Anda di halaman 1dari 34

Adverse Drug Reaction (ADR)

Reaksi Obat Tidak


Dikehendaki/Diinginkan
(ROTD)

Tahoma Siregar, MSi., Apt.


Rara Merinda Puspitasari, M. Farm., Apt
Putu Rika Veryanti, M. Farm-Klin., Apt
Aiunun Wulandari, M.Sc., Apt
Reaksi Obat yang tidak diinginkan
(Adverse Drug Reaction) -WHO
Definisi
 ADR : Respons yang berbahaya dan tidak diinginkan
terhadap pemberian obat yang terjadi pada dosis
terapi pada pemberian untuk tujuan profilaksis,
diagnosis, terapi atau untuk memodifikasi fungsi
fisiologi.
 Adverse Drug Event (ADE)
 Kejadian tidak diinginkan dalam pengobatan yang
dapat selama penggunaan obat tetapi tidak memiliki
hubungan sebab-akibat dengan terapi tersebut.
 Efek samping
 Efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis terapi
yang berhubungan dengan sifat farmakologi obat.
Adverse drug reactions Types
Prof I Ralph Edwards, FRCPa, Jeffrey K Aronson, FRCPb, ,

Adverse drug reactions are classified into six types


(with mnemonics)  A, B, C, D, E, F
 dose-related (Augmented),
 non-dose-related (Bizarre),
 dose-related and time-related (Chronic),
 time-related (Delayed),
 withdrawal (End of use), and
 failure of therapy (Failure).
ADR TIPE A (Augmented)
 Reaksi yang merupakan hasil dari efek farmakologi obat yg
berlebihan ketika diberikan pd dosis normal  dapat
diprediksi
 Umumnya dose-dependent.
 70 –80 % ADR adalah tipe A
 Bisa dicegah dgn perubahan dosis atau jadwal pemberian obat
 Reaksi tipe A dibedakan menjadi ;
 Reaksi primer,
 contoh = Bradikardi oleh penghambat adrenoreseptor beta, depresi
pernafasan oleh opioid, pendarahan oleh warfarin
 Reaksi sekunder,
 contoh = mulut kering oleh antidepresan trisiklik (aktivitas
antimuskariniknya).
ADR Tipe B (bizzare)
 adalah reaksi yang bukan disebabkan oleh kerja farmakologi obat yang sudah
diketahui dan Tidak terkait dosis
 Reaksi berkaitan dng sistem metabolisme obat dan sistem imun tubuh
penderita tidak dapat diprediksi
 Bukan merupakan reaksi berlebihan dari suatu aktivitas obat
 Terjadi pada individu rentan terhadap obat tersebut.
 Meliputi juga reaksi alergi dan idiosinkrasi

Contoh ;
 Hemolisis oleh metildopa atau trombositopenia oleh penghambat ACE
(agiotensin Converting Enzyme Inhibitors) terjadi tanpa terkait dengan dosis,
namun berkaitan dengan sistem metabolisme dengan sistem imun tubuh
 Syok anafilatik oleh antibiotika,
 Hipertermia oleh anestesi,
 Anemia aplastik oleh kloramfenikol.
Perbedaan Ciri reaksi tipe A dan B

Tipe A Tipe B
 Dapat diramalkan dari efek  Kejadian sulit diramalkan
farmakologinya
 Tergantung dosis dan rute  Jarang tergantung dosis dan
pemberian rute pemberian
 Morbiditas tinggi  Morbiditas rendah
 Mortalitas rendah  Mortalitas tinggi
 Pengurangan dosis dapat  Penghentian obat, adalah
menangani masalah cara penanganannya
 Angka kejadian tinggi  Angka kejadian rendah
ADR TIPE C (Cronic/continuing)
 Reaksi tidak umum yang merupakan akumulasi,
berlangsung relatif dalam jangka panjang dan
bergantung dosis.

 Contoh :
 osteonekrosis rahang pada penggunaan bisphosphonates.
 Toleransi krn pemakaian narkotik lama ketergantungan
ADR TIPE D (Delayed)
 Reaksi yang kejadiannya tertunda (efek muncul
terlambat), timbul setelah beberapa waktu
penggunaan obat-obatan.
 Akibat waktu terjadinya yg tertunda tersebut
membuat kejadian sulit dideteksi.
 Contoh:
 leucopoenia dapat terjadi sampai 6 minggu setelah
penggunaan lomustine.
 Karsinogenik
 tdk fertil : obat kanker
 teratogenik
ADR TIPE E (End of Use)
 Reaksi yang diikuti dengan kejadian penarikan obat-
obatan (penghentian penggunaan obat-obatan) dengan
segera
 Contoh:
 insomnia, ansietas, gangguan persepsi pada penghentian
penggunaan benzodiazepines.

ADR TIPE F (Failure)


 Reaksi yang terjadi akibat kegagalan suatu terapi yang
tidak terduga
 Umum terjadi dan bergantung dosis.
 Termasuk kejadian akibat interaksi obat
SEVERITY OF ADR
PERAN FARMASIS

 Prevensi ROTD potensial


 Identifikasi ROTD
 Menyelesaikan/memberi rekomendasi
penyelesaian masalah terkait ROTD
 Monitoring dan pelaporan (dokumentasi)
ROTD
Identifikasi ADR

 Perlu diperhatikan bahwa sulit membuktikan suatu


obat mempunyai hubungan penyebab dengan gejala
yang dialami pasien.
 Informasi yang diperlukan dan bagaimana
menggunakannya dalam mengembangkan sebuah
kesimpulan tentang gejala yang tampak

FAKTOR RESIKO ADR


Faktor-faktor yang mempengaruhi ADR
 Pasien
 Polifarmasi/Multiple drug therapyinteraksi obat
 Jenis kelamin
 Kondisi penyakit (Kerusakan ginjal dan hati),
 Multiple disease state
 Usia
 Ras
 Polimorfisa genetika
 Obat
 Dosis
 Route pemberian obat tjd jika iv diberikan terlalu cepat
 Formulasi adanya tambahan eksipien
 Jenis obat  terutama dengan indeks terapi sempit
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADR
Polifarmasi
 Polifarmasi sering pada penderita geriatri, beberapa
penyakit sekaligus. Risiko ADR pada pasien ini
meningkat 
Jenis kelamin
 ADR lebih sering pada wanita. Contoh akibat digoksin,
captopril dan heparin. Kelainan sel darah oleh penggunaan
fenilbutazon dan kloramfenikol lebih sering pada wanita
Kondisi penyakit
 Adanya penyakit lain dapat mempengaruhi farmakokinetik
atau kepekaan jaringan. Gangguan ginjal dan hati akan
meningkatkan risiko ADR. Keadaan hamil dan setelah
persalinan dapat mempengaruhi respon obat 
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADR

Usia
Lanjut usia lebih sering risiko ADR, karena sering mendapatkan obat, terjadi
perubahan farmakokinetika.
Neonatus, khususnya prematur, risiko tinggi ADR karena metabolisme dan
distribusi obat belum berkembang sempurna

Ras dan Polimorfisa genetika


Perbedaan ras dan genetika dapat mempengaruhi proses pengobatan.
Contoh, laju metabolisme obat dapat berbeda pada perbedaan ras dan genetika.
Misalnya orang negro di Amerika dan orang mediteranian mempunyai risiko
hemolisis yang lebih tinggi bila menggunakan obat sulfon (dapson), 4-kuinolon
(siprofloksasin, ofloksasin, asam nalidiksat), antimalaria (primakuin, kuinin)
dan aspirin, karean ras tersebut sering mengalami defisiensi enzim glukosa-6
posfat dehidrogenase (G6PD).
IDENTIFIKASI DAN DOKUMENTASI
Farmasis perlu waspada jika ada faktor-faktor yang mungkin
mengindikasikan adanya ADR, seperti:
 Adanya efek terapi obat yang berlebihan
 Adanya hasil lab yang tidak normal yang mungkin adalah
ADR
 Peresepan obat yang mungkin digunakan untuk mengatasi
ADR (antacid, laksatif, antimuskarinik, antihistamin, krim
hidrokortison, dll)
 Penghentian obat, terutama jika diresepkan obat alternatif
untuk indikasi yang sama
Hal-hal demikian perlu dikonfirmasi terhadap adanya kejadian
ADR dan didokumentasikan
KRITERIA UNTUK IDENTIFIKASI ADR

 Gejala ADR diduga ?


 Buat rincian pengobatan, termasuk penggunaan obat bebas
(over the counter) serta obat tradisional
 Cek riwayat kesehatan pasien
 Pertanyaan yang perlu diajukan untuk identifikasi ADR
adalah
 waktu, dosis, sifat permasalahan, pengalaman,
penghentian, keterulangan. 
IDENTIFIKASI ADR

Waktu
 Kapan ADR muncul ? Apakah sesaat meminum obat atau
setelah lama.
 Bila sesaat meminum obat mudah dikenali (contoh ; anafilaksis,
orang dengan kelainan enzim yang minum obat),
 Bila muncul telah lama seperti beberapa minggu-bulan atau lama
setelah dihentikan, hubungan antara obat dengan ADR menjadi
lebih sulit ditentukan (contoh ; kanker, retinopati oleh klorokuin).
 Contoh: Benzodiazepin setelah dihentikan dapat terjadi gejala putus
obat (withdrawal syndrome) ditandai insomnia, ansietas, kehilangan
nafsu makan dan penurunan berat badan, tremor, berkeringat, telinga
mendengung dan gangguan persepsi. 
IDENTIFIKASI ADR

Dosis
 Apakah dosis terlalu besar ?
 Apakah pemakaian obat kedua meningkatkan kadar obat pertam
didalam darah, misalnya teofilin + simetidin (penghambat enzim
 kadar teofilin meningkat

Sifat permasalahan
 Apakah ciri sifat ADR sama dengan kerja farmakologi
obat tersebut.
 Membantu identifikasi tipe ADR. 
IDENTIFIKASI ADR

Pengalaman
 Apakah reaksi mirip yang pernah dilaporkan
dipustaka?
 Pustaka memuat ADR antara lain AHFS Drug
Information, Martindale, BNF, dll
 Tentu mungkin saja timbul ADR yang teramati belum
pernah dilaporkan / tercatat dipustaka.
 Bila ada ADR yang teramati tentu saja farmasis /
tenaga kesehatan lain dapat melaporkan ke Badan
POM. 
IDENTIFIKASI ADR

Penghentian (dechalenge) & Keterulangan (rechalenge)


 Bila obat dihentikan apakah ADR teratasi? Bagaimana bila
obat yang menyebabkan ADR suatu saat dipakai lagi apakah
ADR muncul kembali?.
 Apabila muncul kembali ADR dapat dikatakan ada hubungan
pemakaian obat dengan ADR. Setelah penghentian tidak
selalu ADR terhenti, sebab ada efek yang irreversibel.
MENGGUNAKAN INFORMASI UNTUK
MENGIDENTIFIKASI ADR

 Metode rasional menetapkan kemungkinan adanya ADR.


 Pendekatan yang sistematik adalah menggunakan algoritma.
Algoritma yang dapat dipakai antara lain algoritma FDA dan
algoritma Narandjo
 lihat gambar / bagan.
Algoritma ADR,
Ibuprofen dengan gejala dispepsia
Masalah Kesehatan
Minum Ibuprofen selama 1 tahun
Gejala dispepsia
Hentikan
Gejala Kurang-Hilang
Konsumsi lagi
Gejala dispepsia muncul kembali
Kesimpulan : terdapat hubungan yang sangat tinggi
antara pemakaian obat dan gejala yang muncul
ALGORITMA NARANJO
Question Yes No Do not
know
Are there previous conclusive reports on this +1 0 0
reaction?
Did the adverse event appear after the suspected +2 -1 0
drug was administered?
Did the adverse reaction improve when the drug was +1 0 0
discontinued or a specific antagonist was
administered?
Did the adverse reaction reappear when the drug +2 -1 0
was re-administered?
Are there alternative causes (other than the drug) -1 +2 0
that could solely have caused the reaction?

Was the drug detected in the blood (or other fluid) in +1 0 0


a concentration known to be toxic?
Was the reaction more severe when the dose was +1 0 0
ADR is: increased, or less severe when the dose was
•9: Highly Probable decreased?
•5-8 probable Did the patient have a similar reaction to the same or +1 0 0
•1-4 possible similar drugs in any previous exposure
•0 unlikely/doubtful Was the adverse event confirmed by objective +1 0 0
evidence?
Total
Pencegahan ADR
1. Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan
jelas. Wanita hamil menggunakan obat bila benar-benar
diperlukan.
2. Alergi dan idiosinkrasi adalah penyebab penting ADR,
tanyakan pasien apakah pernah mengalami.
3. Penggunaan obat sendiri / swamedikasi ditanyakan sebab
dapat terjadi interaksi
4. Usia, penyakit hati, ginjal, faktor genetik pasien harus
diketahui.
5. Jika mungkin dengan obat yang telah dikenal, waspada
dengan obat baru.
6. Jika mungkin terjadi ADR serius, hati-hati.
Penanganan ADR
 Pengawasan obat setelah dipasarkan (post marketing
sureveilance / PMS)
 Metode PMS antara lain laporan kasus, penelitian kohort,
dan penelitian kasus kontrol.
 Farmasis lebih terkait dengan pelaporan spontan.
Pelaporan Spontan ADR

 Mengapa reaksi obat tidak diinginkan perlu dilaporkan,


antara lain karena
 fase uji klinik, subjek terlalu kecil dibanding pemakai obat,
sehingga memungkinkan timbul reaksi yang tidak terdeteksi
selama uji klinis
 Anak-anak, wanita hamil, lanjut usia dan pasien komplikasi
umumnya tidak dilibatkan dalam uji klinik
 Pelaporan spontan dapat dilakukan melalui ; jurnal,
dilaporkan ke produsennya, secara lokal ke rumah sakit,
atau nasional ke BPOM dengan metode pelaporan melalui
formulir monitoring efek samping obat (MESO)
FORM MESO
Apa yang perlu dilaporkan?

• Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek


samping obat perlu dilaporkan
• Laporan tidak harus didasarkan hubungan seratus
persen adanya hubungan kausal antara efek
samping dengan obat
• Jika ditemukan reaksi yang masih diragukan
hubungannya dengan obat yang digunakan, adalah
lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali
Reaksi-reaksi yg sebaiknya dilaporkan

 Setiap reaksi ES yang dicurigai akibat obat, terutama yg


selamaini tidak/blm pernah dilaporkan dihubungkan dg
obat ybs
 Setiap reaksi ES yang dicurigai akibat interaksi obat
 Setiap reaksi ketergantungan
 Setiap reaksi samping serius spt :
 Reaksi anafilaktik, , Diskrasia darah, Perforasi usus, Aritmia
jantung, Kelainan kongenital, Perdarahan lambung, Sindrome
Steven Johnson, Karsinogenik, Toksik pada hati, Edema laring,
Epilepsi dan neuropati, dll
PROSEDUR UMUM

 Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan penilaian dan


terapi dari ADRs:
 Identifikasi pasien yang paling rawan terhadap kejadian ADR :
 penyakit komplikasi
 multidrug treatment
 pasien pediatrik atau geriatrik
 pasien mendapat obat dengan resiko ADR serius
 pasien dengan obat dengan indeks terapi sempit atau berinteraksi
 pasien yang pernah mengalami ADR sebelumnya
PROSEDUR UMUM

 kumpulkan data pasien yang terpilih scr detail


 merekomendasikan terapi untuk(suspected)
 ADR dg pertimbangan risk and benefit, efikasi dan
keamanan terapi alternatif
 Dokumentasi
 Pemantauan dan pelaporan

Anda mungkin juga menyukai