“TUBERKULOSIS”
Oleh :
Kelompok 1
Anggota Kelompok :
Jihan 201510410311083
Harzelin Sugeng Kristianto 201510410311106
Afriady Nuur Muhammad 201510410311114
Tria Zailida Nurfathillah 201510410311156
Yogye Eka Pratama 201510410311170
Tri Putri Nur Aisyah Laitupa 201510410311186
Januar Anastasia Agatha 201510410311199
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
preskripsi dengan tema “Penyakit Tuberkulosis” ini. Shalawat serta salam kami curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua
selaku umatnya.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini salah satunya untuk memenuhi tugas
praktikum preskripsi. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang selalu sabar membimbing kami.
Kami Sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka kami mohon
maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik
kami harapkan untuk meningkatkan bobot makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis, disingkat TB, adalah suatu penyakit menular yang paling sering
(±80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Gram-positif tahan-asam
dengan pertumbuhan sangat lamban, yaitu Mycobacterium tuberculosis (Yun.mycos=
dinding selnya bersifat sebagai lilin) (dr. Robert Koch, 1882).
Tuberkulosis Primer
Paru biasanya merupakan tempat permulaan kontak antara basil tuberkulosis dengan
manusia. Fokus infeksi primer, yang biasanya tanpa gejala, disebut kompleks Ghon. Lesi
paru biasanya kecil dengan diameter sekitar 10 mm, dan terdiri dari nekrosis kaseosa di
sebelah tengah yang dikelilingi oleh histiosit epitel bentuk palisade, dan kadang-kadang
ditemukan sel datia Langhans, dan limfosit. Granuloma seperti ini ditemukan juga pada
kelenjar limfe yang dialiri cairan limfe dari daerah paru yang sakit.
Hampir pada semua kasus, lesi primer akan mengalami organisasi, dan meninggalkan
nodul fibrokalsifikasi pada paru, dan secara klinis tidak meninggalkan cacat. Walaupun
begitu, basil tuberkulosis tetap ada di dalam jaringan parut tersebut dan tetap hidup
sampai beberapa tahun. Pada beberapa kasus, terjadi komplikasi, terutama apabila
individu yang terkena tidak mempunyai kemampuan imunologis (Underwood,1999)
Tuberkulosis Sekunder
Seperti ditunjukkan diatas, sebagian besar TB merupakan reaktivasi infeksi primer
sebelumnya. Lesi-lesi ini hampir selalu berlokasi pada apeks paru, yang kadang-kadang
bilateral, dan apabila diameternya sekitar 30 mm akan memberi gejala klinis. Secara
histologis akan ditemukan granuloma yang khas, yang sebagian besar terdapat nekrosis
kaseosa di tengahnya. Progresifnya penyakit tergantung pada keseimbangan antara
sensitivitas penderita dan virulensi organisme. Sebagian besar lesi menjadi jaringan parut
fibrokalsifik, yang sering ditemukan pada paru orang usia lanjut, sewaktu dilakukan
autopsi. Seperti juga halnya TB primer, berbagai komplikasi dapat terjadi (Underwood,
1999).
Tuberkulosis Milier
TB milier merupakan akibat dari TB primer ataupun TB sekunder, dimana terdapat
ketidakmampuan yang hebat dari resistensi penderita. Penyakit tersebar secara luas,
mengakibatkan terjadinya granuloma kecil di berbagai organ. Lesi sering ditemukan
pada paru, selaput otak, ginjal, sumsum tulang dan hati, tetapi tidak satupun organ yang
bebas. Granuloma sering mengandung banyak mikobakteria, dan tes Mantoux sering
negatif. Hal ini merupakan gawat medis yang memerlukan pengobatan yang tepat dengan
obat antituberkulosa untuk menghindari akibat yang fatal (Underwood, 1999).
Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman
TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko.
Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung pada :
• Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara
• Lamanya kontak dengan droplet nuklei tersebut
• Kedekatan dengan penderita TB
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama adalah
faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko
menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya.
Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut
sering terjadi pada penderita stadium lanjut: 1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran
nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial 3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus
setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru. 4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat,penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Resistensi
terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai. Resistensi dapat
terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau
dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar. (Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Tuberkulosis, 2005).
Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah adalah adanya resistensi
dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrug resistent organism). Kuman yang
resisten terhadap banyak obat tersebut semakin meingkat. Di Amerika tahun 1997
resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resisten terhadap INH dan Rifampisin 1,4
%. Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 % kuman dari penderita yang
menerima obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di negara
pecahan Uni soviet, beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Tjay dan Rahardja, 2015, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya,
Underwood, JCE., 1999. Patologi Umum dan Sistematik Vol.2. Jakarta: EGC.
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis 2005.
Priyanto,2009, farmakoterapi dan terminology medis Jakarta : lembaga studi dan konsultasi
farmakologi