PENGELOLAAN OBAT
A. Perencanaan
B. Permintaan
C. Penerimaan
D. Peyimpanan
E. distribusi
F. Pengendalian penggunaan
G. Pencatatan dan pelaporan.
A. PERENCANAAN
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk
menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas.
Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas.
Dan mutasi obat yang dihasilkan oleh puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam
mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Oleh karena itu data ini sangat
penting untuk perencanaan kebutuhan di puskesmas.
Ketetapan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan
perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan
obat per tahun Puskesmas diminta meyediakan data pemakaian obatvdengan menggunakan
LPLPO. Selanjutnya UPOPPK yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap
kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya.
B. PERMINTAAN OBAT
Sumber penyediaan obat di puskesmas adalah berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Obat yang diperknankan untuk di sediakan di puskesmas adalah obat Esensial yang jenis dan
itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan dengan mrujuk kepada Daftar Obat
Esensial Nasional. Selain itu sesuaidengan kesepakatan global maupun Kuputusan
Menteri Kesehatan No : 085 tahun 1989 tentang Kewajiban menuliskan Resep / dan
atau menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan milik Pemerintahan, maka
hanya obat generik saja yang di perkenankan tersedia di puskesmas. Adapun beberpa
dasar pertimbangan dari kepmenkes tersebut adalah :
1. Kegiatan :
a. permintaan rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas
b. permintaan khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila,
- kebutuhan meningkat
- menghindari kekosongan
- penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa
c. permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir Laporan Pemakaian
Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
d. Permintaan ditujukan kepda Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
selanjutnya di proses oleh UPOPPK Kabupaten/Kota.
- Data peyakit
Sumber data
- LPLPO
- LB1
SO = Stok optimum
SK = Stok kerja (stok pada periode berjalan)
WK = Waktu kekosongan obat
WT = Waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok peyangga
SS = Sisa Stok
C. PENERIMAAN OBAT
Tujuan :
Agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan
yang diajukan oleh Puskesmas
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat – obatan yang diserahjan dari
unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya.
Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK, kepada Puskesmas di laksnakan mendapat
persetujuan dariKepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota atau pejabat yang beri
wewenang untuk itu.
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat – obat yang
diserahkan, mencangkup jumlah kemasan / peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat
sesuai dengn isi dokumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh petugas / diketahui
Kepala Puskesmas. Bila tidk memenuhi syarat petugas penerima dapat mengajukan
keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerimaan obat wajib menulikan jenis yang
kurang (rusak, jumlah kurang dan lain – lian). Setiap penambahan obat – obatan,
dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.
D. PENYMPANAN
Tujuan penyimpanan adalah :
Agar obat yang tersedia di Unit pelayanan kesehatan mutunya dapat
diperthankan.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat – obatan yang diterima
agar aman (tidak hilang ), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin.
1. Persyarat gudang dan pengaturan penyimpanan obat.
1) Persyaratan gudang
- Cukup luas inimal 3 x 4 m2
- Ruangan kering tidak lembab
- Ada ventilasi agar aliran udara dan tidak lembab / panas
- Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindari adanya cahaya langsung dan
berteralis
- Lantai terbuat dari tegel / semen yang tidakmemungkinkan
bertumpukan debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan
(palet)
- Dinding di buat licin
- Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
- Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat
- Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda
- Tersedia lemari / laci khusu untuk narkotika dan psikotropika
yang selalu terkunci
- Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan
2) Pengaturan penyimpanan obat :
- Obat disusun secara alfabets
- Obat dirotasi dengan sisitem FIFO dan FEFO
- Obat disimpan pada rak
- Obat yang disimpa pada lantai harus di letakan diatas palet
- Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk
- Cairan dipisahkan dari padatan
- Sera, vaksin, suppositoria di simpan dalam lemari pendingin
2. Kondisi penympanan
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor – faktor sebagai berikut :
a. Kelembaban :
Udara lembab dapat mempengaruhi obat – obatan yang tidak
tertutup sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari
udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya – upaya
berikut :
- Ventilasi harus baik, jendela dibuka
- Simpan obat ditempat yang kering
- Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan
terbuka
- Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC.
Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara
semakin lembab
- Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul
- Kalau ada atap yang bocor harus segera di perbaiki.
b. Sinar matahari
kebanyakan cairan, larutan dan injeksi rusak karena pengaruh
sinar matahari.
Sebagai contoh :
Injeksi Klorpromazin yang terken sinar matahari, akan berubah
warna mmenjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa.
Cara mencegah kerusakan jarena sinar matahari :
- Mencegah wadah botol atau vial yang berwarna gelap
(coklat)
- Jangan letakan botol atau vial di udara terbuka
- Obat yang penting dapat disimpan di dalan lemari
- Jendela – jendela diberi gorden
- Kaca jendela dicat putih
c. Temperatur / panas
Obat seperti salep, krim dan suppositria sangat sensitif terhadap
pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan bat
dari udara panas.
Sebagai contoh : Salep Oksi Tetrasiklin akan lumer bila suhu
penympanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep
tersebut.
Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan
didalam lemari pendingin pada suhu 4-8 derajat celcius, seperti:
- Vaksin
- Sera dan produk darah
- Antitoksin
- Insulin
- Injrksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)
- Injeksi oksitoksin
d. Kerusakan fisik
Untuk menghindari kerusakan fisik :
- Dus obat jangan di tumpuk terlalu tinggi karena obat
yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat
pecah dan rusak, selain itu akan menulitkan pengmbilan
obat di dalam dusnyang teratas
- Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada
karton, jika tidak tertulis ada karton maka maksimal
ketinggian tumpukan delapan dus.
- Hindari kontak dengan benda – benda tajam
e. Kontaminasi bakteri
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka,
maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur.
f. Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain
yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan
sulit terbaca. Lantai di sapu dan di pel, dinding dan rak
dibersihkan.
3. Bila ruang penyimpanan kecil
a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik
maupun kimia.
b. Laporan perubahan yang terjadi kepada UPOPPK Kabupaten / Kota untuk
diteliti lebih lanjut.
c. Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat
tanda – tanda sebagai berikut :
1) Teblet
Terjadi prubahan warna.bau dan rasa,serta lembab
Kerusakan fisik seperti pecah, retak,sumbing,gripis dan rapuh
Kaleng atau botol rusak,sehingga dapat mempengaruhi mutu
obat
Untuk tablet salut,disamping informasi di atas juga basah dengan
lengket vsatu dengan lainnya,bentuknya sudah berbeda.
Wadah yang rusak
2) Kapsul
Cangkangnya terbuka,kosong,rusak atau melekat satu dengan
lainnya.
Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.
3) Cairan
Cairan jernih menjadi keruh,timbul endapan
Cairan suspensi tidak bisa dikocok
Cairan emulsi memisah dan tidak tercanpur kembali.
4) Salep
Konsistensi,warna dan bau berubah
Pot / tube rusak atau bocor
5) Injeksi :
Kebocoran
E.DISTRIBUSI
Penyaluran / distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan pnyerahan obat secara merata
dsan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub – sub unit pelayanan kesehatan antara lain :
Kegiatan :
Penyeraha obat :
Tujuan :
1. Pengendalian persediaan
2. Pengendalian penggunaan
3. Penanganan obat hilang
1. Pengendalian Persediaan
Untuk melakukan pengendalian persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok
kerja, stok pengaman,watu tunggu dan sisa stok.sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan,perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya asa pada waktu
kedatangan obat atau kalau dimungkinkan memesan,maka dapat dihitung obat yang
dapat di esan (Q)dengan rumus berikut :
Keterangan :
Q = jumlah obat yang di pesan
SK = stok kerja
SP = stok pengamanan
WT = waktu tunggu
SS = stok sisa
D = pemakaian rata-rata perminggu/perbulan
Agar tidak terjadi keosongan obat dalam persediaan,maka perlu diperhatikan hal-hal
berikut :
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan,triwulan, semester atau setaun sekali.
Semakin sering pemeriksaan dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi perbedaan
antara fisik obat dan kartu stok.
2. Pengendalian Penggunaan
Tujuan Pengendalian Penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat dan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Pengendalian penggunaan meliputi :
a. Prosentase penggunaan antibiotik
b. Prosentase penggunaan injeksi
c. Prosentase rata-rata jumlah resep
d. Prosentase Obat Penggunaan obat Generik
e. Kesesaian dengan Pedoman
E. PELAYANAN OBAT
Tujuan :
Agar mendapat obat sesuai dengan resep dokter dan
mendapat informasi bagaimana menggunakannya
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang
harus dikerjakan mulai dari menerima resap dokter sampai penyerahan obat kepada pasien.
Semua resep yang telah dilayani oleh Puskesmas harus dipelihara dan disimpan minimal 2
(dua) tahun dan pada setiap resep harus diberi tanda :
“Gratis” untuk resep yang di berikan pasien yang dibebaskan dari pembiyaan restribusi.
Untuk menjamin keberlangsungan pelayanan obat dan kepentingan pasien maka obat yang
ada di Puskesmas tidak dibeda – bedakan lagi sumber anggarannya. Semua obat yang ada
di Puskesmas pada dasarnya dapat digunaka melayani semua pasien yang datang ke
Puskesmas.
Penyiapan obat
Penyerahan obat
Informasi obat
Etika pelayanan
f. Tempat peracikan.
Ruangan harus selalu bersih,rapi dan teratur.
Wadah obat harus diberi label sesuai dengan obat yang ada
didalamnya.
3. Penyiapan obat
- Nama obat
- Dosisi
Kalau obat yang diminta ada, konsultasi obat alternatif/pengganti kepada pebuat
resep.
Pada umumnya resep telah mencantumkan jumlah obat yang diminta. Jika
tidak ada jumlah tersebut, maka dapat di hitung dengan perkalian jumlah dosis
satu kali pakai, dengan jumlah pemakaian sehari dan lama hari pemakaian.
S4dd Cap 1
S3 dd tab I
Perhitungan :
1. Berdasarkan resep di atas, tetracycline yang di perlukan sebanyak = 20 kapsul
R/ Parasetamol 150 mg
Ctm 1 mg
Ephedrin 10 mg
M.f.pulv.dtd No.XV
Perhitungan :
Ctm 15 x 1 mg = 15 mg
Ephedrin 15 x 10 mg = 150 mg
1. Hitung tablet atau kapsul atau timbang sejumlah bahan obat sesuai
dengan yang tercantum dalam resep
d).Mengukur Cairan
2. Baca kembali etiket pada botol cairan apakah botol yang diambil
sudah benar
1. Obat –obatan yang tidak stabil dalam air, di larutkan apabila akan
digunakan (amoksisilin,benzyl penisillin)
2. Cairan
3. Salep/krim
Nama pasien
h).Informasi
a) Pemakaian obat
Pagi,siang,malam
Beberapa pasien hanya menggunakan obat sampai badan terasa sembuh. Hal ini
tidak menjadi masalah apabila penyakit yang diobati ringan misalnya alergi atau
sakit kepala. Masalah serius akan timbul apabila penyakit yang diobati misalnya
infeksi. Oleh karena itu beritahukan kepada pasien berapa hari/minggu obat harus
diminum/dimakan. Misalnya antibiotik, harus diminum sampai obat yang diberikan
habis sesuai dengan aturan pakai.
Sarankan agar obat disimpan ditempat yang sejuk dan asam serta tidak mudah di
jangkau anak-anak.
Etika Pelayanan
Kesadaran petugas bahwa pasien dan keluwarganya perlu ditolong terlepas dari status
sosial, golongan dan agama atau kepercayaan serta pengetahuan yang terbatas.
Pasien memerlukan bantuan agar tidak mengalami bahaya karena ketidaktahuannya
tentang penyaki.
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baikdan sopan
dengan menggunakan Bahasa Indonesia atau perlu Bahasa Daerah setempat sehingga
pasien menerima dengan senang hati. Petugas yang ramah dan sopan akan membri
semangat kesemuhan kepada pasien, sehingga akan membantu penyembuhan secara
psikologis.
B. Procurement
Procurement atau pengadaan obat merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan
di Rumah Sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar
farmasi. Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan berdasarkan
epidemiologi, konsumsi atau gabungan keduanya dan disesuaikan dana/budget yang ada
untuk menghindari stock out yang menumpuk. Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat
yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses
berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan. Pengadaan memegang
peranan yang penting, karena dengan pengadaan akan mendapatkan obat dengan harga, mutu
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan Apotek. Prinsip pengadaan barang/jasa yaitu
efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil, akuntabel.
Metode pengadaan melalui pembelian, hibah, produksi. Sementara pembelian ada 4 metode
antara lain :
1. Tender terbuka; berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan.
2. Tender terbatas/ lelang tertutup; hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar
dan memiliki riwayat jejak yang baik.
3. Negosiasi/ tawar menawar; dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
4. Pembelian langsung; pembelian jumlah kecil yang perlu segera tersedia
Tahapan pengadaan dimulai dari mereview daftar perbekalan farmasi yang akan
diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan
situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kntrak kerja,
memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan
kemuian mendistribusikan.
Evaluasi procurement meliputi :
o Prosentase kesesuaian pembelian dg perencanaan awal tahunan
o Prosentase kesesuaian dana pembelian dg perencanaan anggaran
o Prosentase kesesuaian perencanaan terhadap formularium (5).
o Kesesuaian dana pengadaan obat; jumlah dana anggaran pengadaan obat yang disediakan RS
dibanding jumlah kebutuhan dana.
o Biaya obat per kunjungan kasus; besaran dana yang tersedia untuk setiap kunjungan kasus.
o Biaya obat per resep; dana yang dibutuhkan untuk setiap resep dan besaran dana yang tersedia
untuk setiap resep
o Ketepatan perencanaan; perencanaan kebutuhan nyata obat untuk RS dibagi pemakaian obat
per tahun.
o Persentase dan nilai obat rusak; jumlah jenis obat yang rusak dibagi total jenis obat
C. Distribution
Distribusi obat yaitu suatu proses penyebaran obat secara merata yang teratur kepada
yang membutuhkan pada saat diperlukan. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan
untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya
yang ada, pabrik yang memproduksi dan menurut khasiat.
Distribusi obat adalah tanggung jawab Apoteker dengan bantuan AA (Asisten
Apoteker) atau tenaga teknis kefarmasian untuk memberikan kebijakan dan prosedur yang
lengkap, untuk distribusi yang aman dari semua obat. Distribusi obat bertujuan agar
ketersediaan obat tetap terpelihara dan mutu obat tetap stabil.
Sistem distribusi obat di apotek yaitu:
- Distribusi langsung (Individual Praescription (IP), yaitu resep individu perorangan).
- Distribusi panel
Sementara, sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya
satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua
sistem, yaitu:
- Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
- Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)
Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
- Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
- Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
- Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
- Sistem distribusi obat dosis unit.
D. Use
Use atau penggunaan obat merupakan proses yang meliputi peresepan oleh dokter,
pelayanan obat oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien. Penggunaan obat dikatakan
rasional apabila memenuhi kriteria obat yang benar, indikasi yang tepat, obat yang manjur,
aman, cocok untuk pasien dan biaya terjangkau, ketepatan dosis, cara pemakaian dan lama
yang sesuai, sesuai dengan kondisi pasien, tepat pelayanan, serta ditaati oleh pasien.
Penggunaan obat rasional diharapkan dapat mengurangi angka kejadian medication
error (ME) dan dapat membuat biaya yang harus ditanggung pasien jadi seminimal mungkin
khususnya terkait dengan biaya obat.
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu upaya untuk terus mempertahankan
mutu pengelolaan perbekalan farmasi. Sebagai masukan dalam penyusunan perencanaan dan
pengambilan keputusan serta kolekting data untuk bahan evaluasi. Administrasi Perbekalan
Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen perbekalan
farmasi serta penyusunan laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin atau
tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. Pelaporan adalah
kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan
perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuannya yaitu
agar tersedia data yang akurat sebagai bahan evaluasi, tersedianya informasi yang akurat,
arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan, mendapat data/laporan yang lengkap
untuk membuat perencanaan, dan agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan
perbekalan farmasi dapat dikelola secara efisien dan efektif.
Pengelolaan obat di apotek tersebut juga tidak lepas dari manajemen pendukung yang
meliputi organisasi, finansial, sistem informasi dan manusia bersumber daya yang bekerja
dengan baik hingga tercipta pengelolaan obat yang efektif, efisien dan saling mendukung.
Dari keempat faktor di atas, manajemen support (manajemen pendukung) merupakan faktor
yang paling penting, ketika manajemen pendukung tersebut baik maka keempat faktor lainnya
akan baik.
Manajemen adalah tindakan atau seni melakukan, mengatur dan mengawasi
sesuatu untuk mencapai sasaran yang efektif dan efisien, dalam hal ini kesehatan masyarakat.
Ada banyak alasan mengapa obat perlu dikelola dengan baik dimana agar obat tersedia saat
diperlukan, kuantitas mencukupi, mutu menjamin, mendukung “good quality care” di rumah
sakit, serta menambah pendapatan rumah sakit swasta. Dari sisi manjemen dan
keuangan diantaranya pengurangan beban manajemen dan administrasi, mengurangi
pemborosan, menurunkan biaya pengelolaan dan investasi obat, menghindari kekurangan obat
dan menambah pendapatan rumah sakit.
Manajemen pendukung merupakan tahap pengorganisasian, pendanaan, sumber
informasi, perencanaan, evaluasi, pelayanan, penelitian dan pengamanan yang mencakup
seluru tahap Drug Management Cycle. Perlu diingat bahwa seorang Apoteker harus memiliki
kemampuan memanage dirinya sendiri agar dapat menjadi seorang manajer yang berbasis
akan hasil. Kemampuan memanage ini dituang dalam manajemen pendukung yang
meliputi kemampuan organisasi, management keuangan yang memadai, informasi yang
terbaru dalam dunia kesehatan dan yang paling penting yaitu manusia yang bersumber daya.
REFERENSI
1. Arman, F., Lesilolo, M.S., dkk, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
2. Quick, et al., 1997, Managing Drug Suply, 2nd Edition, Kumarin Press, Amerika
3. Siregar, C.J.P, L. Amalia, 2003, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan, EGC,
Jakarta
4. Abert, C., Banneberg, W., Bates, J., Battersby, A., Beracochea, E., 2012, Managing Access
to Medicines and Health Technologies, Management Science for Health Inc.
Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi
dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan sumber
daya yang tersedia dalam suatu sistem.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik,
tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi
masyarakat yang membutuhkan.
Secara khusus pengelolaan obat harus dapat menjamin :
a. Tersedianya rencana kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kefarmasian di Apotek
b. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien
c. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik
d. Terjaminnya pendistribusian / pelayanan obat yang efektif
e. Terpenuhinya kebutuhan obat untuk mendukung pelayanan kefarmasian sesuai
jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan
f. Tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat
g. Digunakannya obat secara rasional
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Pengelolaan Obat mempunyai empat kegiatan
yaitu :
a. Perumusan kebutuhan (selection)
b. Pengadaan (procurement)
c. Distribusi (distribution)
d. Penggunaan / Pelayanan Obat (Use)
Masing-masing kegiatan di atas, dilaksanakan dengan berpegang pada fungsi
manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Ini berarti untuk
kegiatan seleksi harus ada tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan pengendalian, begitu juga untuk ketiga kegiatan yang lain.
Keempat kegiatan pengelolaan obat tersebut didukung oleh sistem manajemen
penunjang pengelolaan yang terdiri dari :
a. Pengelolaan Organisasi
b. Pengelolaan Keuangan untuk menjamin pembiayaan dan kesinambungan
c. Pengelolaan informasi
d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia
Pelaksanaan keempat kegiatan dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan
tersebut di atas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan
(legal framework) yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat
Manajemen Obat
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan
memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara
ekonomis. Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan
tersedia setiap saat dibutuhkan, dalamjumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan
harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen obat
merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling
terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan,
pengadaan, distribusi serta penggunaan. Dalam sistem manajemen obat, masing-
masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan
fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap
kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan,
perencanaan dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus
manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management
support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia
(SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manjemen obat
yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat
dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola
tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat
yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah
cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen
obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Berkaitan dengan
pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan RI melalui SK No.
85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di
rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan Terapi,Formularium dan Pedoman
Pengobatan.Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri
dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan
apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata
laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan
mengenai obat. Formularium merupakan referensi yang berisi informasi yang selektif
dan relevan untuk dokter penulis resep, penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan
lainnya.
Pedoman pengobatan yaitu standar pelayanan medis yang merupakan standar
pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan kesembuhan
pasien secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit.
Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total
biaya kesehatan. Menurut Depkes RI secara nasional biaya obat sebesar 40%-50%
dari jumlah operasional pelayanan kesehatan. Mengingat begitu pentingnya dana dan
kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara
efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pasien dan rumah sakit. Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan.
Seleksi dan perencanaan
Tersedianya berbagai macam obat dipasaran, membuat para dokter tidak mungkin up
to date dan membandingkan berbagai macam obat tersebut. Produk obat yang sangat
bervariasi juga menyebabkan tidak konsistennya pola peresepan dalam suatu sarana
pelayanan kesehatan. Hal ini akan menyulitkan dalam proses pengadaan obat.
Disinilah letak peran seleksi dan perencanaan obat.
A. Seleksi
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi
sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan
peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta
jaminan purna transaksi pembelian.
Kriteria seleksi obat menurut DOEN:
1) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
2) Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4) Obat mudah diperoleh
B. Perencanaan
Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil
dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dari PFT adalah:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta
evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi
tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter,
Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3
orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi
farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat
Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari
luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya, pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif
terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau
dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk
dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai
peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji
medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi, tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara
rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI ; 2004.
Charles J.P. Siregar., Lia Amalia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan.
Jakarta : EGC ; 2003.
Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for
Health. USA : Kumarian Press ; 1997.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ; 2002.
Wiyono Djoko. Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya :
Airlangga University Press ; 1999.