Analisa resep dalam tugas khusus ini bertujuan untuk menilai apakah suatu resep obat
yang diberikan oleh dokter kepada pasien telah rasional, serta apakah berpotensi
menimbulkan Drugs Related Problems (DRP) serta kemungkinan terjadinya medication
error (ME).
Penggunaan obat yang rasional dapat dijabarkan sebagai penggunaan obat yang tepat
dengan memperhitungkan aspek manfaat dan kerugiannya. Penggunaan obat yang rasional
akan memberikan manfaat yang lebih besar dibanding kerugian yang diakibatkannya.
DRP umumnya berhubungan dengan dosis, seperti kurang/ lebih dosis atau mungkin
salah dosis, adanya indikasi yag tak terobati, atau bahkan obat diberikan tanpa indikasi. DRP
yang lain mungkin disebabkan oleh adanya interaksi obat, dengan obat lain, maupun dengan
makanan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi. Resiko efek samping dan
kemungkinan terjadinya reaksi obat merugikan (ROM) juga merupakan faktor penyumbang
terjadinya DRP.
Sedangkan medication error (ME) lebih berupa suatu kejadian yang merugikan
pasien, selama pasien tersebut berada dalam penanganan tenaga kesehatan.
Instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai satu-satunya bagian dalam Rumah Sakit yang
berwenang menyelenggarkan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa
pelayanan yang dilakukannya rasional dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan
kefarmasian yang telah ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan
obat.
Dalam tugas khusus ini saya akan mencoba menganalisa beberapa resep pasien rawat
jalan sebagai berikut :
1. Resep 1
25/7/2011
R/
Furosemid
S 1-1/2-0
XXV
R/
KSR
XV
S 1 dd 1
R/
Metformin 500
XLV
S 3 dd 1
R/
Glibenklamide 5
XV
S 1-0-0
R/
Diazepam 2
XXX
S 2 dd 1
R/
Aspilet
XV
S 1 dd 1
R/
ISDN 5
XV
Antasida Fl.
S 4 dd IC
R/
Simvastatin
XV
S 0-0-1
R/
Gemfibrozil 300
XV
S 0-0-1
Pro
a.
Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung, diabetes mellitus
dan tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b. Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam satu kurun waktu
pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan diagnosa penyerta tekanan darah
tinggi, hiperlipidemia, dan gangguan jantung. Obat-obat yang diresepkan dokter adalah
sebagai berikut:
-
KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia akibat
penggunaan diuretik
pada
pasien
tersebut.
Metformin
yang
dikombinasi
dengan
glibenklamide, sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi kedua obat tersebut juga masih dalam
batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid, dan
2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Gemfibrozil dapat meningkatkan efek antidiabetik dari sulfonylurea (BNF 57; 746)
c.
Saran
Berdasarkan ulasan pustaka diatas dapat disarankan :
Ingatkan pada pasien untuk tidak mengkomsumsi jus anggur selama pasien masih
mengkonsumsi simvastatin
Sarankan pada pasien untuk melakukan diet karbohidrat dan lemak yang ketat, untuk
menjaga suapaya kadar glukosa dan lipid dalam darah tetap berada pada rentang yang aman
Sarankan juga pada pasien untuk selalu menyediakan asuapan glukosa cepat (permen, atau
minuman manis) jika sewaktu-waktu terjadi hipoglikemia.
Pasien juga harus cukup istirahat, dan menghindari kelelahan, untuk menjaga kerja jantung
tetap normal. Pasien juga harus menghindari rokok dan alkohol. Olah raga ringan yang
teratur masih diperbolehkan, sebatas tidak menimbulkan kelelahan.
2. Resep 2
22/7/2011
R/
Captopril 25
XLV
S 3 dd 1
R/
HCT
XV
S 1-0-0
R/
Bisoprolol 5
XV
S 1 dd 1
R/
ISDN 5
XV
B1
XLV
S 3 dd 1
R/
Meloxicam 15
XV
S 2 dd 1
R/
Antasida Fl.
S 4 dd C
Pro
a.
Ananmnesa
Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi, sering tremor, dan pegal-pegal pada
sekujur badan.
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu konsumsi. 7 item obat
tersebut yaitu :
- captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin
(ACEI),
-
jangan sampai mengkonsumsi HCT ini pada waktu sore atau malam hari, karena dapat
menimbulkan efek diuresis nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien
pada malam hari. Bisoprolol 5 mg satu kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien
harus diingatkan untuk tidak menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak, karena
dapat menyebabkan kambuhan hipertensi. (Dipiro; 221).
Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak nafas secara
sublingual cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat
daripada secara oral. ISDN akan dengan cepat mengakhiri serangan angina akut yang
ditandai gejala sesak nafas dan nyeri dada. Terapi captopril akan membantu mencegah
serangan angina yang berulang. Pasien yang menjalani terapi ISDN juga harus diapantau
konsentrasi kreatinin serumnya, terutama pada pasien-pasien yang terindikasi mengalami
kerusakan ginjal.
Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor
dan salah satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu
anti inflamasi nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman
terhadap lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal. (Dipiro; 688, 916)
Dosis meloksikam yang diresepkan tampaknya berlebih. Pada kasus nyeri osteoarthritis
meloksikam hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan
rheumatoid arthritis dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan
hanya 7,5 mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia,
dosis yang disarankan hanya 7,5 mg/hari. Sedangkan pada resep tersebut dokter menuliskan 2
kali sehari masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari. BNF maupun Pharmacotherapy-Dipiro
menyebutkan bahwa pemberian meloksikam hanya sekali sehari. (BNF 57; 552, 559)
Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang
menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga perlu mengkonsumsi antasida.
Meskipun antasida ini hanya bekerja secara local pada lambung, namun tetap perlu
diwaspadai interaksinya. Interaksi mungkin terjadi dengan captopril, dimana absorpsi
captopril dapat terhambat, yang mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi
efektif minimumnya dalam darah tak tercapai, sehingga terapi yang optimum juga tidak
tercapai. Disamping itu, akumulasi kation Mg2+ dan Al3+ sangat mungkin berikatan dengan
senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi phophat menurun dan
mengakibatkan
Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 57; Appendix).
c.
Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah
lanjut usia, kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang berupa
kerusakan atau penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya
dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila
gejala nyeri pada badan telah mereda.
- Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari mengkonsumsi meloksikam
juga, karena meloksikam dapat mengantagonis kerja ISDN
-
3. Resep 3
20-7-2011
R/
Metformin 500
XLV
S 3 dd 1
R/
Glibenklamide 5
XV
S 1 dd 1
R/
Captopril 50
XLV
S 3 dd 1
R/
furosemid
S -0-0
R/
BC
XLV
S 3 dd 1
R/
Amlodipin 5
XV
S 1 dd 1
R/
Na-diklofenak 50
XXX
S 0-0-1
R/
Simvastatin 10
XV
S 0-0-1
Pro
a.
Anamnesa/ diagnose
Pasien
dinyatakan
mengalami
diabetes
mellitus,
hipertensi,
hiperkolesterolemia,
inhibitor dapat menyebabkan penurunan tekanan darah melalui berbagai mekanisme yang
terlibat dalam pengaturan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS), sehingga resiko
hipotensinya semakin meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah
dengan kombinasi dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis
rendah adalah untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer.
Amlodipin dapat menyebabkan terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka
aktivitas urinary meningkat, sehingga tidak terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis.
Diklofenak merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan
adalah dosis tunggal pada malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya
ulkus peptikum, sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien
mengalami sindrom dispepsia. Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada
saluran cerna tidak sekuat aspirin, namun pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu
dipertimbangkan, mengingat pasien telah dinyatakan mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro;
1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi
AINS yang dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk
indikasi ini. Tak ada obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia.
Penggunaan simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B
kompleks, yang mengandung asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan
kolesterol dan trigliserida, sehingga akan membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF
57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi :
-
Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan bersamasama, cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE inhibitor juga akan bekerja
pada sistem kanal kalsium, meski tidak secara langsung, begitu pun dengan furosemid.
c.
Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya dosis
captopril dikurangi
Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan makanan
Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep
tersebut terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan pada
saluran cerna, berupa iritasi lambung (natrium-diklofenak), mual, muntah, diare (metformin
dan glibenklamid). Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon atau metoklopramid
mungkin perlu diberikan.
Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non farmakologis, berupa
diet makanan rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
4. Resep 4
27/7/2011
R/
Furosemid
XV
S 1-0-0
R/
Aspilet
XV
S 1 dd 1
R/
ISDN 5
XV
S 1 dd 1
R/
Diazepam 2
XV
S 0-0-1
R/
Ranitidin
XXX
S 2 dd 1
R/
Antasida
Fl.
S 4 dd C1 ac
R/
Bicnat
S 3 dd 1
XLV
R/
Ketocid
XLV
S 3 dd 1
R/
FA
XLV
S 3 dd 1
Pro
a.
Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
b. Analisa Resep
Efek farmakologi masing-masing obat dalam resep :
1) Furosemide adalah salah satu loop diuretik.
2) Aspilet adalah sediaan branded dari asam asetil salisilat 80 mg/ tablet. Asam asetil salisilat
pada dasarnya adalah jenis dari antiinflamasi nonsteroid yang juga sering digunakan sebagai
antiplatelet.
3)
ISDN 5 atau isosorbid dinitrat 5 mg/tablet, merupakan senyawa nitrat kerja panjang yang
sering digunakan pada penanganan kasus angina.
Bicnat atau natrium bikarbonat merupakan garam, yang membawa sifat basa, dapat
digunakan pula sebagai antasida, alkalinisasi urin, dan untuk mengatasi ketidaknyamanan
saluran urin pada penderita infeksi saluran urin.
Dalam kasus ini pasien Tn. T yang telah berusia 54 tahun menerima 9 item obat dalam
rentang waktu satu kali pengobatan, hal ini sangat memungkinkan terjadinya masalah
penggunaan obat (DRP) dan interaksi serta terjadinya reaksi obat merugikan (ROM), antar
obat-obat tersebut, maupun dengan makanan yang dapat menyebabkan tujuan terapi tidak
tercapai secara optimum.
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien menyatakan sering sesak nafas, nyeri
dada dan nyeri ulu hati. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada sering menjadi indikator adanya
gangguan jantung. Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN
dan furosemid dalam resep dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai
antiinflamasi nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena
adanya penghambatan pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding
lambung. Begitu pun dengan ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri
lambung. Maka pemberian aspilet dalam kasus ini kurang tepat, karena aspilet dapat
memperparah kondisi lambungnya, terlebih dengan adanya efek antiplatelet obat tersebut,
dapat memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi penggunaannya bersamaan
dengan ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan pendarahan lambung.
Walaupun dokter telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk mengatasi nyeri
lambungnya, namun mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat lain yang
lebih aman bagi lambung tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu
mengurangi beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1)
Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini
memungkinkan terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut
telah dapat dianulir, karena furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari
menjelang tidur.
2)
Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga
menerima terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida
dan alkali lainnya akan mempercepat ekskresi aspilet
3)
c.
Saran
Dari urain diatas dapat saya sarankan :
Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
mengindikasikan perlunya penggunaan obat tersebut, disamping kemungkinan interaksinya
dengan aspilet, dapat meningkatkan resiko perdarahan.
1.
Anonim2 Februari 2013 22.12
saya perempuan usia 40 th, didiagnosa ginjal terganggu kemarin obatnya furosemide,
omeprazole, metylprodinsolone dan elkana...tapi setelah cek lab terakhir dikasih
aspilet sama renitidine....kenapa obatnya jadi diganti ya ? kayaknya indikasi ke sakit
apa ?..terima kasih
Balas
2.
Purwa Teratai5 Februari 2013 07.32
terima kasih ibu dah berkenan singgah di blog saya. sebelumnya saya menjelaskan
tentang obat2 yang ibu terima, saya perlu mengetahui terlebih dahulu, tentang apa saja
yg pernah dokter katakan pada ibu, selain adanya gangguan ginjal? dan klo boleh tahu
cek lab apa saja dan bagaimana nilainya?
Balas
3.
Anonim8 Februari 2013 04.58
hasil cek lab sebelumnya, glukosa sewaktu 76, cholesterol total 276,trigliserida 184,
HDL Cholesterol 42, LDL Cholesterol 197, Asam Urat 3,6, Ureum 32 dan Creatinin
1.08......HAsil cek lab terakhir sbb:
Protein Total 6.7, Albumin 4.2, Globulin 2.5, Urine :
Warna kuning, agak keruh Berat jenis 1.025, Ph 5.0, Nitrit Negatif, Protein (+) 25
mg/dl, Glukosa Normal, Keton Negataif, Biliburin (+) 1 mg/dl, Urobilinogen Normal.
Mikroskopik : Epitel 20-30, Leukosit 1-2, Eritrosit 0-1, Silinder Negatif, Kristal Ca
Oxalat (+), Bakteri (+)...Trimakasih sebelumnya... Diagnosa awal Syndrome
Nefrotik...
Balas
Balasan
1.
Purwa Teratai11 Februari 2013 18.32
dengan melihat hasil lab, yang menunjukan tingginya kadar kolesterol dan
trigliserida darah, serta protein dalam urin, diagnosa nefrotik sindrom sangatn
mungkin. jika pada awal pengobatan diberi furosemide tujuannya untuk
mengeluarkan cairan yg tertahan, metilprdnisolon akan membantu mengatasi
edema (pembengkakan) akibat adanya timbunan cairan, sedangkan omeprazol
diberikan untuk mengatasi gangguan pd saluran cerna.
2.
Purwa Teratai11 Februari 2013 18.35
Komentar ini telah dihapus oleh penulis.
3.
Purwa Teratai11 Februari 2013 18.45
adapun knp obat diganti menjadi aspilet dan ranitidin, kemungkinan krn
adanya komplikasi antara nefrotik sindrome dengan trombosis, sedangkan
ranitin digunakan untuk menggantikan omeprazol.
Balas
4.
Anonim28 Maret 2013 03.05
Saya niang, saya sangat tertarik dengan contoh kajian resep yang ibu buat. Tapi ada
beberapa hal yang saya kurang mengerti. Yaitu tentang penggunaan HCT S 1-0-0 ,
itu maksudnya bagaimana ia bu? Lalu penggunaan Antasida Fl. S 4 dd C, apa
maksudnya penggunaannya 4xsehari?
mohon penjelasannya bu. Terimakasih.
Balas
5.
Purwa Teratai1 April 2013 23.30
terima kasih Niang. HCT S 1-0-0 artinya HCT Diminum sekali sehari pada pagi hari
saja (siang dan malam tidak minum HCT). Sedangkan antasida Fl artinya antasida
dalam kemasan botol, aturan pakainya 4 kali sehari satu sendok makan.
Balas
6.
Anonim10 April 2013 20.51
Mana yg lebih baik pemakaian pertama kali dari obat Ashma? Aminophilin atau
Salbutamol? Dan pemberian injeksi Dexametasone apakah bernilai? Trims..Sukses..
Balas
7.
basuki NUGSA17 Mei 2013 18.19
saya usia 38, tensi antara 90/140 100/160, saya di beri terapi obat amlodipine 10mg
dan clonidine 75mg, kondisi saya tensi berapa di 80-90/130-140, tetapi cukup jarang
tekanan bawah bisa dibawah 85, saya melakukan pengukuran dengan alat tensi digital
hampir setiap hari. kombinasi obat apa yang bisa disarankan menurunkan tekanan
bawag yang sulit mencapai angka 80
salam
Balas
8.
Purwa Teratai21 Mei 2013 20.52
pada pasien hipertensi tekanan darah bawah tidak terlalu berpengaruh, bagi pasien yg
telah didiagnosa hipertensi tensi diastoliknya (tekanan bawahnya) antara 80-90
mmHg dapat dianggap normal, karena tensi yang turun lebih rendah justru dpt
menyebabkan terganggunya keseimbangan pemompaan darah oleh jantung.