Anda di halaman 1dari 11

No.

ID dan NamaPeserta :
/ dr. Ida Ayu Ratih Savitri
No. ID dan NamaWahana:
/ RSUD Kabupaten Klungkung
Topik: Diabetes Melitus Tipe II + Hipertensi (terkendali)
Tanggal (kasus) : 23 Januari 2016
Nama Pasien : Tn. IKS
No. RM : 070074
Tanggal presentasi :
Pendamping: dr. I Wayan Nadi / dr. I
Kadek Bayu Adhy Candra
Tempat presentasi:
Obyek presentasi : Dokter Pendamping & Dokter Internship RSUD Klungkung
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki usia 44 tahun, dengan riwayat DM tipe II, dan hipertensi datang
untuk kontrol dikarenakan obat habis. Tidak terdapat keluhan untuk saat ini, pasien ingin
berkonsultasi

mengenai

pengaturan

jadwal

menyuntik

insulin,

dikarenakan

faktor

pekerjaannya (supir travel) yang tidak memungkinkan untuk menyuntik insulin tepat waktu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign , dan keadaan umum dalam keadaan baik. Hasil
pemeriksaan GDS per tanggal 23 Januari 2016 : 167mg/dL
Tujuan: memberikan terapi berdasarkan pertimbangan indikasi sosial
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus

Audit

bahasan:
Cara

Pos

pustaka
Diskusi

membahas:
Data Pasien:
Nama klinik

Presentasi

dan E-mail

diskusi
Nama: Tn. IKS
Poli Penyakit

No. Registrasi: 070074


Dalam

RSUD

Klungkung
Data utama untuk bahan diskusi:
Pasien laki-laki usia 44 tahun, datang ke poliklinik penyakit dalam RSUD Klungkung
untuk kontrol rutin, dikarenakan obat sudah habis. Pada saat ini pasien tidak memiliki keluhan
fisik terkait penyakitnya. Pasien ingin berkonsultasi terkait dengan pengaturan jadwal
menyuntik insulin, dikarenakan faktor pekerjaan yang tidak memungkinkan pasien untuk
menyuntik tepat waktu. Keluhan sering buang air kecil, sering lapar, dan sering haus
dikatakan sudah tidak lagi dialami. Keluhan kesemutan jarang dialami. Pandangan kabur
disangkal. Untuk makan dan minum dikatakan teratur dan baik. Buang air besar dikatakan
normal. Kegiatan berolahraga dikatakan tidak terlalu rutin, olahraga dilakukan bila pasien
memiliki waktu luang.
1

1. Riwayat penyakit dahulu: Pasien mulai didiagnosa dengan Diabetes melitus tipe II pada
bulan Februari tahun 2013 dengan gejala yang pertama kali dialami berupa penurunan
berat badan disertai sering BAK terutama malam hari, sering haus dan lapar. Pasien
kemudian melakukan pemeriksaan gula darah ke dokter swasta dan didapatkan hasil
GDS: 450 saat itu. Dari kunjungan praktek dokter swasta, kemudian pasien beralih untuk
berobat ke poliklinik penyakit dalam RSUD Klungkung. Di Poli Penyakit dalam pada
bulan 18 Februari 2013 dilakukan pemeriksaan GDP: 224, dan GD2PP: 351 sehingga
ditegakkan diagnosis DM tipe II dan mulai diterapi dengan Metformin 3x500mg dan
Glimepiride 2mg (1-0-0). Dalam perjalanan penyakitnya selama kurang lebih 3 bulan
dengan terapi OHO, didapatkan gula darah pasien tidak terkendali dengan GDS rata-rata
diatas 200. (Seri GDS pasien dari Maret-Mei 2013: 251, 234, 212, 295) sehingga rencana
terapi OHO diganti dengan insulin. Insulin yang digunakan berupa Novomix dengan
dosis 8-0-8 disertai OHO metformin 3x500mg. Hingga perkembangannya sampai saat ini
gula darah pasien terkendali dengan terapi insulin Novomix (10-0-10 IU) dan Lantus (015-0 IU).
2. Selain menderita dm tipe II pasien ini juga memiliki riwayat tekanan darah tinggi, dimana
tekanan darah terkendali dengan Captopril 2x25mg.
3. Riwayat pengobatan: Rutin Kontrol ke poli penyakit dalam RSUD Klungkung
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
5. Riwayat sosial: Pekerjaan pasien sebagai supir travel
6. Lain-lain: (-)
Daftar Pustaka:
1. Ndraha Suzanna. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Medicinus. 2014;
27:2(9-16)
2. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.
Diabetes Care 2011,:34:s62-9
3. Sugondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia Diabetes Melitus tipe II. Dalam:
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penelitian Departemen Penyakit Dalam FKUI;
2006.hlm.1882-5
4. Powers Ac. Diabetes mellitus. In Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL. Harrisos Principles of Internal Medicine. 17 th Edition. United States:
The Mcgraw Hills Companies; 2008.hal2275-304
Hasil pembelajaran:
2

1. Menegakkan diagnosis penyakit


2. Memberikan penanganan pada pasien berdasarkan indikasi sosial

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif:

Pasien laki-laki usia 44 tahun, datang ke poliklinik penyakit dalam RSUD Klungkung
untuk kontrol rutin, dikarenakan obat sudah habis. Pada saat ini pasien tidak memiliki
keluhan fisik terkait penyakitnya. Pasien ingin berkonsultasi terkait dengan pengaturan
jadwal menyuntik insulin, dikarenakan faktor pekerjaan yang tidak memungkinkan pasien
untuk menyuntik tepat waktu. Keluhan sering buang air kecil, sering lapar, dan sering haus
dikatakan sudah tidak lagi dialami. Keluhan kesemutan jarang dialami. Pandangan kabur
disangkal. Untuk makan dan minum dikatakan teratur dan baik. Buang air besar dikatakan
normal. Kegiatan berolahraga dikatakan tidak terlalu rutin, olahraga dilakukan bila pasien
memiliki waktu luang.
2. Objektif

Pemeriksaan Fisik:
Selasa, 23 Januari 2016

Status Present:
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur
: 36,5 oC.
Status General:
Kepala

: normocephali

Mata

: anemis -/- ; Ikterus -/- ; RP +/+ ; isokor

THT

: kesan tenang

Thoraks

Cor

: S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmo

: ves +/+, rh -/-, wh-/-

Abdomen

: distensi (-), bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas

: hangat ++/++, edema --/--

Hasil Pemeriksaan Penunjang (23/1/2016) :


3

GDS : 167mg/dL
3. Assessment (penalaran klinis)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Adapun Diabetes Mellitus tipe 2
merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan
DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja.
Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin. 1,2.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian,
tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM
tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat
relatif, tidak absolut. 1,2.
Faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe II
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II antara lain:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang
mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
b. Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II
sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan
sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk
meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara
untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko
mengidap penyakit DM tipe II.
d. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan
4

gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau
kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga
cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM
tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
Diagnosis
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas
dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat
ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat
digunakan untuk pedoman diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl
pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dl. Alur
penegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada skema gambar di bawah ini:

Penatalaksanaan
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan sebagian besar
mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif
untuk mencapai kendali glikemik dan kendali factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,penatalaksanaan dan pengelolaan
DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani dan intervensi farmakologis.1
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan
partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara
komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.1,3
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti

perjalanan

alami

penyakitnya

dan

pengelolaannya,

mengenali

masalah

kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku

pemantauan

perilaku/kebiasaan

dan

kesehatan

pengelolaan
yang

penyakit

secara

diperlukan.Edukasi

pada

mandiri,dan
penyandang

perubahan
diabetes

meliputipemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan,


berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi
lemak.3
B. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai
dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet
cukup serat sekitar 25g/hari.1
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30
menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti berjalan santai, jogging,
bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.1
D. Intervensi Farmakologis
6

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan


makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1
Obat yang saat ini ada antara lain:
I. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal
serta malnutrisi
b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase
pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid4
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia,
dan disertai resistensi insulin.
b. Tiazolidindion1,4
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa
sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
7

Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi glukosa hati.
Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5
mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada
sepsis.
Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.
Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi dengan
pemberian sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa :
Acarbose
Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea.
Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.
Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan
suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila
ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat
glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim
DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat
penglepasan glukagon.
Obat Suntikan (Insulin)
Bila dengan kombinasi OHO gula darah tidak terkendali maka pemberian OHO dihentikan,
dan terapi beralih kepada insulin intensif. Idealnya pada terapi insulin ini diberikan kombinasi
insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja
pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan prandial ini
berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial.
Adapun jenis-jenis insulin dan lama kerjanya adalah sebagai berikut :

PEMBAHASAN:
Dari anamnesis pada pasien, dengan riwayat keluhan (tahun 2013) berupa gejala klasik
DM polidipsi, polifagi, poliuri disertai dengan hasil pemeriksaan GDP: 224, dan GD2PP:
351 mengarahkan ke diagnosa DM tipe II. Dimana pada pasien ini memiliki beberapa
faktor resiko, usia diatas 30 tahun, pola makan yang tidak teratur dan cenderung makan
makanan manis yang dikaitkan dengan faktor pekerjaan pasien sebagai supir travel yang
lebih sering membeli makanan di luar. Dengan tegaknya diagnosa DM Tipe II pasien ini
kemudian diberikan terapi berupa OHO metformin 3x500mg dan glimepiride 2mg (1-0-0).
Selain itu pasien juga memiliki riwayat tekanan darah tinggi (Seri TD: 140/100, 150/80,
150/100, diterapi dengan captopril 2x25mg.
Dalam perjalanan penyakitnya selama Maret-Mei 2013 GDS pasien tidak terkendali
dengan OHO (Seri GDS pasien dari Maret-Mei 2013: 251, 234, 212, 295) sehingga mulai
digantikan dengan terapi insulin dengan preparat Novomix dengan dosis awal 8-0-8 IU
dengan kombinasi Metformin 3x500mg. Perkembangan pada pasien sampai 24 Februari
9

2016, didapatkan GDS: 187 dengan terapi Novomix (10-0-10 IU) dan Lantus 0-15-0 IU
Pada perancanaan terapi pasien DM tipe II yang dikatakan gagal OHO seperti pasien
diatas, idealnya terapi insulin dimulai dengan preparat yang bersifat mengendalikan gula
darah puasa atau basal insulin (lebih dikenal dengan Lantus), kemudian dilanjutkan dengan
basal plus 1, basal plus 2, atau pun basal bolus yaitu kombinasi antara insulin basal dan
insulin prandial.
Pada kasus ini istimewanya adalah pertimbangan pada pasien sesuai dengan indikasi
sosial dimana pasien yang bekerja sebagai supir travel. Pasien mengaku memiliki tingkat
aktivitas yang cukup padat, sehingga sangat tidak memungkinkan untuk datang setiap 3
hari untuk mengevaluasi kecukupan dosis insulin. Novomix merupakan insulin campuran
antara insulin basal dan insulin prandial, dimana dapat mengendalikan keduanya baik gula
darah basal maupun prandial. Lama kerja Novomix adalah 10-16 jam, sehingga tidak
mengganggu aktivitas pasien saat bekerja, dikarenakan jadwal pasien menyuntik adalah
pada pagi dan malam hari saja.
Dalam perkembangannya, kombinasi penggunaan Novomix dan metformin tidak lagi
mampu mengendalikan gula darah pasien, sehingga pada tahun 2015 terapi diganti menjadi
Novomix (10-0-10IU) dan Lantus (0-15-0). Dengan terapi ini GDS pasien terkendali (Seri
GDS: 167, 187)
Menurut pasien dengan aktivitas pekerjaan yang sebagai supir memiliki pengaruh
terhadap ketepatan waktu dalam pengobatan. Pasien menanyakan pukul berapa sebaiknya
ia menyuntik terkait dengan jadwal pekerjaanya yang tidak fleksibel, melihat lama kerja
dan puncak kerja dari masing-masing tipe insulin, untuk Novomix yang memiliki lama
kerja 10-16 jam dapat disuntikkan seperti kebiasaan sebelumnya saat pagi hari pukul 07.00
Wita dan malam hari pukul 22.00 Wita. Sementara untuk Lantus yang memiliki kerja
panjang, tidak ada puncak kerja,dan masa awal kerja obat 2-4 jam dapat dijadwalkan pada
rentang pukul 16.0018.00 Wita.
Pemberian terapi kepada pasien tidak semata-mata diasarkan atas pedoman atau pakem
yang bersifat mutlak, pemberian terapi dapat juga berdasarkan indikasi sosial yang samasama bertujuan untuk kesembuhan pasien dan meningkatkan quality of life pasien itu
sendiri.

10

4. Plan
Diagnosis: DM Tipe II + Hipertensi (terkendali)
Terapi:
Novomix 10-0-10 IU
Lantus 0-15-0 IU
Captopril 2x25mg
Vit B12 1x1
Pendidikan:
Kendali terhadap DM tipe II tidak hanya dengan pengobatan saja, tetapi juga
kombinasi antara pengaturan diet, dan pola hidup sehat berupa olahraga seperti
halnya lari, bersepeda, berenang, dan lain-lainnya yang sangat baik dilakukan
selama kurang lebih 30 menit rutin dilakukan 4 kali dalam seminggu. Pengaturan
diet seimbang sesuai kebutuhan dimana idealnya pasien makan 3 kali sehari dan
snack 2 kali sehari.
Diberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai komplikasi penyakit
apabila tidak mengendalikan gula darah secara baik.
Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemia dan cara menanggulanginya.

Kontrol:
Kegiatan
Kontrol
Gula
Sewaktu, HB A1C

Periode
Hasil yg diharapkan
Darah 2minggu sekali, HBA1C GDS terkontrol <200
di cek setiap 3 bulan
bila memungkinkan.
HBA1C<7%

Kontrol Tekanan Darah

Tiap Kunjungan

<130/80mmHG

Perkembangan penyakit

Tiap kunjungan

Nasihat

Tiap kali kunjungan

Gula darah dan Tekanan darah


terkendali
Rutin
kontrol,
selalu
mengkonsumsi obat, jaga pola
hidup sehat dan seimbang.
Klungkung, 1 Maret 2015

Peserta

Pendamping

dr. I A Ratih Savitri, S. Ked

dr. I Wayan Nadi

11

Anda mungkin juga menyukai