Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

ANTIBIOTIK
FARMAKOLOGI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Farmakologi

Disusun oleh :

Dinda Heldawati Septrila 13171054


Firdayanti Maulida 13171058
Gessyolina M. 13171059
Jane Ismy Aulia Harahap 13171064
M. Buyung Iqbal 13171069
Muhammad Isa 13171072
Tiur Sinta Susanti 13171088
Tri Hastuti Fathimah 13171097
Yuliana Syafitri 13171092

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM STUDI S1 FARMASI (EKSTENSI)
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Antibiotika atau dikenal juga sebagai obat anti bakteri adalah obat yg
digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Alexander flening pada tahun 1927 menmukan antibiotika yang pertama yaitu
penisilin. Setelah mulai digunakan secara umum pada tahun 1940, maka
antibiotika biasa dibilang merubah dunia pengobatan, serta mengurangi angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi secara dramatis.
Arti Antibiotika sendiri pada awalnya merujuk pada senyawa yang
dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri
penyebab penyakit pada hewan dan manusia. Saat ini beberapa jnis antibiotika
merupakan senyawa sintetis ( tidak dihasilkan dari mikroorganisme) tetapi
juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara
teknis, zat yang dpat membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis, atau alami
disebut dengan zat anti mikroba, akan tetapi banyak orang menyebutnya dengan
antibiotika. Meskipun antibiotika mempunyai manfaat yang sangat banyak,
penggunaan antibiotika secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya
resistensi antibiotika.

II. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian antibiotik
2. Apa saja golongan antibiotic
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antibiotik?

III. Tujuan
1. Mengetahui pengertian antibiotik
2. Mengetahui golongan antibiotik
3. Mengetahui mekanisme kerja dari obat antibiotik?
BAB II
PEMBAHASAN

I. Antibiotik
I.1 Defisini
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat – zat ini yang dibuat
secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa
sintesis dengan khasiat antibakteri.
Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh
dr.Alexander Fleming (Inggris. 1928, penisilin). Tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan pada permulaan perang dunia II ditahun 1941, ketika
obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka –
luka akibat pertempuran. Kemudian para peneliti diseluruh dunia menghasilkan
banyak zat lain dengan khasiat antibiotik. Tetapi berhubung dengan sifat toksisnya
bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang
terpenting diantaranya adalah streptonisin, kloramfenikol, tetrasiklin, neomisin,
eritromisin,vankomisin, rifampisin, gentamisin, belomisin, doksorubisin,
minosiklin, dan tobramisin .

I.2 Gejala
Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian
tubuh mana yang diinfeksi. Namun, gejala paling umum adalah demam. Jika
seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri
tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri di pencernaan,
maka ia akan merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual, atau
muntah. Dan jika mengalami infeksi pada saluran kemih, maka ia akan merasakan
keinginan buang air kecil (BAK) yang terus menerus, BAK tidak puas, atau bahkan
nyeri saat BAK. Hidung berlendir, terkadang mimisan, terkadang demam, batuk –
batuk, sakit ternggorokan, dan susah tidur
I.3 Pertumbuhan Bakteri
a. Fase Lag (Lag Phase)
Pada fase ini, bakteri tidak mengalami pertumbuhan. Namun, mereka
melakukan adaptasi dengan lingkungan baru mereka dan bermetabolisme,
dengan cara, menghasilkan vitamin dan asam amino yang dibutuhkan untuk
untuk pembelahan. Selanjutnya, bakteri memulai proses penyalinan DNA
mereka, dan jika lingkungan baru mereka memiliki pasokan nutrisi yang sesuai
dan banyak, fase lag dapat terjadi dengan singkat. Kemudian bakteri akan
melanjutkan ke fase berikutnya dalam siklus hidup mereka.
b. Fase eksponensial atau log (Log or Exponential Phase)
Selama fase log atau eksponensial, bakteri berkembang biak dengan
sangat cepat, bahkan secara eksponensial.Waktu yang dibutuhkan Kultur untuk
menggandakan diri disebut "Generation Time," dan apabila berada pada kondisi
terbaik, bakteri dapat menggandakandirinya dalam waktu sekitar 15 menit. Ada
juga bakteri lain yang membutuhkan waktu berhari-hari. Dalam bakteri, salinan
DNA melayang ke sisi berlawanan dari membran. ujung dari bakteri kemudian
tertarik untuk berpisah, yang menciptakan dua "sel anak," yang identik dan siap
memulai kehidupan baru. Proses ini disebut pembelahan biner (binary fission).
c. Fase stasioner ( Stationary Phase)
Selama fase stasioner, pertumbuhan bakteri sedikit datar. Karena
banyaknya zat sisa dan semakin menyempitnya ruang hidup, bakteri tidak dapat
mempertahankan wilayah yang terbentuk pada fase sebelumnya. Jika bakteri
mampu bergerak menuju kultur yang lain, maka pertumbuhannya dapat
dilanjutkan.
d. Fase Kematian (Death Phase)
Selama fase kematian, bakteri kehilangan semua kemampuan untuk
mereproduksi, yang seolah-olah menjadi “lonceng kematian” mereka. Seperti
pada fase log atau fase eksponensial, kematian bakteri dapat terjadi secepat
pertumbuhan mereka.

I.4 Penggolongan Obat


a. Senyawa Beta Laktam
a.1 Penisilin
Penisilin berbagi fitur kimia, mekanisme aksi, farmakologi, dan
karakteristik imunologi dengan sefalosporin, monobactams, carbapenems,
dan β-laktamase inhibitor. Semuanya adalah senyawa β-laktam, dinamakan
demikian karena cincin laktam beranggota empat.

a.1.1 Mekanisme Kerja


Penisilin, seperti semua antibiotik β-laktam, menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidasi
sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel adalah lapisan luar yang kaku
dan unik untuk spesies bakteri. benar-benar mengelilingi membran
sitoplasma mempertahankan bentuk sel dan integritas, dan mencegah
lisis sel dari tekanan osmotik tinggi. Dinding sel tersusun atas polimer
polisakarida dan polipeptida yang kompleks dan saling terkait,
peptidoglikan (juga dikenal sebagai murein atau mucopep- tide).
Polisakarida mengandung gula amino bolak-balik, N-
acetylglucosamine dan N-acetylmuramic acid.
Peptida lima asam amino terkait dengan gula asam N-
asetilmuramat. Peptida ini berakhir di D-alanyl-D-alanin. Protein
pengikat penisilin (PBP, enzim) menghilangkan terminal alanin
dalam proses membentuk hubungan silang dengan peptida terdekat.
Cross-link memberikan dinding sel kekakuan strukturalnya.
Antibiotik beta-laktam, analog struktural dari substrat D-Ala-D-Ala
alami, secara kovalen mengikat ke situs aktif PBP. Menghambat
reaksi transeptidation, menghentikan sintesis peptidoglycan, dan sel
mati. Mekanisme pasti kematian sel tidak sepenuhnya dipahami,
tetapi autolysin dan gangguan morfogenesis dinding sel terlibat.
Antibiotik beta-laktam membunuh sel bakteri hanya ketika mereka
aktif tumbuh dan mensintesis dinding sel.

a.1.2 Penggolongan
i. Penicillins (misalnya, penicillin G) : Ini memiliki aktivitas terbesar
terhadap organisme gram positif, cocci gram negatif, dan non-β-
laktamase menghasilkan anaerob. Namun, mereka memiliki sedikit
aktivitas terhadap batang gram negatif, dan mereka rentan terhadap
hidrolisis oleh β-laktamase.
ii. Penicillin antistaphylococcal (misalnya, nafcillin) : Penisilin ini
tahan terhadap staphylococcal β-lactamase. Mereka aktif terhadap
staphylococci dan streptococci tetapi tidak melawan enterococci,
bakteri anaerob, dan cocci dan batang gram negatif.
iii. Penisilin spektrum luas (ampisilin dan penisilin antipseudomonal) :
Obat-obatan ini mempertahankan spektrum anti-bakteri penicillin
dan telah meningkatkan aktivitas melawan organisme gram
negatif. Seperti penicillin, bagaimanapun, mereka relatif rentan
terhadap hidrolisis oleh β-laktamase.

a.1.3 Farmakokinetik
Penyerapan obat yang diberikan secara oral sangat berbeda
untuk penicillin yang berbeda, tergantung sebagian pada stabilitas
asam dan pengikatan proteinnya. Penyerapan gastrointestinal nafcillin
tidak menentu, sehingga tidak cocok untuk pemberian oral.
Dicloxacillin, ampicillin, dan amoxicillin adalah asam-stabil dan
diserap dengan baik, menghasilkan konsentrasi serum dalam kisaran
4-8 mcg / mL setelah dosis oral 500 mg. Penyerapan penisilin oral
paling (amoksisilin menjadi pengecualian) terganggu oleh makanan,
dan obat-obatan harus diberikan setidaknya 1-2 jam sebelum atau
sesudah makan.
Pemberian penisilin G secara intravena lebih disukai daripada
rute intramuskular karena iritasi dan nyeri lokal akibat injeksi
intramuskular dosis besar. Konsentrasi serum 30 menit setelah injeksi
intravena 1 g penicillin (setara dengan sekitar 1,6 juta unit penicillin
G) adalah 20-50 mcg / mL. Hanya sejumlah kecil dari total obat
dalam serum hadir sebagai obat bebas, konsentrasi yang ditentukan
oleh protein yang mengikat. Penisilin yang sangat terikat dengan
protein (misalnya, nafcillin) umumnya mencapai konsentrasi obat
bebas yang lebih rendah dalam serum daripada penicillin yang terikat
dengan protein (misalnya, penisilin G atau ampisilin). Pengikatan
protein menjadi relevan secara klinis ketika persentase terikat protein
sekitar 95% atau lebih.
Penisilin secara luas didistribusikan dalam cairan tubuh dan
jaringan dengan beberapa pengecualian. Mereka adalah molekul
polar, sehingga konsentrasi intraseluler jauh di bawah yang
ditemukan dalam cairan ekstraseluler. Benzathine dan prokain
penisilin diformulasikan untuk menunda penyerapan, menghasilkan
konsentrasi darah dan jaringan yang berkepanjangan. Injeksi
intramuskular tunggal sebesar 1,2 juta unit penicillin benzathine
mempertahankan level serum di atas 0,02 mcg / mL selama 10 hari,
cukup untuk mengobati infeksi streptokokus β-hemolytic. Setelah 3
minggu, kadarnya tetap melebihi 0,003 mcg / mL, yang cukup untuk
mencegah infeksi streptokokus β-hemolitik. Sebanyak 600.000 unit
prokain penisilin menghasilkan konsentrasi puncak 1-2 mcg / mL dan
konsentrasi yang berguna secara klinis selama 12-24 jam setelah
injeksi intramuskular tunggal.
Konsentrasi penicillin di sebagian besar jaringan sama dengan
yang ada di dalam serum. Penisilin juga diekskresikan ke dalam
sputum dan susu hingga kadar 3–15% dari mereka dalam serum.
Penetrasi ke mata, prostat, dan sistem saraf pusat buruk. Namun,
dengan peradangan aktif pada meninges, seperti pada meningitis
bakterial, konsentrasi penisilin dari 1–5 mcg / mL dapat dicapai
dengan dosis parenteral harian 18-24 juta unit. Konsentrasi ini cukup
untuk membunuh strain pneumokokus dan meningococci yang rentan.
Penisilin cepat diekskresikan oleh ginjal; jumlah kecil
diekskresikan oleh rute lain. Sekitar 10% ekskresi ginjal adalah
dengan filtrasi glomerulus dan 90% oleh sekresi tubular. Setengah
normal penisilin G adalah sekitar 30 menit; pada gagal ginjal,
mungkin selama 10 jam. Ampisilin dan penisilin spektrum luas
disekresikan lebih lambat daripada penisilin G dan memiliki waktu
paruh 1 jam. Untuk penisilin yang dibersihkan oleh ginjal, dosis harus
disesuaikan sesuai dengan fungsi ginjal, dengan kira-kira seperempat
hingga sepertiga dosis normal yang diberikan jika bersihan kreatinin
adalah 10 mL / menit atau kurang.
Nafcillin terutama dibersihkan oleh ekskresi bilier. Oxacillin,
dicloxacillin, dan cloxacillin dieliminasi oleh eksresi ginjal dan
empedu; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk obat-obat ini pada
gagal ginjal. Karena pembersihan penisilin kurang efisien pada bayi
baru lahir, dosis yang disesuaikan untuk berat badan saja
menghasilkan konsentrasi sistolik yang lebih tinggi untuk periode
yang lebih lama daripada pada orang dewasa.

a.1.4 Efek Samping


Penisilin umumnya ditoleransi dengan baik, dan sayangnya,
ini mendorong penyalahgunaan dan penggunaan yang tidak pantas.
Sebagian besar efek samping yang serius adalah karena
hipersensitivitas. Semua penisilin saling silang dan bereaksi silang.
Penentu antigenik adalah produk degradasi penisilin, terutama asam
penisilin dan produk hidrolisis basa yang terikat dengan protein
inang. Teori reaksi penisilin tidak dapat diandalkan; sekitar 5-8%
orang mengklaim riwayat tersebut, tetapi hanya sejumlah kecil dari
ini akan memiliki reaksi alergi ketika diberikan penisilin. Kurang dari
1% orang yang sebelumnya menerima penisilin tanpa insiden akan
memiliki reaksi alergi ketika diberikan penisilin. Karena potensi
anafilaksis, bagaimanapun, penicillin harus diberikan dengan izin atau
obat pengganti yang diberikan jika orang tersebut memiliki riwayat
alergi penisilin yang serius. Insiden reaksi alergi pada anak-anak kecil
dapat diabaikan.
Reaksi alergi termasuk syok anafilaktik (sangat jarang —
0,05% dari penerima); serum-sickness-type reaction (sekarang jarang
terjadi — urtikaria, demam, pembengkakan sendi, edema
angioneurotic, pruritus intens, dan gangguan pernafasan yang terjadi
7–12 hari setelah paparan); dan berbagai ruam kulit. Lesi oral,
demam, nefritis interstitial (reaksi autoimun terhadap kompleks
penisilin-protein), eosinofilia, anemia hemolitik dan gangguan
hematologi lainnya, dan vaskulitis juga dapat terjadi. Kebanyakan
pasien yang alergi terhadap penisilin dapat diobati dengan obat
alternatif. Namun, jika diperlukan (misalnya, pengobatan endokarditis
enterococcal atau neurosifilis pada pasien dengan alergi penisilin
serius), desensitisasi dapat dicapai dengan penicillin dosis yang
meningkat secara bertahap.
Pada pasien dengan gagal ginjal, penisilin dalam dosis tinggi
dapat menyebabkan kejang. Nafcillin dikaitkan dengan neutropenia;
oxacillin dapat menyebabkan hepatitis; dan methicillin menyebabkan
nefritis interstitial (dan tidak lagi digunakan untuk alasan ini). Dosis
besar penisilin yang diberikan secara oral dapat menyebabkan
gangguan gastrointestinal, terutama mual, muntah, dan diare.
Ampisilin telah dikaitkan dengan kolitis pseudomembran. Infeksi
sekunder seperti kandidiasis vagina dapat terjadi. Ampisilin dan
amoksisilin dapat menyebabkan ruam kulit yang tidak alergi di alam.
Ruam ini sering terjadi ketika aminopenicilin diresepkan secara tidak
tepat untuk penyakit virus.

a.2 Sefalosporin dan Beta Laktam Lainnya:


Sefalosporin mirip dengan penisilin, tetapi lebih stabil bagi banyak
orang yang telah resistensi akibat terbentuknya β laktamase dari bakteri dan
karena itu memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas.
Namun, terdapat adalah kekhawatiran klinis yang sedang dalam penelitian
tentang strain e. coli dan Klebsiella sp memiliki aktivitas yang dapat
menghidrolisis sebagian sefalosporin. Sefalosporin tidak aktif melawan
enterococci dan L monocytogenes.

a.2.1 Struktur Kimia


Inti dari sefalosporin adalah asam 7 aminosefalosporanik yang
memiliki kemiripan 6- asam aminopenisilanik. Aktivitas
antimikrobial intrinsik alami sefalosporin rendah, tetapi perlekatan
berbagai kelompok R1 dan R2 telah menghasilkan ratusan senyawa
ampuh dari toksisitas rendah. Sefalosporin dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok besar atau generasi, tergantung
pada aktivitas spektrum antimikroba.
a.2.2 Penggolongan
i. Sefalosporin Generasi Pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk cefazolin,
cefadroxil,cephalexin, cephalothin, cephapirin, dan
cephradine. Obat ini sangat aktif terhadap cocci gram positif,
seperti pneumokokus, streptokokus, dan staphylococci.
Sefalosporin generasi pertama ini tidak aktif terhadap strain
staphylococci yang resisten metisilin, namun, senyawa baru telah
dikembangkan yang memiliki aktivitas melawan strain resisten
metisilin. E. coli, K. pneumoniae, dan Proteus mirabilis sering
sensitif, tetapi aktivitas melawan P. aeruginosa, spesies proteus
indole-positif, Enterobacter sp, S marcescens, Citrobacter
sp, dan Acinetobacter sp buruk. Anaerobik cocci (misalnya,
peptococci, peptostreptococci) biasanya sensitif, tetapi Bacteroides
fragilis tidak sensitif.
- Farmakokinetik & Dosis
 Oral : Cephalexin, cephradine, dan cefadroxil diserap dari
usus ke tingkat variabel. Setelah dosis oral 500 mg, kadar
serum adalah 15-20 mcg / mL. Konsentrasi urin biasanya
sangat tinggi, tetapi di sebagian besar jaringan kadarnya
bervariasi dan umumnya lebih rendah daripada serum.
Cephalexin dan cephradine diberikan secara oral dalam dosis
0,25-0,5 g 4 x sehari (15-30 mg / kg / hari) dan cefadroxil
dalam dosis 0,5-1 g2 x sehari.
Ekskresi terutama terjadi pada bagian filtrasi glomerular dan
sekresi tubular ke dalam urin. Obat-obatan yang menghalangi
sekresi tubular, misalnya, probenesid, dapat meningkatkan
kadar serum secara substansial. Pada pasien dengangangguan
fungsi ginjal, dosis harus dikurangi.
 Parenteral : Cefazolin adalah satu-
satunya sefalosporin parenteral generasi pertama yang masih
dalam penggunaan umum. Setelah infus intravena 1 g, tingkat
puncakcefazolin adalah 90-120 mcg / mL. Dosis intravena
yang biasacefazolin untuk orang dewasa adalah 0,5-2 g
intravena setiap 8 jam.Cefazolin juga dapat diberikan secara
intramuskular. Ekskresi melalui ginjal dan penyesuaian dosis
harus dibuat untuk gangguan fungsi ginjal.
- Penggunaan Klinis
Obat oral dapat digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih dan infeksi staphylococcal atau streptokokus,
termasuk selulitis atau abses jaringan lunak.
Namun, sefalosporin oral tidak
boleh menjadi lini terapipertama pada infeksi sistemik yang
serius. Cefazolin menembus dengan baik ke sebagian besar
jaringan. Ini adalah obat dari pilihan untuk profilaksis bedah.
Cefazolin juga bisa menjadi pilihan obatinfeksi yang merupakan
obat paling beracun (misalnya penisilin E. coli atau
K. pneumoniae) dan pada individu dengan infeksi staphylococcal
atau streptokokus yang memiliki riwayat alergi penisilin selain
hipersensitivitas langsung. Cefazolin tidak menembus sistem
saraf pusat dan tidak dapat digunakan untuk mengobati
meningitis. Cefazolin adalah alternatif untuk
antistaphylococcal penisilin untuk pasien yang alergi terhadap
penisilin.

ii. Sefalosporin Generasi Kedua


Anggota sefalosporin generasi kedua termasuk
cefaclor, cefamandole, cefonicid, cefuroxime, cefprozil, loracarbef,
dan ceforanide; dan cefoxitin cephamisin yang terkait secara
struktural, cefmetazole, dan cefotetan, yang memiliki aktivitas
melawan anaerob. Obat generasikedua ini adalah kelompok
heterogen dengan perbedaan individu yang ditandai dalam
aktivitas, farmakokinetik, dan toksisitas. Secara umum,
mereka aktif terhadap organisme yang dihambat oleh obat generasi
pertama, tetapi di samping itu mereka telah memperluas cakupan
gram negatif.
Klebsiella sp (termasuk yang resisten terhadap cephalothin)
biasanyapeka. Cefamandole, cefuroxime, cefonicid, ceforanide,
dan cefaclor aktif melawan H. influenzae tetapi tidak
melawan serratia atau B.fragilis. Sebaliknya, cefoxitin,
cefmetazole, dan cefotetan adalah aktif terhadap B. fragilis dan
beberapa strain serratia tetapi kurang aktifmelawan H. influenzae.
Seperti halnya agen generasi pertama, tidak ada yang aktif
melawan enterococci atau P. aeruginosa. Sefalosporin generasi
kedua dapat menunjukkan aktivitas in vitro terhadap Enterobacter
sp, tetapimutan tahan yang secara konstitutif mengekspresikan
kromosom β laktamase yang menghidrolisis senyawa-senyawa ini
(dan generasi ketiga sefalosporin) sudah siap dipilih, dan mereka
seharusnya tidak digunakan untuk mengobati infeksi enterobacter.
a. Farmakokinetik & Dosis
 Oral : Cefaclor, cefuroxime axetil, cefprozil, dan loracarbef
dapat diberikansecara lisan. Dosis umum untuk orang dewasa
adalah 10–15 mg / kg / hari dalam dua hingga empat dosis
terbagi; anak-anak harus diberikan 20-40 mg / kg / hari
sampai maksimum 1 g / d. Kecuali cefuroxime axetil, obat-
obatan ini tidak dapat diduga aktif terhadap pneumokokus
penicillin-non-rentan dan harus digunakan dengan hati-hati,
jika adaterbukti infeksi pneumokokus. Cefaclor lebih
rentan terhidrolisis β-laktamase dibandingkan dengan agen
lain dan kegunaannya juga berkurang.
 Parenteral : Setelah infus intravena 1-g, kadar serum 75–125
mcg / mL untuk sefalosporin generasi kedua. Pemberian
intramuskular menyakitkan dan harus dihindari. Dosis dan
dosis interval bervariasi tergantung pada agen
spesifik, ditandai perbedaan dalam waktu paruh, protein yang
mengikat, dan interval antara dosis.
Semuanya telah diperhitungkan dan penyesuaian
dosis pada penderita gagal ginjal.
b. Penggunaan Klinis
Sefalosporin generasi kedua oral aktif
melawan bakteri produksi βlaktamase H. influenzae atau Moraxell
a catarrhalis dan terutama digunakan untuk mengobati sinusitis,
otitis, dan infeksi saluran pernapasan bagian bawah, dimana
organisme ini memiliki peran penting. Karena aktivitas mereka
melawan anaerob (termasuk banyak strain B. fragilis), cefoxitin,
cefotetan, atau cefmetazole dapat digunakan untuk
mengobati infeksi anaerobik campuran seperti peritonitis,
diverticulitis, dan penyakit radang panggul.
Cefuroxime digunakan untuk mengobati
kelompok pneumonia karena aktif melawan produk β-
laktamase H. influenzae atau K. pneumoniae dan beberapa
penisilin yang tidak rentan terhadap pneumokokus. Meskipun
cefuroxime melintasi lapisan penghalang darah-otak, tetap kurang
efektif dalam pengobatan meningitis daripada ceftriaxone atau
cefotaxime dan tidak boleh digunakan.

iii. Sefalosporin Generasi Ketiga


Agen generasi ketiga termasuk cefoperazone, cefotaxime,
ceftazidime,ceftizoxime, ceftriaxone, cefixime, cefpodoxime
proxetil, cefdinir, cefditoren pivoxil, ceftibuten, dan moxalactam.
Dibandingkan dengan agen generasi kedua,
cakupan perlawananterhadap bakteri gram negatif pada obat-
obatan ini diperluas, dan beberapa dapat menyeberang sawar darah
otak. Obat generasi ketiga aktif melawan Citrobacter, S
marcescens, dan Providencia (meskipun resistensi bisa muncul
selama pengobatan infeksi yang disebabkan oleh spesies ini
karena pemilihan mutan yang secara konstitutif menghasilkan
sefalosporinase). Obat-obat ini juga efektif melawan strain
penghasil β-laktamase haemophilus dan neisseria. Ceftazidime dan
cefoperazone adalah dua obat dengan aktivitas yang bermanfaat
melawan P. aeruginosa.
Seperti obat generasi kedua, sefalosporin generasi
ketiga dihidrolisis oleh AmpC β laktamase dan oabt-
obat initidak aktif terhadap spesies Enterobacter.
Serratia, Providencia, dan Citrobacter yang menghasilkan
kromosom sefalosporinase, sehinggadapat memberi perlawanan
terhadap sefalosporin generasi ketiga. Ceftizoxime dan
moxalactam aktif terhadap B. fragilis. Cefixime,
cefdinir, ceftibuten, dan cefpodoxime proxetil adalah agen oral
yang memiliki aktivitas serupa kecuali cefixime dan ceftibuten
yang banyak kurang aktif terhadap pneumokokus dan memiliki
aktivitas yang buruk terhadap S. aureus.
c. Farmakokinetik & Dosis
Infus intravena dari 1 g sefalosporin parenteral
menghasilkan tingkat serum 60-140 mcg / mL. Sefalosporin
generasi ketiga menembus cairan tubuh dan jaringan dengan
baik, dengan pengecualian dari cefoperazone dan
semua sefalosporin oral , obat-obat ini dapat mencapai level
dalam cairan serebrospinal yang cukup untuk menghambat yang
paling rentan patogen. Waktu paruh obat-obatan ini dan interval
dosis yang diperlukan sangat bervariasi: Ceftriaxone (paruh 7-8
jam) dapat disuntikkan sekali setiap 24 jam dengan dosis 15-50
mg / kg / hari.
Satu harian Dosis 1 g cukup untuk infeksi yang paling
serius, dengan 2 g setiap 12 jam direkomendasikan untuk
pengobatan meningitis. Cefoperazone (waktu paruh 2 jam) dapat
diinfuskan setiap 8–12 jam dalam dosis 25-100 mg / kg / hari.
Obat-obatan yang tersisa dalam kelompok (paruh 1-17 jam) dapat
diinfuskan setiap 6-8 jam dalam dosis antara 2 dan 12 g / hari,
tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Cefixime
bisa diberikan secara oral (200 mg dua kali sehari atau 400 mg
sekali sehari) untuk infeksi saluran kemih dan sebagai dosis
tunggal 400 mg untuk uretritis gonokokal dan servisitis ringan.
Dosis orang dewasa untuk cefpodoxime proxetil atau
cefditoren pivoxil adalah 200–400 mg dua kali harian; untuk
ceftibuten, 400 mg satu kali sehari; dan untuk cefdinir, 300 mg /
12 jam. Ekskresi cefoperazone dan ceftriaxone adalah terutama
melalui saluran empedu, dan tidak ada diperlukan penyesuaian
dosis dalam insufisiensi ginjal. Beberapa obat diekskresikan oleh
ginjal, oleh karena itu memerlukan penyesuaian dosis dalam
insufisiensi ginjal.
d. Penggunaan Klinis
Sefalosporin generasi ketiga digunakan untuk mengobati
berbagai macam infeksi serius yang disebabkan oleh organisme
yang paling resisten obat-obatan lain terutama untuk strain
bakteri yang mengekspresikan β-laktamase spektrum luas, namun
tidak rentan. Sefalosporin generasi ketiga harus dihindari dalam
pengobatan infeksi enterobacter, jika isolat klinis tampak rentan
in vitro karena munculnya resistensi. Ceftriaxone dan sefotaksim
disetujui untuk pengobatan meningitis, termasuk meningitis yang
disebabkan oleh pneumokokus, meningococci, H. Influenzae, dan
enterik yang rentan terhadap bakteri gram negatif, tetapi tidak
oleh L. Monocytogenes. Ceftriaxone dan sefotaksim adalah
sefalosporin yang paling aktif terhadap strain penisilinon dan
rentan pneumokokus serta direkomendasikan untuk terapi empiris
infeksi serius yang mungkin disebabkan oleh strain ini.
Meningitis disebabkan oleh strain pneumokokus dengan KHM
penisilin > 1 mcg / ml yang mungkin tidak merespon bahkan ke
agen-agen ini dan dianjurkan penambahan vankomisin.

iv. Sefalosporin Generasi Keempat


Cefepime adalah contoh dari sefalosporin generasi ke
empat dengan sifat lebih tahan terhadap hidrolisis oleh kromosom
β laktamase (misalnya, yang dihasilkan oleh Enterobacter).
Cefepime memiliki aktivitas yang balik melawan P. Aeruginosa,
Enterobacteriaceae, S.aureus, dan S. Pneumoniae. Menembus
baik ke dalam cairan serebro spinal. Diekskresikan oleh ginjal dan
memiliki waktu paruh 2 jam. Sifat farmakokinetiknya sangat mirip
dengan ceftazidime. Tidak seperti ceftazidime bagaimanapun,
cefepime memiliki aktivitas yang baik terhadap sebagian besar
penisilin yang resisten strain streptokokus dan berguna dalam
pengobatan infeksi enterobacter infeksi.
Sefalosporin aktif melawan resistensi Staphylococci
Methicillin padaantibiotik beta-laktam dengan aktivitas melawan
resisten methicillinstaphylococci saat ini sedang dalam
pengembangan. Ceftarolinefosamil, prodrug dari metabolit aktif
ceftaroline adalah obat pertama yang disetujui untuk penggunaan
klinis di Amerika Serikat. Ceftaroline meningkatkan ikatan dengan
protein pengikat penisilin 2a yang memediasi resistensi methicillin
dalam staphylococci, menghasilkan aktivitas bakterisida terhadap
strain ini. Memiliki beberapa aktivitas terhadap enterococci
dan bakteri gram-negatif dengan spectrum yang luas, meskipun itu
tidak aktif terhadap bakteri dengan produksi β-laktamase. Karena
pengalaman klinis masih terbatas, peran obat inidalam terapi
belum digunakan secara resmi.

a.2.3 Efek Samping


i. Alergi : Sefalosporin mengalami sensitifitas dan dapat
menimbulkan berbagai hipersensitivitas reaksi yang identik dengan
penisilin, termasuk anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis,
granulocytopenia, dan anemia hemolitik. Namun, sefalosporin
cukup berbeda dari penisilin sehingga beberapa individu dengan
riwayat alergi penisilin mungkin mentolerir
sefalosporin. Frekuensi cross-alergenisitas antara kedua kelompok
obat tidak pasti tetapi mungkin sekitar 5–10%. Cross-alergenisitas
tampaknya lebih umum dengan penisilin dan sefalosporin generasi
awal dibandingkan dengan sefalosporin generasi selanjutnya.
Namun, pasien dengan riwayat anafilaksis terhadap penisilin
seharusnya tidak diterimanya sefalosporin.
ii. Toksisitas
Iritasi lokal dapat menyebabkan nyeri setelah injeksi
intramuskular danthrombophlebitis setelah injeksi intravena.
Toksisitas ginjal, termasuk nefritis interstisial dan nekrosis tubular,
telah ditunjukkan dengan beberapa sefalosporin dan menyebabkan
penarikan dari cephaloridine dari penggunaan
klinis Sefalosporin yang mengandung kelompok
methylthiotetrazole (cefamandole, cefmetazole, cefotetan, dancefo
perazone) dapat menyebabkan hipoprotrombinemia dan gangguan
perdarahan. Penggunaan oral vitamin K 10
mg dua kali seminggu dapat mencegah hal ini.
Obat golongan narkotika dengan cincinmethylthiotetrazole
juga dapat menyebabkan reaksi disulfiramlike beratreaksi sehingga
alkohol dan obat-obatan yang mengandung alkoholharus dihindari.

b. Penghambat Sintesis Protein Mikroba


b.1 Tetrasiklin
b.1.1 Mekanisme
Tetrasiklin termasuk antibiotik dengan aktivitas bakteriostatik
berspektrum luas yang dapat menghambat sintesis protein. Ia aktif
menyerang bakteri gram positif maupun negatif termasuk bakteri
anaerob, riketsia, klamidia dan mikoplasma.Tetrasiklin masuk ke dalam
mikroorganisme dengan cara difusi pasif dan sebagian dengan transpor
aktif. Tetrasiklin mengikat ribosom subunit 30s secara reversibel. Ia
memblok aminoacyl-tRNA untuk tidak berikatan dengan sisi akseptor
pada kompleks mRNA, sehingga mencegah terbentuknya asam amino
untuk mensintesis peptida.
b.1.2 Farmakokinetik
Umumnya diberikan secara oral, kecuali tigesiklin yang harus
diberikan secara intravena.Absorpsi setelah rute oral pada klortetrasiklin
sebesar 30%; 60-70% untuk tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin
dan metasiklin serta 95-100% untuk doksisiklin dan
minosiklin. Absorbsi terjadi di usus halus bagian atas dan dapat rusak
oleh makanan, kecuali doksisiklin dan minosiklin. Keadaan lain yang
dapat menghambat absorbsi yaitu adanya kation
Ca2+,Mg2+, Fe2+ dan Al3+; susu dan antasida yang mengandung kation
multivalen dan kondisi pH basa.
Tetrasiklin terikat 40-80% pada protein serum. Dosis oral 500 mg
tiap 6 jam dapat mencapai kadar dalam darah tertinggi 4-6mcg/
mL. Pada pemberian intravena dapt memberikan kadar yang lebih tinggi
namun hanya sesaat. Kadar tertinggi dari doksisiklin dan minosiklin
berada pada 2-4mcg/ mL. Tetrasiklin terdistribusi secara luas pada
jaringan dan cairan tubuh kecuali pada cerebospinal dengan konsentrasi
10-25% dalam serum. Minosiklin mencapai konsentrasi tertinggi pada
air mata dan saliva. Tetrasiklin dapat menembus plasenta dan ASI serta
membentuk kelat dengan kalsium, sehingga mengganggu pertumbuhan
tulang dan gigi. Karbamazepin, fenitoin, barbiturat dan alkohol dapat
menurunkan efek doksisiklin dengan menginduksi enzim hati untuk
memetabolisme obat.
Tetrasiklin diekskresikan melalui empedu dan urin. Beberapa
obat yang diekskresikan melalui empedu diabsorbsi kembali di
usus. Pada tetrasiklin, 10-50% diekskresikan melalui urin dan 10-40%
melalui feses. Pada doksisiklin dan tigesiklin mekanisme eliminasi tidak
melalui ginjal. Tetrasiklin dikelompokkan sebagai short-
acting (klortetrasiklin, tetrasiklin, oksitetrasiklin), intermediate-
acting(demeklosiklin dan metasiklin) serta long-acting(doksisiklin dan
minosiklin) berdasar waktu paruhnya, yaitu 6-8 jam, 12 jam dan 16-18
jam. Sedangkan pada tigesiklin waktu paruhnya mencapai 36 jam.
b.1.3 Farmakodinamik
Tetrasiklin digunakan untuk infeksi karena riketsia, Mycoplasma
pneumonia, klamidia dan beberapa spiroketsia. Tetrasiklin digunakan
untuk mengatasi peptik ulser karena H. Pylori. Tetrasiklin efektif untuk
infeksi klamidial termasuk infeksi seksual namun tidak disarankan untuk
infeksi gonococcal karena resisten. Tetrasiklin juga diindikasikan untuk
profilaksis dari Plasmodium falciparum. Kegunaan lain adalah termasuk
penanganan jerawat, bronkitis, pneumonia, Lime disease, demam
berulang, penyakit gastrointestinal dan infeksi saluran kemih.
Demeklosiklin dapat digunakan untuk mengatasi sekresi hormon
antidiuretik karena demeklosiklin dapat menghambat aksi dari hormon
antidiuretik pada ginjal. Tigesiklin untuk infeksi kulit, intra-abdomen,
pneumonia, tidak untuk Infeksi Saluran Kemih (ISK).
b.1.4 PIO
i. Dosis oral
- Demeklosiklin: tablet (150; 300 mg). Penggunaan 600 mg/ hari.
- Doksisiklin: tablet dan kapsul (20; 50; 75 dan 100 mg); serbuk
untuk suspensi (25 mg/ 5 mL); sirup (50 mg/ 5 mL). Penggunaan: 100
mg 1-2 kali sehari.
- Minosiklin: tablet dan kapsul (20, 50, 75, 100 mg); serbuk untuk
suspensi (50 mg/ 5 mL). Penggunaan 100 mg 2 kali sehari atau 200
mg/ hari selama 5 hari.
- Tetrasiklin: kapsul (250; 500 mg); suspensi (125 mg/ 5 mL) 0,25-0,5
gram 4 kali sehari untuk dewasa 20-40 mg/ kg/ hari (≥ 8 tahun)
- Tidak diberikan bersama susu, antasida dan fero sulfat

ii. Dosis parenteral


- Doksisiklin: serbuk untuk injeksi (100; 200 mg). Penggunaan 100
mg tiap 12-24 jam secara intravena
- Tigesiklin: serbuk untuk pemberian intravena (50 mg). Penggunaan
100 mg sebagai loading dosekemudian 50 mg tiap 12 jam 0,1-0,5
gram tiap 6-12 jam secara intravena
- Tidak diberikan secara intramuscular
iii. Efek samping
- Reaksi hipersensitivitas (demam dan ruam kulit)
- Gastrointestinal (pusing, mual dan diare)
- Struktur tulang dan gigi : Tetrasiklin berikatan dengan kalsium,
sehingga dapat mengganggu pembentukan tulang dan gigi pada anak.
Bila diberikan selama masa kehamilan mengganggu pertumbuhan
tulang dan gigi bayi serta menghambat pertumbuhan.
- Toksisitas lain

b.1.5 Resistensi
Bakteri gram negatif dan gram positif resisten terhadap
tetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin, tidak pada tigesiklin.
Stapilokokus resisten terhadap tetrasiklin, namun tidak pada
doksisiklin, minosiklindan tigesiklin. Mekanisme resistensi:
- Mengganggu pemasukan atau meningkatkan penembusan dengan
transpor pompa protein
- Memproteksi ribosom dengan memproduksi protein yang dapat
mengganggu tetrasiklin dalamberikatan dengan riboso
- Proses enzimatis inaktif

b.2 Makrolida
1) Eritromisin
a. Mekanisme
Makrolida bersifat bakterisida yang dapatmenghambat sintesis
protein dengan berikatan pada rRNA subunit 50s. Elongasi rantai
peptida dihambat dengan memblok keluarnya polipeptida,
sehingga peptidyl-tRNA terpisah dari ribosom. Eritromisin juga
menghambat pembentukan ribosom subunit 50s.
b. Farmakokinetik
Eritromisin rusak dengan asam lambung, sehingga perlu disalut
enterik. Adanya makanan dapat mengganggu proses absorbsi. Stearat,
ester dan garam lauril dari propionyl ester dari eritromisin sangat
mudah diabsorbsi dengan pemberian oral. Absorbsinya luas kecuali
pada otak dan cairan cerebrospinal serta dapat menembus
plasenta. Kadar dalam serum mencapai 2 mcg/ mL dengan pemberian
2 gram/ hari. Penggunaan 500 mg secara intravena mencapai kadar
pada serum 10 mcg/ mL 1 jam setelah pemberian. Waktu paruh pada
serum mencapai 1,5 jam (normal) dan 5 jam pada pasien anuria.
Ekskresi melalui empedu dan feses dan hanya 5% melalui urin.
c. Farmakodinamik
Eritromisin digunakan pada infeksi difteri, mata, infeksi genital
serta pneumonia karena M.pneumoniae dan L. Pneumophila.
Eritromisin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada
pasienyang alergi terhadap penisilin. Eritromisin direkomendasikan
untuk menangani endokarditis selama penanganan gigi pada pasien
dengan penyakit jantung.
d. PIO
i. Dosis oral
- Tablet salut enterik (250; 333; 500 mg)
- Kapsul lepas lambat (250 mg); tablet lepas lambat (500 mg)
- Suspensi (estolate) (125; 250 mg/ 5 mL)
- Suspensi (ethylsuccinate) (200; 400 mg/ 5 mL); tablet
(ethylsuccinate) (400mg)
- Tablet salut film (stearate): (250; 500 mg)
- 0,25-0,5 gram tiap 6 jam (anak-anak 40 mg/ kg/ hari)
ii. Dosis parenteral
- Serbuk untuk injeksi iv (0,5 dan 1 gram)
e. Resistensi
- Mengurangi permeabilitas membran sel atau penembusan secara
aktif.
- Produksi esterase yang dapat menghidrolisis makrolida.
- Modifikasi pada tempat pengikatan dengan mutasi kromosom atau
dengan menginduksi makrolidaatau metilase.
2) Klaritromisin
a. Mekanisme
Merupakan turunan eritromisin dengan penambahan gugus
metil dan peningkatan kestabilan dalam asam. Mekanisme sama
dengan eritromisin.
b. Farmakokinetik
Dosis 500 mg dari klaritromisin terdapat pada serum darah
sebesar 2-3 mcg/ mL. Dosis yang direkomendasikan adalah 250-500
mg 2 kali sehari atau 1000 mg sediaan lepas lambat 1 kali sehari.
Klaritromisin terpenetrasi pada jaringan dan dimetabolisme di hati.
Metabolitnya diekskresikan melalui urin dan penurunan dosis
dianjurkan untuk penderita dengan creatinin clearances < 30 mL/
menit, dimana 500 mg sebagai loading dosedilanjutkan 250 mg 2
kali sehari. Interaksi obat sama dengan eritromisin. Kombinasi
klaritromisin dengan eritromisin dapat menurunkan
ketidaknyamanan pada lambung serta mengurangi frekuensi dosis.
c. Farmakodinamik
Klaritromisisn lebih aktif dalam melawan Mycobacterium
avium. Ia juga dapat melawan Mycobacterium leprae, Toxoplasma
gondii dan H.influenzae. Streptokokus dan stapilokokus yang
resisten terhadap eritromisin juga resisten terhadap klaritromisin.
d. PIO
Dosis oral
- Tablet (250; 500 mg)
- Tablet lepas lambat (1000 mg)
- Granul untuk suspensi oral (125; 250 mg/ 5 mL)
e. Resistensi
Sama dengan eritromisin.
3) Azitromisin
a. Mekanisme
Merupakan turunan dari eritromisin yang memiliki 15 cincin
lakton dengan penambahan nitrogen termetilasi ke dalam cincin
lakton. Mekanisme aksi sama dengan klaritromisin.
b. Farmakokinetik
Bioavailabilitasnya rendah namun eliminasinya sangat
lambat dengan waktu paruh 2-4 hari. Hal ini memungkinkan
pemberian 1 kali sehari. Sebagai perbandingan, dosis tunggal 1
gram sehari dari azitromisin efektif untuk 7 hari pengobatan
daripada doksisiklin untuk mengatasi infeksi serviks dan uretritis.
Penggunaan dengan 500 mg sebagai loading dose dilanjutkan 250
mg 1 kali sehari selama 4 hari. Azitromisin dapat diserap secara
cepat dengan pemberian oral 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan. Antasida dapat memperlambat absorbsi dan menurunkan
konsentrasi dalam serum. Strukturnya yang memiliki 15 cincin
lakton membuat azitromisin tidak dinon-aktifkan oleh enzim P450.
c. Farmakodinamik
Azitromisin sangat aktif melawan Chlamydia sp., aktif
melawan kompleks M. avium dan T.Gondii serta lebih aktif
melawan H. Influenzaedaripada stapilokokus dan streptokokus.
d. PIO
i. Dosis oral
- Kapsul (250; 500; 600 mg)
- Serbuk untuk suspensi oral (100; 200 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral
- Serbuk untuk injeksi (500 mg)
4) Ketolida (Telitromisin)
a. Mekanisme
Dapat digunakan untuk kasus resisten makrolida karena
memiliki afinitas untuk mengikat ribosom dari bakteri.
b. Farmakokinetik
Bioavailabilitas telitotromisin per oral sebesar 57% yang
terpenetrsi baik pada jaringan dan intraselular. Telitromisin
dimetabolisme di hati dan dieliminasi melalui empedu dan urin.
Dosis 800 mg menghasilkan konsentrasi dalam serum sebesar 2
mcg/ mL. Mampu menghambat secara reversibel enzim CYP3A4.
c. Farmakodinamik
Merupakan makrolida semisintetik yang secara in vitro aktif
dalam melawan Streptococcus pyogenes, S. pneumoniae, S. aureus,
H. influenzae, Moraxella
catarrhalis, Mycoplasma sp, L.pneumophila,
Chlamydia sp, H. pylori, Neisseriagonorrhoeae, B. fragilis, T
gondii dan mikobakteri non-tuberkulosis tertentu.
d. PIO
i. Dosis oral : Tablet (300; 400 mg)
e. Efek samping
Di Amerika, hanya digunakan pada kasus pneumonia dan
pada indikasi lainnya tidak lagi diberikan karena dapat
menyebabkan hepatitis dan gagal liver.
5) Klindamisin
a. Mekanisme
Menghambat sintesis protein dengan mengganggu
pembentukan kompleks dan reaksi translokasi aminoacyl. Tempat
pengikatan klindamisindan eritromisin identik pada ribosom subunit
50s.
b. Farmakokinetik
Pemberian oral 0,15-0,3 gram tiap 8 jam (10-20 mg/ kg/ hari
untuk anak-anak) dengan kadar dalam serum 2-3 mcg/ mL. Ketika
diberikan secara intravena 600 mg tiap 8 jam memberikan level
pada serum 5-15 mcg/ mL. Klindamisin 90% berikatan dengan
protein. Klindamisin terpenetrasi baik pada jaringan kecuali pada
otak dan cairan cerebrospinal. Metabolismenya di hati dan
diekskresikan melalui empedu dan urin.Waktu paruh 2,5 jam dan 6
jam pada pasien anuria.
c. Farmakodinamik
Klindamisin diindikasikan pada kasus infeksi kulit dan
jaringan lunak karena streptokokus dan stapilokokus. Dapat juga
digunakan pada infeksi karena Bacteroides sp dan bakteri anaerob
lain.Klindamisin dapat dikombinasikan dengan aminoglikosida dan
sefalosporin untuk mengatasi luka pada abdomen dan usus, infeksi
saluran kelamin wanita dan pembengkakan paru-paru. Saat ini
klindamisin lebih direkomendasikan daripada eritromisin untuk
profilaksis endokarditis pada pasien dengan penyakit jantung di
bawah prosedur dental dan pada kasus alergi penisilin. Klindamisin
ditambah dengan primaquin merupakan alternatif dari trimetoprim-
sulfametoksazol untuk pneumonia dan toxoplasmosis pada pasien
AIDS.
d. PIO
i. Dosis oral
- Kapsul (75, 150, 300 mg)
- Granul untuk larutan (75 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral : Injeksi (150 mg/ mL dalam 2, 4, 6, 60 mL vial)
e. Efek samping
f. Diare, pusing dan ruam kulit. Melemahkan fungsi hati (dengan atau
tanpa jaundice) dan terkadang terjadi neutropenia.
g. Resistensi
- Mutasi sisi reseptor ribosom
- Modifikasi reseptor dengan mengekspresikan metilase
- Proses enzimatik inaktif : Enterokokus dan bakteri aerob gram
negatif karena permeabilitas membrannya yang buruk.
6) Kloramfenikol
a. Mekanisme
Menghambat sistesis protein dengan berikatan secara
reversibel pada ribosom subunit 50s dan menghambat pembentukan
ikatan peptida.
b. Farmakokinetik
Dosis umum kloramfenikol adalah 50-100 mg/ kg/ hari.
Setelah pemberian oral, kloramfenikol kristalin diabsorbsi penuh
secara cepat. Pada dosis 1 gram, level pada darah antara 10 dan 15
mcg/ mL. Kloramfenikol palmitat termasuk produg yang dapat
dihidrolisis di dalam usus menjadi kloramfenikol bebas. Pada
pemberian parenteral memberikan kadar obat di dalam darah lebih
rendah dari pemberian oral.Kloramfenikol terdistribusi pada
jaringan dan cairan tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan
cairan cerebrospinal dengan konsentrasi kloramfenikol pada varian
otak mungkin sama dengan pada serum. Obat terinaktivasi pada
konjugasi asam glukoronik atau reduksi menjadi amina. Eliminasi
melalui urin dan sedikit melalui empedu dan feses.
c. Farmakodinamik
Bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas yang efektif
dalam melawan infeksi karena bakteri gram positif dan negatif baik
aerob maupun anaerob. Aktif dalam melawan riketsia namun tidak
pada klamidia.Bakteri gram positif dapat dihambat dengan
konsentrasi 1-10 mcg/ mL, sedangkan bakteri gram negatif pada
konsentrasi 0,2-5 mcg/ mL. H.
influenzae dan Neisseria meningitidis sangat peka terhadap
kloramfenikol, sehingga pada keduanya dapat memiliki aktivitas
bakterisida. Dapat menjadi alternatif untuk menangani meningitis
pada pasien yang hipersensitivitas pada penisilin. Kloramfenikol
diberikan secara topikal pada infeksi mata namun tidak efektif pada
infeksi klamidial.
d. PIO
i. Dosis parenteral : Serbuk untuk injeksi (100 mg)
ii. Efek samping: Gangguan gastrointestinal, pusing, mual dan
diare. Dapat mengganggu flora normal pada kasus kandidiasis.
Pada penggunaan > 50 mg/ kg/ hari pada ibu hamil dapat
menyebabkan gray baby syndrome dengan mual, hipotermia, warna
abu-abu dan kolaps vaskuler.
e. Resisten
Resistensi kloramfenikol dapat disebabkan
luasnya kloramfenikol yang peka terhadap sel mutan yang selektif
sehingga kurang permeabel terhadap obat. Dapat pula
disebabkan produksi kloramfenikol asetiltransferase dan enzim
pengkode plasmid yang menginaktivasi obat.
7) Streptogramins
a. Mekanisme
Menghambat sintesis protein dengan mekanisme dan sisi
ikatan pada ribosom yang identik dengan makrolida dan
klindamisin. Daya bakterisidalnya tinggi kecuali pada Enterococcus
faecium. Quinupristin (streptogramin B) – dalfopristin
(streptogramin A) aktif melawan bakteri gram positif berbentuk
kokus termasuk resisten pada streptokokus, stapilokokus dan
penisilin untuk S. pneumoniae.
b. Farmakokinetik
Quinupristin-dalfopristin diberikan secara intravena dengan
dosis 7,5 mg/ kg tiap 8-12 jam. Konsentrasi serum berdasar infus
7,5 mg/ kg selama 60 menit adalah 3 mcg/ mL untuk quinupristin
dan 7 mcg/ mL untuk dalfopristin. Keduanya sangat cepat
dimetabolisme dengan waktu paruh 0,85 dan 0,7
jam.Eliminasi dengan rute fecal. Pasien dengan fungsi hati yang
terganggu dapat menaikkan kadar obat dalam darah dan
metabolismenya, sehingga perlu dilakukan penurunan dosis 7,5 mg/
kg tiap 12 jam atau 5 mg/ kg tiap 8 jam. Quinupristin dan
dalfopristin dapat menghambat CYP3A4 yang dapat
memetabolisme warfarin, diazepam, astemizole, terfenadin dan
siklosporin.
c. Farmakodinamik
Digunakan pada kasus infeksi yang disebabkan stapilokokus
atau resisten terhadap vankomisin seperti E. faecium tapi tidak
pada E. faecalis.
d. PIO
i. Dosis parenteral
- Quinupristin:dalfopristin (30:70) dalam 500 mg vial untuk
injeksi intravena.
ii. Efek samping : Rasa sakit pada daerah sekitar pemberian infus
dan sindrom artralgia-myalgia.
e. Resisten
Resistensi disebabkan modifikasi dari sisi ikatan quinupristin
(resisten tipe MLS-B), inaktivasi proses enzimatik pada dalfopristin
atau penembusan.
8) Oxazolidinon (Linezolid)
a. Mekanisme
Linezolid menghambat sintesis protein pada kompleks
ribosom. Sisi pengikatan berada pada 23s rRNA subunit 50s.
b. Farmakokinetik
Linezolid setelah diberikan secara oral dapat mencapai
bioavailabilitas sebesar 100% dengan waktu paruh 4-6 jam. Obat ini
sebagai penginduksi maupunpenghambat enzim P450 sitokrom dan
dimetabolisme dengan reaksi oksidatif. Konsentrasi pada serum 18
mcg/ mL pada dosis 600 mg secara oral. Rekomendasi penggunaan
600 mg 2 kali sehari baik oral maupun intravena.
c. Farmakodinamik
Aktif melawan bakteri gram positif termasuk stapilokokus,
streptokokus, enterokokus, gram positif anaerob berbentuk kokus
dan batang seperti Nocardia sp dan L. monocytogenes. Bersifat
bakteriostatik namun bakteriosida pada streptokokus. Dapat pula
melawan Mycobacterium tuberculosis. Linezolid dapat digunakan
pada infeksi E faecium, pneumonia dan infeksi kulit yang resisten
terhadap vankomisin.
d. PIO
i. Dosis oral
- Tablet (600 mg)
- Serbuk untuk suspensi (100 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral : Infus (2 mg/ mL) secara intravena
iii. Efek samping : Trombositopenia, anemia, neutropenia,
neuropatik periferal dan asidosis laktat.
e. Resisten
Dikarenakan mutasi dari sisi pengikatan pada 23s rRNA.
9) Streptomisin
a. Cara kerja streptomisin telah dipelajari jauh lebih banyak lebih
dekat daripada aminoglikosida lainnya, tetapi mungkin semuanya
bertindak sama. Aminoglikosida adalah inhibitor protein yang
tidak dapat diubah sintesis, tetapi mekanisme yang tepat untuk
aktivitas bakterisida tidak dikenal. Peristiwa awal adalah difusi
pasif melalui saluran porin melintasi membran luar.
b. Farmakokinetik
Aminoglikosida diserap sangat buruk dari gastrointestinal yang
utuh. saluran usus, dan hampir seluruh dosis oral diekskresikan
dalam tinja setelah pemberian oral. Namun, obat-obatan dapat
diserap jika ulserasi hadir. Setelah injeksi intramuskular,
aminoglikol sisi-sisinya terserap dengan baik, memberikan
konsentrasi puncak dalam darah dalam waktu 30–90 menit.
Aminoglikosida biasanya diberikan intravena sebagai infus 30-60
menit; setelah distribusi singkat fase tion, ini menghasilkan
konsentrasi serum yang identik dengan mereka setelah injeksi
intramuskular. Waktu paruh yang normal aminoglikosida dalam
serum adalah 2-3 jam, meningkat menjadi 24-48 jam pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan. Aminoglikosida
hanya sebagian dan tidak teratur dibuang oleh hemodialisis —
misalnya, 40–60% untuk gentamisin
c. Farmakodinamik
Aminoglikosida sebagian besar digunakan terhadap enterik gram
negatif bakteri, terutama ketika isolat mungkin resistan terhadap
obat dan ketika ada kecurigaan sepsis. Mereka hampir selalu
digunakan kombinasi dengan β-laktam antibiotik untuk memperluas
cakupan ke termasuk potensi patogen gram positif dan untuk
mengambil keuntungan sinergisme antara kedua kelas obat ini
d. PIO
dosis harian 5-7 mg / kg gentamisin atau tobramycin adalah
rekomendasi diperbaiki (15 mg / kg untuk amikacin).
e. Efek samping
Semua aminoglikosida bersifat ototoxic dan nephrotoxic.
Ototoxicity dan nefrotoksisitas lebih mungkin ditemukan ketika
terapi dilanjutkan selama lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih
tinggi, pada orangtua, dan dalam pengaturan insufisiensi ginjal.
Penggunaan bersamaan dengan loop diuretik (misalnya, furosemide,
asam ethacrynic) atau nephrotoxic lainnya agen antimikroba
(misalnya, vankomisin atau amfoterisin) dapat berpotensi tiate
nefrotoksisitas dan harus dihindari jika memungkinkan.
10) Gentamisin
a. Mekanisme kerja
adalah dengan mengikat secara ireversibel sub unit ribosom 30S dari
kuman, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan menyebabkan
kesalahan translokasi kode genetik.
b. Farmakokinetik
Tidak terserap secara oral; harus diberikan secara parenteral.
Cepat diserap setelah penyuntikan IM; konsentrasi plasma puncak
dicapai dalam 30-90 menit.
c. Farmakodinamik
Gentamisin adalah aminoglikosida diisolasi dari Micromonospora
purpurea Ini efektif terhadap kedua gram positif dan organisme
gram negatif, dan banyak sifatnya menyerupai dari aminoglikosida
lainnya.
d. PIO
Gentamicin sulfate, 2–10 mcg / mL, menghambat banyak strain in
vitro staphylococci dan coliform dan bakteri gram negatif lainnya.
injeksi intratekal sulfat gentamisin, 1-10 mg / hari.
Krim, salep, dan larutan yang mengandung 0,1–0,3% gentamicin
sulfate telah digunakan untuk pengobatan luka bakar yang terinfeksi,
luka, atau lesi kulit.
e. Resistensi
Streptococci dan enterococci relatif resisten terhadap gentamisin
karena kegagalan obat untuk menembus ke dalam sel.
f. Efek samping
Nefrotoksisitas biasanya reversibel dan ringan.
11) Tobramycin
a. Mekanisme kerja
tobramycin bekerja dengan cara membunuh bakteri dan menekan
pertumbuhannya agar tidak muncul kembali.
b. Farmakokinetik
Sifat farmakokinetik tobramycin secara virtual identik dengan
gentamisin
c. Farmakodinamik
Tobramycin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama
gentamisin dengan beberapa pengecualian. Gentamisin sedikit lebih
aktif melawan S marcescens sedangkan tobramycin sedikit lebih
aktif melawan P aeruginosa Enterococcus faecalis rentan terhadap
baik gentamisin dan tobramycin
d. PIO
Dosis harian tobramycin adalah 5-6 mg / kg intramuskular atau
intravena.
e. Efek samping
tobramycin adalah ototoxic dan nephrotoxic. Nefrotoksisitas
tobramycin mungkin sedikit kurang dari bahwa dari gentamisin,
12) Amikacin
a. Mekanisme kerja
Mengikat subunit 30S ribosom dan menghambat sintesis protein di
bacteria rentan
b. Farmakokinetik
Amikasin diabsorpsi secara cepat sesudah injeksi IM. Pada fungsi
ginjal normal, sekitar 91,9% diekskresi dalam bentuk utuh melalui
urin dalam 8 jam pertama dan 98,2% dalam waktu 24 jam.
c. Farmakodinamik
dapat digunakan melawan beberapa mikroorganisme yang resisten
terhadap obat terakhir. Banyak bakteri gram negatif, termasuk
banyak strain dari Proteus, Pseudomonas, Enterobacter dan Serratia
d. PIO
1-20 mcg / mL amikacin in vitro. Setelah injeksi 500 mg amikacin
setiap 12 jam (15 mg / kg / hari) secara intramuskular, tingkat
puncak dalam serum adalah 10-30 mcg / Ml.

e. Resistensi
Resisten terhadap streptomisin
f. Efek samping
nefrotoksik dan ototoksik (Khusus untuk bagian pendengaran dari
saraf kedelapan).
13) Neomycin & Kanamycin
a. Mekanisme kerja
Neomycin bekerja dengan cara mengikat secara reversibel terhadap
sub unit 30s dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa
protein yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri itu.
Farmakokinetik
Obat golongan neomisin diserap dengan buruk dari gas saluran
cerna. Setelah pemberian oral, flora usus ditekan atau dimodifikasi,
dan obat diekskresikan dalam tinja. Ekskresi obat apa pun yang
diserap terutama melalui glomerulus penyaringan ke dalam urin.
b. Farmakodinamik
aktif melawan gram positif dan bakteri gram negatif dan beberapa
mikobakteria.
c. PIO
Neomisin dan kanamisin sekarang terbatas pada penggunaan topikal
dan oral. Neomisin terlalu beracun untuk penggunaan parenteral.
Larutan yang mengandung 1-5 mg / mL digunakan pada permukaan
yang terinfeksi atau disuntikkan ke sendi, rongga pleura, ruang
jaringan, atau abses rongga tempat infeksi hadir
d. Resistensi
Resistensi Antimikroba Obat golongan neomisin
e. Efek samping
nephrotoxic- signifikan dan ototoxicity

f. Obat Antifolat
c.1 Sulfonamida
c.1.1 Susunan Kimia
Susunan utama dari senyawa sulfonamides dan senyawa sejenis
dari asam P-aminobenzoic dapat dilihat dari gambar 1. Sulfonamides
pada varying physical, chemical, pharmacologic, dan antibacterial
properties dapat dibuat dengan mensubtitusi senyawa S02 ke grub
amido (-S02-NH-R) atau grup amino (-NH2) dalam senyawa
sulfanilamide.
Gambar 1. Struktur dari sulfonamides dan asam p-aminobenzoat

c.1.2 Cara Kerja Obat dan Aktivitas Antibaktorial


Organisme Sulfonamide-susceptible, tidak seperti mamalia,
tidak dapat mengunakan exogenous folate sehingga harus mensintesis
dari PABA. Sulfanamid menghambat produksi dihidropteroat sintase
dan folat. Sulfonamide menghambat peningkatan gram baik positif dan
gram negatif pada bakteri seperti nocardia sp, chlamydia trachormatis,
dan beberapa protozoa. Beberapa bakteri seperti E. coli, klebsiella
pneumonia, salmonella, shigella, dan enterobacter sp juga dapat
dihambat perkembangannya. (lihat gambar 2)
Gambar 2. Cara kerja sulfonamide dan trimthoprim
c.1.3 Resistansi
Pada mamalia sell ( dan sebagian bakteri )kekurangan enzim
untuk mensintesis folat dari PABA dan bergantung pada sumber
eksogen dari folat, oleh karenanya, mereka tidak rentan teradap
sulfonamide. Resistensi sulfonamide dapat terjadi sebagai akibat
mutasi dari : 1) kelebihan PABA, 2) produksi enzim sintesis asam folat
yang memiliki afinitas rendah untuk sulfonamide atau, 3) rusaknya
permeabilitas sel terhadap sulfonamide. Sintesis dihidropteroat dengan
afinitas sulfonamide rendah sring dikodekan dengan plasmid yang
dapat ditransmisikan dan dapat menyebar dengan cepat dan luas.

c.1.4 Farmakokinetis
Sulfonamide dapat dibagi menjadi tiga kelomopk besar, 1) oral,
absorbable; 2) oral, tidak terserap; 3) topical. Sulfonamide secara oral
(arsorbable) dapat diklasifikasikan menjadi pendek, menengah, atau
panjang sesua dari aktifitas dasar waktu paruhnya ( table 1 ).
Sulfonamide akan terserap dari perut dan usus kecil serta
didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan di tubuh( termasuk
sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal), plasenta dan janin.
Pengikatan protein bervariasi dari 20 % sampai dengan lebih dari 90
%. Dengan konsentrasi therapeutic dalam darah sekitar 40-100
mcg/mL. hal ini biasa terjadi setelah 2-6 jam pemberian oral.
Sebagian dari obat yang diabsorpsi adalah asetilasi atau
glucuronidated dalam hati. Sulfonamide dan metabolit tidak aktif
kemudian diekskresikan ke dalam urin, terutama oleh filtrasi
glomerulus. Pada ginjal yang mengalami gangguan, dosis sulfonamide
harus dikurangi.

Tabel1. Farmakokinetis dari sulfonamide dan pyrimidines.


c.1.5 Pengunaan Secara Medis
Kombinasi obat yang biasanya mengunakan trimethoprim-
sulfamethoxazole adalah obat untuk infeksi seperti Pneumucystis
jirovecipneumonia, toxoplasmosis, nacardiosi dan occasionally serta
pada infeksi bakteri lainnya
 Jenis obat oral absorbable
Berdasarkan dari cara kerjanya sulfisoxazole dan
sulfamethoxazole merupakan jenis obat yang terserap dengan cepat.
Biasanya pemakaian obat ini secara eksklusif diperuntukan dalam
mengobati infeksi saluran kemih. Dosis yang dianjurkan untuk
orang dewasa biasanya adalah 1 g sulfisoxazole empat kali sehari
atau 1 g sulfamethoxazole dua sampai tiga kali sehari
Sulfadiazine yang dikombinasikan dengan pirimtamin
adalah terapi awal yang dilakukan untuk pengobatan
toksoplasmosis akut. Kombinasi sulfadiazine dengan
pryrimethamine, dapat menghambat potensi reduktase
dihydrofolate seperti pada gambar 2 . Dosis yang dianjurkan pada
pengunaan sulfadiazine adalah 1 g empat kali sehari, dengan
penambahan pirimetamin sebanyak 75 mg dan 25 mg sehari. Asam
folinic, 10 mg perhari juga harus diberikan unuk meminimalkan
supresi sumsung tulang
Sulfadoxine adalah satu satunya sulfonamide dengan cara
kerja penyerapan yang cukup membutuhkan waktu. Dan saat sini
hanya tersedia di AS dan hanya sebagai formulasi kombinasi
dengan pyrimethamine.
 Jenis obat oral not absorbable
Pada jenis obat ini tersedia Sulfasalazine
(salicylazosulfapyridine) yang secara luas digunakan dalam colitis,
ulseratif, enteritis, dan penyakit radang usus lainya.
 Jenis obat tropical
Pada jenis ini sodium sulfacetamide menjadi solusi oftalmik
atau sebagai salep yang efektif dalam pengobatan konjungtivitas
bakteri dan juga sebagai terapi tambahan untuk trachoma.
Sulfadiazine perak adalah sulfonamide tropical yang lebih disukai
dan tidak beracun untuk pncegahan infeksi luka bakar.

c.1.6 Efek samping


Efek samping paling umum pada pengunaan sulfonamide
adalah demam, ruam kulit, dermatitis eksfoliatif, fotosensitivitas,
urtikaria, mual, muntah , diare, dan kesulitan yang dapat diindikasikan
pada saluran kemih, hingga yang dianggap paling fatal sindrom
stevens-jhonson (peluang terjadi < 1%). Selain itu efek lain yang tidak
diinginkan termasuk stomatitis, konjungtivitas, radang sendi, gangguan
himatoppietik, hepatitis dan psikosis. Selain ganguan umum yang telah
dijelaskan tadi sulfonamide juga dapat menyebabkan gangguan lain
pada :
 Ganguan saluran kemih
Pada fasa ini sulfonamide dapat mengendap dalam urin,
terutama pada pH netral atau asam, yang akan menghasilkan
kristaluria, hematuria, atau bahkan obstruksi.
 Ganguan hematopoietik
Sulfonamide dapat menyebankan anemia atau hemolitik
datau aplastic, granulocytopenia, trombositopenia, atau reaksi
leukemoid. Sulfonamide yang digunakan menjelang akhir
kehamilan juga berbahaya karena meningkatkan resiko kerniketerus
pada bayi yang baru lahir.

c.2 Trimethoprim dan Campuran Trimethoprim Sulfametoxazole


c.2.1 Cara kerja
Trimethoprim, trimethoxybenzylpyrimidine, berfungsi
menghambat reduktasi asam dihyrofolic bakteri, yang mengubah
asam dihydrofolic menjadi asam tetrahydrofolic yang merupakan
langkah utama dalam sintesis purin menjadi DNA. Gam 46.2 .
trimetroprim sekitar 50.000 kali lebih efisien dalam penghambatan
reduktase asam dihidrofol pada mamalia. Pyrimethamine, serta
senyawa benzylpyrimidine lainnya berfungsi menghambat reduktase
asam dihydrofolic dari protozoalebih kuat dibandingkan sel mamalia.
Trimethoprim dan pyrimethamine yang dikombinasikan
dengan block sulfonamide merupakan langkah penting dalam sintesis
folat. Kombinasi ini sering bersifat bakterisida.
c.2.2 Resistensi
Resistensi terhadap trimethoprim dapat terjadi akibat
berkurangnya prmeabilitas sel, kelebihan reduksiase dihidrofolat, atau
produksi reduktase yang berubah sesuai dengan konsumsi obat.
Resistansi dapat muncul melalui mutasi, meskipun pada umumnya
disebabkan olh reduktase dihidrofolat trimethoprim – plasenta yang
sering disebut plasmid.

c.2.3 Farmakokinetik
Pada pengunaannya trimethoprim biasanya diberikan secara
oral, dengan susunan tungal atau dalam kombinasi dngan
sulfamethoxazole, yang memiliki waktu parung yng sama.
Rimethoprimsulfamethoxazole juga bisa diberikan secara intravena.
Trimethoprim diserap dengan baik oleh usus dan didistribusikan
secara luas dalam jaringan serta cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal. Karena trimethoprim lebih larut dalam lemak dari pada
sulfamethoxazole, trimethoprim memiliki volume distribusi yag lebih
besar dari pada campurannya. Karena itu setiap pembuatannya 1
bagian trimethoprim dikombinasikan dengan 5 bagian
sulfamethoxazole. Dengan konsentrasi plasma pada rasio 1 :20, yang
optimal untuk menghasilkan efek gabungan dari obat – obatan secara
in vitro.
c.2.4 Pengunaan Secara Medis
 Trimtroprim oral
Trimetrhoprim dapat dikonsumsi secara tungal (tanpa campuran dari
senyawa lain) dengan dosis 100 mg 2 kali sehari pada penderita infeksi
saluran kemih akut.
 Oral Trimethoprim – sulfamethoxazole (TMP-SMZ)
Kombinasi ini merupakan pengobatan yang efektif untuk berbagai
macam infeksi termasuk Pjiroveci pneumonia, shigellosis, infeksi
salmonella sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa
infeksi mikobakterial yang tidak dapat disembuhkan.
Infeksi dengan Pjiroveci dan beberapa pathogen lainnya dapat diobati
secara oral dengan dosis tinggi yaitu 15-20 mg /hari atau dapat dicegah
pada pasien imunosupresif dengan satu tablet doublestrength setiap
hari atau tiga kali seminggu.
 Intravenous Trimethoprim – sulfamethoxazole
Larutan dari campuran yang mengandung 80 mg trimethoprim
ditambah 400mg sulfametaksazol per 5ml dilarutkan dalam 125 ml
dekstrosa 5% dapat diberikan melalui infus intravena selama 60-90
menit. Ini merupakan opsi pengobatan untuk penderita pneumonia
pneumocystis yang amat parah.
 Oral Pyrimeth amine dengan sulfadiazine
Pyrimeth amine dan sulfadiazine digunakan untuk pengobatan leish
mamaniasis dan taksoplasmosis.

c.2.5 Efek samping


Trimethoprim menghasilkan efek samping yang dapat di
prediksi dari obat anti folat, terutama anemia megaloblastik,
leukopenia, dan granulocytopenia. Sedangkan untuk kombinasi
trimethroprim sulfamethoxazole dapat menyebabkan semua reaksi
yang tidak diinginkan terkait dengan sulfonamide. Mual dan muntah,
demam , vaskulitis, kerusakan ginjal, dan gangguan sistem saraf pusat
kadang terjadi juga. Khususnya pada penderita AIDS dan pneumonia
pneumocystis memiliki dampak yang lebih kuat pada tiap gejala efek
samping tiap penggunaan trimethoprim sulfamethoxazole.

g. Pencegah Pertumbuhan DNA Girase


d.1 Fluoroquinolon
d.1.1 Mekanisme Kerja
Pada cara kerjanya quinolones memblokir sintesis DNA
bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA Gyrase) dan
topoisomerase IV. Penghambatan ini mencegah reaksi positif dari
DNA yang diperlukan untuk transkripsi dan replikasi normal. Dengan
mencegah perkembangan topoisomerase IV akan mengganggu
pemisahan kromosom DNA bakteri selama proses pembelahan sel

Gambar 3. Struktur dari asam nalidix dan turunan flouroquinolones.


d.1.2 Aktifitas Antibakteri
Pada tingkatan tertentu sebelum membentuk kuinolon seperti
asam nalidiksik, tidak mencapai tingkat antibakteri sistemik dan
hanya berguna dalam pengobatan saluran kemih bawah. Sedangkan
pada turunan fluorinate aktivitas antibakteri meningkat sangat tajam
dibandingkan asam nalidiksik dan mencapai tingkat bakterisida dalam
darah dan jaringan.
Gatifloxacin, gmifloxacin, dan moxifloxacin adalah tiga
kelomlok dalam flouroquinolone yang memiliki aktivitas paling
tinggi dalam mlawan organisme grampositive, terutama S pneumonia
dan beberapa stafikokus. Flouroquinolones juga aktif melawan
turunan dari pneumonia atipikal dan juga dalam melawan pathogen
intraseluler seperti legionella pneumophila dan beberapa
microbacteria. Termasuk microbakteria tubercolusis dan
microbakteria avium complex. Moxifloxacin juga memiliki aktivitas
sederhanan terhadap bakteri anaerob, karena toksisitas, gatifloxacin
tidak disediakan lagi dibeberapa Negara terutama Amerika.

d.1.3 Resistensi
Selama masa terapi fluoroquinolone, organisme yang resisten
terhadapnya akan muncul sekitar 1 dari setiap 107 – 109 organisme.
Terutama diantara staphylococci, P aetuginosa, dan Serratia
mercescens. Baru baru ini terdapat 2 jenis resistansi baru yang
berhubungan dengan plasmid. Jenis pertama dengan mengunakan
protin Qnr, bakteri melindungi DNA giras dari fluoroquinolones.
Yang kedua adalah varian dari actyltrasferas aminoglikosida ayng
mampu memodifikasi ciprofloxacin.

d.1.4 Farmakokinetik
Setelah diberikan secara oral, flourquinolones yang terserap
dengan baik (presentase penyerapan 80-95%) akan didistribusikan
secara luas pada jaringan dan cairan tubuh. Waktu paruh serum
sekitar 3- 10 jam. Waktu paruh yang relative lebih panjang dari
flouroquinolones adalah jenis levofloxacin, gemifloxacin,
gatiflouxacin, dan moxilfoxacin memungkinkan penggunaan dosis
sehari 1 kali. Pada penyerapan obat ini kerap kali terganggu oleh
kation divalent dan trivalent, termasuk jenis senyawa yang antasida.
Oleh karena itu flourquinolones oral harus diminum 2 jam sebelum
atau 4 jam sebelum mengonsumsi obat dengankaton. Kebanyakan
flourquinolones dihilangkan oleh kerja ginjal, baik sekresi turbular
atau filtrasi glomerulus. Penyesuaian dosis diperlukan untuk pasien
creatin kurang dari 50 ml/ menit.( lihat table 2)

Table 2. farmakokinetis dari flouroquinolones.

d.1.5 Pengunaan Secara Medis


Fluoroquinolon (selain moxifloxacin) efektif dalam infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh bermacam macam organisme,
termasuk P aeruginosa. Turunan jenis ini juga efektif untuk
mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E. coli
toksigenik, dan campylobacter.
Flouroquinolones (kecuali norfloxacin) telah digunakan dalam
mengobati infeksi jaringan lunak, tulang dan sendi serta infeksi
saluran pernafasan. Ciprofloxacin adalah obat pilihan untuk
profilaksis dan pengobatan antraks.

d.1.6 Efek samping


Flouroquinolones umumnya ditoleransi dengan baik oleh
tubuh. Efek yang paling umum pada pengunaan obat ini adalah mual,
muntah, dan diare. Kadang kadang juga terjadi sakit kepala, pusing,
insomnia, ruam kulit, atau berkurangnya fungsi hati.
h. Bermacam-Macam Agen Antimikroba
e.1 Metronidazole
Metronidazole adalah obat antiprotozoal nitroimidazole yang juga
memiliki aktivitas antibakteri ampuh melawan anaerob,termasuk spesies
Bacteroides dan Clostridium. Metronidazol adalah diserap secara selektif
oleh bakteri anaerob dan protozoa sensitif.
Metronidazol diindikasikan untuk pengobatan anaerobik atau
campuran infeksi intraabdominal (dalam kombinasi dengan agen lain
dengan aktivitas melawan organisme aerobik), vaginitis (trichomonas
infeksi, vaginosis bakteri), kolitis Clostridium difficile, dan abses otak.
Dosis umum adalah 500 mg tiga kali sehari secara oral atau secara intravena
(30 mg / kg / hari). Vaginitis dapat merespons satu 2 g dosis. Gel vagina
tersedia untuk penggunaan topikal.
Efek samping termasuk mual, diare, stomatitis, dan neuropati perifer
dengan penggunaan jangka panjang. Metronidazol memiliki efek seperti
disulfiram, dan pasien harus diinstruksikan untuk menghindari alkohol.
Meski teratogenik pada beberapa hewan, metronidazol memiliki tidak
dikaitkan dengan efek ini pada manusia.

e.2 Mupirocin
Mupirocin (asam pseudomonic) adalah zat alami yang
diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens. Ia dengan cepat tidak aktif
setelah absorpsi, dan tingkat sistemik tidak terdeteksi. Ini tersedia sebagai
salep untuk aplikasi topikal. Mupirocin aktif terhadap cocci gram positif,
termasuk strain yang rentan terhadap methicillin dan methicillin
Staphylococcus aureus. Mupirocin menghambat isoleus staphylococcal
tRNA synthetase.
Mupirocin diindikasikan untuk perawatan topikal kulit kecil
infeksi, seperti impetigo. Aplikasi topikal di atas area terinfeksi yang besar,
seperti ulkus dekubitus atau bedah terbuka luka, merupakan faktor penting
yang menyebabkan munculnya mupirocin-resistant strain dan tidak
dianjurkan. Mupirocin efektif menghilangkan S aureus nasal carriage oleh
pasien atau perawatan kesehatan pekerja, tetapi hasilnya beragam
sehubungan dengan kemampuannya untuk mencegah infeksi staphylococcal
berikutnya.

e.3 Polimiksin
Polymyxins adalah kelompok peptida dasar yang aktif melawan
gram negatif bakteri dan termasuk polymyxin B dan polymyxin E (colistin).
Polymyxin bertindak sebagai detergen kationik. Mereka menempel dan
mengganggu membran sel bakteri. Mereka juga mengikat dan
menonaktifkan endotoksin. Organisme gram positif, Proteus sp, dan
pertahanan Neisseria sp.
Karena toksisitasnya yang signifikan dengan administrasi
sistemik, polymyxins sebagian besar terbatas pada penggunaan topikal.
Salep mengandung polimiksin B, 0,5 mg/g, dalam campuran dengan
bacitracin atau neomisin (atau keduanya) umumnya diterapkan pada dangkal
yang terinfeksi lesi kulit. Munculnya strain Acinetobacter baumannii,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacteriaceae yang resisten untuk semua
agen lain telah memperbarui minat pada polimiksin sebagai parenteral agen
untuk terapi penyelamatan infeksi yang disebabkan oleh ini organisme.

e.4 Fidaksomisin
Fidaxomicin adalah antibiotik makrosiklik spektrum sempit yang
aktif terhadap aerob gram positif dan anaerob tetapi kurang aktivitas
melawan bakteri gram negatif. Fidaxomicin menghambat bakteri sintesis
protein dengan mengikat subunit sigma RNA polimerase. Ketika diberikan
secara oral, penyerapan sistemik dapat diabaikan tetapi konsentrasi feses
tinggi. Fidaxomicin telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan untuk colitis
C difficile di orang dewasa. Data awal telah menunjukkan itu sama
efektifnya dengan oral vankomisin dan mungkin berhubungan dengan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah penyakit. FDA telah memberikan
penunjukan obat orphan ke semua formulasi fidaxomicin untuk pengobatan
infeksi C difficile pada pasien anak berusia 16 tahun ke bawah. Fidaxomicin
adalah diberikan sebagai 200 mg secara oral dua kali sehari.
i. Antiseptik Urinari
Antiseptik urinary adalah agen oral yang menggunakan aktivitas
antibakteri dalam urin tetapi memiliki sedikit atau tidak ada efek antibakteri
sistemik. Kegunaannya terbatas pada infeksi saluran kemih bawah. Penekanan
bakteriuria yang berkepanjangan dengan antiseptik kemih dapat terjadi menjadi
diinginkan pada infeksi saluran kencing kronis atau rekuren di yang
memberantas infeksi oleh terapi sistemik jangka pendek tidak mungkin.
f.1 Nitrofurantoin
Pada dosis terapeutik, nitrofurantoin bersifat bakterisida bagi
banyak orang bakteri gram positif dan gram negatif; Namun, P aeruginosa
dan banyak strain Proteus secara inheren resisten. Nitrofurantoin memiliki
mekanisme aksi yang kompleks yang tidak sepenuhnya dipahami. Aktivitas
antibakteri tampaknya berkorelasi dengan intraseluler cepat konversi
nitrofurantoin menjadi intermediet yang sangat reaktif oleh reduktase
bakteri. Intermediet ini bereaksi secara tidak spesifik dengan banyak protein
ribosom dan mengganggu sintesis protein, RNA, DNA, dan proses
metabolisme. Tidak diketahui yang mana dari beberapa tindakan
nitrofurantoin utamanya bertanggung jawab atas aktivitas bakterisida.
Obat ini diekskresikan ke dalam urin oleh filtrasi glomerular dan
sekresi tubular. Dengan dosis harian rata-rata, konsentrasi 200 mcg / mL
tercapai dalam urin. Pada gagal ginjal, kadar urin tidak mencukupi untuk
aksi antibakteri, tetapi darah tinggi tingkat dapat menyebabkan keracunan.
Nitrofurantoin dikontraindikasikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal
yang signifikan (bersihan kreatinin <60 mL / mnt).
Dosis untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 100
mg diminum secara oral empat kali sehari. Obat tidak boleh digunakan
untuk mengobati infeksi saluran kemih bagian atas. Nitrofurantoin oral
dapat diberikan untuk bulan untuk penindasan infeksi saluran kemih kronis.
Ini diinginkan untuk menjaga pH urin di bawah 5,5, yang sangat
meningkatkan aktivitas obat. Satu dosis harian nitrofurantoin, 100 mg, bisa
mencegah infeksi saluran kemih berulang pada beberapa wanita. Anorexia,
mual, dan muntah adalah efek samping utama nitrofurantoin. Neuropati dan
anemia hemolitik terjadi di pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase. Nitrofurantoin antagonizes aksi asam nalidiksik. Ruam,
infiltrasi pulmonal dan fibrosis, dan hipersensitivitas lainnya reaksi telah
dilaporkan.
f.2 Methenamine Mandelate & Methenamine Hippurate
Methenamine mandelate adalah garam asam mandelic dan
methenamine dan memiliki sifat dari kedua antiseptik urinary ini.
Methenamine hippurate adalah garam dari asam hipurat dan methenamine.
Di bawah pH 5,5, methenamine melepaskan formaldehid, yang bersifat
antibakteri (lihat Aldehida, di bawah). Asam mandelic atau asam hipurat
yang diambil secara oral diekskresikan tidak berubah dalam urin, di mana
obat-obatan ini bakterisida untuk beberapa gram negatif. Bakteri saat pH
kurang dari 5,5.
Methenamine mandelate, 1 g empat kali sehari, atau
methenamine hippurate, 1 g dua kali sehari melalui mulut (anak-anak, 50
mg / kg / d atau 30 mg / kg / d, masing-masing), hanya digunakan sebagai
antiseptik kemih untuk menekan, tidak mengobati, infeksi saluran kemih.
Agen pengoksidasi (misalnya, asam askorbat, 4-12 g / d) dapat diberikan
untuk menurunkan pH urin di bawah 5,5. Sulfonamide tidak boleh diberikan
pada saat yang sama karena mereka dapat membentuk senyawa yang tidak
larut dengan formaldehid dilepaskan oleh methenamine. Orang yang
memakai methenamine mandelate dapat menunjukkan tes palsu yang
meningkat untuk metabolit katekolamin.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
1. Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam
jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R )
benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium
acremonium, berasl dari sicilia (1943).
2. Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan
penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
3. Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin
lama semakin berkurang karena masalah resistansi.
4. Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan
gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap
pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis
dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa.
5. Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik.
Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae,
deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya.
6. Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin,
sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin
mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena
kampilo bakter.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional. Diakses pada tanggal 25 April 2018 dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-
infeksi/51-antibakteri
DiPiro J. T., Talbert R. L., Yee G. C., Matzke G. R., Wells B. G., Posey L. M. 2017.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 10th edition. Inggris: McGraw-Hill
Education Companies
Katzung, B.G. 2012. Basic & Clinical Pharmacology 12th edition. USA: McGraw Hill
Companies.
Tjay T.H., Rahardja K. 2015. Obat-obat Penting, edisi ketujuh. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
LAMPIRAN

Pertanyaan
1. Nama : Fajar Arip
Npm : 13171057

Zaman sekarang, sudah banyak antibiotik yang telah resisten, apa lini terapi pertama
antibiotik yang belum resisten yang digunakan untuk infeksi umum seperti radang
tenggorokan?

Jawab
Nama : Dinda Heldawati
Npm : 13171054
Dahulu digunakan golongan penisilin dengan obat amoxicillin sebagai lini terapi
pertama dan penggunaannya sangat meluas, tetapi karena sudah mengalami beberapa
kasus resistensi terhadap amoxicillin, sekarang pengobatan lini terapi pertama infeksi
bakteri umum menggunakan antibiotik golongan sefalosporin, penggunaan dimulai
dari generasi pertama yaitu cefadroxil, namun sudah mulai bermunculan kasus
resistensi. Maka, jika pasien mempunyai riwayat resisten terhadap obat golongan
sefalosporin generai pertama seperti cefadroxil, maka beralih ke golongan
sefalosporin generasi kedua. Jika pasien tidak ampuh diobat melalui generai kedua,
maka beralih ke generasi ketiga. Begitupun seterusnya.
2. Nama : Yopi Novela
Npm : 13171091

Bagaimana mekanisme kerja dari kombinasi antibiotik trimethoprim dan


sulfanilamid?

Jawab
Nama : Tiur Sinta dan Tri Hastuti
Npm : 13171088 dan 13171097
Mekanisme kerja sulfanilamid dengan menghambat sintesis dihidropteroat untuk
menghambat terjadinya dihidrofolic acid tetapi jika dihidrofolic acid telah terbentuk
maka trimethoprim akan menghambat dihidrofolate reductase sehingga tidak
terbentuk DNA dan tidak dapat bereplikasi. Sulfanilamid bersifat bakteriostatik tetapi
karena dosis yang tinggi maka sulfanilamid bersifat bakteriosid dan trimethroprim
bersifat bakteriosid. Seperti dalam kombinasi trimetoprim : sulfanilamid (1:5) dimana
sulfanilamid dalam dosis besar sifatnya menjadi bakteriosid. sehingga efek yang
dihasilkan pada kombinasi ini sinergis dan sifat kombinasi trimetoprim – sulfanilamid
adalah bakteriosid

3. Nama : M. Reza Pahlevi


Npm : 13171071

Apakah ada kasus dari antibiotik F.G Troches yang mengalami resistensi?

Jawab
Nama : Firdayanti Maulida
Npm : 13171058
Sampai saat ini belum ada kasus mengenai resistensi, tetapi masih ada kemungkinan
jikalau akan mengalami resistensi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
4. Nama : Vita Rahmawati
Npm : 13171089

Bagaimana mekanisme kerja dari antibiotik amoxicillin dan asam klavulanat?

Jawab
Nama : M. Buyung Iqbal
Npm : 13171069

Amoksisilin adalah salah satu contoh antibiotik golongan betalaktam sedangkan asam
klavalanat adalah antibiotik golongan penghambat betalaktamase. Penghambat
betalaktamase saja belum bisa membunuh bakteri sehingga tidak bisa digunakan
sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Jika dikombinasikan
dengan antibiotik betalaktam maka penghambat ini bisa mengikat betalaktamase
sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan enzim tersebut dan dapat
mencapai tujuan dan menghancurkan dinding sel bakteri

5. Nama : M. Ramadan Saputro


Npm : 13171070

Bagaimana sifat kerja antibiotik yang awalnya bakteriostatik menjadi bakterisid?

Jawab
Nama : Jane ismy dan Yuliana Syafitri
Npm : 1171064 dan 13171092

Antibiotik yang bekerja dengan sifat bakteriostatik pada akhirnya bisa bersifat
bakterisid dengan adanya faktor penambahan konsentrasi yang menjadi lebih tinggi
dari konsentrasi awal. Selain itu tergantung pada lamanya pemakaian antibiotik.
Semakin lama penggunaan antibiotik yang bersifat bakteriostatik maka akan
mengakibatkan sifat kerja antibiotik tersebut menjadi bakterisid. Lama penggunaan
juga awalnya dapat diberikan dosis yang kecil yang bersifat bakteriostatik secara
bertahap diberikan dosis yang besar sehingga bersifat bakterisid.
6. Nama : Raisy Ikrimah
Npm : 13171080
Apa perbedaan spektrum luas dan spektrum sempit bakteri jika dilihat dari struktur
bakteri dan target kerjanya?

Jawab :
Nama : Gessyolina Mayasari dan Firdayanti Maulida
Npm : 13171059 / 13171058
Spektrum luas dapat bekerja pada bakteri gram negatif maupun gram positif tetapi
untuk spektrum sempit hanya bekerja hanya pada gram negafit atau gram positif saja.
Untuk antibiotik dengan spektrum yang luas dapat menemnus dinding sel bakteri
yang tebal. Spektrum luas dipakai jika jenis bakterinya belum diketahui pasti
sedangkan spektrum sempit dipakai untuk jenis bakteri yang telah diketahui sehingga
spektrum sempit ini kebih spesifik. Gram positif pada struktur nya langsung
peptidoglikon sedangkan bakteri gram negatif strukturnya ada dinding atau membran
sel dan susunannya lebih kompleks. Sehingga bakteri gram negatif lebih susah
ditembus sehingga diperlukan antibiotik yang lebih kuat.

Anda mungkin juga menyukai