Disusun Oleh :
Kelompok 2
3A-Farmasi
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
A. Imunitas ............................................................................................... 4
B. imunodulator......................................................................................... 6
C. obat tradisional...................................................................................... 7
D. Senyawa yang berperan sebagai imonudulator .................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
A. Data yang diperoleh ............................................................................. 10
B. Persamaan ............................................................................................ 24
C. Perbedaan ............................................................................................. 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................... 32
B. Saran .................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki lebih dari 25.000-30.000 spesies tumbuhan dan
memiliki lebih dari 17.000 pulau serta memiliki lebih dari 50 tipe
ekosistem (Kartawinata, 2010). Di Indonesia juga diperkirakan dihuni oleh
sekitar 300-700 etnis. Salah satu kearifan local yang dimiliki oleh etnis
Indonesia adalah memanfaatkan sumber daya alam hayati nabati di
sekitarnya.
Pemanfaatan tumbuhan untuk menjaga kesehatan telah lama
dilakukan di Indonesia sejalan dengan perkembangan peradapan. Salah
satunya jamu, merupakan obat tradisional yang diperkenalkan oleh etnis
Jawa dan telah banyak dimanfaatkan oleh etnis maupun Negara lain.
Walaupun demikian masih banyak pengetahuan yang dimanfaatkan oleh
etnis lain belum didokumentasikan maupun diungkapkan. Studi
etnomedisin merupakan salah satu cara ilmiah untuk mendokumentasikan
pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat oleh berbagai etnis.
Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang
mengungkapkan pengetahuan local berbagai etnis dalam menjaga
kesehatannya. Penggunaan tanaman sebagai obat telah dilakukan sejak
dahulu di Indoneisa.
Menurut widianto (1987), aktivitas suatu senyawa yang dapat
merangsang system imun tidak tergantung pada ukuran molekul tertentu.
Imunomodulator adalah suatu bahan atau obat yang dapat memodulasi
fungsi dan aktivitas system imun. Jenis tanaman obat yang mempunyai
aktivitas sebagai imunomodulator adalah mengkudu, jahe, meniran,
sambiloto, nimba, temu ireng, temulawak, dan sirunggu.
Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang
mengungkapkan pengetahuan lokal berbagai etnis dalam menjaga
kesehatannya. Secara empirik terlihat bahwa dalam pengobatan tradisional
memanfaatkan tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari jumlah
maupun frekuensi pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan
dibandingkan hewan. Hal tersebut mengakibatkan pengobatan tradisional
identik dengan tumbuhan obat, oleh karena itu tulisan selanjutnya
difokuskan pada tumbuhan obat.
Etnomedisin secara etimologi berasal dari kata ethno (etnis) dan
medicine (obat). Hal ini menunjukkan bahwa etnomedisin sedikitnya
berhubungan dengan dua hal yaitu etnis dan obat. Secara ilmiah
dinyatakan bahwa etnomedisin merupakan presepsi dan konsepsi
masyarakat lokal dalam memahami kesehatan atau studi yang mempelajari
sistem medis etnis tradisional (Bhasin 2007; Daval 2009). Lebih lanjut
Walujo (2009) menyatakan bahwa dalam studi etnomedisin dilakukan
untuk memahami budaya kesehatan dari sudut pandang masyarakat (emic),
kemudian dibuktikan secara ilmiah (etic) (Walujo 2009). Pada awal
perkembangan penelitiannya etnomedisin merupakan bagian dari ilmu
antropologi kesehatan (Bhasin, 2007) yang mulai berkembang pada
pertengahan tahun 1960-an (McElroy 1996), namun pada perkembangan
selanjutnya merupakan disiplin ilmu yang banyak dikembangkan dalam
ilmu Biologi.
Imunomodulator merupakan senyawa yang mengubah aktivitas
sistem imun tubuh dengan dinamisasi regulasi selsel imun seperti sitokin
(Spelman et al., 2006).Cara kerja Imunomodulator meliputi
mengembalikan fungsi imun yang terganggu (imunorestorasi),
memperbaiki fungsi sistem imun (imunostimulasi) dan menekan respons
imun (imunosupresi).Imunomodulator digunakan terutama pada penyakit
imunodefisiensi, infeksi kronis dan kanker (Katzung, 2007).
Kesembuhan seseorang dari penyakit yang dikarenakan oleh virus,
bakteri, ataupun antigen lain yang memicu terjadinya reaksi pada tubuh,
bergantung pada sistem kekebalan tubuh itu sendiri. Sebagai respon, tubuh
akan menaikkan sistem pertahanan tubuh yang dapat pula dipicu dengan
memberikan senyawa yang disebut imunomodulator. Hal ini akan
menyebabkan produksi limfosit meningkat pesat dan sel limfosit B akan
mensekresikan antibodi dengan afinitas yang l ebih tinggi terhadap antigen
jika dibandingkan dengan paparan antigen pertama (Delves & Roitt,
2000).
Berikut ini family yang berperan sebagai imunomodulator adalah
sebagai berikut diantaranya Zingiberaceae(Curcuma Aeruginosa),
Apiaceae (Bidens pilosa L),Liliceae (Allium sativum L), Anacardi aeceae
(Mangifera foetida L), Phyllanthaceae (Phyllanthus niruri L), Lamiaceae
(Ocimum basilicium L), Malvaceae (Hibiscus tiliaceus), Ranunculacee
(Nigella sativa), Solanaceae (Physalis angualata L), Fabaceae (Dalbergia
latifolia Roxb), Ranunculaceae (Nigella sativa), Mediaceae (Azadirachta
indica).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan pendahuluan yang sudah di sampaikan maka masalah
yang akan di pahas dalam laporan ini adalah tentang bagaimana konsep
serta praktik etnomedisin pada penggunaannya sebagai Imunomodulator,
dari berbagai etnis di Indonesia.
C. Tujuan
- Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
konsep dan praktik etnomedisin dari berbagai etnis di Indonesia
sebagai Imunomodulator.
D. Manfaat
- Memberi informasi kepada masyarakat bahwa dari etnis di Indonesia
bisa digunakan sebagai Imunomodulator
- Sebagai dasar atau rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunitas
Sistem imun atau sistem kekebalan adalah sel-sel dan banyak
struktur biologis lainnya yang bertanggung jawab atas imunitas, yaitu
pertahanan pada organisme untuk melindungi tubuh dari pengaruh biologis
luar dengan mengenali dan membunuh patogen. Sementara itu, respons
kolektif dan terkoordinasi dari sistem imun tubuh terhadap pengenalan zat
asing disebut respons imun. Agar dapat berfungsi dengan baik, sistem ini
akan mengidentifikasi berbagai macam pengaruh biologis luar seperti dari
infeksi, bakteri, virus sampai parasit, serta menghancurkan zat-zat asing
lain dan memusnahkan mereka dari sel dan jaringan organisme yang sehat
agar tetap berfungsi secara normal.
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme
pertahanan yang bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen
infeksi yang disebut sebagai sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh
untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun dapat
dibagi menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).
Manusia dan vertebrata berahang lainnya memiliki mekanisme
pertahanan yang kompleks, yang dapat dibagi menjadi sistem imun
bawaan dan sistem imun adaptif. Sistem imun bawaan merupakan bentuk
pertahanan awal yang melibatkan penghalang permukaan, reaksi
peradangan, sistem komplemen, dan komponen seluler. Sistem imun
adaptif berkembang karena diaktifkan oleh sistem imun bawaan dan
memerlukan waktu untuk dapat mengerahkan respons pertahanan yang
lebih kuat dan spesifik. Imunitas adaptif (atau dapatan) membentuk
memori imunologis setelah respons awal terhadap patogen dan membuat
perlindungan yang lebih ditingatkan pada pertemuan dengan patogen yang
sama berikutnya. Proses imunitas dapatan ini menjadi dasar dari vaksinasi.
Sistem imun merupakan struktur yang luar biasa efektif dalam hal
spesifisitas, indusibilitas, dan adaptasi. Namun, kegagalan pertahanan bisa
juga terjadi dan dibagi menjadi tiga kelompok besar: imunodefisiensi,
autoimunitas, dan hipersensitivitas.
Gangguan pada sistem imun dapat berupa imunodefisiensi,
penyakit autoimun, penyakit inflamasi, dan kanker. Imunodefisiensi dapat
terjadi ketika sistem imun kurang aktif sehingga dapat menimbulkan
infeksi berulang dan dapat mengancam jiwa. Pada manusia,
imunodefisiensi dapat disebabkan karena faktor genetik seperti pada
penyakit defisiensi imunitas kombinasi serta kondisi dapatan seperti
sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus
HIV. Sebaliknya, penyakit autoimun menyebabkan sistem imun menjadi
hiperaktif menyerang jaringan normal seakan-akan jaringan tersebut
merupakan benda asing. Di satu sisi, ilmu pengetahuan pun terus
berkembang dan manipulasi dalam kedokteran telah dilakukan.
Penggunaan obat imunosupresif telah berhasil menekan sistem imun yang
hiperaktif, dan penggunaan imunoterapi telah dilakukan untuk pengobatan
kanker.
Patogen dapat berevolusi secara cepat dan mudah beradaptasi agar
terhindar dari identifikasi dan penghancuran oleh sistem imun, tetapi
mekanisme pertahanan tubuh juga berevolusi untuk mengenali dan
menetralkan patogen. Bahkan organisme uniseluler seperti bakteri juga
memiliki sistem imun sederhana dalam bentuk enzim yang melindunginya
dari infeksi bakteriofag. Mekanisme imun lainnya terbentuk melalui
evolusi pada eukariota kuno tetapi masih ada hingga sekarang seperti pada
tumbuhan dan invertebrata.
Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang
disekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi
imun adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil,eosinofil,
monosit, dan makrofag), sel asesori (basofil,sel mast, dan trombosit), sel-
sel jaringan, dan lainlain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa
antibodi, komplemen, mediator radang, dan sitokin. Walaupun bukan
merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain dalam jaringan
juga dapat berperan serta dengan memberi isyarat pada limfosit atau
berespons terhadap sitokin yang dilepaskan oleh limfosit dan makrofag.
B. Imunomodulator
Imunomodulator menjadi bagian terpenting dalam dunia
pengobatan. Imunomodulator merupakan zat ataupun obat yang dapat
mengembalikan ketidakseimbangan sistem kekebalan yang terganggu
(Baratawidjaja, 2002). Imunomodulator membantu tubuh untuk
mengoptimalkan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang
berperan dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah
mengalami gangguan sistem imun (Djauzi, 2003).
Imunomodulator merupakan senyawa yang mengubah aktivitas
sistem imun tubuh dengan dinamisasi regulasi selsel imun seperti sitokin
(Spelman et al., 2006). Imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yaitu
melalui imunorestorasi, imunostimulasi, dan imunosupresi (Baratawidjaja,
2006).
a. Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi
sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai
komponen sistem imun.
b. Imunostimulasi yang juga disebut imunopotensiasi adalah cara
memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem tersebut.
c. Imunosupresan merupakan tindakan untuk memperbaiki fungsi
sistem pertahanan tubuh dengan cara menekan respon imun.
Kegunaan di linik ternyata pada transplantasi dalam mencegah
reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang
menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik.
Imunomodulator digunakan terutama pada penyakit
imunodefisiensi, infeksi kronis dan kanker (Katzung, 2007).
Pada prinsipnya kerja sistem imun dalam menghadapi invasi bahan
asing dari luar tubuh bekerja secara serempak, ibaratnya seperti suatu
konser musik dengan sel limfosit T-helper (Th) CD4+ sebagai pemandu-
nya. Dengan kata lain, suseptibiltas dan resistensi hewan terhadap infeksi
mikroba sangat tergantung pada aktivasi dari sel ThCD4+ yang
berdiferensiasi menjadi 2 kelompok berdasarkan pada sekresi sitokin,
yakni pola respon Th1 dan pola respon Th2. Sitokin merupakan protein
pembawa pesan berperan mengendalikan respon imun baik pada sistem
imunitas seluler maupun humoral (Tizard, 2000)
C. Obat Tradisional
Obat tradisional memiliki bentuk sediaan berupa tanaman herbal
yang diproses untuk diambil sari patinya dan agar lebih bertahan lama
maka dilakukan proses pengeringan. Obat Tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Syarat bahan yang memenuhi standar keamanan dan mutu
antara lain pada, proses pembuatan dengan menerapkan CPOTB,
memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia, dapat berkhasiat dan
dapat dibuktikan secara turun temurun. Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB) agar lebih memperhatikan pada proses produksi dan
penangan bahan baku agar dapat menjamin produk yang dihasilkan telah
memenuhi syarat yang sesuai dengan mutu dan tujuan penggunaannya
(BPOM, 2014).
D. Senyawa yang berpotensi sebagai imodulator
Sebagai salah satu bentuk pangan fungsional, yaitu bahan
panganyang mempunyai khasiat fisiologis bagitubuh, diantaranya
meningkatkan imu-nitas, prospek imunomodulator dari ba-han alami
sangat baik. Menurut Silalahi(2005) imunomodulator adalah sesuatu
senyawa yang dapat meningkatkan fungsi imun tubuh manusia. Sebagian
besar tanaman mengandung ratusan jenis senyawa kimia, baik yang telah
diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang belum diketahui jenis dan
khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan dasar dalam
pembuatan obat dari berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa
tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan sebagai obat. Didapati banyak tumbuhan mengandung
senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai imunomodulator.
Antara senyawa yang mempunyai prospek yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun adalah golongan flavonoid, kurkumin,
limonoid, vitamin C, vitamin E dan katekin. Jenis tanaman obat yang
mempunyai aktivitas sebagai imunomodulator antara lain adalah
Echinacea purpurea, mengkudu, jahe, meniran, sambiloto, nimba, temu
ireng, temulawak dan sirgunggu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Kriteria inklusi: jurnal ilmiah yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan
tujuan, Bahasa Indonesia full teks dan jurnal yang dipublikasikan pada tahun 2010-
2020.
2. Kriteria ekslusi: dalam jurnal ini tidak menjelaskan terkait adanya bahasan tentang
materi etnomedisin yang berpotensi sebagai imunomodulator dan tidak memiliki
struktur yang lengkap.
3. Data diperoleh dari database elektronik yakni scholar antara tahun 2013 sampai
2020. Dengan kata kuncinya yaitu enomedisin dan imunomodulator. Artikel atau
jurnal terkait dengan etnomedisin berbagai Family di Indonesia.
4. Masing-masing dari 50 jurnal penelitian yang dipilih untuk dijadikan acuan dalam
studi literature, dibaca dengan cermat dari abstrak, tujuan, hasil hingga pembahasan
untuk mengumpulkan informasi dan bukti ilmiah tentang etnomedisin dan
Imunomodulator.
BAB IV
PEMBAHASAN
Myrtaceae Prunus Jambu Tengger Buah muda Masuk angina Diminum Bhag
persica L wer wan.,
dkk.
Acoraceae Acorus Dringu Tengger Daun muda Demam Dioleskan Bhag
calamus wan.,
L. dkk.
-
Zingiberacea (Androgra Simala Dayak Daun Gangguan hati Dipoton (Bada
e phis kama Lindaye termasuk sakit g- n
paniculata (melay kuning, potong, POM
(Burm. f.) u) gangguan dijemur RI,
Nees) pencernaan, dan 2011).
tekanan darah direbus.
tinggi dan
rematik
Zingiberacea (Curcuma Temula Dayak Bagian Deman kuning, Dipoton (Bada
e xanthorrhi wak Lindaye rimpang / kejang-kejang, g- n
za Roxb.) umbi ambeien, potong, POM
malaria, kurang dijemur RI,
nafsu makan, dan 2011).
kurang direbus.
darah,radang
lambung,
sembelit.
Rubiaceae Morinda Pace, Joyotamba Buah Hipetensi, - Zumr
citrifolia Kudu/k ksari demam, otul
emudu Malang influenza,batuk mufid
ah,
2015
Iridaceae Eleutherin Umbi Dayak Simplisia Imuno modulator Ekstraksi (Wah
a Bawan etanol yuni.2
palmifolia g spons 019)
L. Merr Dayak Melophl
us
sarasino
rum
Passifloracea Passiflora Rambu Makassar Daun mensekresi - -
e Foetida L sa, antibodi dan
permot memberikan
respon
hipersensitivitas
yang lebih baik
B. Persamaan
Tanaman obat imunomodulator adalah tanaman yang dapat
mempengaruhi atau memodulasi sistem imun tubuh. Beberapa tanaman
obat memiliki fungsi sebagai imunomodulator diantaranya echinaceae,
mengkudu, jahe, meniran, temu hitam, daun som jawa, adas, temu
manga,kunci menir, kunyit, bawang putih, kemangi, temulawak, lengkuas,
bawang merah, ekstrak, daun macang, daun papaya dan sambiloto.
Berdasarkan data yang telah disebutkan, tujuan dari dibuatnya review
jurnal ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah mengenai tanaman
suku Zingiberaceae, Phyllanthaceae, Anacardiaceae, Cactaceae,
Rubiaceae, Iridaceae, Talinaceae, Caricaceae, Fabaceae dengan aktivitas
imunomodulator. Penggunaan imunomodulator bagi kepentingan
pengobatan sebaiknya diarahkan sebagai kombinasi sinergis pada terapi
infeksi. Di samping itu adalah untuk mengurangi keparahan, mempercepat
masa penyembuhan, memperkecil angka kekambuhan serta meringankan
biaya terapi. Salah satu permasalahan dari aspek pembudidayaan tanaman
obat luas lahannya terbatas, lokasi budidaya masih terpisah-pisah dan
belum dibudi dayakan secara meluas.
Pada tanaman meniran (phyllanthus niruri), ekstrak etanol
mempunyai efek yang sama terhadap aktivitas makrofag. Hal itu
disebabkan karena meniran mengandung zat aktif yang sama dengan
ciplukan “flavonoid”. Berdasarkan penelitian Sunarmo,” tanaman meniran
atau phyllanthus niruri yang mengandung flavonoid memiliki efek
imunodulator
pada tiga varietas macang (Batu, Limus dan Manis) terbukti efektif
sebagai imunomodulator. Dosis 1 (1 ppm = 0,001 mg/g) pada macang
varietas limus dan manis sudah menunjukkan kemampuan
imunomodulator, sehingga tidak perlu peningkatan dosis dengan masing-
masing presentase aktivitas fagositosis 83,33±2,89% dan 91,00±3,00%.
Sedangkan pada varietas batu dosis 2 (10 ppm = 0,01 mg/g) lebih efektif
untuk digunakan. Adanya perbedaan persentase kemampuan aktivitas
fagositosis tiap perlakuan pemberian ekstrak daun macang dapat
disebabkan oleh perbedaan dosis maupun komposisi kandungan kimia
yang terdapat dalam masingmasing varietas macang. Xantonoid berupa
mangiferin yang dapat bersifat sebagai antioksidan (Purwaningsih, et al
2011 ). Mangiferin adalah senyawa bersifat farmakologis yang terdapat
pada genus mangifera (mangga) (Matkowski, et al., 2013). Mangiferin
dalam daun Mangifera foetida merupakan flavonoid bersifat antioksidan
untuk menangkal radikal bebas, serta sifat aktivitas farmakologi dalam
beberapa proses pathogenesis, salah satunya sebagai agen
imunomodulator. mangiferin dapat meningkatkan jumlah leukosit,
limfosit, neutrofil, IgG dan IgM ketika terinduksi senyawa karsinogenesis
tetapi tidak pada keadaan normal. Menurut Bouayed & Bohn (2010),
senyawa aktif yang memiliki kemampuan antioksidan pada suatu ekstrak
dalam dosis kecil dapat digunakan sebagai obat dan apabila berlebihan
mengakibatkan terganggunya fisiologi sel, sehingga dapat bersifat toksik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang uji aktifitas
immunomodulator dan Jumlah sel leukosit dari ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton & Rose), Ekstrak kulit buah
naga merah yang diberikan terhadap mencit putih jantan memiliki efek
imunomodulator yang mempunyai aktifitas sebagai imunostimulan
sehingga dapat meningkatkan kemampaun fagositosis. Penggunaan
ekstrak kulit buah naga merah dapat meningkatkan jumlah sel dan jumlah
total sel leukosit serta dapat mempengaruhi bobot limpa relatif dalam
pembentukan sistem imun tubuh. Semakin tinggi pemberian dosis ekstrak
kulit buah naga merah, maka semakin meningkat kemampuan fagositosis
dan aktifitas sistem imun tubuh dan dosis 100 mg/kgBB memiliki aktivitas
imunostimulant paling tinggi.
Buah mengkudu juga mempunyai beberapa senyawa aktif yang
mampu berperan sebagai agen imunomodulator. Buah mengkudu dapat
digunakan sebagai terapi pencegahan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri S. aureus karena mempunyai senyawa aktif yang bersifat
sebagai antiinflamasi. Sedangkan Beberapa kandungan senyawa aktif buah
mengkudu di antaranya scopoletin yang merupakan turunan dari coumarin.
Senyawa aktif scopoletin pada buah mengkudu diduga berkontribusi
sebagai agen antiinflamasi dan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan
(Deng et al., 2007; Ikeda et al.,2009). Scopoletin dapat memengaruhi
ekspresi sitokin inflamasi melalui penghambatan faktor transkripsi nuclear
factor (NF)-kβ yang mengakibatkan penghambatan produksi atau sekresi
dari sitokin-sitokin proinflamasi (Moon et al., 2007; Deng et al., 2007).
Menurut hasil penelitian “(Yasmiwar Susilawati)” aktivitas
imunomodulator ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.), terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap parameter neutrofil dan monosit yang
merupakan menunjukkan adanya efek imunomodulator. Ekstrak daun
pepaya dosis 800 mg/kg BB menunjukkan kemampuan imunomodulator
tertinggi dibandingkan dosis 200 dan 400 mg/kg BB. Sedangkan pada
hasil penelitian “(Parlinaningrum, dkk., 2014)” secara umum
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun som jawa memiliki aktivitas
imunomodulator baik terhadap sistem imun non spesifik maupun spesifik.
Kandungan flavonoid, saponin, triterpenoid dan steroid (sterol) dalam som
jawa diduga memiliki peran sebagai imunomodulator dengan
menstimulasi produksi sitokin IL-2, IFN- (Barbosa, 2014 dan Chiang,
dkk., 2003), meningkatkan respon limfosit T (Hussain, dkk., 2013).
Sambiloto kandungan zat aktifnya yaitu andrographolid. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan (2,7 mg/20 g BB mencit)
menunjukkan peningkatan IgG tertinggi. Tiga fraksi teraktif dengan
peningkatan jumlah IgG tertinggi sampai terendah yaitu F2 (0,569 mg/20
g BB mencit), F1(0,126 mg/20 g BB mencit), F4(0,094 mg/20 g BB
mencit). Perbedaan aktivitas kemungkinan dipengaruhi oleh senyawa-
senyawa yang terkandung di masing-masing fraksi. Hasil identifikasi
secara kromatografi lapis tipis dengan eluen yang sesuai dan berbagai
pereaksi semprot di perkirakan fraksi 1 mengandung golongan senyawa
terpenoid. F2 mengandung golongan senyawa terpenoid, steroid dan
flavonoid. F3 mengandung golongan senyawa terpenoid; F4 mengandung
golongan senyawa alkaloid dan terpenoid. Berdasarkan hasil identifikasi
secara KLT bahwa fraksi 2 mempunyai jenis golongan senyawa kimia
yang terbanyak dibanding fraksi yang lain, dimungkinkan ada efek
sinergisme antar senyawa sehingga fraksi 2 ini mempunyai aktifitas
sebagai imunostimulator yang kuat dibanding kelompok perlakuan yang
lain. Senyawa-senyawa flavonoid, terpen menurut Wagner (1985) dapat
mempengaruhi aktivitas respon imun.
Pada penelitian ini dihasilkan formulasi nanopartikel ekstrak
meniran dan bawang putih yang stabil pada kadar 0,414% b/v. Pembawa
dengan sistem SNEDDS yang digunakan adalah PEG, tween 80 dan VCO
dengan perbandingan 1:5.25:1 dan penambahan kombinasi ekstrak ((1:1)
sebanyak 30 mg. Formulasi nano yang dihasilkan terbukti dapat
memodulasi sistem imun dengan meningkatkan fagositasi makrofag dilihat
dari indeks dan rasio fagositosi yang lebih tinggi dari pada kontrol positif
dan formulasi tanpa sistem nano, di mana semakin tinggi indeks dan rasio
fagositasi menunjukkan aktivitas fagositasi makrofag semakin meningkat.
Senyawa lektin dapat berikatan dengan TLR1-TLR2, lebih baik daripada
ligan native-nya, yang ditunjukkan oleh skor docking lektin yang lebih
rendah dari ligan native-ny. Tetapi beda hal nya menurut (Talinum
triangulare (Jacq.) Willd) hasil uji efek imunomodulator infusa umbi
Bawang Dayak menunjukkan KU3 memberikan efek imunomodulator
yang terbesar diantar kelompok uji lainnya. Peningkatan dosis infusa umbi
Bawang Dayak menunjukkan adanya peningkatan efek imunomodulator.
Spesies tumbuhan dari famili Fabaceae paling banyak digunakan
untuk pengobatan penyakit liver karena memiliki sebaran pertumbuhan
yang luas sehingga mudah dijumpai. Anggota Fabaceae mengandung
berbagai senyawa dengan berbagai aktivitas farmakologi yang dapat
meringankan, meredakan, dan menyembuhkan penyakit liver. Penggunaan
empiris oleh masyarakat, kandungan kimia dan aktivitas farmakologi
tumbuhan dari famili Fabaceae mendukung pemanfaatannya untuk
pengobatan penyakit liver oleh battra berbagai etnis di Indonesia. Aktivitas
sebagai antioksidan, antivirus, dan hepatoprotektor memegang peranan
penting dalam proses penghambatan berkembangnya penyakit liver. Perlu
diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan Fabaceae untuk tujuan
pengobatan khususnya spesies-spesies yang belum pernah dimanfaatkan
oleh masyarakat karena adanya senyawa toksik dan antinutrisi, namun
demikian dengan perlakuan sederhana tententu pengaruh negatif dapat
dikurangi hingga kadar aman atau bahkan dihilangkan sehingga aman
dikonsumsi.
Ekstrak Gelidium amansii memiliki efek anti-inflamasi dengan
menekan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-a, IL6, dan IL-1β.
Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap kerusakan atau adanya
gangguan faktor luar, dimana respon tersebut akhirnya ditujukan untuk
pemulihan struktur dan fungsi jaringan tubuh (Yoo et al., 2012). Respon
fisiologis ini melibatkan sistem imun spesifik dan non spesifik. Proses
inflamasi yang berkepanjangan berkontribusi terhadap patogenesis banyak
penyakit seperti radang sendi, asma, multiple sclerosis, penyakit usus dan
aterosklerosis (Rankin 2004). Inflamasi ini merupakan proses kompleks
yang melibatkan mediator inflamasi dan sel inflamasi (Sacca et al.,1997).
Pengobatan untuk inflamasi pada umumnyaditujukan untukmenghambat
aktivitas sel-sel inflamasi atau menghambat produksi mediator inflamasi
(Shu et al., 2013). Komponen bioaktif rumput laut telah diteliti memiliki
efek anti inflamasi (Wang et al., 2013; Kim et al., 2010; Shu et al., 2013;
Yoo et al., 2012). Mekanisme yang mungkin untuk anti-inflamasi ekstrak
Gelidium amansii adalah dengan memblok translokasi NF-kB dan down-
regulasi ekspresi protein inducible nitric oxide synthase (iNOS) (Wang et
al., 2013). Senyawa fukosantin yang diisolasi dari rumput laut coklat
Ishige okamurae mempunyai efek anti-inflamasi dengan cara menghambat
mediator proinflamasi yaitu NO, PGE2, IL-1β, TNF-α, dan IL-6 melalui
penghambatan aktivasi NF-κB dan menekan phosphorilasi MAPK pada sel
makrofag RAW 264.7 (Kim et al., 2010). Ekstrak methanol rumput laut
merah dari Malaysia Gracilaria changii telah dilaporkan berkhasiat sebagai
antiinflamasi karena dapat menghambat ekspresi gen TNF-α dan IL-6
yang terjadi selama proses diferensiasi sel U-397 secara in vitro (Shu et
al., 2013). Fucosterol yang diisolasi dari rumput laut Undaria pinnatifida
telah dilaporkan mempunyai efek anti-inflamasi yaitu dengan menekan
mediator pro-inflamasi seperti iNOS dan sitokin pro-inflamasi seperti
TNF- α dan IL-6 melalui inaktivasi jalur transkripsi NF-kB yaitu dengan
mengkoordinasi IKK/IkB-αdan MKK3/MKK6/p38 jalur MAPK. Proses
ini dapat terjadi melalui mekanisme penghambatan proses transkripsi
aktivitas mrdiator inflamasi. Fukosterol dapat menghambat aktivitas
transkripsi NF-kB dan aktivitas pengikatan dengan DNA sehingga dapat
menghambat translokasi p65 dan p50 serta menghambat reaksi
phosphorilasi p65. Akibatnya fukosterol dapat menghambat fosforilasi
mitogen-activated protein kinase kinases 3/6 (MKK3/MKK6) dan mitogen
activated protein kinase-activated protein kinase 2 (MK2), dimana
keduanya terlibat dalam jalur p38 MAPK (Yoo et al., 2012).
Zingiber zerumbet (L.) Roscoe ex Sm. (lempuyang) merupakan
tanaman dari genus Zingiber (GBIF, 2020). Bagian rimpang dari
lempuyang telah digunakan untuk mengatasi gangguan imun secara
tradisional di Asia Tenggara. Senyawa yang terkandung pada lempuyang
adalah zerumbone (Haque, et al., 2018). Zingiber officinale Roscoe (jahe)
merupakan tanaman dari genus Zingiber Mill. (GBIF, 2019). Senyawa
gingerol yang dimiliki oleh jahe memiliki aktivitas imunomodulator. 6-
gingerol, 8-gingerol, dan 10-gingerol dengan masing-masing dosis 0,15
μmol/L diberikan pada sel T manusia secara in vitro selama 48 jam. Hasil
dari pengujian ini adalah terdapatnya peningkatan sitokin inflamasi seperti
TNF-α dan IL-8 dibandingkan dengan sel T yang tidak diberikan
intervensi gingerol. Menurut uraian di atas, adanya aktivitas
imunostimulan maupun imunosupresan pada jahe dapat dipengaruhi oleh
dosis yang diberikan maupun perbedaan sitokin yang dilihat sebagai
acuan. Misalnya adalah pada dosis 120 mg/kg dan diberikan bersamaan
dengan kunyit dapat memberikan efek imunostimulan karena terdapat
peningkatan kadar serum TNF-α dan IFNγ. Namun, pada dosis yang lebih
tinggi yaitu 300 mg/kg dapat memberikan efek imunosupresan karena
terjadinya penurunan IL-2.(Anggarwal & Shishodia, 2006).
Jadi dalam beberapa hasil dari data penelitian menunjukan
tanaman yang memiliki efek immunodolator yaitu kebanyakan pada
family Phyllanthaceae, Anacardiaceae, Iridaceae, Talinaceae, Caricaceae,
Fabaceae. Karena pada family ini mengandung senyawa flavonoid,
Menurut Devagaran & Diantini (2012) salah satu senyawa yang memiliki
kemampuan dapat meningkatkan sistem imun adalah senyawa flavonoid.
Kebanyakan sediaannya itu dikonsumsinya secara oral, dengan
peracikannya itu menyajikannya dengan cara direbus (Hidayat 2015 &
Fitria 2020). Mekanisme flavonoid sebagai imunomodulator yaitu dengan
meningkatkan aktivitas IL-12 dan proliferasi limfosit. Sel CD4+ akan
mempengaruhi proliferasi limfosit kemudian menyebabkan sel Th-1
teraktivasi. Sel Th-1 yang teraktivasi akan mempengaruhi IFN- Ɣ yang
dapat mengaktifkan makrofag yang ditandai dengan meningkatnya
aktivitas fagositosis secara cepat dan lebih efisien dalam membunuh
antigen (Patroni & Yuniarti, 2003). Tetapi pada penelitian (Anggarwal &
Shishodia, 2006) pada family Zingiberaceae yaitu Zingiber officinale
Roscoe (jahe) merupakan tanaman dari genus Zingiber Mill. (GBIF,
2019). Senyawa gingerol yang dimiliki oleh jahe memiliki aktivitas
imunomodulator. 6-gingerol, 8-gingerol, dan 10-gingerol dengan masing-
masing dosis 0,15 μmol/L diberikan pada sel T manusia secara in vitro
selama 48 jam. Hasil dari pengujian ini adalah terdapatnya peningkatan
sitokin inflamasi seperti TNF-α dan IL-8 dibandingkan dengan sel T yang
tidak diberikan intervensi gingerol. Menurut uraian di atas, adanya
aktivitas imunostimulan maupun imunosupresan pada jahe dapat
dipengaruhi oleh dosis yang diberikan maupun perbedaan sitokin yang
dilihat sebagai acuan. Misalnya adalah pada dosis 120 mg/kg dan
diberikan bersamaan dengan kunyit dapat memberikan efek
imunostimulan karena terdapat peningkatan kadar serum TNF-α dan IFNγ.
Namun, pada dosis yang lebih tinggi yaitu 300 mg/kg dapat memberikan
efek imunosupresan karena terjadinya penurunan IL-2.
A. Perbedaan
Mempunyai suka/etnis yang berbeda.
Khasiat temulawak dan kunyit berbeda. Kunyit berkhasiat untuk
menjaga stamina, hepatoprptektor, diuretic, antioksidan,
immunomudolator, dan antikanker sedangkan khasiat dari temulawak
untuk epilepsy dan insomnia.
Memiliki nama lokal dan nama latin yang berbeda.
Bagian tanaman yang digunakanya berbeda. Pada kunyit bagian
tanaman yang biasa digunakan adalah rimpang sedangkan pada
temulawak bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan rimpang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil riveuw jurnal yang telah dilakukan, dapat
diketahui terdapat 34 jenis tumbuhan di Indonesia yang mempunyai
khasiat semagai Imunomodulator. Berbagai jenis tumbuhan dari suku
daerah tersebut memiliki potensi tinggi untuk dijadikan obat
Imunomodulator dimasa yang akan mendatang, yaitu Zingiberaceae,
Portulacaceae, Talinaceae, Rbubiaceae, Caricaceae, Phyllanthaceae.
Persamaan yang dimiliki dari tanaman sebagai Imunomodulator itu dilihat
dari dari segi penggunaannya, yaitu secara oral dengan cara direbus atau
diseduh dan ada juga yang dijus, sedangkan dilihat dari senyawa yang
terkandung sebagai Imunomodulator itu adalah senyawa Flavonoid. Dan
Adapun perbedaannya yaitu yang signifikan terhadap parameter neutrofil
dan monosit yang merupakan menunjukkan adanya efek imunomodulator
dari berbagai jenis dosis yang diberikan pada uji lebih lanjutnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil riveuw yang telah dilakukan, kami dapat memberi
saran, bahwa dari riveuw ini dapat :
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga bahan alam atau tanaman
tersebut dapat dibuat sebagai sediaan obat Imunomodulator yang
mempunyai efek yang bagus atau potensi yang baik.
2. Lakukan penelitian Kembali mengenai senyawa yang tergantung, zat
aktif yang berperan serta bisa menentukan dosis yang digunakan untuk
Imunomodulator.
3. Hasil riveuw ini bisa sebagai pembanding pada saat melakukan
penetilian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Suriani., 2019., Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temu
Hitam (Curcuma Aeruginosa) Terhadap Peningkatan Imunoglobulin G
(Igg) Pada Tikus Putih Jantan.,
JURNAL HERBAL INDONESIA. ISSN : 2685-9343
Bhagwan., dkk. Pendekatan Etnofarmasi Tumbuhan Obat Imunomodulator
Suku Tengger Desa Ngadas, Kabupaten Malang, Indonesia. Journal of
Islamic Medicine Volume 4(2) (2020),Pages 98-105.
Wulansari, Rina. DKK. EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK
ETANOL DAUN SOMJAWA (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS.Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi ‘’
YAYASAN PHARMASI’’: Semarang. Vol 11 No 1
Putra, Bayu. DKK. 2020. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Herba
Krokot (Portulacaoleracea L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Jantan dengan Parameter DelayedType Hypersensitivity (DTH).
Universitas Muslim Indonesia: Makasar. 6 (1): 20 – 25
Darmawan Kadek Hendra, dkk., 2017. Pemanfaatan Nano Ekstrak
Etanolik Kombinasi Meniran (Phyllanthus Niruri L.) Dan Bawang Putih
(Allium Sativum L.) Sebagai Immunomodulator Alami Dalam
Pengembangan Nanoherbal, Studi In Silico Dan In Vitro. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. 02 : 110- 119.
Widodo Harto, dkk., 2019. Pemanfaatan Tumbuhan Famili Fabaceae
untukPengobatan Penyakit Liver oleh Pengobat Tradisional Berbagai Etnis
di Indonesia. Media Litbangkes. Vol. 29 No. 1 : 65 – 88 Badan POM RI.
(2011). Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia Ramuan
Etnomedisin vol. I. Jakarta: CV GLOBAL exPRESS media.
Azimah Damriati, dkk. 2015. Efek Imunomodulator dari kombinsi Ekstrak
Etanol herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) dan
Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Poliferasi
Sel Limfosit Mencit Balb/c secara Invitro
Mufida Zumrotul. 2015. Buah mengkudu (Morinda citrifolia) Meningkatkan
Respo Imun Mencit(Mus Musculus) Terhadap Infeksi Bakteri
Staphylococcus aureus.
N, G. Y., Permata, O., & Ferine, M. (2020). Immunomodulatory Effect of
Nigella sativa Extractthrough the Improvement of IL-1β Level in Balb-c
Mice Infected by M S ethicillin resistant taphylococcus aureus. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, Vol. 31 No.2 hal 85-88.
Yavad, S. K., PKM, N., & Yavad, C. K. (2015). Research Article of
Evaluation of Immunomodulatory Activity of Dalbergia Latifolia on Swis
Albino Mice. Jurnal IOSR
Farmasi dan Ilmu Biologi (IOSR-JPBS, Vol 10 Hal. 58-64.
Ernilasaria., Saudah., Suzanni, M.A., Diana., Irhamnie.Viena, V. 2018.
Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat pada Masyarakat Blang Bungong
Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie-Aceh. TM Conference Series. Vol 1(3):
034–037.
Wulandara, F.D., Rafdinal.,Linda, R. 2018. Etnobotani Tumbuhan Obat
Suku Melayu Desa Durian Sebatang Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong
Utara. Jurnal Protobiont.Vol. 7 (3) : 36 –46.
Rahmi Muthia.2018. Efek Imunomodulator Infusa Umbi Bawang Dayak
(Eleutherina palmifoliaL. Merr) Dengan Metode Bersihan Karbon. Vol. 05 ,
No.01. Jurnal Pharmascience.
Wahyuni.2019. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Spons Melophlus
sarasinorum Terhadap Aktivitas Fagositosis Sel Makrofag Pada Mencit
Jantan Balb/C.Vol.5.No.2.Jurnal Farmasienetika.
H. Novanti, Y. Susilawat. 2017. REVIEW: AKTIVITAS FARMAKOLOGI
DAUN ILER(Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.). Farmaka. Volume 15
Nomor 1.
H. Rahman, Y. Aldi, E Mayanti. 2016. AKTIFITAS
IMUNOMODULATOR DAN JUMLAH SEL LEUKOSIT DARI
EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus lemairei (Hook.)
Britton & Rose) PADA MENCIT PUTIH JANTAN. Jurnal Farmasi Higea.
Vol. 8, No. 1.
Aldi, Yufri., Ogiana, Nisya., & Handayani, Dian. (2014). Uji
Imunomodulator Beberapa Subfraksi Ekstrak Etil Asetat Meniran
(Phyllanthus niruri [L]) Pada Mencit Putih Jantan Dengan Metoda Carbon
Clearance. Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1, Hal : 70 – 82
Aldi, Yufri., Dewi, Onesis Novita., & Uthia, Rahimatul. (2016). Uji
Imunomodulator Dan Jumlah Sel Leukosit Dari Ekstrak Daun Kemangi
(Ocimum Basilicum L.) Pada Mencit Putih Jantan. Scientia Vol. 6 No. 2
Sihombing, Yanna Rotua., Octora, & Debi Dinha. (2019). Uji
Imunomodulator Dari Ekstrak Etanol Daun Waru (Hibiscus tiliaceus)
Dengan Metodehipersensitivitas Tipe Lambat. Jurnal Penelitian Farmasi
Herbal. Vol. 1 No.2
Aldi, yufri. 2013. Uji Imunomodulator Beberapa Subfraksi Ekstrak Etil
Asetat Meniran (Phyllanthus Niruri [L]) Pada Mencit Putih Jantan
Dengan Metoda Carbon Clearance. Prosiding Seminar Nasional
Perkembangan Terkini Sains Farmasi Dan Klinik III 2013 UJI, 2339–
2592, 134– 47.
Andhika D, Oom K, Ella N. Formulasi Dan Uji Sediaan Masker Anti
Jerawat Kayu Manis (Cinnamomum burmanni (Nees &T. Nees ). Tersedia
diperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/ejurnal%20066109044.docx
(Diakses tanggal 25 juli 2017).
Radji, M. dan Biomed, M. 2010. Imunologi dan Virologi. PT. ISFI
Penerbitan. Jakarta Yasmiwar Susilawati , Moelyono Moektiwardoyo , Eli
Halimah, Imam Adi Wicaksono , Zelika
Mega Ramadhania , Silvia Sari Prastiwi.(2019). Aktivitas Imunomodulator
Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) dengan Metode Induksi
Bakteri dan CBC Diff,Journal of Sains and Health.
Erniati a, dan Riri Ezraneti.(2020) Aktivitas imunomodulator ekstrak
rumput laut Immunomodulator activities in seaweed extract. Acta
Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 7:2 (October, 2020): 79-86
Asep E. Sukmayadi, Sri A. Sumiwi, Melisa I. Barliana, Anisa D. Aryanti.
(2014). Aktivitas
Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis
Linn.). Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014.
Aisyah, 2015. Uji Efek Imunostimulan Ekstrak Methanol Daun
Flamboyan [Delonix regia(Boj.ex Hook.) Raf] terhadap Peningkatan Sel –
Sel Imun Mencit Strain Swiss- Webster. Skripsi, Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Arvin, K.B. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Terjemahan dari Nelson
Textbook of Pediatrics 15/E, oleh A. Semik Wahab. EGC, Jakarta.
Baratawidjaja, G.K. 2006. Penggunaan Herbal Medisin untuk
Imunostimulator dan Kemopreventif. FKUI, Jakarta.
Chairul dan Praptiwi. 2011. Uji Efektivitas Immunomodulator Tiga jenis
Zingiberaceae Secara In-Vitro Melalui Pengukuran Aktivitas Sel
Makrofag Dan Kapasitas Fagositosis, Jurnal Botani. 2.(1).
Zalizar, Lili, 2013, Flavonoids of Phylanthus Niruri as Immunomodulators
A Prospect to Animal Disease Control, Journal of Science and
Technology, 3(5):529-532.
Andi emelda,Arman,dkk, Efek imunomodilator ekstrak etil asetat dari
permot ( Passiflora foetida.L)dan terhdap sekresi antibiotic dan
hipertensivitas tipe tertunda di Vivo. Desember ,2012
Dr, Purwadi, M.Hum,dkk. Riset Khusus Eksplorasi Pengetahuan Lokal
Etnomedisin Dan Tumbuhan Obat Berbasis Komunitas Di Indonesia, jawa
Timur, 2015.
Hidayat, S., dan Nipitupulu, R.M. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta
Fitria, L., dan Ivoni, S. 2020. Tumbuhan Obat Berpotensi Imunomodulator
di Suku Anak Dalam Bandar Bengkulu. JPBIO (Jurnal Pendidikan
Biologi), Vol. 5, No,. 1, 64-72
Maharani Amanullo, Ester Krisdayanti. 2019. Jintan Hitam sebagai
Imunomodulator dan Anti Inflamasi Pada Pasien Asma. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional. Volume 1 Nomor 1,November.
Marni, Retno Ambarwati. 2015. Khasiat Jamu Cekok terhadap
Peningkatan Berat Badan PadaAnak. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
KEMAS 11 (1) 102-111
Yani Triyani, Irna Herliani, dkk. 2015. Optimasi Dosis dan Perbandingan
Efek Ekstrak Etanol Ciplukan (physalis angualata) dengan Obat Herbal
Imunomodulator Terstandar Terhadap Aktivitas Makrofag Intraperitoneal
Mencit Jantan Galur DDY. Artikel Penelitian. Global Medical and Health
Communication. Vol 3 No. 1, Februari.
Subositi dyah, Slametwahyono,2019, Study of the genus Curcuma in
Indonesia used astraditional herbal medicines, Biodiversitas, 1356-1361
(20).
Tjandrawinata Raymond Rubianto, Liana Wijaya Susanto, 2017, The use
of Phyllanthus niruri L. as an immunomodulator for the treatment of
infectious diseases in clinical settings, Asian Pac J Trop Dis, 132-140, 7
(3)
Kholifah, S.N., dan Fitmawati. 2020. EFEKTIVITAS
IMUNOMODULATOR EKSTRAK DAUNMACANG (Mangifera
Foetida L.) TERHADAP SEL MAKROFAG TIKUS
PUTIH (Rattus norvegicus). Jurnal Pendidikan Matematika dan Ipa. Vol.
11 No.1: 130-141.
K. Thangadurai,. R. Savitha,. S. Rengasundari,. K. Suresh and V.
Banumathi. 2018. Immunomodulatory action of traditional herbs for the
management of acquired immunodeficiency syndrome: A review.
International Journal of Herbal Medicine. 6(6):10-14.
Mulyani H,. Widyastuti S.H,. dan Ekowati, V.I. 2016. TUMBUHAN
HERBAL SEBAGAI JAMU PENGOBATAN TRADISIONAL
TERHADAP PENYAKIT DALAM SERAT PRIMBON JAMPI JAWI
JILID I. Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 21, No. 2: 73-91.
Hadijah S., Hendra M., & Hariani N. 2016. ETNOMOTANI OBAT
TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT KUTAI DI KEC. MUARA
BENGKAL KAB. KUTAI TIMUR. Bioprospek 11 (2) :19-24
Weiss, R. B. (1992-10). "Hypersensitivity reactions". Seminars in
Oncology. 19 (5): 458–477. ISSN 0093-7754. PMID 1384149
Doherty, M; Robertson, M (2004-12). "Some early Trends in
Immunology". Trends in
Immunology. 25 (12): 623–631. doi:10.1016/j.it.2004.10.008. ISSN 1471-
4906.
Kurosaki T, Kometani K, Ise W (Maret 2015). "Memory B cells". Nature
Reviews. Immunology. 15 (3): 149–59. doi:10.1038/nri3802. PMID
25677494.
Praptiwi dan Chairul., 2012. PENDAYAGUNAAN DUA JENIS
ZINGIBERACEAE mangga (temu mangga) dan K. angustifolia (kunci
menir)] SEBAGAI SUMBER
BAHAN IMUNOMODULATOR SECARA IN VITRO. J.Tek. Ling. 11
(3): 435-441
Umi Nihayatul . 2019. “Studi Etnobotani Pemanfaatan Suku Zingibereceae
di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah “.
Skripsi . Fakultas Sains danTeknologi. Universitas Islam Negeri
Walisongo. Semarang
Yusron M., M. Januwati dan W.J.Priambodo, 2004. Keragaan mutu
Andrographis paniculata
Nees.) pada beberapakondisi agroekologi. Prosiding Se-minar Kelompok
Kerja Nasional(Pokjanas) Tanaman Obat Indo-nesia di Tawangmangu, 27-
28April 2004
BPOM RI. (2014). Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta: Badan
Pengawas Obat danMakanan.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2002. Imunologi Dasar.Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. Hal 3, 28-31, 33-34, 50-52.
Djauzi S, Djoerban Z. 2003. Penatalaksanaan Infeksi HIV di Pelayanan
Kesehatan Dasar,Pokdisus AIDS FKUI/RSCM dan Yayasan Pelita Ilmu,
Jakarta.
Spelman K, Burns JJ, Nichols, Winters N, Ottersberg S, Tenborg M. 2006.
Modulation of cytokine expression by tradisional medicines: a review of
herbal immunomodulators. Alternative Medicine Review. 1(1): 128-146.
Baratawidjaya KG. 2006. Imunologi dasar. In: Balai penerbit FKUI.
Jakarta.
Katzung B. G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Boston:
McGraw Hill.TIZARD,I.R. 2000. Immunology: An Introduction. 6th Ed.
New York: Saunders College Publishing. pp. 98 – 161.
Hartini yustina sri, Subagus Wahyuono, Sitarina Widyarini,dkk, 2013, Uji
Aktivitas fagositosis makrofag senyawa kode pc-2 dari daun sirih merah
( piper crocatum Ruiz & pav ) secara in-vivo, 1 (6)
Tambusai, Nur Ayuningsih, 2018, Uji efek imunomodulator ekstrak etanol
daun afrika (vernonia amygdalina, Delile ) Terhadap Aktivitas fagositosis
sel imun pada mencit jantandengan metode karbon kliren, Universitas
sumatera Utara.