Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini sampai selesai pada waktu yang telah
ditetapkan.

Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi kriteria penilaian
dalam mata kuliah farmakoterapi infeksi dan tumor. Adapun tujuan kami dalam
penulisan ini adalah untuk menjelaskan tentang penyakit Sepsis dan tatalaksana
terapinya.

Makalah ini dapat terselesaikan karena adanya dukungan dari berbagai pihak
yang telah bekerja sama secara intensif. Oleh karena itu, kami mengucapakan terima
kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyusunan makalah
ini dari awal hingga akhir.

Kami mohon maaf jika ada kesalahan penulisan yang kurang berkenan di hati
para pembaca. Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Kami pun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
perbaikan untuk ke depannya.

Semarang, 17 April 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3

BAB II PATOFISIOLOGI ........................................................................................ 4

A. DEFINISI ......................................................................................................... 4
B. DERAJAT SEPSIS .......................................................................................... 4
C. ETIOLOGI ....................................................................................................... 5
D. PATOGENESIS ............................................................................................... 6
E. GEJALA KLINIK ............................................................................................ 6
F. DIAGNOSIS .................................................................................................... 7
G. KOMPLIKASI ................................................................................................ 8

BAB III TATALAKSANA TERAPI ........................................................................ 9

BAB IV CONTOH KASUS……………………………………………………….. 11

BAB V KESIMPULAN ............................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization)


pada tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif
pada negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi
750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini juga terjadi di negara
berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti
standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan
angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama
mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis. Pada tahun 2004, WHO menerbitkan
laporan mengenai beban penyakit global, dan didapatkan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah.
Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes, penyakit
infeksi utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis,
hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi saluran pernafasan dan tuberkulosis termasuk
5 besar penyebab kematian di Indonesia.

Sepsis merupakan interaksi kompleks antara infeksi mikroorganisme dan imun


tubuh, inflamasi, dan respon koagulan. Terdapat banyak komponen respon sistem
imun yang melawan infeksi, dimana respon tersebut dapat menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan dan meluas hingga kegagalan multi-organ yang merupakan tanda
klinis dari sepsis. Peningkatan kejadian sepsis dan tingkat kematian yang tinggi
menyebabkan usaha global untuk mempertajam manajemen terapi sepsis. Oleh karena
itu, perlu memahami patofisiologi sepsis, interaksi sistem imun terhadap bakteri untuk
memperoleh penanganan sepsis yang adekuat, dan pilihan obat untuk manajemen
terapi.

3
BAB II

PATOFISIOLOGI

A. DEFINISI

Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan
pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM).
Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan
“septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran
darah.

Sepsis adalah sindrom klinik oleh karena reaksi yang berlebihan dari respon
imun tubuh yang distimulasi mikroba atau bakteri baik dari dalam dan luar tubuh.
Dipandang dari imunologi sepsis adalah reaksi hipereaktivitas. Sepsis merupakan
suatu sindroma klinik dengan manifestasi proses inflamasi imunologi akibat respon
tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme serta merupakan
puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun
tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi. Masuknya mikroba dari situs lokal ke
homeostasis aliran darah dapat mencetuskan kegagalan mekanisme regulasi yang
ditandai dengan hipotensi yang mengarah pada septik syok dan akhirnya Multiple
Organ Dysfunction Syndrome (MODS), sehingga dapat meningkatkan resiko
kematian secara substansial.

B. DERAJAT SEPSIS

Pada tahun 1991, American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society
of Critical Care Medicine (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini
merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS
menjadi sepsis, sepsis berat, dan septik syok.

Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang
dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat dan syok septik
adalah masalah kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang
4
setiap tahunnya. Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ,
yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi.
Syok septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40
mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah
diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).9 Kriteria untuk diagnosis
sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American College
of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine Consensus (Tabel 1).

C. ETIOLOGI

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram (-) dengan presentase 60%
sampai 70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun.
Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang
berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin
glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terkuar dari bakteri
Gram negatif.

LPS merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam

5
tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci, Streptococci dan bakteri Gram positif
lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20% sampai 40% dari
keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes) atau
protozoa (Falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun
jarang. Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman, misalnya alfa-
hemolisin (S.aureus), E.coli haemolisin (E.Coli) dapat merusak integritas membran
sel imun secara langsung.

Dari semua faktor di atas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin
Gram negatif dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung
mengaktifkan sistem imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan
perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tapi
merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.
Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor
necrosis factor / TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6, dan IL-8 yang merupakan
mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita
immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis (Sudoyo, Aru W., 2010)

D. PATOGENESIS
Patogenesis sepsis masih belum jelas benar, kaskade inflamasi umumnya
sangat dipengaruhi oleh sitokin atau mediator inflamasi. Mediator ini bertanggung
jawab terhadap kerusakan endotel kapiler. Diyakini ada mekanisme yang akan
menghambat kerja dari mediator tersebut sehingga terjadi keseimbangan antara sel
proinflamasi dan anti inflamasi. Bila reaksi tubuh tersebut berlebihan maka
keseimbangan tadi akan terganggu dan tubuh tidak dapat mengatasi hal tersebut.
(Bone et al, 1992)
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri
gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin.
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibodi
dalam serum darah membentuk LPSab. Dengan perantara reseptor Clonal
Differentiation (CD)-14, LPSab yang berada didalam darah akan bereaksi dengan
makrofag dan kemudian ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Ikatan
LBP (Lipopolysaccharide Binding Protein) kompleks menuju CD-14 reseptor di
permukaan seluler dan berinteraksi degan toll-like receptor (TLR)-4 untuk

6
menginduksi NF-κB sebagai sinyal dan trankripsi sitokin pro-inflamasi, kemokin,
adhesion dan faktor koagulasi.
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis, limfosit akan
mengeluarkan substansi dari T-helper (Th)-1 dan Th-2. Th-1 berfungsi sebagai
imunomodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage-Colony
Stimulating Factor), sedangkan Th-2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-
10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β, juga mempunyai efek pada sel
endotel untuk terjadinya adhesi dengan neutrofil. Akibatnya akan terjadi gangguan
vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga menyebabkan kerusakan organ multiple.

E. GEJALA KLINIK
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti
lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi
dan dapat dijumpai pada banyak kondisi inflamasi non infeksius. Tempat infeksi yang
paling sering: paru, traktur digestifus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak, dan saraf
pusat. Sumber infeksi merupakan diterminan penting untuk terjadinya berat dan
tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada
penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien
dengan gejala granulositopenia. Yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan
terjadinya syok sepsis. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya kompikasi:
a. Koagulasi intravaskular
b. Gagal ginjal akut
c. Perdarahan usus
d. Gagal hati
e. Disfungsi sistem syaraf pusat
f. Gagal jantung
g. Kematian (Sudoyo, Aru W., 2010).
F. DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat
medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut
status hemodinamik.
1. Riwayat

7
Membantu menentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau
nosokomial dan apakah pasien imunokompromis. Rincian yang harus diketahui
meliputi paparan pada hewan, perjalanan, gigitan tungau, bahaya di tempat kerja,
penggunaan alkohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi, dan penyakit dasar
yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu.
Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
a. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi.
b. Hipotensi, oligouria atau anuria.
c. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas.
d. Perdarahan.
2. Pemeriksaan fisik
Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada semua pasien
neutropenia dan pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus
meliputi pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan tersebut akan
mengungkap abses rektal, parirektal atau perineal, dan penyakit abses inflamasi
pelvis, atau prostatitis.
3. Data laboratorium
Uji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC) dengan hitung
diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah, nitrogen,
kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah laktat, gas darah
arteri, elektrokardiogram, dan foto dada. Biakan darah, sputum, urine, dan tempat
lain yang terinfeksi harus dilakukan. Lakukan pengecatan Gram di tempat yang
biasanya steril (darah, CSF, cairan artikular, ruang pleura) dengan aspirasi.
Minimal 2 set (ada yang menganggap 3) biakan darah harus diperoleh dalam
periode 24 jam. Volume sampel sering terdapat kurang 1 bakterium/ml pada
dewasa (pada anak lebih tinggi). Ambil 10-20 ml per sampling pada dewasa (1-5
ml pada anak) dan inokulasikan dengan trypticase say broth dan thioglycolate soy
broth. Waktu sampel untuk puncak demam intermiten, bakteremia dominan 0,5
jam sebelum puncak demam. Jika terapi antibiotik sudah dimulai, beberapa
macam antibiotik dapat dideaktivasi di laboratorium klinis.
Tergantung pada status klinis pasien dan resiko terkait, penelitian dapat juga
menggunakan foto abdomen, CT Scanning, MRI, ekokardiografi, dan/atau pungsi
lumbal.
4. Temuan laboratorium lain
8
Sepsis awal; leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia,
dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksi,
badan Dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi yang menimbulkan
alkalosis respirator. Hipoksemia dapat dikoreki dengan oksigen. Penderita
diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipid serum meningkat.
Selanjutnya; trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin,
penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC.
Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver)
meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi serum laktat, asidosis
metabolik terjadi setelah alkalosis respirator. Hipoksemia tidak dapat dikoreksi
bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan
ketoasidosis yang memperburuk hipotensi (Sudoyo, Aru W., 2010).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita sepsis yaitu:
a. Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS, adult respiratory disease
syndrome)
b. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC, disseminated intravascular
coagulation)
c. Gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure)
d. Perdarahan usus
e. Gagal hati
f. Disfungsi sistem saraf pusat
g. Gagal jantung
h. Kematian

9
BAB III
TATALAKSANA TERAPI

Tujuan utama adalah menghilangkan sumber infeksi, memperbaiki dan


mengembalikan perfusi jaringan, memperbaiki dan mempertahankan fungsi ventrikel dan
upaya suportif lain. Penanganan renjatan septik terdiri atas langkah-langkah :

1. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan merupakan lini pertama dari penatalaksanaan sepsis. Resusitasi cairan ini
dapat menggunakan cairan kristaloid atau koloid (Kreimmer and Peter, 1998). Sampai saat
ini belum didapatkan bukti bahwa salah satu jenis cairan tersebut lebih baik dibandingkan
yang lain. Kristaloid membutuhkan jumlah cairan yang lebih baik dibandingkan yang lain.
Kristaloid membutuhkan jumlah cairan yang lebih banyak (dua sampai tiga kali)
dibandingkan koloid dalam memberikan efek hemodinamik dan dapat menyebabkan
edema perifer.
2. Oksigenisasi dan bantuan ventilasi
Oksigen harus diberikan pada penderita sepsis terutama syok septik. Bila syok septik
menetap selama 24-48 jam perlu dipertimbangkan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik. Pada sindrom gagal napas (ARDS = Acute/Adult Respiratory Distress
Syndrome) sebagai komplikasi dari sepsis diberikan bantuan ventilasi dengan PEEP
(Positive End Expiratory Pressure) untuk mencegah kolaps alveoli (Wheeler and Bernard,
1999).
3. Antibiotika

10
Semua sumber infeksi harus dihilangkan. Pemilihan antibiotika tidak perlu menunggu
hasil biakan kuman dan pada awalnya diberikan antibiotika spektrum luas. Pemilihan
antibiotika ditentukan oleh lokasi dan hasil yang terbaik secara empirik dari dugaan
kuman penyebab (bestguess). Bila sumber infeksi tidak jelas, semua dugaan bakteri yang
dapat menimbulkan sepsis harus dilenyapkan: bakteri Gram negatif, Gram positif, anaerob
dan pada hal tertentu dipikirkan pula jamur sistemik.
Panduan pemilihan antibiotika pada sepsis :
a. Pengobatan awal aminoglikosid ditambah salah satu sefalosporin generasi ke-3
(seftriakson, sefotaksim, sefoperazon atau seftazidim), tikarsilin-asamklavulanat,
imipenem-cilastatin.
b. Bila dicurigai MRSA (Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus): ditambah
vankomisin, rifampisin.
c. Infeksi intraabdominal ditambah metronidazol atau klindamisin untuk kuman anaerob.
d. Infeksi saluran kemih.
e. Neutropenia : monoterapi dengan seftazidim, imipenem/meropenem
4. Vasoaktif dan inotropik
Vasoaktif dan inotropik diberikan pada syok septik setelah resusitasi cairan adekuat.
Noradrenalin (norepinefrin) dan dopamin dapat diberikan dan perlu dipertimbangkan
ditambah dengan dobutamin. Pada penderita dengan takiaritmia noradrenalin lebih baik
dibandingkan dengan dopamin, selain itu dapat diberikan fenilefrin. Pemakaian dopamin
dosis rendah tidak didapatkan bukti kuat akan memperbaiki fungsi ginjal. Adrenalin
walaupun dapat meningkatkan tekanan darah tidak dianjurkan karena akan menyebabkan
gangguan pada perfusi splanknik dan metabolisme jaringan termasuk meningkatkan
produksi asam laktat.
5. Nutrisi
Dukungan nutrisi diperlukan pada penderita sepsis karena mempunyai kebutuhan kalori
dan protein yang tinggi. Saat ini masih terjadi perdebatan mengenai kapan dimulai nutrisi
enteral, komposisi dan jumlah yang diberikan. Nutrisi enteral dapat ditunda untuk
beberapa saat sampai keadaan stabil (misal : 1-2 hari), keuntungan pemberian nutrisi
enteral antara lain dapat dipertahankan buffer pH lambung dan mukosa usus, menghindari
translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi dan menghindari pemakaian kateter nutrisi
parenteral yang akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi baru (Wheeler and Bernard,
1999).
6. Bantuan suportif lain
11
Transfusi darah harus dipertimbangkan pada Hb < 8,0 g/ dl dan diusahakan dipertahankan
antara 8,0-10,0 g/dl. Belum didapatkan bukti Universitas Sumatera Utara 51 bahwa Hb >
10 g/dl akan memperbaiki konsumsi oksigen pada penderita dengan renjatan septik. Perlu
diperhatikan bahwa resusitasi cairan akan menyebabkan hemodilusi, pemberian transfusi
sel darah merah akan meningkatkan viskositas darah yang akan mengganggu
mikrosirkulasi aliran darah pada penderita sepsis dan risiko karena transfusi seperti reaksi
transfusi dan infeksi (Kvetan et al, 1998) Koreksi gangguan asam basa dan regulasi gula
darah perlu dipertimbangkan terutama bila terdapat gangguan asam basa yang berat dan
hiperglikemia atau hipoglikemia (Kvetan et al, 1998). Pemberian profilaksis terhadap
stress ulcer dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton diindikasikan
pada penderita dengan risiko tinggi, seperti yang sedang menggunakan ventilator dan tidak
dapat diberikan nutrisi secara enteral (Wheeler and Bernard, 1999). Heparin biasa dan
heparin dosis rendah dapat diberikan bila tidak terdapat kontraindikasi untuk pencegahan
terjadinya trombosis vena dalam (Wheeler and Bernard, 1999).

12
BAB IV

CONTOH KASUS

1. BIODATA IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Desi
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 Tahun
Status Perkawinan: Belum Menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Setiabudi Klaten
Tanggal Masuk RS: 4 April 2019
2. Keluhan
Pasien lemas, demam, tensi drop, ada luka di kaki.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Tidak ada penyakit kronis di masa lalu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ada riwayat DM di keluarga.
5. Pemeriksaan Fisik
Klien tampak lemas, konjungtiva pucat, ulkus cruris bau (+) nanah (+) darah (-)
Suhu tubuh 37,9oC, tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 110 kali/menit, pernafasan 22
kali/menit, tinggi badan 155 cm, berat badan 50 Kg,
6. Diagonsa medis : Syok sepsis, ulkus cruris
7. Terapi
 Infus RL 30 cc/kgBB/3 jam
 Ceftazidim inj 1 gr/8 jam
 Omeprazole inj 40mg/12 jam
 Norepineprin inj dosis titrasi up
 Metronidazole inj 500mg/8 jam
 Parasetamol inj 1 gr/8 jam

13
14
15
BAB V
KESIMPULAN

Sepsis adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa dikarenakan respon
tubuh terhadap infeksi yang mengalami disregulasi. Pengenalan dan penanganan awal untuk
sepsis dan septik syok akan meningkatkan prognosis yang baik. Pengawasan terus menerus
terhadap tanda vital, saturasi oksigen, dan pemeriksaan laboratorium lainnya harus dilakukan
sesegera mungkin pada pasien yang dicurigai menderita sepsis. Pengenalan tanda dan sumber
infeksi harus dilakukan secara bersamaan. Dan pemberian antibiotik harus diberikan sesegera
mungkin karena tingkat kematian akan meningkat dengan adanya penundaan penggunaan
antimikroba. Dengan memahami patofisiologi, penanganan sepsis, dan pilihan obat untuk
manajemen terapi, diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien sepsis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, et al. Definitions For
Sepsis And Organ Failure And Guidelines For Thr Use Of Innovative Therapies In
Sepsis. Chest. 1992; 101: 1644-55.
Sudoyo, Aru W Dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Internasional
Publishing.
Wheeler and Bernard, 1999, Treating Patients with Severe Sepsis, N Engl Med 1999;
341:56-57.

17

Anda mungkin juga menyukai