Anda di halaman 1dari 29

FARMAKOEKONOMI

“COST MINIMIZATION ANALYSIS (CMA)”

DOSEN : Ainun Wulandari,S.Farm.,M.Sc,Apt

KELOMPOK 2 :
1. Windi Diana Sari 18334006
2. Puspita Eka Rahayu 18334007
3. Tri Wahyu Cahyantini 18334011
4. Anggit Melvina 18334012
5. Winda Lorenza 18334014
6. Herawati 21334728
Pengertian Farmakoekonomi

 Farmakoekonomi adalah sebuah penelitian tentang


proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya,
resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan
dan terapi serta determinasi suatu alternative terbaik.
 Evaluasi farmakoekonomi memperkirakan harga dari
produk atau pelayanan berdasarkan satu atau lebih sudut
pandang.
Cost-Minimization Analysis (CMA)

 Salah satu metode dalam evaluasi farmakoekonomi adalah Cost-


Minimization Analysis (CMA).
 CMA adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah
dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama.
 Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relative yang dihubungkan
dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh.
 Suatu kekurangnan yang nyata dari analisis cost-minimization yang
mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan
hasil yang ekuivalen.
 Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan
antibiotika generic dengan paten, outcome klinik (efek samping
dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya.
Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per
harinya lebih murah. (Vogenberg, 2001).
Keunggulan CMA

 Metode yang relatif mudah dan sederhana untuk membandingkan


alternative pengobatan selama ekuivalen terapeutik dari alternative
telah dibandingkan (harus ada bukti berupa jurnal,teori atau buku).

 Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat


farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang
sama efikasi dan toleransinya terhadap satu pasien.

 Yang penting dalam studi cost minimisasi ini adalah menghitung


semua harga termasuk penelitian dan penelusuran yang
berhubungan dalam pengantaran intervensi terapeutik tersebut.
Kekurangan CMA

 Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang


mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan
hasil yang ekivalen.
 Jika asumsi tidak benar, dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya
studi menjadi tidak bernilai.
 Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk
prosedur hasil pengobatan yang sama (Orion, 1997).
 CMA hanya menunjukkan biaya yang diselamatkan dari satu
pengobatan atau program terhadap pengobatan ataupun program
yang lain.
 CMA tidak berfungsi ditandai dengan adanya situasi yang jarang
dimana CMA merupakan metoda analisis yang cocok ketika terdapat
data sampel pada harga dan dampak.
STUDI KASUS 1
“ANALISIS MINIMALISASI BIAYA PENGGUNAAN INTRAVENA SEFTRIAKSON DAN
SEFOTAKSIM PADA PASIEN PNEUMONIA GERIATRI RAWAT INAP DI RSUD SULTAN
SYARIF MOHAMAD ALKADRIE”

 Pneumonia adalah proses infeksi akut berupa peradangan paru di jaringan paru-paru
(alveoli).

 Ditandai oleh gejala klinis batuk, pilek, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat atau
napas sesak.

 Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik


spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan langsung beberapa penyebab infeksi.

 Antibiotik seftriakson dan sefotaksim menjadi pilihan didalam terapi pengobatan


pneumonia berdasarkan jenis mikroorganisme yang menginfeksi, bahwa bakteri Klebsiella
pneumonia masih menjadi salah satu penyebab utama pneumonia komunitas di beberapa
Negara.
HASIL & PEMBAHASAN

 Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui biaya minimal dari penggunaan intravena
seftriakson dan sefotaksim dalam pengobatan pneumonia geriatri di RSUD Sultan Syarif
Mohamad Alkadrie dan mengetahui faktor apa yang menyebabkan adanya perbedaan
biaya dari kedua antibiotik tersebut.

 Penetian yang dilakukan merupakan penelitian noneksperimental yang bersifat deskriptif


dengan metode penelitian observasional, rancangan penelitian yaitu cross sectional
study sedangkan pengambilan data dilakukan secara retrospektif.
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS

Penelitian ini menggunakan sudut pandang Provider, dimana biaya yang


dihitung adalah biaya langsung medis dengan komponen biaya obat, biaya
rawat inap, dan biaya jasa dokter,biaya laboratorium dll.

Dimana tahap berikutnya dilakukan identifikasi besarnya efektivitas


pilihan pengobatan antara sefotaksim dengan seftriakson dan
membandingkan biayanya.

Dan pada outcome nya penelitian ini menggunakan economic putcome


dan clinical outcome.
Kesimpulan

 Hasil penelitian menunjukkan antibiotik seftriakson mempunyai


biaya minimal lebih rendah dibandingkan sefotaksim dalam
pengobatan pneumonia pada pasien geriatri di RSUD Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie.

 Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan pasien menggunakan


seftriakson sebesar Rp 103.725, sedangkan sefotaksim sebesar
Rp 148.125 dengan rata-rata lama rawat inap yang sama yaitu 5
hari.

 Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan biaya antara


kedua antibiotik ini ada pada regimen dosis dimana seftriakson
diberikan 2 kali sehari sedangkan sefotaksim 3 kali sehari.
STUDI KASUS 2
“Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril
Spironolakton dengan Valsartan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit
Pemerintah XY di Jakarta Tahun 2014”

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif terjadi apabila jantung tidak
mampu memompa darah dan tidak menyediakan oksigen yang cukup bagi tubuh sehingga
dapat bersifat sangat mematikan (Katzung, 2001). Risiko kematian akibat gagal jantung
ringan berkisar antara 5-10% pertahun yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal
jantung berat (Joesoef, 2007).

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko gagal jantung karena mempengaruhi
pembuluh darah di jantung (Knight, 2000). Penelitian klinis membuktikan bahwa terapi
yang ditujukan pada target bukan jantung diduga lebih berharga sebagai pengobatan gagal
jantung kongestif jangka panjang dibandingkan dengan penggunaan obat inotropik positif
tradisional (glikosida jantung), seperti penggunaan obat yang bekerja di ginjal (diuretik),
dan obat yang dapat menurunkan tekanan darah seperti Angiotensin Converting Enzyme-
Inhibitor (ACE-Inhibitor), antagonis adrenoseptor β, dan vasodilator lainnya (Katzung,
2001).
HASIL & PEMBAHASAN

 Perlu dilakukan analisis farmakoekonomi pada penyakit gagal jantung


kongestif untuk meningkatkan efisiensi, kendali mutu, dan kendali biaya
yaitu dengan melakukan analisis minimalisasi biaya obat yang berpengaruh
pada tekanan darah penyakit gagal jantung kongestif.

 Penelitian ini bertujuan untuk memilih alternatif yang lebih cost-minimize


antara ramipril-spironolakton dengan valsartan pada pengobatan gagal
jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014. Serta dipastikan
efektivitas dari kedua alternatif tersebut setara.

 Metode penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif berupa analisis cross-


sectional retrospektif.
HASIL & PEMBAHASAN

 Penelitian ini menggunakan perspektif atau sudut pandang RS (Provider),


biaya yang dihitung adalah biaya langsung medis dengan komponen biaya
obat, biaya rawat inap, dan biaya jasa dokter.

 Selanjutnya dilakukan identifikasi besarnya efektivitas pilihan pengobatan


dengan mendapatkan efektivitas obat golongan ACE-Inhibitor dan
Angiotensin Renin Blocker dari literatur uji klinis.

 Dan pada outcome nya penelitian ini menggunakan economic outcome dan
clinical outcome.
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS
RESULTS

 Pada data hasil penelitian ini, tidak ada perbedaan yang sangat signifikan pada efektivitas
kedua kelompok obat ramipril-spironolakton dan obat valsartan.

 Sehingga dapat dikatakan kedua kelompok ini memiliki efektivitas dalam penurunan
tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan darah diastolik yang setara, hari tekanan
darah terkontrol yang setara, dan persen pasien dengan tekanan darah terkontrol yang
setara. Sehingga dapat dilakukan analisis minimalisasi biaya.

 Pada rata-rata pembiayaan kelompok ramipril-spironolakton lebih tinggi dibandingkan rata-


rata biaya total kelompok valsartan, yaitu Rp 2.527.743,- dibandingkan dengan Rp
2.430.923,-.

 Dan selebihnya tidak ada perbedaan yang signifikan dari efikasi kedua kelompok obat
tersebut, perbedaan hanya terlihat dari biaya pengobatan antara kedua kelompok obat
tersebut.
RESULTS

 Sehingga kelompok obat valsartan memberikan nilai terbaik yaitu nilai rupiah yang terendah
dibandingkan dengan kelompok obat ramipril-spironolakton pada pasien gagal jantung
kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014.

 Kemudian, dari hasil perhitungan ketiga komponen biaya langsung medis, rata-rata biaya
rawat inap yang paling banyak menghabiskan biaya, baik pada kelompok kombinasi obat
ramipril spironolakton (Rp 1.729.800,-) maupun kelompok valsartan (Rp 1.430.769,-).

 Temuan ini serupa dengan penelitian Lee dkk (2004), yang menyatakan rawat inap pada
lansia merupakan pemicu dibalik biaya gagal jantung. Smith dkk (2005), menyatakan bahwa
penggunaan obat valsartan pada pasien gagal jantung dapat menghemat dengan
mengurangi rawat inap dan length of stay, nilai penghematannya sebesar $1.083.938 dan
$221.364.
RESULTS
 Pada penelitian ini ditemukan bahwa efektivitas penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik, hari terkontrolnya tekanan darah, dan persen pasien dengan tekanan darah
terkontrol, tidak berbeda secara signifikan antara kelompok obat ramiprilspironolakton
dengan obat valsartan.

 Ini sesuai dengan beberapa penelitian menyatakan bahwa efektivitas golongan ACE-
Inhibitor dan ARB terhadap tekanan darah serupa untuk mengatasi hipertensi esensial, yang
berbeda adalah efek samping, dimana ARB sangat kecil kemungkinannya menyebabkan
batuk dibandingkan dengan ACEInhibitor.

 Jadi, CMA pada kasus ini setara dengan literatur yang ada yaitu dimana valsartan lebih
efisien dari segi harga dibandingkan kelompok rampirpril-spironolacton, dimana kedua nya
memiliki efek yang sama dan tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penuruan tekanan
darah.

 Sehingga dapat disimpulkan kelompok obat Valsartan memberikan nilai terbaik yaitu nilai
rupiah yang terendah.
Kesimpulan

 Dari hasil penelitian ini disimpulakan bahwa


Obat valsartan memberikan nilai terbaik yaitu
nilai rupiah yang terendah dan menjadi
pilihan yang lebih cost-minimize
dibandingkan obat ramipril-spironolakton.

 Lalu, adanya penghematan pada rata-rata


biaya total pengobatan gagal jantung
kongestif menggunakan obat valsartan
sebesar Rp 96.820,- per pasien dan adanya
penghematan pada biaya rawat inap
menggunakan obat valsartan sebesar Rp
299.031,- per pasien.
THANKS!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai