Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

DISUSUN OLEH :
Nama : Antika Rahayu
NIM : 200114005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2022
A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi
(Smeltzer, 2013) dalam (Andari et al., 2020). Diabetes Mellitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik, penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati
(Price,2013) dalam (Andari et al., 2020).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2019, diabetes melitus


adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia
yang teijadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan keija
insulin, ataupun keduanya. Dapat teijadi kerusakan jangka panjang dan kegagalan
pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta pembuluh darah
apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis (Association, 2019).

Diabetes adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Diabetes teijadi karena
adanya masalah karena produksi hormone insulin oleh pancreas, baik hormone
itu tidak diproduksi dalam jumlah yang benar, maupun tubuh tidak bisa
menggunakan hormone insulin yang benar (Manurung, 2018).

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolic kronis yang ditandai dengan
kadar glukosa darah tinggi, yaitu Ketika tubuh tidak dapat memetabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein karena kekurangan hormone insulin atau
penggunaan hormone insulin yang tidak efektif (Doenges, Moorhouse, & Murr,
2018).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan
membutuhkan pengelolaan seumur hidup dalam mengontrol kadar gula darahnya
agar dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Sundari, 2016) dalam
(Muliasari et al., 2019). Penderita DM yang tidak dapat mengontrol gula darahnya
akan memiliki potensi mengalami komplikasi hiperglikemi, dimana kondisi ini
akan selalu diikuti komplikasi penyempitan vaskuler, yang berakibat pada
kemunduran dan kegagalan fungsi organ otak, mata, jantung dan ginjal (Darmojo,
2005) dikutip dalam (Muliasari et al., 2019)
B. Manifestasi

Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin


(Nurarif & Kusuma, 2015).

a. Kadar glukosa puasa tidak normal

b. Hiperglikemia berat akibat glucosuria yang akan menjadi dieresis


osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polyuria) dan timbul
rasa haus (polydipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva

C. Etiologi
Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus tergantung
insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel P pulau lagerhans akibat proses
autoimun. DM tipe 1 ini biasanya ditandai oleh awitan mendadak yang teijadi pada
segala usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun). Sedangkan Non-Insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan oleh karena kegagalan relatif sel
P dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel P tidak mampu mengimbangi
resistensi ini sepenuhnya, artinya teijadi defisiensi relative insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel P pancreas mengalami desintisasi terhadap glukosa
(Manurung, 2018).

D. Pemeriksaan Penunjang

a. Kadar glukosa darah


b. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1.) Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)
2.) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2jam post prandial (pp) > 200 mg/dl)
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, terdiagnostik, tes pemantauan,
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
d. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah:
1.) GDP/ GDS
2.) Tes glukosa urin:
1. Tes konvensional (metode reduksi/ benedict)
2. Tes tarik celup (metode glucose exidase / hexokinase)
e. Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah: GDP< GDS, GD2PP
glukosa Darah 2 Jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO
f. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah:
1.) GDP: plasma vena, darah kapiler
2.) GD2PP: plasma vena
3.) Alc: darah vena, darah kapiler
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
1.) Mikroalbuminuria: urin
2.) Ureum, kreatinin, asam urat
3.) Kolestrol total: plasma vena (puasa)
4.) Kolestrol LDL: plasma vena (puasa)
5.) Kolestrol HDL: plasma vena (puasa)
6.) Trigliserida: plasma vena (puasa)
E. Pathway
F. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian
glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa
darah setinggi 300-1200 mg/dl.

Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang


menyebabkan teijadinya metabolism lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.

Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan


kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160-180 mg/ lOOml), akan timbul glikosuria karena
tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glucosuria
ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potassium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan
dehidrasi dan timbul polidipsi. akibat glukosa yang keluar Bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negative dan berat badan menurun
serta cenderung teijadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan
energi sehingga pasien menjadi cepat Lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi (Manurung, 2018).

G. Tatalaksana
Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu edukasi,
terapi gizi medis, latihan jasmani, dan terapi farmakologi.
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan
partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien. Tujuan utama dari pemberian edukasi
pada pasien DM dan juga pada keluarga adalah harapan diamana pasien dan keluarga
akan mengerti bagaimana cara penanganan yang tepat dilakukan pada pasien DM.
Edukasi pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan kadar gula darah, perawatan
luka, kepatuhan dalam pengansumsian obat, peningkatan aktivitas fisik, pengurangan
asupan kalori dan juga pengertian serta komplikasi dari penyakit tersebut (Suzanna,
2014).
b. Terapi Gizi Medis
Pasien DM harus mampu memenuhi prinsip 3J pada dietnya, meliputi (jumlah makanan
yang dikonsumsi, jadwal diet yang ketat dan juga jenis makanan apa yang dianjurkan
dan pantangan makannya) (Rendy, 2012).
c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan Diabetes Mellitus. Latihan
jasmani merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan anggota gerak
tubuh lainnya yang memerlukan energi disebut dengan latihan jasmani. Latihan
jasmani dilakukan setiap hari dan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30-
45 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengendalian Diabetes Mellitus. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan secara bersamaan dengan terapi nutrisi yang dianjurkan
serta latihan jasmani. Terapi farmakologi terdiri atas obat oral dan injeksi. Berdasarkan
cara kerjanya, Obat Hiperglikemik Oral (OHO) dapat dibagi 3 yaitu :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfniturea dan glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindon
3. Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan : penghambat
glucosidase alfa

H. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. Resiko infeksi
c. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
d. Kerusakan integritas kulit/jaringan

2. Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan Teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pencegahan infeksi
Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan Teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

c. Manajemen Hiperglikemia
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat
 Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
 Monitor intake output cairan
Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral
 Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Fasilitas ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
 Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah
lebih dari 250 mg/dl
 Anjurkan monitor glukosa darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian albumin, jika perlu
d. Perawatan integritas kulit
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E., Moorhouse, mary F., & Murr, A. C. (2018).


Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Harper, W., Clement, M., Goldenberg, R., Hanna, A., Main, A., Retnakaran, R., ...
Yale, J. F. (2013). Pharmacologic Management of Type 2 Diabetes. Canadian
Journal of Diabetes,37(SUPPL.1),S61-S68.
https://doi.Org/10.1016/j.jcjd.2013.01.021

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta Timur: CV. Trans


Info Media.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi


dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai