Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PRESKRIPSI

“TUBERKULOSIS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Preskripsi

Oleh :

Kelompok 1

Anggota Kelompok :

Jihan 201510410311083
Harzelin Sugeng Kristianto 201510410311106
Afriady Nuur Muhammad 201510410311114
Tria Zailida Nurfathillah 201510410311156
Yogye Eka Pratama 201510410311170
Tri Putri Nur Aisyah Laitupa 201510410311186
Januar Anastasia Agatha 201510410311199

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
preskripsi dengan tema “Penyakit Tuberkulosis” ini. Shalawat serta salam kami curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua
selaku umatnya.

Adapun tujuan penyusunan makalah ini salah satunya untuk memenuhi tugas
praktikum preskripsi. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang selalu sabar membimbing kami.

Kami Sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka kami mohon
maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik
kami harapkan untuk meningkatkan bobot makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat.

Malang, 13 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit tuberkulosis?
2. Bagaimana etiologi dan patogenesis penyakit tuberkulosis?
3. Bagaimana epidemiologi dari penyakit tuberkulosis?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya tuberkulosis?
5. Apa sajakah manifestasi klinik pada penyakit tuberkulosis?
6. Bagaimana terapi untuk penyakit tuberkulosis?

1.3 Tujuan Makalah


1. Menjelaskan deskripsi tentang penyakit tuberkulosis.
2. Menjelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit tuberkulosis.
3. Menjelaskan epidemiologi dari penyakit tuberkulosis.
4. Menjelaskan patofisiologi terjadinya penyakit tuberkulosis.
5. Menjelaskan manifestasi klinik yang ditimbulkan penyakit tuberkulosis.
6. Menjelaskan terapi untuk penyakit tuberkulosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
menyebabkan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen,
tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel
ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah
(Underwood, 1999).

Tuberkulosis, disingkat TB, adalah suatu penyakit menular yang paling sering
(±80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Gram-positif tahan-asam
dengan pertumbuhan sangat lamban, yaitu Mycobacterium tuberculosis (Yun.mycos=
dinding selnya bersifat sebagai lilin) (dr. Robert Koch, 1882).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005, berdasarkan tempat/organ yang


diserang oleh kuman, maka tuberkulosis dibedakan menjadi Tuberkulosis Paru,
Tuberkulosis Ekstra Paru.
 Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).
 Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-
lain. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TB ekstra paru ringan
Misalnya: TB kelenjar limphe, priuritis eksudativa unilateral, tulan (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2. Tb ekstra paru berat
Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa,
duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin

Tuberkulosis Primer
Paru biasanya merupakan tempat permulaan kontak antara basil tuberkulosis dengan
manusia. Fokus infeksi primer, yang biasanya tanpa gejala, disebut kompleks Ghon. Lesi
paru biasanya kecil dengan diameter sekitar 10 mm, dan terdiri dari nekrosis kaseosa di
sebelah tengah yang dikelilingi oleh histiosit epitel bentuk palisade, dan kadang-kadang
ditemukan sel datia Langhans, dan limfosit. Granuloma seperti ini ditemukan juga pada
kelenjar limfe yang dialiri cairan limfe dari daerah paru yang sakit.
Hampir pada semua kasus, lesi primer akan mengalami organisasi, dan meninggalkan
nodul fibrokalsifikasi pada paru, dan secara klinis tidak meninggalkan cacat. Walaupun
begitu, basil tuberkulosis tetap ada di dalam jaringan parut tersebut dan tetap hidup
sampai beberapa tahun. Pada beberapa kasus, terjadi komplikasi, terutama apabila
individu yang terkena tidak mempunyai kemampuan imunologis (Underwood,1999)

Tuberkulosis Sekunder
Seperti ditunjukkan diatas, sebagian besar TB merupakan reaktivasi infeksi primer
sebelumnya. Lesi-lesi ini hampir selalu berlokasi pada apeks paru, yang kadang-kadang
bilateral, dan apabila diameternya sekitar 30 mm akan memberi gejala klinis. Secara
histologis akan ditemukan granuloma yang khas, yang sebagian besar terdapat nekrosis
kaseosa di tengahnya. Progresifnya penyakit tergantung pada keseimbangan antara
sensitivitas penderita dan virulensi organisme. Sebagian besar lesi menjadi jaringan parut
fibrokalsifik, yang sering ditemukan pada paru orang usia lanjut, sewaktu dilakukan
autopsi. Seperti juga halnya TB primer, berbagai komplikasi dapat terjadi (Underwood,
1999).

Tuberkulosis Milier
TB milier merupakan akibat dari TB primer ataupun TB sekunder, dimana terdapat
ketidakmampuan yang hebat dari resistensi penderita. Penyakit tersebar secara luas,
mengakibatkan terjadinya granuloma kecil di berbagai organ. Lesi sering ditemukan
pada paru, selaput otak, ginjal, sumsum tulang dan hati, tetapi tidak satupun organ yang
bebas. Granuloma sering mengandung banyak mikobakteria, dan tes Mantoux sering
negatif. Hal ini merupakan gawat medis yang memerlukan pengobatan yang tepat dengan
obat antituberkulosa untuk menghindari akibat yang fatal (Underwood, 1999).

2.2 Etiologi dan patogenesis penyakit tuberkulosis


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya
mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia.
Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain.
Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini
dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat
dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk
memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan
TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman
TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita. ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Pharmaceutical
Care Untuk Penyakit Tuberkulosis, 2005).
Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi primer
terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi
melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini
disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru.
Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon
daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi
kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau
“dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman,
akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam beberapa bulan. Pada infeksi
primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk
dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang
paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6
bulan.
Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer.
Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.

Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman
TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko.
Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung pada :
• Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara
• Lamanya kontak dengan droplet nuklei tersebut
• Kedekatan dengan penderita TB
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama adalah
faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko
menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya.
Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut
sering terjadi pada penderita stadium lanjut: 1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran
nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial 3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus
setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru. 4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat,penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Resistensi
terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai. Resistensi dapat
terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau
dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar. (Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Tuberkulosis, 2005).

2.3 Epidemiologi penyakit tuberkulosis


Di Indonesia tahun 2001 diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271 per 100
ribu penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk
atau 122 per 100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan
kematian sebanyak 140 ribu.
Jumlah penderita di Indonesia ini merupakan jumlah persentase ketiga terbesar di
dunia yaitu 10 %, setelah India 30 % dan China 15 %. Risiko penularan setiap tahun
(Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan
bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun
diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang
yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi
yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan
bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA
positif.
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat
penduduk, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang terkait
seperti masalah kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota
keluarga, kepadatan penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll.
Sedangkan masalah perilaku sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, batuk
sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll.
Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain menyangkut ketersediaan obat,
penyuluhan tentang penyakit dan mutu pelayanan kesehatan.

Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah adalah adanya resistensi
dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrug resistent organism). Kuman yang
resisten terhadap banyak obat tersebut semakin meingkat. Di Amerika tahun 1997
resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resisten terhadap INH dan Rifampisin 1,4
%. Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 % kuman dari penderita yang
menerima obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di negara
pecahan Uni soviet, beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina
(Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.4 Patofisiologi terjadinya tuberkulosis


Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan
tidak lagi dapat membunuh kuman. Dampaknya, disamping kemungkinan terjadinya
penularan kepada orang disekitar penderita, juga memerlukan biaya yang lebih mahal
dalam pengobatan tahap berikutnya. Dalam hal inilah dituntut peran Apoteker dalam
membantu penderita untuk menjadi lebih taat dan patuh melalui penggunaan yang tepat
dan adekuat.
Sumber infeksi yang paling penting adalah manusia yang mengekresi baksil turberkel
dalam jumlah besar saluran pernafasan pada saat bersin atau batuk. Kontak yang intensif
(dalam keluarga) dan kontak secara massif (misalnya diantara tentang kesehatan)
menyebabkan banyak kemungkinan terjadi penularan melalui percikan inti droplet.
Berkembang atau tidaknya penyakit secara klinik setelah infeksi mungkin dipengaruhi
oleh factor genetic. Juga dipengaruhi umur, kekurangan gizi, status imunologik, penyakit
yang menyertai (misalnya diabetes) dan factor-faktor resistensi individual dari inang.
(priyanto, 2009)

2.5 Manifestasi klinik pada penyakit tuberkulosis


2.6 Terapi untuk penyakit tuberkulosis
a. Tujuan dan program terapi
1. Deteksi adanya kasus TBC baru secara cepat.
2. Isolasi pasien yang positif TBC supaya tidak menyebar
3. Mengumpulkan sampel untuk pemeriksaan smear dan kultur
4. Menghilangkan gejala secara cepat setelah pengobatan awal
5. Patuh pada regimen terapi dan tidak timbul resistensi obat
6. Menyembuhkan secepat mungkin (umumnya degan minimal 6 bulan
pengobatan). (priyanto 2009)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Tjay dan Rahardja, 2015, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya,

Edisi VII. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Underwood, JCE., 1999. Patologi Umum dan Sistematik Vol.2. Jakarta: EGC.
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis 2005.
Priyanto,2009, farmakoterapi dan terminology medis Jakarta : lembaga studi dan konsultasi
farmakologi

Anda mungkin juga menyukai