepat,
biarkan.
3. Monitoring
• Efektivitas terapi infeksi dinilai dalam 48-72 jam dgn menilai parameter-
parameter berikut:
1) Efektivitas terapi
➢ Diukur dgn memantau : kondisi klinik, tanda2 vital, hasil lab.
2) Adverse Drug Reaction
➢ ADR yg byk dijumpai pd pemakaian Ab:
✓ Gangguan fungsi ginjal
✓ GGA : Aminoglikosida
✓ Acute Interstitial Nephritis: Kotrimoksazol, Ciprofloksacin
✓ Gangguan fungsi liver: obat2 OAT
✓ Hepatitis: kloksasilin, dikloksasilin
✓ Skinrash, urticaria: gol. Penicillin, ciprofloksacin, kotrimoksazol
✓ Steven Johnson Syndrome: kotrimoksazol, ciprofloksacin
✓ Interaksi
4. Konseling
✓Menekankan pd penggunaan Ab hingga tuntas → diharapkan tdk akan
muncul relaps, infeksi ulangan, serta resistensi.
✓Cara minum Ab → beberapa Ab lbh menekankan pd perut kosong (absorbs
dihambat oleh makanan) : cefalosporin, amoxicillin, quinolone
✓Efek obat yang tidak di inginkan (ROTD) : disampaikan dgn tdk
mendiskreditkan Ab tsb : spt Diare akibat Clindamycin, tanda2 dini Steven
Johnson akibat Kotrimoksazol.
✓Perlu disampaikan upaya yg perlu dilakukan bila ROTD muncul, dan
menekankan untuk tdk menghentikan obat bila efek tsb tdk parah, kecuali
Steven Johnson Syndrome

Anda mungkin juga menyukai