Identitas Pasien
Nama : Tn. N S
No RM : 05-17-92
JK : Perempuan
Usia : 68 Tahun
Ruang : Pav. Jantung/ Kelas 3/ kamar 3.A
Status : Askes
MRS : 06 Maret 2013
KRS : 15 Maret 2013
1. Patofisiologi Problem Medik (masalah klinik yg tertera dalam Diagnosa pasien), sertakan
literatur!
a. DM
(Kerner and Brückel, 2014 ,Ozougwu, 2013) DM II Diabetes mellitus adalah suatu
penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya
penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.Glukosa dalam tubuh
dibentuk di dalam hati dari makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk memfasilitasi
atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh
menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau
hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan terjadinya glukosuria
dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana keadaan
ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan
polyphagia.(Oktavianus & Rahmawati, 2014).
b. Decompensatio Cordis
(Smeltzer,2001) Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai
maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor yaitu preload,
kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga factor tersebut terganggu maka
curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti
jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi
karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea,
batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
c. Pneumonia
(Zarbock S, 2005 & Price SA, 2005) PneunomiaKadar gula darah yang tidak terkontrol
ini akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut, maupun yang
bersifat kronik. Pasien diabetes juga sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, meliputi
infeksi pernafasan. Infeksi pernafasan dapat disebabkan oleh beberapa bakteri seperti
Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
Legionella, Klebsiella spp, Pseudomonas aeruginosa. Dalam keadaan sehat tidak terjadi
pertumbuhan mikroorgisme di paru, Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Assesment
1. Ventolin + Pulmicort tidak ada terjadi interaksi obat dengan terapi obat-obatan lainnya,
meskipun ventolin berinteraksi dengan obat golongan diuretik (furosemid) tetapi tidak
menimbulkan gejala hipokalemia, terlihat dari hasil laboratorium kandungan kalium
pasien Ny Ns normal.
2. Penggunaan furosemide terjadi interaksi obat dengan pemberian antibiotik ceftriaxon
(golongan sefalosproin) menyebabkan resiko terjadinya kerusakan ginjal.
Plan
I. DM Tipe II
A. Guideline Pola Hidup Sehat Penderita DM Tipe II (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2008)
Pilar penatalaksanaan DM
a. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah
dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani yang di anjurkan berupa olahraga seperti jalan kaki, bersepeda santai,
jogging. latihan atau olahraga jasmani ini bertujuan juga untuk memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
d. Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
B. Terapi Farmakologis DM Tipe II (Marinda et al., 2016)
Efikasi metformin setara dengan sulfonilurea dalam mengendalikan kadar glukosa darah.
Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan keamanan
penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan glipizid), tetapi sulfoniliurea
generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM
II. Infeksi Sekunder (Mulyana, 2019)
Mengingat adanya interaksi obat antara Furosemide dengan antibiotik ceftriaxon dapat
menyebabkan resiko terjadinya kerusakan ginjal, digunakan antibiotik lain yaitu ;
Azithromycin dengan dosis 500mg sekali sehari tanpa dilakukan penyesuaian dosis
kembali.
III. Hipertensi (Alaydrus & Toding, 2019)
Dalam penatalaksanaan JNC VIII menyebutkan bahwa untuk semua umur dengan
penyakit ginjal kronik terapi antihipertensi awal yang diberikan sebaiknya mencakup
ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. pemberian candesartan pada pasien
tersebut sudah sesuai karena dari golongan ARB, namun pasien tersebut juga mendapat
kombinasi obat furosemid dimana obat furosemid tidak direkomendasikan JNC VIII.
Diabetes Melitus Kaki dan tangan Belum adanya Penggunaan Furosemid - Terapi nutrisi
Tipe II bengkak, hasil terapi diabetes
yang mempunyai aktivitas medis
pemeriksaan lab mellitus pada
GDS dan pasien Ny Ns. diuretik yang cenderung - Latihan Jasmani
GD2JPP
kuat, sehingga mengurangi - Farmakologis
melebihi rentang
nilai normal aktivitas dari obat (sulfonilurea)
antidiabetik
Hipertention Nyeri dada Lasix pump, Furosemid mempunyai - Terapi nutrisi
Heart Failure ISDN,
aktivitas diuretik yang medis
(HHF) Spironolactone,
Candesartan cenderung kuat, sehingga - Latihan Jasmani
berpotensi menurunnya - Pemantauan
fungsi ginjal jika Terapi Obat
digunakan sebagai
antihipertensi jangka
panjang pada pasien
diabetes yang rentan
terkena penyakit gagal
ginjal kronis.
Infeksi sekunder Sesak nafas, GG, Ceftriaxone Penggunaan furosemide Dapat diganti dengan
batuk berdahak
secar terjadi interaksi obat antibiotic lainnya
dengan pemberian seperti ; Azithromicyn
antibiotik ceftriaxon dengan dosis 500mg
(golongan sefalosproin) sekali sehari tanpa
menyebabkan resiko dilakukan penyesuaian
terjadinya kerusakan ginjal. dosis kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Alaydrus, S., & Toding, N. (2019). Pola Penggunaan Obat Hipertensi Pada Pasien Geriatri Di
Rumah Sakit Anutapura Palu Periode 08 Juli-08 Agustus 2019. Jurnal Mandala
Pharmacon Indonesia, 5(02), 65–73. https://doi.org/10.35311/jmpi.v5i02.46
Kerner W, Brückel J. Definition, classification and diagnosis of diabetes mellitus. German
Diabetes Association. Exp Clin Endocrinol Diabetes. 2014 Jul; 122(7): 384–386.
Published online 2014 Jul 11.
Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Pharmacologic Management of
Diabetes Melitus Type 2 in Elderly Woman with Uncontrolled Blood Glucose.
Jurnal Medula Unila, 5(2), 26–32.
Mulyana, R. (2019). Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(1), 172. https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.987
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit vol .2 . Alih
bahasa Brahm U Pendit et al; Alih editor bahasa Indonesia: Hartanto H et al.
Jakarta: EGC, 2005: 1202-11.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.
Zarbock S. Infections in patients with diabetes. Medscape Article. 2005.