Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ayu Wulan Dari

NIM : 1713015207
Kelas : C S1 2017
Mata Kuliah : interaksi Obat Dan Efek Samping

TUGAS!

PENDAHULUAN
Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) menyebabkan hambatan dalam pelaksanna
layanan kesehatan, morbiditas dan mortilitas penggunaan obat merupakan masalah nyata, serta
diperkiran bahwa 41% pasien menggunakan obat yang diresepkan akan mengalami efek samping
obat.

DEFINISI
ROTD sebagai respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta
terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun
terapi. ROTD terjadi pada dosis norml bukan pada kelebihan obatataupun toksisitas maupun
penyalahan obat.

PENGGOLONGAN
Reaksi obat yang merugikan terutama dibagi menjadi dua kelompok, tipe A dan tipe B.
1) Reaksi Tipe A
Merupakan aksi farmakologis yang normal tetapi meningkat, dan reakis ini dibagi lagi
menjadi reakis yang dihasilkan dari aksi farmakologis primer atau sekunder. Bradikardi
karena pemakaian penghambatan adrenoseptor beta adalah contoh reaksi karna aski
farmakologis primer sedangkantimbulnya mulut kering karena opemakian antidepresi
trisiklik contoh aksi farmakologis sekunder yang menyebabkan aktivitas antimukarinik.
2) Reaksi Tipe B
Keanehan yang terjadi pada reaksi tipe B ini berhubungn lansgung dengan faramakologis
obat opada umumnya, misalnya hemolysis dengan meetildopa atau trombositopenis dengan
penghambat ACE. Reaksi ini terjadi tanpa terkait dosis, namun berkaitan deanagn system
metebolisme obat dan system imun tubuh penderita. Reaksi ini lebih jarang
terjadindibndingkan reaksi tipe A, namun menimbulkan efek yang lebih serius dan bahkan
mematikan. Contoh syok anafilaksis setelah pemalaian antibiotic, hipertemia gamnas setelah
pemakaian anestesi.

EPIDEMIOLOGI
Telah banyak peneltian yang dilakukan untuk kejadian ROTD pada pasien yang menjalani
pengobatan, dan secara rata-rata telah ditemukan bahwa 5% pasien yang masuk rumah sakit adalah
karena ROTD, dan ada 10-20% pasien yang dirawat dirumah sakit mengalami ROTD. Namun
sangat sulit untuk memeperkiran secara tepat kejadian yang benar-benar merupakan ROTD.

IDENTIFIKASI ROTD
Sulit untuk membuktikan suatu obat mempunyai hubungan penyebeb dengan gejala yang
dialami pasien, dan sering ROTD tampak seperti penyakit yang lain da banyak gejala yang terkait
dengan ROTD muncul pada pasien sehat. Tetapi bebarapa pasien dapat membedakan sendiri
ROTD dari gejala-gejala lain yang mereka alami.

FACTOR- FACTOR YANG MEMPENGARUHI ROTD


1) Polifarmasi
Kejadian ROTD muncuk secara eksponensial jika jumlh obat yang digunakan juga bertambah
banyak. Peresepan inin sering terjadi pada penderita usia lanjut atau pada penderita yang
mengalami beberapa penyakit sekaligus.
2) Jenis Kelamin
Kejadian ini lebih sering terjadipada wanita dibandngkan pria, namun belum ada penjelasan
tentang ini,contoh : wanita mengalamai ROTD akibat digoksin, kaptopril, dan heparin. Dan
wanita juga lebih mudah mengalami kelainan sel darah.
3) Kondisi penyakit yang diderita
Adanya penyakit dapat mempengaruhi respon obat dan munculnya RITD melalui perubahan
proses farmakokinetika,
4) Usia
Pasien lanjut usia lebih sering mengalamai ROTD, hal ini dimungkinkan karna lenih sering
mendaptkan terapi obat. Factor lain adalah perubahan ADME.
5) Waktu
Pada beberapa kasus, dimungkinkan bahwa timbulnya ROTD terjadi setelah pemakaian obat
tersebut dihentikan, seperti pada gejala putus obat benzodiazepin. Gejala putrus obat ini dapat
terjadi setiap saat sampai dengan tiga minggu setelah penghentian benzodiazepin bermasa
kerja lama.
6) Dosis
Dapat juga terjadi bahwa pemakaian obat yang kedua akan meningkatkan kadar obat pertama
di dalam darah, misalnya teofilin yang dipakai bersama dengan simetidin, sehingga kadar
teofilin dalam darah akan meningkat dan akhirnya muncul ROTD yang disebabkan oleh
teofilin.

Sifat permasalahan
Pengalaman
Penghentian/keterulangan
Apabila gejala ROTD berhenti setelah pemakaian obat dihentikan dan terjadi kembali, pada
pemakaian obat berikutnya maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan penyebab
timbulnya ROTD tersebut.

MENGGUNAKAN INFORMASI UNTUK MENGIDENTIFIKASI ROTD


Setelah informasi-informasi tersebut diatas terkumpul, maka diperlukan suatu metode yang
rasional untuk dapat menetapkan suatu kesimpulan tentang kemungkinan adanya suatu reaksi obat
yang todak dikehendaki. Salah satu pendekatan yang sistemik adalah dengan menggunakan
algoritma.

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN ROTD


Pencegahan ROTD
Sebagai salah satu contoh dalam mencegah ROTD adalah menghentikan pemberian
penghambat adrenoseptor-beta bagi penderita asma karena dapat memperburuk asmanya atau
memberikan konseling agar pasien yang menggunakan obat-obat AINS agar diminum setelah
makan untuk mencegah iritasi pada saluran cerna.

PENANGANAN ROTD
Diperlukan suatu pengawasan obat setelah dipasarkan (post marketing surveillance)
dengan metode antara lain laporan kasus, penelitian kohort, dan penelitian kasus-kontrol. Laporan
kasus pada reaksi tunggal dapat dipakai untuk memperingatkan tenaga kesehatan terhadap ROTD
yang serius, misalnya sindroma okulomukokutaneus yang ditimbulkan oleh praktolol. Selain itu
juga menimbulkan sindroma praktolol yang ditandai dengan timbulnya gatal-gatal seperti
psoriasis, mata kering, fibrinous peritonitis, dan sindroma yang menyerupai lupus. Akhirnya obat
golongan beta blocker ini ditarik dari pasaran.
Penelitian kohort merupakan investigasi longitudinal dengan membandingkan kelompok
pasien yang menggunakan obat dan kelompok yang tidak menggunakan obat tertentu.Metode
penelitian kasus-kontrol dilakukan dengan membandingkan penggunaan obat pada pasien, baik
yang disertai atau tanpa adanya status penyakit yang spesifik. Namun, antara metode-metode
tersebut, pelaporan spontan (spontaneous reporting) merupakan metode yang paling terkait dengan
fungsi farmasis.
PELAPORAN SPONTAN REAKSI OBAT YANG TIDAK DIINGINKAN
Sistem pelaporan spontan adalah sistem pelaporan formal yang dirancang untuk mencatat,
mengolah, dan menganalisis terjadinya reaksi obat yang tidak diiginkan. Sistem ini pada umumnya
dipakai untuk mengidentifikasi munculnya reaksi-reaksi yang baru muncul. System ini dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu dilaporkan sebagai artikel dalam jurnal, dilaporkan
keprodusennya, dilaporkan secara nasional dengan dikoordinasi oleh suatu badan pemerintah atau
dapat juga dilaporkan secara lokal ditiap-tiap rumah sakit. Masalah klasik yang sering kali
dihadapi dalam pelaporan spontan ini adalahrendahnya jumlah laporan kejadian ROTD yang
terkumpul (under reporting). Masalah under reporting ini menyebabkan tidak tersedianya data
tentang jumlah pasien sebenarnya yang mengalami reaksi tertentu.
Untuk meminimalkan terjadinya under reporting tersebut dapat dilakukan sistem pelaporan
lokal sebagai alternatif, terutama dirumah sakit. Dengan sistem pelaporan secara lokal ini
diharapkan agar tenaga kesehatan menjadi lebih terdorong untuk melaporkan ROTD yang
dijumpai pada pasiennya. Metode yang dapat dipilih untuk melaporkan adalah dengan melalui
formulir (informasi yang perlu terdapat dalam formulir lokal yaitu nama pasien, nomor rekam
medik, ruangan dan nomor tempat tidur, obat yang diduga sebagai penyebab ROTD, rincian
ROTD yang diduga, nama pelapor, status pelapor (dokter, farmasis, perawat, dll), dan telepon,
ekstension, radio panggil pelapor) atau lewat jaringan telepon yang ada dirumah sakit tersebut.
Untuk melaksanakan pelaporan lokal ini diperlukan beberapa perangkat, seperti formulir
pelaporan bila menggunakan metode formulir, tim investigasi ROTD, tim penilai ROTD, dan
laporan rutin.

 British National Formulary mendeskripsikan beberapa cara mencegah reaksi yang tidak
diinginkan :
a. Jangan menggunkan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas.
b. Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting ROTD.
c. Tanyakan jika pasien sedang menggunakan obat-obatan lainnya termasuk obat yang dipkai
sebagai swamedikasi, hal ini dapat menimbulkan reaksi obat.
d. Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan eksresi obat, sehingga
dosis yang lebih kecil diperlukan.
e. Resepkan obat sesedikit mungkin dan berikan petunjuk yang jelas kepada pasien lanjut usia
dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.
f. Jika memungkinkan gunakan obat yang sudah dikenal.
g. Jika kemungkinan terjadin ya ROTD yang serius, pasien perlu diperingatkan.

PENANGANAN ROTD
Penelitian kohort merupakan investigasi longitudinal dengan membandingkan kelompok
pasien yang menggunakan obat dan kelompok yang tidak menggunakan obat tertentu.
Perbandingan angka kejadian pada kelompok yang menggunakan dengan kelompok yang tidak
menggunakan obat akan memberikan perkiraan resiko terjadinya ROTD.
Metode penelitian kasus-kontrol dilakukan dengan membandingkan penggunaan obat pada
pasien, baik yang disertai atau tanpaadanya status penyakit yang spesifik. Namun antara metode-
metode tersebut, pelaporan spontan merupakan metode yang paling terkait dengan fungsi farmasis.

KESIMPULAN
Reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) secara bermakna dapat menyebabkan terjadinya
morbiditas dan mortilitas yang dipicu oleh obat dan farmasis punya peranan yang penting dalam
mengurangi maslah ini. Dengan bekal pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya farmasis
merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani
ROTD pada pasien mereka. Pemeriksaan resep, merespon gejal-gejala serta pelaporan spontan
reaksi yang diduga sebagai ROTD merupakan aktivitas-aktivitas yang farmasis sebaiknya terlibat.
Keterlibatan farmasis dalam aktivitas tersebut akan dapat meningkatkan kualitas layanan
kefarmasian serta menurunkan biaya layanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai