Anda di halaman 1dari 57

Apa itu Artritis gout

Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat
pada jaringan sekitar sendi. gout juga suatu istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asm urat (hiperurisemia). Gout dapat
bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat
tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau
pemakaian obat tertentu. Ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit gout,
termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup. ( Misnadiarly, 2009 )
Arthritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh dunia. Artitis pirai
merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada
jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam ekstraseluler. Manifestasi klinis deposisi urat
meliputi artitis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang, batu asam urat dan
yang jarang adalah gagal ginjal. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia
yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. ( Edward
Stefanus, 2010 )
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagai mana yang disampaikan oleh
Hipocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada wanita jarang sebelum
menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria
dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi
diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria Caucasian. ( Edward
Stefanus, 2010 )
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artitis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang
dokter kebangsaan belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artitis pirai dengan
kecacatan dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penilaian lain mendapatkan bahwa pasien gout yang
berobat rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan
banyak pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study yang lama di Massachusetts mendapat lebih
dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100ml pernah mendapat serangan
artitis gout akut.
2.2

Definisi Artritis Pirai ( Gout )

Berikut ini pengertian Gout dari beberapa ahli, diantaranya:


a.
Artritis pirai ( Gout ) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular.
(Edward Stefanus, 2010 )
b. Gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar
asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi.( Syamsuhidayat dan Wim de
Jong, 2004 )
c. Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam
urat pada jaringan sekitar sendi. ( Misnadiarly, 2009 )
d. Arthritis gout adalah penyakit dimana terjadi penumpukan asam urat ( uric acid ) dalam tubuh
secara berlebihan. ( VitaHealth, 2007 )

2.3

Etiologi Artritis Pirai ( Gout)

Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab gout adalah:


a.

Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga

b.
Meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin
lainnya. Purin adalah senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat dalam tubuh
c.
Konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu sumber purin yang juga dapat
menghambat pembuangan urin melalui ginjal.
d.
Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu, terutama gangguan ginjal.
Pasien disarankan meminum cairan dalam jumlah banyak . minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap
harinya membantu pembuangan urat, dan meminimalkan pengendapan urat dalam saluran kemih.
e.
Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat, terutama diuretika ( furosemid
dan hidroklorotiazida )
f.
Penggunaan antibiotika berlebihan yang menyebabkan berkembangnya jamur, bakteri dan virus
yang lebih ganas.
g.
Penyakit tertentu dalam darah ( anemia kronis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan
metabolism tubuh, missal berupa gejala polisitomia dan leukemia.
h.
Faktor lain seperti stress, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan olahraga berlebihan.(
VitaHealth, 2007 )
2.4

Faktor Resiko Artritis Pirai ( Gout )

Faktor resiko arthritis pirai antara lain:


a.

Riwayat keluarga atau genetic

b.

Asupan senyawa purin berlebih dalam makanan

c.

Konsumsi alkohol berlebihan

d.

Berat badan berlebihan ( obesitas )

e.

Hipertensi, penyakit jantung

f.

Obat-obatan tertentu ( terutama diuretika )

g.

Gangguan fungsi ginjal

h.

Keracunan kehamilan ( preeklampsia ) ( VitaHealth, 2007 )

2.5

Macam-macam Arthritis Pirai ( Gout )

Pembagian arthritis gout terdiri dari arthritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan
tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat deposisi progesif kristal urat.
a.

Stadium arthritis gout akut

Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien
tidur tanpa ada gejala apa-apa, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada
MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain
yaitu pergelangan tangan atau kaki, lutut dan siku. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhankeluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma local, diet tinggi purin, kelelahan fisik,
stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretic, atau penurunan dan peningkatan asam urat.
Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol atau obat urikosurik dapat
menebabkan kekambuhan.
b.

Stadium interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan dari stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut namun pada aspirasi sendi
ditemukan Kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun
tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun
tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar,
maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih
berat. Manejemen yang tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun
dengan pembentukan tofi.
c.

Stadium arthritis gout menahun

Stadium ini umumnya pada pasien yang melakukan pengobatan sendiri (self medication) sehingga
dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Arthritis gout menahun biasanya disertai
tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. To fi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat,
kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi,
namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1,
olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran
kemih sampai penyakit ginjal menahun.
2.6

Patogenesis Artritis Pirai ( Gout )

Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi
ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini
dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum dapat mempresipitasi serangan Gout akut.
Pemakaian alkohol berat pada pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium urat dari depositnya dalam
tofi ( crystals shedding ). Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik
Kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah
mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout seperti juga pseudogout, dapat timbul pada keadaan
asimptomatik. Pada penelitian didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan
temperature, pH, dan kelarutan urat untuk timbul seranga gout akut. Menurunnya kelarutan sodium
urat pada temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan Kristal

MSU pada metatarsofalangeal- 1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulangulang pada daerah tersebut.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat pada ruang sinovia kedalam plasma
hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat cairan sendi seperti MTP-1 menjadi
seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi direabsorbsi waktu
berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya
awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat
meninggikan nukleasi urat in vitromelalui pembentukan dari protonated solid phases. Walaupun
kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada
penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout,
gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak
signifikan mempengaruhi pembentukan Kristal MSU sendi.
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama pada gout akut.
Reaksi inni merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan
akibat agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah:
a.

Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab;

b.

Mencegah perluasan agen penyebab kejaringan yang lebih luas.

Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu Kristal
monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga
oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi
melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen (C) dan selular. ( Edward Stefanus, 2010 )
2.7

Patofisiologi arthritis pirai ( Gout )

Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui
peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung
melalui beberapa fase secara berurutan.
a.

Presipitasi kristal monosodium urat.

Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl.
Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan
selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
b.

Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)

Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan
selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
c.

Fagositosis

Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala
disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.
d. Kerusakan lisosom

Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukan
kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim
dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang
menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.
( Khaidir Muhaj, 2010 )
2.8

Pathway Artritis Pirai ( Gout )

Terlampir
2.9

Manifestasi Klinik Artritis Pirai ( Gout )

Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam, biasanya pada ibu jari kaki
( sendi metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal )
b.
Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat ( oligoartritis ) dan serangannya pada satu sisi (
unilateral )
c.

Kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri

d.

Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara asimetris ( satu sisi tubuh )

e.
Demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari walau telah
dilakukan perawatan
f.

Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah

g.

Bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba

h.

Diare atau muntah. ( VitaHealth, 2007 )

2.10Komplikasi Pasien dengan Artritis Pirai ( Gout )


Komplikasi yang muncul akibat arthritis pirai antara lain:
a.

Gout kronik bertophus

Merupakan serangan gout yang disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar sendi yang sering
meradang. Tofi adalah timbunan kristal monosodium urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan
sendi, sinovial, bursa atau tendon. Tofi bisa juga ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub
mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.
b.

Nefropati gout kronik

Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia. terjadi akibat dari pengendapan kristal
asam urat dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan
merusak glomerulus.

c.

Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)

Terjadi pembentukan massa keras seperti batu di dalam ginjal, bisa menyebabkan nyeri, pendarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk
batu seperti kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran magnesium, ammonium, fosfat).
d.

Persendian menjadi rusak hingga menyebabkan pincang

e.

Peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon

f.

Batu ginjal ( kencing batu ) serta gagal ginjal ( Emir Afif, 2010 )

BAB III
MANAJEMEN KLIEN DENGAN GOUT
3.1

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi lain misalnya
pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akan bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan dengan obat-obatan, antara lain:
a. Kolkisin
1)

Indikasi : penyakit gout (spesifik)

2)
Mekanisme kerja : Menghambat migrasi granulosit ke tempat radang menyebabkan mediator
berkurang dan selanjutnya mengurangi peradangan. Kolkisin juga menghambat pelepasan
glikoprotein dari leukosit yang merupakan penyebab terjadinya nyeri dan radang sendi pada gout.
3)
Dosis : 0,5 0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dan diikuti 0,5 0,6 mg tiap 2
jam sampai gejala penyakit hilang atau mulai timbul gejala saluran cerna, misalnya muntah dan diare.
Dapat diberikan dosis maksimum sampai 7 8 mg tetapi tidak melebihi 7,5 mg dalam waktu 24 jam.
Untuk profilaksis diberikan 0,5 1,0 mg sehari.
4)
Pemberian IV : 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12 24 jam dan tidak melebihi 4 mg
dengan satu regimen pengobatan. Indikasi pemberian secara intravena :terjadi komplikasi saluran
cerna, serangan akut pada pasca operatif, bila pemberian oral pasca akut tidak menunjukkan
perubahan positif.
5)
Efek samping : muntah, mual, diare dan pengobatan harus dihentikan bila efek samping ini
terjadi walaupun belum mencapai efek terapi. Bila terjadi ekstravasasi dapat menimbulkan
peradangan dan nekrosis kulit dan jaringan lemak. Pada keracunan kolkisin yang berat terjadi
koagulasi intravascular diseminata.
b.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

1)

Indometasin

a)

Indikasi : penyakit arthritis reumatid, gout, dan sejenisnya.

b)
Mekanisme kerja : efektif dalam pengobatan penyakit arthritis reumatid dan sejenisnya karena
memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik-antipiretik yang sebanding dengan aspirin. Indometasin

dapat menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear (PMN). Absorpsi indometasi cukup baik
dengan pemberian oral dengan 92 99% terikat pada protein plasma. Metabolismenya terjadi di hati
dan diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit lewat urin dan hempedu. Waktu parah plasma
kira-kira 2 4 jam.
c)

Dosis : 2 4 kali 25 mg sehari

d)

Kontra indikasi : anak, wanita hamil, pasien gangguan psikiatri, pasien dengan penyakit lambung

e)
Efek samping : amat toksik sehingga dapat menyebabkan nyeri abdomen, diare, pendarahan
lambung, pancreatitis, sakit kepala yang hebat disertai pusing, depresi, rasa bingung, halusinasi,
psikosis, agranulositosis, anemia aplastik, trombositopena, hiperkalemia, alergi
2)

Fenilbutazon

a)
Dosis : bergantung pada beratnya serangan. Pada serangan berat : 3 x 200 mg selama 24 jam
pertama, kemudian dosis dikurangi menjadi 500 mg sehari pada hari kedua, 400 mg pada hari ketiga,
selanjutnya 100 mg sehari sampai sembuh.Pemberian secara suntikan adalah 600 mg dosis tunggal.
Pemberian secara ini biasanya untuk penderita dioperasi.
3)

Kortikosteroid

a)
Indikasi : penderita dengan arthritis gout yang recurrent, bila tidak ada perbaikan dengan obatobat lain, dan pada penderita intoleran terhadap obat lain.
b)
Dosis : 0,5 mg pada pemberian intramuscular. Pada kasus resisten, dosis dinaikkan antara 0,75
1,0 mg dan kemudian diturunkkan secara bertahap samapi 0,1 mg. Efek obat jelas tampak dalam 3
hari pengobatan.
c. Golongan urikosurik; untuk menurunkan kadar asam urat
1)

Allopurinol

a)
Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan
tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Dapat juga digunakan untuk pengobatan
pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia myeloid, leukemia, limfoma, psoriasis,
hiperurisemia akibat obat dan radiasi.
b)
Mekanisme kerja : menghambat xantin oksidase agar hipoxantin tidak dikonversi menjadi
xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase
menjadi aloxantin yang mempunyai masa paruh yang lebih panjang.
c)
Efek allopurinol dilawan oleh salisilat, berkurang pada insufficient ginjal, dan tidak
menyebabkan batu ginjal.
d)

Dosis :

pirai ringan : 200 400 mg sehari


pirai berat : 400 600 mg sehari
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal : 100 200 mg sehari

Anak (6 10 tahun) : 300 mg sehari


2)

Probenesid

a)

Indikasi : penyakit gout stadium menahun, hiperurisemia sekunder

b)
Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada
penyakit gout, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenasid tidak efektif bila laju filtrasi
glomerulus.
c)

Dosis : 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg/hari.

d)
Kontra indikasi : adanya riwayat batu ginjal, penderita dengan jumlah urin yang berkurang,
hipersensitivitas terhadap probenesid.
e)

Efek samping : gangguan saluran cerna yang lebih ringan, nyeri kepala, reaksi alergi.

3)

Sulfipirazon

a)
Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai
kronik, berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif untuk menurunkan asam
urat dan tidak efektif untuk mengatasi serangan pirai akut, meningkatkan frekuensi serangan pada fase
akut.
b)
Dosis : 2 x 100 200 mg sehari, ditingkatkan sampai 400 800 mg kemudian dikurangi sampai
dosis efektif minimal
c)

Kontra indikasi : pasien dengan riwayat ulkus peptic

d)
)

Efek samping : gangguan cerna yang berat, anemia, leukopenia, agranulositosis (Emir Afif, 2010

3.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada kasus gout antara lain:


a.

Pemeriksaan Radiologi

1)

Foto Konvensional (X-Ray)

a)
ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus) berbentuk seperti topi
terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.
b)

tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.

c)

peradangan dan efusi sendi.

b.

Pemeriksaan laboratorium

1) Asam Urat (Serum)


a)

dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.

b)
3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup merah. Diusahakan supaya
tidak terjadi hemolisis.
c)
elakkan dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal, otak, jantung), remis,
sarden selama 34 jam sebelum uji dilakukan.
d)

nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 8,0 mg/dL, Perempuan Dewasa : 2,8 6,8 mg/dL

e)
peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout, alkoholisme, leukimia,
limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung kongestif, stress, gagal ginjal, pengaruh obat : asam
askorbat, diuretic, tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin, 6-merkaptopurin, teofilin, salisilat.
2) Asam Urat (Urine 24 jam)
a)

Untuk mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau penyakit ginjal.

b)

sampel urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan pengawet dan didinginkan.

c)

pengambilan diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan selama penampungan.

d)

tidak terdapat pembatasan minuman.

e)

nilai normal :250 750 mg/24 jam

f)
Peningkatan terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia, sindrom Fanconi, terapi sinar
X, penyakit demam, hepattis virus, pengaruh obat: kortikosteroid, agens sitotoksik (pengobatan
kanker), probenesid (Benemid), salisilat (dosis tinggi).
g)
Kadar pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi pada pH urine rendah
(asam).
c.

Pemeriksaan cairan sendi

1)

Tes makroskopik

a)

Warna dan kejernihan

Normal : tidak berwarna dan jernih


Seperti susu : gout
Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena leukositosis
Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis
b)

Bekuan

Normal : tidak ada bekuan


Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Makin besar bekuan makin berat
peradangan
c)

Viskositas

Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)

Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)


Bervariasi : hemoragik
d)

Tes mucin

Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih


Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas : rheumatoid arthritis
Mucin jelek : bekuan berkeping-keping : infeksi
2)

Tes mikroskopik

a)

Jumlah leukosit

Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3


200 500/mm3 penyakit non inflamatorik
2000 100 000/mm3 penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis gout, arthritis reumatoid
20 000 200 000/mm3 kelompok septik (infeksi). Contoh : arthritis TB, arthritis gonore
200 1000/mm3 kelompok hemoragik
b)

Hitung jenis sel

Jumlah normal neutrofil : kurang dari 25%


Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik: Arthritis gout akut : rata-rata 83%
Faktor rematoid : rata-rata 46%, Artrhritis rematoid : rata-rata 65%
c)

Kristal-kristal

Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi


Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk jarum memiliki sifat
birefringen ketika disinari cahaya polarisasi
Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol
d.

Tes kimia

1)

Tes glukosa

Normal : perbedaan antara glukosa serum dan cairan sendi adalah kurang dari 10mg%
Pada kelompok inflammatorik : Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
2)

Laktat Dehidrogenase

Normal : 100 190 IU/l, 70 250 U/l

Meningkat : rematoid arthritis, gout, arthritis karena infeksi


3)

Tes mikrobiologi

untuk kelainan sendi yang disebabkan infeksi


hasil negatif pada kultur bakteri cairan sendi ( Joyce LeFever, 2008 )
3.3

Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis

a.

Memberikan kompres hangat pada pasien yang mengalami serangan arthritis gout

b.
Melaksanakan dan mengajarkan teknik managemen nyeri non farmakologis dengan nafas dalam
dan distraksi ( pengalihan )
c. Menjelaskan dan memantau pembatasan gerak dan aktivitas fisik berat bagi pasien agar radang
sendi tidak bertambah kronik.
3.4

Manajemen Diet

Tujuan utama diet adalah menurunkan kadar asam urat darah dan juga agar berat badan tidak melebihi
ukuran ideal yang disarankan. Diet yang dianjurkan bagi penderita arthritis gout antara lain:
a.

Menghindari makanan berlemak kaya purin tinggi

1) Purin Tinggi (100 1000 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dihindari : otak, hati, ginjal,
jeroan, ekstrak daging, bebek, ikan sardin, makarel dan kerang.
2) Purin sedang (900 100 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi : daging, ikan, unggas,
ayam, udang, kepiting atau rajungan, tahu, tempe, kacang kering, bayam, asparagus, daun singkong,
kangkung, daun dan biji mlinjo
3) Purin rendah ( dibawah 50 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi: gula, telur, dan
susu.
b.
Perbanyak minum air, 8 sampai 10 gelas setiap hari untuk memperlancar pembuangan asam urat
melalui ginjal. Hindari minuman yang mengandung alkohol, kopi, bir karena banyak mengandung
senyawa purin yang dapat memperberat fungsi ginjal.
c.
Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6, misalnya
flax seed oil dan minyak ikan ( fish oil ), yang dapat mengurangi radang dan mencegah serangan
berikutnya.
d.
Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang berfungsi menurunkan tingkat keasaman tubuh,
sehingga baik untuk mencegah peningkatan kadar asam urat. Buah yang mengandung vitamin C dan
bioflavonoid dapat mencegah radang, seperti: jeruk, stroberi, tomat, paprika hijau dan sayuran
berdaun hijau, terutama buah ceri yang merupakan nutrisi penyembuh dan pengurang kadar asam urat.
Selain itu konsumsi sayuran seperti: wortel, bayam, piterseli, seledri juga dapat menurunkan kadar
asam urat. ( VitaHealth, 2007 )
Pengobatan untuk reumatik dan encok
3

11
2008
Rheumatik adalah penyakit yang termasuk golongan penyakit tulang dan sendi yang berciri rasa nyeri,
bengkak, kekakuan, dan terganggunya fungsi alat-alat penggerak tubuh, yaitu sendi dan tulang. Selain
rheumatik, ada juga penyakit tulang dan sendi lain yang hampir mirip gejalanya dan sering kali saling
tertukar pengertiannya. Untuk itu, di awal makalah ini, akan diperjelas kembali perbedaan beberapa
gangguan tulang dan sendi tersebut. Hal ini penting karena perbedaan tersebut akan mempengaruhi
penatalaksanaannya.
Penyakit sendi dikenal dengan istilah arthritis, dari kata arth = sendi, dan itis=
radang/inflamasi. Arthritis Society (2002) mengelompokkan penyakit radang sendi ini ke dalam
berbagai jenis penyakit berdasarkan penyebab dan patogenesisnya, namun yang paling sering
dijumpai di masyarakat dan akan diliput dalam makalah ini adalah rheumatoid arthritis, osteoarthritis,
dan gout.
Diantara tulang dengan tulang, terdapat ruang sendi yang memungkinkan tulang untuk bergerak.
Daerah sendi antara dua tulang dilindungi oleh semacam kapsula yang fleksibel, yang cukup kuat
untuk melindungi tulang dari kemungkinan dislokasi (bergeser). Di bagian dalam kapsula ini, yang
disebut sinovium, diproduksi suatu cairan sinovial yang akan melubrikasi sendi. Pada kebanyakan
bentuk radang sendi, sinovium ini mengalami inflamasi dan menebal, memproduksi ekstra cairan
yang mengandung banyak sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi ini kemudian dapat merusak tulang
rawan dan tulang yang ada di sekitarnya.
Penyakit radang sendi sangat bermacam-macam, tetapi yang banyak dijumpai pada masyarakat adalah
rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan gout.
Rheumatoid arthritis atau kita kenal sebagai penyakit rematik adalah gangguan sendi yang dicirikan
adanya inflamasi dan merupakan penyakit auto imunitas. Sistem imun di dalam tubuhnya gagal
membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga sistem imunnya akan menyerang jaringan
tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovial dan jaringan ikat. Penyakit ini bersifat menahun dan
sistemik, dan seringkali progresif. Sebagian besar pasien dengan rematik artritis ini tubuhnya
membentuk antibodi yang disebut rheumatoid factor (faktor rematoid). Faktor ini menentukan
agresivitas/keganasan dari penyakit.
Osteoarthritis adalah gangguan sendi juga, tetapi bukan gangguan imun. Penyebabnya bisa
bermacam-macam, seringkali bersifat idiopatik, dengan ciri terjadinya degenerasi tulang rawan. Pada
penyakit ini terjadi ketidak-seimbangan antara pembentukan dan perusakan/degradasi tulang rawan.
Penyakit ini tidak bersifat sistemik seperti rematik artritis, umumnya terjadi pada usia di atas 45
tahun. Sifat inflamasinya umumnya lebih ringan dan lebih terlokalisir dibandingkan rematik artritis.
Sendi yang terpengaruhi umumnya yang sering harus mengampu beban berat.
Gout atau encok adalah gangguan sendi yang disebabkan oleh gangguan pada metabolisme purin
sehingga berakibat terganggunya keseimbangan antara sintesis zat asam urat dengan ekskresinya
melalui ginjal. Pada pasien gout seringkali dijumpai bahwa kadar asam urat dalam darahnya
terlampau tinggi (hiperurikemia). Gangguan yang dapat terjadi dengan kadar asam urat yang tinggi
antara lain adalah nyeri sendi (artritis), batu ginjal akibat terbentuknya batu asam urat (nefrolitiasis),
dan gangguan ginjal (nefropati).

Tatalaksana terapi
Karena berbeda secara patofisiologinya, maka terapi terhadap ketiga gangguan sendi ini juga
berbeda. Untuk itu akan dipaparkan tatalaksana untuk masing-masing penyakit sendi.
1. Terapi untuk artritis rematik (AR)
Tujuan terapi rematik utamanya adalah untuk meningkatkan atau memelihara status fungsionalnya
sehingga meningkat kualitas hidup pasien. Pengatasan rematik harus merupakan pendekatan
multifaset yang melibatkan terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi antara
lain meliputi: istirahat, fisioterapi, penggunaan alat bantu, penurunan berat badan, atau pembedahan.
Sedangkan terapi farmakologi adalah terapi menggunakan obat-obatan.
Obat-obat untuk rematik dikenal dengan istilah DMARD (disease-modifying antirheumatic drug).
Obat-obat yang biasa digunakan dalam penanganan rematik adalah:
1.

NSAIDs (Non-steroid antiinflammatory drugs)

2.

Metotreksat

3.

Leflunomid

4.

Hidroksiklorokuin

5.

Sulfazalazin

6.

Kortikosteroid

7.

Agen biologis : Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra

8.

Lain-lain : Garam emas, azathioprine, d-penisilamin, siklosporin, siklofosfamid, dan minoksilin

Pada bagian ini akan dipaparkan keterangan singkat tentang masing-masing obat.
1. NSAIDs
Obat-obat NSAID umumnya dipakai sebagai terapi komplementer, jarang digunakan secara
tunggal/monoterapi pada AR. Obat ini bekerja menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan
mediator inflamasi dengan menekan kerja enzim siklooksigenase. Penghambatan ini tidak selektif
sehingga obat-obat ini menyebabkan efek samping gastrointestinal. Golongan penghambat selektif
siklooksigenase-2 (COX-2) memiliki efikasi yang sebanding dengan NSAIDs tetapi efek samping
gastrointerstinalnya lebih ringan.
2. Methotrexate (MTX)
Saat ini MTX dianggap sebagai obat DMARD pilihan oleh banyak rematologis untuk mengatasi AR.
MTX bekerja dengan menghambat produksi sitokin (cytokines), menghambat biosintesis purin, dan
mungkin menstimulasi pelepasan adenosin, yang semuanya dapat mengarah pada kerja antiinflamasi.
Obat ini memiliki onset yang agak cepat, hasil dapat dilihat kurang lebih 2-3 minggu setelah
dimulainya terapi. Obat bisa diberikan secara i.m., s.c., atau p.o.
Efek samping atau gejala toksisitas MTX adalah gangguan gastrointestinal, hematologi, pulmonar,
dan hepatik. Test terhadap fungsi liver perlu dilakukan untuk memantau penggunaan obat ini. MTX

dikontraindikasikan untuk kehamilan dan menyusui, gangguan liver kronis, defisiensi imun,
leukopenia, trombositopenia, gangguan darah, serta pasien yang kreatin klirens-nya kurang dari 40
mL/min. Karena MTX adalah antagonis asam folat, maka ia juga dapat menyebabkan defisiensi asam
folat. Untuk itu suplementasi asam folat diperlukan untuk mengurangi efek samping ini (Schuna,
2005).
3. Leflunomid
Leflunomid memiliki efikasi yang mirip dengan MTX dalam mengatasi AR. Ia bekerja dengan
menghambat sintesis pirimidin, sehingga dapat menurunkan proliferasi limfosit dan menghambat
inflamasi. Obat ini diberikan dengan loading dose 100 mg sehari untuk 3 hari, dan dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 20 mg sehari. Seperti MTX, obat ini cukup toksis terhadap hati, sehingga
dikontraindikasikan bagi pasien yang punya riwayat gangguan liver. Selain itu obat ini juga
teratogenik, sehingga tidak boleh digunakan pada wanita hamil atau yang merencanakan hamil.
Bedanya, leflunomid jarang menyebabkan gangguan darah, sehingga memungkinakan untuk dipakai
pada pasien dengan gangguan darah.
4. Hidroksklorokuin
Obat ini dikenal sebagai antimalaria, tetapi juga dapat menekan sistem imun, sehingga
seringkali digunakan pada penyakit gangguan imun. Kelebihan obat ini adalah ia tidak toksis terhadap
hepar atau renal. Toksisitasnya bersifat jangka pendek, meliputi: gangguan gastrointestinal seperti
mual, muntah atau diare.
5. Sulfasalazin
Sulfasalazin adalah suatu prodrug yang akan diuraikan oleh bakteria di usus menjadi sulfapiridin dan
asam 5-aminosalisilat. Sulfapiridin inilah yang diduga bertanggung-jawab terhadap aktivitas
antirematiknya. Penggunaan sulfasalazin agak terbatas karena menyebabkan beberapa efek samping
antara lain efek gastrointestinal (mual, muntah, diare dan anoreksia), alergi, leukopenia, alopesia, dan
peningkatan enzim hepatik. Obat ini berinteraksi dengan antibiotik yang membunuh bakteri kolon,
dapat mengikat suplemen besi, dan meningkatkan efek warfarin.
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan pada AR karena efek antiinflamasi dan imunosupresifnya. Obat ini bisa
menghambat sintesis prostagandin dan leukotrien, menghambat reaksi radikal superoksida netrofil dan
monosit, mencegah migrasi sel monosit, limfosit, dan monosit, sehingga dapat mencegah respon
imun.
7. Agen biologis
Golongan obat ini termasuk obat baru hasil rekayasa genetik, seperti : etenercept, infliximab,
adalimumab, dan anakinra. Obat ini mungkin efektif, jika obat lain tidak berhasil. Harganya masih
mahal, dan belum ada di Indonesia. Tidak ada resiko toksisitas yang membutuhkan pemantauan lab,
tetapi ada laporan bahwa obat ini sedikit meningkatkan resiko infeksi. Untuk itu, pasien yang sedang
infeksi sebaiknya tidak menggunakan obat ini. Berikut ini adalah keterangan singkat tentang agen
biologis tersebut.
Etanercept adalah suatu protein yang terdiri dari reseptor TNF (tumor necrosis factor) yang berikatan
dengan antibodi IgG. Obat ini akan mengikat TNF sehingga secara biologis menjadi inaktif dan tidak

bisa berikatan dengan reseptornya. Seperti diketahui, TNF adalah salah satu sitokin yang terlibat
dalam patogenesis AR.
Infliximab merupakan anti TNF, ia juga akan mengikat TNF sehingga tidak bis aberikatan dengan
reseptornya.
Adalimumab juga merupakan antibodi terhadap TNF.
Anakinra adalah antagonsi reseptor inteleukin-1 (IL-1). Diketahui bahwa IL-1 sangat terlibat dalam
patogenesis AR. Obat ini akan mengikat reseptor IL-1, sehingga mencegah IL-1 untuk berikatan
dengan reseptornya.
2. Terapi untuk osteoartritis (OA)
Tujuan utama terapi OA adalah untuk mengurangi nyeri dan gejala lain, dan meningkatkan
fungsinya. Terapi non-farmakologi merupakan dasar dari penatalaksanaan OA, meliputi: edukasi pada
pasien, memperkuat dan memperbanyak latihan gerakan, penggunaan alat bantu (jika perlu),
perlindungan terhadap sendi, dan penurunan berat badan jika dibutuhkan. Sedangkan terapi
farmakologi biasanya diawali dengan pemberian analgesik non-opiat seperti parasetamol, diikuti
dengan penggunaan NSAID, atau inhibitor selektif COX-2, dan analgesik topikal. Jika terapi ini
kurang efektif, penggunaan injeksi glukokortikoid atau asam hialuronat secara intra-artikular serta
penggunaan analgesik opiat dapat membantu.
a. Terapi non-farmakologi
Terapi nonfarmakologi untuk OA meliputi : diet, terapi fisik, dan pembedahan. Pengaturan diet
diperlukan untuk mencegah kelebihan berat badan yang seringkali menjadi penyebab memburuknya
nyeri sendi, terutama pada sendi-sendi yang harus menopang berat badan. Terapi fisik bisa dilakukan
dengan berendam pada air hangat, atau alat penghangat lain, untuk mengurangi nyeri dan kaku pada
sendi. Selain itu juga dapat dilakukan program-program latihan untuk melatih fungsi persendian. Jika
terapi konservatif tidak efektif, maka pembedahan bisa direkomendasikan.
b. Terapi farmakologi
Target utama terapi OA adalah menghilangkan atau mengurangi nyeri. Terapi ini umumnya
dilakukan jangka panjang, untuk itu perlu dipilih terapi yang cukup aman digunakan dalam jangka
panjang. Beberapa obat yang digunakan dalam OA umumnya merupakan golongan analgetik dan
NSAID. Selain itu, ada terapi topikal yang dapat digunakan bersama-sama dengan terapi oral dengan
analgesik atau NSAID, misalnya krim capsaicin.
Saat ini sedang dikembangkan pula penggunaan glukosamin dan kondroitin sebagai terapi,
karena dapat menstimulasi sintesis proteoglikan dan juga dilaporkan memiliki efek analgesik
dibandingkan dengan plasebo. Sebagai pilihan pada terapi yang tidak responsif, dapat diberikan
injeksi hialuronat secara intra artikular. Obat ini bisa menggantikan cairan sinovial dan mengurangi
gejala.
3. Terapi untuk gout
Tujuan terapi gout adalah untuk menghentikan serangan akut gout, mencegah kekambuhan serangan
gout, dan mencegah komplikasi yang terkait dengan meningkatnya deposisi kristal urat secara kronis

pada jaringan. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk mengurangi makanan-makanan yang
mengandung purin (daging, jeroan, dll).
Untuk mengatasi serangan artritis gout, obat-obat NSAID dan colchicine umumnya cukup efektif.
Masalah utama penggunaan obat-obat tersebut adalah gangguan gastrointestinal. Colchicine
merupakan pilihan jika terjadi kontraindikasi terhadap NSAID. Untuk menghindari gangguan GIT,
dapat dilakukan pemberian secara intravena. Colchicine dikontraindikasikan bagi pasien leukopenia,
gangguan ginjal yang berat (klirens kreatinin < 10 mL/min), atau ada kombinasi gangguan ginjal dan
liver.
Untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi colchicine dan NSAID, dapat digunakan inhibitor selektif
COX-2 seperti celecoxib, rofecoxib atau valdecoxib. Sebagai pilhan akhir jika pasien resisten
terhadap pengobatan di atas, dapat digunakan kortikosteroid.
Untuk mencegah dan mengatasi nefrolitiasis (batu ginjal), dapat dilakukan dengan hidrasi (minum
banyak-banyak) agar volume urin mencapai 2-3 L/hari, pembasaan urin, dan menghindari makanan
mengandung purin. Pembasaan urin dapat dilakukan dengan pemberian larutan sodium bikarbonat.
Jika pasien kontraindikasi terhadap garam Na, dapat diganti dengan Kalium sitrat. Selain itu, dapat
diberikan acetazolamid, suatu inhibitor karbonat anhidrase, untuk alkalinisasi urin.
Terapi utama untuk litiasis asam urat yang kambuhan adalah alopurinol. Obat ini efektif mengurangi
kadar asam urat pada serum maupun urin, sehingga mencegah pembentukan kristal asam urat. Setelah
serangan akut yang pertama atau pengeluaran batu ginjal yang pertama, perlu dilakukan terapi
profilaksis untuk pencegahan kekambuhan. Terapi profilaksis dapat dilakukan dengan pemberian
colchicin atau allopurinol.
Demikianlah terapi untuk gangguan artritis yang umum dijumpai, yaitu rematik artritis, osteoartritis,
dan gout. Semoga bermanfaat.

(tulisan ini pernah penulis sampaikan pada Seminar nasional yang diselenggarakan oleh ISFI Kab
Banyumas di Purwokerto, September 2005)
Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit arthritis yang sering dijumpai di masyarakat. Merupakan
penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan kerusakan sendi sehingga menimbulkan kecacatan,
bahkan kematian. Penyakit ini banyak dampak yang ditimbulkan selain nyeri dan kecacatan, yang
berdampak pada kualitas hidup penderita. Selain itu membutuhkan biaya yang sangat banyak untuk
mengendalikan penyakitnya.
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang merusak sinovium (bagian dari sendi) yang
berfungsi untuk memberikan nutrisi pelumas sendi supaya sendi mudah bergerak. Umumnya
menyerang sendi-sendi kecil, jari-jari tangan, kaki pada kedua sisi dan simetris.
Gejala klinis biasanya ditandai dengan bengkak pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, kedua siku,
bahu, lutut, pergelangan kaki. Selain bengkak juga nyeri terutama pagi hari. Selain gejala nyeri sendi
biasanya juga disertai demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan gejala anemia.
Penyakit ini bila tidak ditangani sedini mungkin akan menimbulkan kerusakan tulang sekitar sendi
sehingga menimbulkan kecacatan.

Manifestasi Rheumatoid Arthritis diluar sendi yaitu konjungtivitis, perikarditis, feltys syndrome.
Komplikasi yang sangat membahayakan adalah adanya radang pada tulang servikal C1 yang bisa
subluksasi yang bisa menyebabkan kondisi yang fatal.
Untuk dapat mengobati penyakit autoimun, maka kita harus tahu secara detail proses terjadinya
penyakit (patogenesis) autoimun. Pada kondisi normal, respon imun yang bertanggung jawab pada
terjadinya inflamasi akan diatur ketat oleh sistem imun baik melibatkan sistem imun alamiah maupun
yang didapat melalui mediator inflamasi. Pada penyakit inflamasi kronik terjadi ketidakseimbangan
antara mediator inflamasi dan anti inflamasi yang akibatnya menimbulkan kerusakan sendi atau
jaringan. Pada rheumatoid arthritis akibat inflamasi yang berkepanjangan menimbulkan kerusakan
cartilage dan tulang daerah sekitarnya.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik, biasanya hanya ditandai dengan anemia dan laju
endap darah serta C-Reactive Protein (CRP) yang meningkat. Rematoid Faktor (RF) bukan spesifik
untuk penyakit Rheumatoid Arthritis, tetapi merupakan marker untuk memperkirakan berat tidaknya
penyakit Rheumatoid Arthritis.
Dalam usaha untuk menghentikan suatu proses inflamasi, maka harus dimengerti peran mediator
dalam patogenesis rheumatoid arthritis sehingga bisa dilakukan terapi dengan tepat sasaran, karena
terapi DMARD dianggap kurang efektif dan banyak efek samping.
Rheumatoid Arthritis harus diterapi sedini mungkin untuk mencegah kecacatan, berikut adalah terapi
yang diberikan pada penyakit rheumatoid arthritis berdasarkan standar internasional:
1. NSAID (non steroid anti inflamasi) dimana fungsi kerja obat ini adalah menghambat sintesa
prostaglandin yang menimbulkan nyeri. Obat ini menghambat COX1 dan COX2, dimana COX1
sangat penting untuk fungsi pertahanan mukosa lambung, sehingga obat ini mempunyai efek samping
pada lambung. Kerusakan pada ginjal disebabkan adanya nekrosis unit fungsional dari ginjal, dengan
pemakaian yang hati-hati dan pertimbangan yang cukup bijaksana, maka pemakaian NSAID ini tidak
perlu dikhawatirkan. Saat ini sudah ada obat yang selektif hanya menghambat COX2 sehingga aman
digunakan jangka panjang. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa anti nyeri ini sama dengan
anti rematik.
2. DMARD (disease modyfing anti rheumatic drug): obat ini bertujuan untuk mengendalikan sel
kekebalan tubuh yang merusak synovial, namun obat ini tidak jelas bagaimana mekanisme kerjanya.
Untuk itu pada akhir-akhir ini berkembang obat rematik yang disebut biologic agent yang terdiri dari
antibody monoclonal dengan tujuan mentarget molekul tertentu yang berperanan dalam mekanisme
penyakit, misalnya TNF alfa, IL-1, IL-6, sel B. beberapa obat DMARD yang digunakan pada RA
yaitu metrotrexate, leflunomide, sulfasalazine, azatioprine, siklosporin, kloroquin. Obat ini bisa
digunakan tunggal atau kombinasi, bila dosis yang digunakan dengan tepat, maka efek samping dapat
diminimalisasi. Bila tidak respon dengan DMARD, maka terapi saat ini adalah kombinasi antara
DMARD dan biologic agent. Kombinasi DMARD tidak boleh lebih dari tiga macam obat (cocktail),
ini sangat berbahaya efek sampingnya sangat tinggi.
3. Biologic agent: macamnya adalah anti TNFalfa (etanercept, infliximab, adalimumab, golimumab),
anti CD20, anti IL-6, anti IL-1 (anakinra).

Terapi DMARD bisa dalam bentuk monoterapi atau single DMARD dan bisa dikombinasi dengan
DMARD yang lain, artinya terapi kombinasi. Bila tidak respon, maka diperlukan terapi Biologic
Agent. Bila sejak awal RA sangat berat, maka sebaiknya terapi dilakukan dengan DMARD + Biologic
Agent.
Tanda-tanda RA terkontrol
Secara klinis tidak ada nyeri sendi, bengkak sendi maupun kaku sendi, dan tahun ke tahun tidak ada
kecacatan yang bertambah. Secara laboratorium LED, CRP dalam batas normal. Gambaran radiologi
tidak ada destruksi sendi baru.
Artritis Gout
a) Defenisi
Adalah suatu peradangan sendi sebagai manifestasi dari akumulasi andapan kristal monosodium urat,
yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat dalam urat
(hiperurisemia). Meskipun begitu, tidak semua orang yang memiliki hiperurisemia adakah penderita
artrhitis gout.
b) Insiden
Artritis gout umumnya dijumpai pada laki-laki dari semua usia, paling sering pada dekade kelima atau
keenam, namun pada perempuan umumnya dijumpai pada usia lanjut (lansia) atau sesudah
menopause. Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya artritis gout antara lain: penyakit
komorbiditas seperti kegemukan, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan diet tinggi purin serta
konsumsi alkohol. Di samping itu obat-obatan tertentu dapat menyebabkan penurunan ekskresi asam
urat. (contohnya: obat diuretik yang digunakan pada penderita sakit jantung atau pirazinamid yang
digunakan pada penderita TBC).
c)

Etiologi

Dalam keadaan normal, beberapa asam urat (yang merupakan hasil pemecahan sel) ditemukan dalam
darah karena tubuh terus menerus memecahkan sel dan membentuk sel yang baru dan karena
makanan yang dikonsumsi mengandung cikal bakal asam urat. Kadar asam urat menjadi sangat tinggi
jika ginjal tidak dapat membuangnya melalui air kemih. Tubuh juga bisa menghasilkan sejumlah
besar asam urat karena adanya kelainan enzim yang sifatnya diturunkan atau karena suatu penyakit
(misalnya kanker darah), dimana sel-sel berlipat ganda dan dihancurkan dalam waktu yang singkat.
Beberapa jenis penyakit ginjal dan obat-obatan tertentu mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam urat.
d) Faktor Resiko
Selama ini gout hanya dikaitkan dengan masalah diet dan konsumsi jenis obat tertentu yang dapat
menyebabkan hiperurisemia, tetapi ternyata terdapat berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko gout. Penggunaan diuretik thiazide, cyclosporine, dan asam asetilsalisilat dosis rendah (<1 g per
hari) dapat menyebabkan hiperurisemia, sedangkan asam asetilsalisilat dosis tinggi ( 3 g per hari)
bersifat urikosurik. Faktor-faktor yang berkaitan dengan hiperurisemia dan asam urat antara lain
adalah: resistensi insulin, sindrom metabolik, obesitas,insufisiensi ginjal, hipertensi, gagal jantung
kongestif, transplantasi organ.

Risiko kejadian gout meningkat pada orang yang banyak mengonsumsi makanan dengan kandungan
purin tinggi (terutama daging dan makanan laut), etanol (terutama alkohol), minuman ringan, dan
fruktosa. Risiko kejadian gout menurun pada mereka yang banyak mengonsumsi kopi, produk susu,
dan vitamin C (yang menurunkan kadar asam urat). Faktor pemicu untuk flare (eksaserbasi akut)
berulang meliputi penggunaan diuretik, konsumsi alkohol, menjalani rawat inap, dan menjalani
tindakan operasi. Terapi untuk menurunkan kadar asam urat (misal: allopurinol) mungkin dapat
memicu timbulnya serangan gout akut, mungkin disebabkan oleh perpindahan asam urat yang
disimpan dalam jaringan tubuh (terjadi fluktuasi kadar asam urat).
e)

Patofisiologi

Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan


ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1.
2.

Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik


Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal

3.
Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular
turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik
inhibisi yang berperan).
4.

Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin


Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh.

Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung
membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
1.

Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a.

Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran
sinovium).

Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama
leukotrien B.

Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.

2.
Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan
aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8,
dan TNF.

Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel
sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease.

Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti
kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut
endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf
(kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis
yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi
sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak).
Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati
gout.
f)

Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinis untuk artritis Gout dibagi berdasarkan 4 stadium :


1.

Hiperurisemia Asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa
adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthri-tis gout,
atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-40%
subyek dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya serangan
arthritis.
2. Artritis Gout Akut
Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada
perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang mungkin
merupakan manifestasi adanya gang-guan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan
siklosporin.
Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa
disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sen-di yang sangat akut dan timbul
sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa
sakit yang hebat dan tidak dapat berja-lan.
Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa
demam, meng-gigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah.
Sedangkan gambaran radiologis hanya di-dapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler.
Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun.
Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat
mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau
bahkan beberapa sendi sekaligus. Serang-an menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan
yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang lama. Fak-tor pencetus serangan akut antara lain
trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian
diuretik, pemakaian obat yang mening-katkan atau menurunkan asam urat. Diagnosis yang
defini-tif/gold standard, yaitu ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus.
3.

Stadium Interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dima-na secara klinik tidak muncul tanda-tanda
radang akut, mes-kipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan
proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung bebe-rapa

tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke
stadium gout kronik.
4.

Artritis Gout Kronik = Kronik Tofaseus Gout

Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping
telinga, MTP-1, ole-kranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri,
tapi mudah terjadi inflamasi di seki-tarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi
serta menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga se-ring pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi
sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan
akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik.
Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari serang-an akut pertama kali sampai masuk
stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun. Pada sta-dium ini sering disertai
batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik. Timbunan tofi bisa
ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, system konduksi,beberapa struktur di organ mata
terutama sklera, dan laring.
Pada analisa cairan sendi atau isi tofi akan didapatkan Kristal MSU, sebagai kriteria diagnostik pasti.
Gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklero-tik dan overhanging
edge.
g)

Diagnosis

Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut, dapat digunakan kriteria dari ACR
(American College of Rheumatology) tahun 1977:
a.

Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau

b.

Adanya tofus yang berisi kristal urat, atau

c.

Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut :

1) Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut


2) Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari
3) Arthritis monoartikuler
4) Kemerahan pada sendi
5) Bengkak dan nyeri pada MTP-1
6) Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1
7) Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8) Kecurigaan adanya tofus
9) Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)
10) Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
11) Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

h)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Analisis Cairan Sinovial


Ketika seorang pasien terindikasi arthritis monoarticular akut radang, aspirasi cairan synovial sendi
yang terlibat sangat penting untuk menyingkirkan suatu infeksi radang sendi dan untuk
mengkonfirmasi diagnosis gout lewat identifikasi kristal. Lihat gambar cairan asam urat tophaceous
bawah ini.
Kristal urat yang berbentuk seperti jarum atau tusuk gigi dengan ujung runcing. Dalam polarisasi
mikroskop cahaya, kristal urat berwarna kuning ketika selaras sejajar dengan sumbu kompensator
merah dan biru saat sejajar di arah polarisasi (yaitu, menunjukkan birefringence negatif). Kristal urat
birefringent negatif tegas menetapkan diagnosis arthritis gout.
Selama serangan akut, cairan sinovial adalah inflamasi, dengan jumlah WBC lebih besar dari 2000/L
(kelas II cairan) dan mungkin lebih besar dari 50.000 / uL, dengan dominasi neutrofil
polimorfonuklear. Tingkat cairan sinovial glukosa biasanya normal, sedangkan mungkin menurun
pada arthritis septik dan kadang-kadang di rheumatoid arthritis. Pengukuran protein cairan sinovial
tidak memiliki nilai klinis.
b.

Asam Urat Serum

Pengukuran asam urat serum adalah tes yang paling disalahgunakan dalam diagnosis gout. Kehadiran
hiperurisemia dengan tidak adanya gejala tidak diagnostik gout. Selain itu, sebanyak 10% pasien
dengan gejala karena asam urat yang normal mungkin memiliki kadar serum asam urat pada saat
serangan mereka. Dengan demikian, diagnosis yang benar gout dapat terjawab jika cairan sendi tidak
diambil. situasi yang menurunkan kadar asam urat dapat memicu serangan gout.
Sekitar 5-8% penduduk telah meningkatkan kadar asam urat serum (> 7 mg / dL), tetapi hanya 5-20%
pasien dengan hyperuricemia terkena gout. Dengan demikian, tingkat asam urat tinggi serum tidak
menunjukkan atau memprediksi asam urat. Seperti disebutkan di atas, asam urat didiagnosis
berdasarkan penemuan kristal urat dalam cairan sinovial atau jaringan lunak. Lebih penting lagi,
beberapa pasien dengan radang sendi ini menular dengan sendi bengkak panas dan tingkat asam urat
serum tinggi dan beresiko jika salah mendiagnosis dari cairan sinovial dengan tidak menyingkirkan
artritis septik.
c.

Asam Urat dalam Urin

Sebuah evaluasi 24-jam asam urat dalam urin umumnya dilakukan jika terapi uricosuric sedang
dipertimbangkan. Jika pasien mengeluarkan lebih dari 800 mg asam urat dalam 24 jam saat makan
diet biasa, mereka overexcretors dan dengan demikian overproducers asam urat. Pasien-pasien ini
(sekitar 10% pasien dengan gout) membutuhkan allopurinol bukan probenesid untuk mengurangi
kadar asam urat. Pasien yang mengekskresikan lebih dari 1100 mg dalam 24 jam harus menjalani
pemantauan fungsi ginjal dekat karena risiko batu dan nefropati urat.
d.

Pemeriksaan Darah

Pengukuran glukosa berguna karena pasien dengan gout berada pada peningkatan risiko diabetes
mellitus. Hati studi fungsi penting karena hasil abnormal dapat mempengaruhi pemilihan terapi.
Pemeriksaan leukosit akan menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama

serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batasnormal yaitu 5000 10.000/mm3.
e.

Radiografi

Foto polos mungkin menunjukkan temuan yang konsisten dengan gout, tapi temuan ini tidak
diagnostic utama. Pada awal penyakit, radiografi seringkali normal atau hanya menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak. Temuan radiografi karakteristik asam urat, yang umumnya tidak
muncul dalam tahun pertama onset penyakit, terdiri dari menekan-out erosi atau daerah litik dengan
pinggiran menggantung.
Karakteristik erosi yang khas dari gout tetapi tidak rheumatoid arthritis meliputi :

Pemeliharaan ruang sendi

Tidak adanya osteopenia periarticular

Lokasi di luar kapsul sendi

j)

Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis
Manajemen Artritis Gout serangan akut :
(1)
sendi yang terkena harus diistirahatkan dan terapi obat antiinflamasi analgesik dimulai segera,
dan berlanjut selama 1-2 minggu
(2)
NSAID oral short-acting pada dosis maksimum adalah obat pilihan ketika tidak ada
kontraindikasi
(3) Pada pasien dengan peningkatan risiko tukak lambung, pendarahan atau perforasi, co-reseptor
agen pelindung lambung harus mengikuti pedoman standar untuk penggunaan NSAID dan coxib.
(4) Colchicine dapat menjadi alternatif yang efektif tetapi lambat untuk bekerja daripada NSAID.
Untuk mengurangi risiko efek samping (terutama diare) harus digunakan dalam dosis 500 mg / hari.
(5) Allopurinol tidak boleh dimulai selama serangan akut tetapi pada pasien yang sudah boleh
menggunakan allopurinol, harus dilanjutkan dan serangan akut harus ditangani secara konvensional
(6) analgesik opiat dapat digunakan sebagai tambahan.
(7)
kortikosteroid intraartikular sangat efektif dalam monoarthritis gout akut, baik dalam bentuk
oral, im atau iv kortikosteroid bisa efektif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi NSAID, dan
pada pasien yang refrakter terhadap pengobatan lain.
(8)
Jika digunakan obat diuretik untuk mengobati hipertensi, dan agen anti-hipertensi, terapi
alternatif harus dipertimbangkan, tetapi pada pasien dengan gagal jantung, terapi diuretik tidak harus
dihentikan.
Manajemen Artritis Gout yang Berulang, Interkritikal dan Kronis.
(1)

Kadar Asam Urat plasma harus dijaga dibawah, 300mol / L.

(2) Dalam kasus yang berbahaya, terapi harus dimulai setelah serangan kedua, atau bila serangan
lebih lanjut terjadi dalam 1 tahun.
(3) obat juga harus ditawarkan kepada pasien dengan tophi, pasien insufisiensi ginjal pasien dengan
batu asam urat untuk pasien yang perlu untuk melanjutkan pengobatan dengan diuretik.
(4) menunda untuk menurunkan obat asam urat sampai 1-2 minggu setelah peradangan akut.
(5) pengobatan jangka panjang untuk gout yang berulang biasanya harus dengan allopurinol, dimulai
pada dosis 50-100 mg / hari dan meningkat 50-100 mg bertahap setiap beberapa minggu, disesuaikan
jika perlu untuk perbaikan fungsi ginjal, sampai terapi Target (SUA <300mol / l) tercapai (dosis
maksimum 900 mg).
(6) agen uricosuric dapat digunakan sebagai obat lini kedua pada pasien yang kadar asam uratnya
dibawah standar atau pada pasien yang tidak tolerir dengan allopurinol. Obat-obatan yang bisa
diberikan adalah sulphinpyrazone (200-800 mg / hari) pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau
benzbromarone (50-200 mg / hari) pada pasien dengan ringan / sedang insufisiensi ginjal.
(7) Colchicine 0,5 mg harus diikuti dengan pemberian obat allopurinol atau uricosuric, terus sampai
6 bulan. Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi colchicine, NSAID atau coxib dapat diganti
asalkan tidak ada kontraindikasi, tapi durasi NSAID atau coxib harus dibatasi sampai 6 minggu.
(8) Aspirin dalam dosis rendah (75-150 mg / hari) memiliki efek signifikan pada asam urat plasma,
dan bisa digunakan untuk profilaksis kardiovaskular. Namun, aspirin dalam dosis analgesik (600-2400
mg / hari) mengganggu ekskresi asam urat dan harus dihindari. [10]
Terapi non-Farmakologis
Terapi nonobat merupakan strategi esensial dalam penanganan gout. Gout adalah gangguan
metabolik, yang dipengaruhi oleh diet, asupan alkohol, hiperlipidemia dan berat badan. Intervensi
seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol
dan menurunkan berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif.
Nutrisi untuk penderita artritis gout
1.
2.

Pembatasan purin
Kalori sesuai dengan kebutuhan

3. Tinggi karbohidrat
4. Rendah protein
5.

Rendah lemak

6. Tinggi cairan
7. Tanpa alkohol
i)

Komplikasi

Bila Diobati, Artritis Gout jarang menimbulkan ancaman kesehatan jangka panjang. Bila tidak
diobati, asam urat bisa berkembang menjadi gangguan kronis menyakitkan dan melumpuhkan.

Serangan gout kronis dapat merusak tulang rawan dan tulang, menyebabkan disfungsi sendi
ireversibel dan cacat.
Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2006 gout menunjukkan bahwa 66 % orang dengan gout
dianggap rasa sakit menjadi yang terburuk yang pernah mereka alami, sementara sekitar 75 %
mengklaim bahwa suar-up membuat berjalan sangat sulit dan sekitar 70 persen melaporkan masalah
bermain olahraga atau bahkan menempatkan di kaus kaki dan sepatu.
Jika gout tidak diobati, tophi (gumpalan kristal urat) dapat tumbuh sampai berukuran sebesar bola golf
dan menyebabkan berbagai masalah pada sendi dan organ. Batu ginjal terjadi pada 10-40 persen
pasien gout dan sekitar 25 persen dari mereka dengan hyperuricemia kronis mengembangkan penyakit
ginjal, yang kadang-kadang berujung pada gagal ginjal.
Meskipun perlu dicatat bahwa dalam kebanyakan kasus penyakit ginjal datang pertama dan
menyebabkan konsentrasi tinggi asam urat sekunder karena berkurangnya penyaringan. Kondisi lain
yang berkaitan dengan gout jangka panjang termasuk katarak, sindrom mata kering dan komplikasi
paru-paru.
j)

Prognosis

Rata rata, setelah serangan awal, diramalkan 62 % yang tidak diobat akan mendapat serangan ke 2
dalam 1 tahun, 78 % dalam 2 tahun, 89 % dalam 5 tahun serta 93 % dalam 10 tahun. Seiring
perjalanan waktu, pasien yang tidak diobati dengan serangan berulang akan mempunyai periode
interkritikal yang lebih pendek, meningkatnya jumlah sendi yang terserang, dan meningkatkan
disability. Diperkirakan 10-20 % pasien dengan pengendalian yang jelek atau tidak diobati akan
mengalami perkembangan tofi dan 29 % nefrolitiasis pada kurang lebih 11 tahun setelah serangan
awal.

I.

Tata Laksana Terapi Hiperurisemia dan Gout


DEFINISI
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar serum asam urat (hingga di atas
7,0 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita.) dalam tubuh. Hiperurisemia disebabkan oleh
kelainan genetik dalam sistem metabolisme tubuh yang menyebabkan tubuh menghasilkan asam urat
lebih banyak dan atau disebabkan karena tubuh tidak dapat mengeliminasi asam urat dari
tubuh. Meskipun hiperurisemia merupakan dasar untuk pengembangan gout, keberadaannya justru
sering tidak menimbulkan gejala. Gout merupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat terlalu
tinggi dalam cairan tubuh sehingga terbentuk kristal monosodium urat pada cairan sinovial, yang
menyebabkan terjadinya nyeri dan inflamasi (Ernst et al., 2008).

II.

ETIOLOGI
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya gout erat hubungannya
dengan usia, kadar kreatinin dalam serum, kadar BUN (Blood Urea Nitrogen), jenis kelamin (pria),
tekanan darah, berat badan, stress, trauma,dislipidemia, pasien dengan kerusakan ginjal, dan konsumsi
alkohol.Penggunaan beberapa obat seperti diuretik, niasin, pirazinamide, levodopa, etambutol,
siklosporin, aspirin dosis rendah dan obat sitotoksik juga dapat memicu terjadinya hiperurisemia dan
gout. Pada penderita gout, kadar asam urat dalam serum rata-rata adalah 6,8 mg/dl untuk pria dan 6,0

mg/dl untuk wanita. Resiko pria menderita gout 10 kali lebih sering dibandingkan wanita (Burns et
al., 2008).
III. PATOFISIOLOGI
Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada kondisi normal,
jumlah asam urat yang terakumulasi sekitar 1200 mg pada pria dan 600 mg pada wanita. Akumulasi
yang belebihan tersebut dapat dikarenakan over produksi atau under-eksresi asam urat
1. Over-produksi Asam Urat
Asam urat dibentuk oleh purin, yang berasal dari tiga sumber yaitu: makanan yang mengandung
purin, perubahan asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin, dan sistesis de novo dari basa purin.
Pada kondisi normal, asam urat dapat terakumulasi secara berlebihan jika produksi asam urat tersebut
berlebihan.Rata-rata produksi asam urat manusia per harinya sekitar 600-800 mg. Modifikasi diet
penting bagi pasien dengan beberapa penyakit yang dapat meningkatkan gejala hiperurisemia. Asam
urat juga dapat diproduksi berlebihan sebagai konsekuensi dari peningkatan gangguan dari jaringan
asam nukleat dan jumlah yang berlebihan dari sel turnover, penyakit myeloproliferative dan
lymphoproliferative, polycythemia, psoriasis, dan beberapa tipe anemia. Penggunaan obat sitotoksik
juga dapat menyebabkan overproduksi asam urat. Dua enzim abnormal yang menyebabkan
peningkatan produksi asam urat digambarkan pada gambar berikut.

Gambar 1. Metabolisme purin (HGPRT, hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase;


PRPP, phosphoribosyl pyrophosphate (Ernst et al., 2008)
Pertama adalah peningkatan aktifitas sintesis phosphoribosyl pyrophosphate (PRPP) yang
memicu peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci yang menentukan sintesis purin dan

produksi
asam
urat.
Yang
kedua
adalah
kekurangan
hypoxanthine-guanine
phosphoribosyltransferase (HGPRT). HGPRT bertanggungjawab dalam merubah guanin menjadi
asam guanilic dan hipoxantin menjadi asam inosinik. Kekurangan enzim HGPRT memicu
peningkatan metabolisme dari guanin dan hipoxantin menjadi asam urat. Ketiadaan HGPRT
menghasilkan Lesch-Nyhan syndrome ditandai dengan choreoathetosis, spasticity, retardation mental,
yang secara nyata meningkatkan asam urat (Ernst et al., 2008).
2. Undereksresi Asam Urat
Sebagian besar pasien dengan gout mengalami penurunan fungsi ginjal dalam ekskresi asam urat
dengan alasan yang tidak diketahui. Normalnya, asam urat tidak terakumulasi didalam tubuh. Sekitar
2-3 produksi asam urat setiap hari dieksresikan melalui urin. Eliminasi dilakukan melalui saluran
pencernaan setelah degradasi enzim oleh bakteri. Penurunan asam urat melalui urin memicu
hiperuresimia dan meningkatkan endapan asam urat. Sebagian besar asam urat secara bebas terfiltrasi
melalui glomerulus. Konsentrasi asam urat muncul pada urin ditentukan dengan transport multiple
renal tubular dan menambah beban filtrasi. Sekitar 90% hasil filtrasi asam urat direabsorbsi pada
tubulus proximal, dengan mekanisme transport aktif atau pasif. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
klirens asam urat atau meningkatkan produksi asam urat akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi
asam urat dalam serum yaitu primary gout, diabetik ketoasidosis, gangguan mieloproliferatif, anemia
hemolitik kronik, obesitas, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, down syndrome, hiperparatiroid,
hipoparatiroid, alkoholisme akut, akromegali, hipotiroid, dan lain-lain. Obat-obat yang dapat
menurunkan klirens asam urat di ginjal melalui modifikasi beban yang disaring (filtered load) atau
salah satu proses transport tubular diantaranya diuretik, asam nikotinat, salisilat (< 2 g/hari), etanol,
pirazinamid, levodopa, etambutol, obat sitotoksik, dan siklosporin (Ernst et al., 2008).
IV. GEJALA DAN PRESENTASI KLINIK
1. Artritis Gout Akut
Serangan arthritis gout akut ditandai dengan onset yang cepat dari terjadinya nyeri yang
menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan tersebut awalnya muncul monoartikular, dan
pertama lebih sering mempengaruhi sendi metatarsophalangeal (pembengkakan jari) dan kemudian
berlanjut mempengaruhi instep,
pergelangan
kaki, tumit, lutut, pergelangan
tangan, jari, dan
siku (Hawkins and Rahn, 2005).
Kebanyakan tipe dari gout akut ini menyerang sendi periferal ekstremitas bawah yang mungkin
dikarenakan sendi tersebut memiliki suhu rendah yang dikombinasikan dengan konsentrasi asam urat
intraartrikular. Cairan sinovial ditemukan menyebabkan terjadinya gout sementara pada bantalan
sendi yang berhubungan dengan berat badan dalam melakukan aktivitas rutin sepanjang hari. Pada
malam hari, air direabsorbsi dari ruang sendi, dan menjadi larutansupersaturated monosodium urat,
yang dapat memicu serangan arthritis akut. Serangan umumnya terjadi pada malam hari yang
mengganggu waktu istirahat pasien akibat nyeri yang hebat. Untuk mengevaluasi hiperurisemia,
diperlukan pendekatan patofisiologi apakah pasien mengalami overproduksi atau underekskresi asam
urat. Pada keadaan diet yang teratur, jika terjadi ekskresi asam urat lebih dari 1000 mg dalam 24 jam
maka menunjukkan overproduksi asam urat, dan kurang dari jumlah ini kemungkinan
normal (Hawkins and Rahn, 2005).

2. Asam Urat Nefrolitiasis


Nefrolitiasis terjadi pada 10-25% pasien yang mengidap gout. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi individu mengidap asam urat nefrolitiasis yaitu ekskresi asam urat yang berlebihan
dalam urin, urin yang asam, dan konsentrasi urin yang pekat. Risiko batu ginjal (renal calculi)
mencapai 50% pada individu yang mengekskresikan asam urat dalam jumlah berlebih melalui ginjal
hingga 1100 mg/hari. Sebagai tambahan selain batu asam urat murni, pada individu hiperurikosurik
juga terjadi peningkatan resiko batu akibat campuran asam urat-kalsium oksalat dan batu kalsium
oksalat murni (Hawkins and Rahn, 2005).
3. Gout Nefropati
Terdapat dua tipe gout nefropati yaitu asam urat nefropati akut dan kronis. Pada asam urat
nefropati akut, terjadi gagal ginjal akut sebagai akibat penyumbatan aliran urin dan pengendapan
kristal asam urat pada saluran pengumpul dan ureter. Terdapat dua tipe gout nefropati yaitu asam urat
nefropati akut dan kronis. Pada asam urat nefropati akut, terjadi gagal ginjal akut sebagai akibat
penyumbatan aliran urin dan pengendapan kristal asam urat pada saluran pengumpul dan ureter.
Gejala ini merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien mieloproliferatif atau
limfoproliferatif dan merupakan akibat dari pergantian sel malignan (ganas) secara besar-besaran,
terutama setelah inisiasi kemoterapi. Sedangkan pada asam urat nefropati kronis disebabkan karena
pengendapan kristal asam urat jangka panjang dalam parenkim ginjal.Sedangkan pada asam urat
nefropati kronis disebabkan karena pengendapan kristal asam urat jangka panjang dalam parenkim
ginjal (Hawkins and Rahn, 2005).
4. Tophaceous Gout
Tofi (deposit asam urat) jarang terjadi pada pasien gout dan merupakan komplikasi hiperurisemia
yang lambat. Tempat yang paling umum terjadi deposit asam urat (tophaceous deposits) pada pasien
dengan arthritis gout akut kambuhan adalah pangkal ibu jari kaki, helix telinga, tonjolan tulang
siku,achilles tendon, lutut, pergelangan tangan, dan tangan. Pada akhirnya pinggul, bahu, dan tulang
belakang juga terpengaruh (Hawkins and Rahn, 2005).
V.

DIAGNOSIS
Aspirasi cairan sendi yang terkena adalah penting untuk definitive diagnosis. Cairan sendi yang
mengandung negatif birefringent kristal monosodium urat akan menegaskan diagnosis. Cairan sendi
memiliki jumlah WBC yang tinggi dengan neutrofil mendominasi. Meskipun jarang dilakukan,
pengumpulan urin 24 jam dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien adalah overproducer
atau underexcretor asam urat. Individu yang mengekskresikan lebih dari 800 mg asam urat dalam
pengumpulan urin 24jam ini akan dianggap overproducers. Pasien dengan hyperuricemia yang
mengekskresikan kurang dari 600 mg/hari diklasifikasikan sebagai underexcretor asam urat (Burns et
al., 2008)

VI. PENATALAKSANAAN TERAPI


Tujuan dari terapi gout dan hiperurisemia adalah sebagai berikut:

1.

Menghentikan serangan akut.

2.

Mencegah serangan kembali dari arthritis gout.

3.

Mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat kronis di jaringan1.
Sangat penting bagi pasien untuk memahami diagnosis gout dan pentingnya pengobatan. Terapi
jangka panjang biasanya dianjurkan untuk menindaklanjuti serangan akut yang parah. Untuk serangan
akut dan pencegahan berulangnya serangan dibutuhkan terapi obat. Banyak brosur dan tulisan-tulisan
tentang gout yang dapat dibaca pasien. Perubahan gaya hidup, dapat digunakan sebagai pilihanpilihan dalam pengobatan.
(Depkes RI, 2006)

A.

Terapi Nonfarmakologi
Berikut ini contoh-contoh tindakan yang dapat berkontribusi dalam menurunkan kadar asam urat
:

1.

Penurunan berat badan (bagi yang obes).

2. Menghindari makanan (misalnya yang mengandung purin tinggi) dan minuman tertentu yang dapat
menjadi pencetus gout.
3.

Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol).

4.

Meningkatkan asupan cairan.

5.

Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (misal diuretik tiazid).

6.

Terapi es pada tempat yang sakit.


Intervensi dengan diet dengan mengurangi karbohidrat menurunkan kadar urat sampai 18% dan
frekuensi serangan gout sampai 67%. Sudah lama buah cherry dilaporkan membantu menurunkan
serangan gout. Dugaan karena kandungan antosianin dalam cherry mempunyai sifat inhibitor COX 2.
Studi mutakhir membuktikan juga cherry menurunkan kadar asam urat. Diet rendah purin pada masa
lalu dianggap menurunkan kadar asam urat, ternyata keberhasilannya mempunyai batas. Walau terapi
non obat ini sederhana, tetapi dapat mengurangi simtom gout apabila digunakan bersama dengan
terapi obat.
(Depkes RI, 2006)
Modifikasi gaya hidup
Banyak pasien gout mempunyai berat badan berlebih. Hiperurisemia dan gout adalah
komponen dari sindrom resisten insulin. Diet dan cara lain untuk menurunkan insulin dalam serum
dapat menurunkan kadar urat dalam serum, sebab insulin tinggi akan mengurangi ekskresi asam urat.
Alkohol meningkatkan produksi urat dan menurunkan ekskresi urat dan dapat mengganggu ketaatan
pasien. Sebab iti secara rutin membahas diet dengan pasien dengan gout, dan mengajak pasien
merubah gaya hidup yang praktis yang dapat mengurangi risiko gout, akan sangat berarti.

Biasanya diet sebaiknya diawali hanya pada saat inflamasi telah terkendali secara total, karena
diet ketat akan memperparah hiperurisemia dan menyebabkan serangan akut gout. Hal yang sama
untuk mencegah serangan gout dengan minum kolkhisin atau NSAID pada saat upaya serius
penurunan berat badan. Separuh dari asam urat dalam tubuh di dapat dari asupan makanan yang
mengandung purin. Diet ketat purin sulit diikuti. Lagi pula walau diet ketat diikuti, urat dalam serum
hanya turun 1mg/dL dan ekskresi urat lewat urin hanya turun 200mg/hari. Tetapi sayangnya kalau
asupan makanan purin dan alkohol diumbar maka kadar urat dalam serum dapat melonjak, tidak
jarang sampai 12-14mg/dL.
Tabel 1. Panduan Diet Pasien Gout Arthritis (GA)

(Depkes RI, 2006)


B.

TERAPI FARMAKOLOGI

1.

Arthritis Gout Akut


Tujuan terapi serangan arthritis gout akut adalah menghilangkan simptom. Penting untuk
menghindarkan fluktuasi konsentrasi urat dalam serum karena dapat memperpanjang serangan atau
memicu episoda lebih lanjut. Sebab itu hipourisemik seperti alopurinol tidak diberikan sampai paling
sedikit tiga minggu setelah serangan akut berhenti dan diteruskan pada pasien yang mengalami
serangan. Sendi yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk
menjamin respons yang cepat dan sempurna.
Ada tiga pilihan obat untuk arthritis gout akut: NSAID, kolkhisin, kortikosteroid. Setiap obat ini
memiliki keuntungan dan kerugian. Pemilihan untuk pasien tetentu tergantung pada beberapa faktor,
termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap
obat karena adanya penyakit lain, efikasi versus resiko potensial. Adapun algoritme terapi gout akut
sebagai berikut.

Gambar 2. Algoritma terapi arthritis gout akut (Depkes RI, 2006)


Adapun obat-obat untuk penanganan arthritis gout akut adalah sebagai berikut:
a.

NSAID
NSAID biasanya lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang
dapat diprediksi. NSAID tidak mempengaruhi kadar urat dalam serum. Ada beberapa NSAID yang
sering diperuntukan untuk arthritis gout. Diklofenak, indometasin, ketoprofen, naproksen, piroxikam,
sulindak. Indometasin cenderung paling sering digunakan, walau tidak ada perbedaan yang signifikan
antara obat ini dengan obat NSAID lain. Pemakaian aspirin harus dihindarkan sebab mengakibatkan
retensi asam urat, kecuali kalau digunakan dalam dosis tinggi.
Tergantung pada keparahan serangan dan waktu antara onset dan permulaan terapi, dosis 50100 mg indometasin oral akan menghilangkan nyeri dalam dua-empat jam. Dapat diikuti menjadi
150-200 mg sehari, dengan dosis dikurangi bertahap menjadi 25 mg tiga kali sehari untuk 5 sampai 7
hari, hingga nyeri hilang. Cara ini dapat mengurangi toksisitas gastrointestinal. NSAID biasanya
dibutuhkan antara 7 sampai 14 hari tergantung respons pasien, walau pasien dengan kronik atau gout
tofi membutuhkan terapi NSAID lebih lama untuk mengendalikan gejala.
Pemanfaatan NSAID menjadi terbatas karena efek sampingnya, yang menimbulkan masalah
terutama pada manula dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada manula, atau mereka dengan
riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), harus diikuti dengan H2 antagonis, misoprostol atau PPI (Proton
Pump Inhibitor) 21. Untuk Misoprostol, perlu kehati-hatian dalam pemakaiannya, kontraindikasi
untuk wanita hamil, dan penggunaannya masih sangat terbatas di Indonesia. Untuk pasien dengan
gangguan ginjal, NSAID harus dihindarkan sedapat mungkin, atau diberikan dengan dosis sangat

rendah, apabila keuntungan masih lebih tinggi dibanding kerugian. Apabila demikian maka harus
dilakukan pemantauan creatinin clearance, urea, elektrolit secara reguler.
b.

Kolkhisin
Kolkhisin digunakan untuk Arthritis gout akut, sebagian rematologis menganggap tidak efektif,
karena cenderung menyebabkan diare berat terutama bagi pasien dengan mobilitas terbatas.
Sebaiknya digunakan untuk pencegahan saja atau sebagai pilihan terakhir. Kolkhisin telah digunakan
sejak tahun 1920. Kolkhisin adalah antimitotik, menghambat pembelahan sel, dan diekskresi melalui
urin. Tidak menurunkan kadar urat dalam serum, dan kalau menjadi pilihan maka harus diberikan
secepat mungkin saat serangan terjadi agar efektif. Kolkhisin dapat juga digunakan untuk mencegah
serangan, dan direkomendasikan untuk diberikan dalam dosis rendah sebelum memulai obat penurun
urat, kemudian dilanjutkan sampai 1 tahun setelah urat dalam serum menjadi normal.
Bila diberikan secara oral maka diberikan dosis awal 1 mg, diikuti dengan dosis 0,5 mg. Walau
BNF menganjurkan diberikan setiap 2 jam sampai timbul diare atau total pemberian 8 mg, kenyataan
jarang diikuti. Kebanyakan pasien merespons dalam waktu 18 jam dan inflamasi menghilang pada 7580% pasien dalam 48 jam. Reaksi yang tidak dikehendaki dari kolkhisin adalah gangguan
gastrointestinal, disfungsi sumsum tulang belakang, dan disfungsi neuromuskular. Hal ini lebih sering
terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati dan manula. Kolkhisin sebagai vasokonstriktor
dan mempunyai efek stimulasi pada pusat vasomotor, sebab itu hati-hati bagi pasien dengan gagal
jantung kronis.

c. Kortikosteroid
Injeksi intra-artikular kortikosteroid sangat berguna bila NSAID atau kolkhisin bermasalah,
misalnya pada pasien dengan gagal jantung kronis atau gangguan ginjal atau hati. Ini juga sangat
berguna untuk arthritis gout akut yang terbatas hanya sendi tunggal. Bagaimanapun harus dipastikan
bahwa penyakit ini bukan arthritis septik, sebelum menyuntikkan steroid.
Kortikosteroid dapat diberikan secara oral dalam dosis tinggi (30-40 mg) atau intramuskular,
berangsur-angsur diturunkan selama 7-10 hari, terapi ini baik untuk pasien yang tidak dapat
mentolerir NSAID, kolkhisin ataupun gagal dengan terapi ini, juga bagi mereka dengan serangan
poliartikular. Hati-hati bagi pasien dengan gagal jantung.
(Depkes RI, 2006)
2.

Gout Kronis
Pengobatan gout kronis membutuhkan waktu jangka panjang untuk mereduksi serum urat
sampai di bawah normal. Harus dijaga agar tidak terjadi serangan gout akut, mengurangi volume tofi,
mencegah perusakan selanjutnya. Terapi penurunan urat hendaknya tidak direkomendasikan saat
terjadi serangan akut. Sebelum memberi pasien alopurinol, beberapa hal harus dipertimbangkan
apakah pasien adalah kandidat yang tepat untuk urikosurik.
Obat penurun urat diindikasikan untuk:

Pasien dengan serangan lebih dari 2 kali setahun

Gout tofi yang kronis

Produksi berlebih asam urat (primary dan purin enzyme defect)

Gout kronis yang berkaitan dengan kerusakan ginjal atau batu ginjal urat

Tambahan terapi sitotoksik untuk hematological malignancy


Obat ini dibagi menjadi 3 kategori, antara lain:

Urikostatik (xantin oksidase inhibitor) misalnya alopurinol

Urikosurik misalnya benzbromaron, sulfinperazon, probenesid

Urikolitik misalnya urat oksidase


(Depkes RI, 2006)
Adapun obat-obat yang digunakan dalam penanganan gout kronis adalah sebagai berikut:

a.

Urikostatik (Xantin oxidase inhibitor)


Alopurinol adalah drug of choice untuk menurunkan urat dalam serum. Alopurinol
menghambat pembentukan asam urat. Risiko untuk menimbulkan serangan goutakut pada awal
pengobatan dapat dihindarkan dengan memakai dosis awal yang rendah (50-100 mg), dan
ditingkatkan bila perlu. Kolkhisin atau NSAID ditambahkan sebagai pencegahan terjadinya episode
akut. Dosis 50-600 mg sehari untuk mengurangi kadar urat. Normalisasi kadar urat dalam serum
biasanya terlihat dalam 4 minggu dan serangan gout akut berhenti dalam 6 bulan dengan terapi yang
kontinyu. Reduksi tofi memakan waktu tahunan. Kadang-kadang dosis dibutuhkan sampai 900 mg.
Dalam penggunaannya perlu diwaspadai, antara lain, banyak interaksi, terutama dengan antikoagulan
oral, teofilin, azatioprin; efek samping utama : ruam (2%) reaksi hipersensitif: (0.4%), meningkat bila
digunakan bersama ampisilin (20%), tiazid; reaksi hipersensitif dapat mengakibatkan mortalitas; dan
karena ekskresi hanya lewat ginjal, hati-hati bagi yang mengalami kerusakan ginjal, sebab itu dosis
harus disesuaikan dengan creatinin clearance.

b.

Urikosurik
Obat urikosurik meningkatkan ekskresi urat di ginjal dengan menghambat reabsorpsi pada
proksimal tubule. Karena mekanisme ini ada kemungkinan terjadi batu ginjal atau batu di saluran
kemih. Untuk mencegah risiko ini dosis awal harus rendah ditingkatkan perlahan-lahan, dan hidrasi
yang cukup. Tidak boleh digunakan pada kondisi overproduction atau nefrolitiasis ginjal. Obat ini
ternyata dapat digunakan untuk hiperurisemia yang disebabkan diuretik.
Probenesid dan sulfinpirazon sebaiknya tidak digunakan untuk pasien dengan kerusakan ginjal.
Benzbromaro suatu alternatif dari alopurinol, untuk pasien normal danpasien dengan fungsi ginjal
yang terganggu, hasilnya bagus. Telah digunakan pula untuk pasien yang tidak mengalami kemajuan
dengan pengobatan alopurinol, dan pada pasien transplan ginjal dalam terapi siklosporin. Ada
kekhawatiran tentang hepatoksisitas, dan pemakaiannya pada pasien yang alergi alopurinol dengan
gangguan ginjal belum diteliti lebih lanjut.

Losartan dengan dosis 25- 15 mg, suatu angiotensin II converting enzyme inhibitor (ACE
inhibitor) yang digunakan untuk terapi hipertensi, menghambat reabsorpsi tubular ginjal sebab itu
bekerja sebagai urikosurik. Losartan juga menunjukkan penurunan urat dalam serum yang meningkat
akibat diuretik. Obat ini berguna sebagai terapi tambahan pada pasien dengan hipertensi dan gout atau
hiperurisemia. sulfinpirazon, benzbromaron, belum ada di Indonesia saat ini.
Fenofibrat, obat penurun lipid, ternyata mempunyai efek urikosurik juga. Penurunan sebesar
20-35% terjadi. Akan berguna bagi pasien dengan hiperlipidemia dan gout/hiperurisemia. Terapi
kombinasi dari fenofibrat atau losartan dengan obat anti-hiperurisemik, termasuk benzbromaron
(50mg sekali sehari) atau alopurinol (200 mg dua kali sehari), secara signifikan mengurangi urat
dalam serum sesuai dengan peningkatan ekskresi asam urat. Kombinasi ini adalah pilihan yang baik
untuk terapi pasien gout dengan hipertrigliseridamia dan/atau hipertensi, walau efek tambahan
hipourisemik sifatnya sedang.
c.

Urikolitik
Sebagai katalisator, urat oxidase merubah asam urat menjadi alantoin pada binatang tingkat
rendah. Manusia tidak memiliki enzim ini. Bila digunakan secara parentral urikase adalah penurun
urat yang lebih cepat dibanding alopurinol. Urat oxidase mencegah terbentuknya urat dan juga
menguraikan asam urat yang telah ada, tidak seperti alopurinol.
(Depkes RI, 2006)
3. Arthritis Gout Interkitikal
Pasien dengan arthritis gout, pada saat ada periode bebas simptom di antara serangan-serangan
disebut interkritikal gout. Hiperurisemia mungkin masih menetap dan kristal mungkin ada dalam
cairan sinovial. Interkritikal gout adalah saat dimana pasien harus proaktif mengendalikan kadar asam
urat dan mengambil langkah lain untuk menurunkan risiko serangan gout lain. Evaluasi kondisi pasien
yang berkaitan dengan dasar penyebab disorder (misalnya: peminum alkohol dengan gout, dll)
identifikasi dan obati penyakit yang berkaitan dengan gout bila ada: hipertensi, obesitas, peminum
alkohol, pemakaian diuretik, hipotiroid, hiperkoleterolemia, dan intoksikasi timbal (Depkes RI, 2006).
VII. PROGNOSIS
Adapun prognosis untuk pasien arthritis gout, antara lain:

Rata-rata, setelah serangan awal, diramalkan 62% yang tidak diobati akan mendapat
serangan ke 2 dalam 1 tahun, 78% dalam 2 tahun, 89% dalam 5 tahun, 93% dalam 10 tahun
Informasikan kepada pasien dengan hiperurisemia asimtomatik, bahwa risiko untuk arthritis
gout di masa depan proporsional dengan kadar asam urat dalam darah dan masalah kesehatan
lain, terutama hipertensi, obesitas, kadar kolesterol dalam darah, asupan alkohol.
Dalam perjalanan waktu, pasien yang tidak diobati dengan serangan berulang akan
mempunyai perioda interkritikal yang lebih pendek, meningkatnya jumlah sendi yang
terserang, dan meningkatnya disability.
Diramalkan 10-22% pasien dengan pengendalian yang jelek atau tidak diobati akan
mengalami perkembangan tofi dan 20% nefrolitiasis pada kurang lebih 11 tahun setelah
serangan awal.

Bila memprediksi pasien dengan penyakit sendi karena kristal, pertimbangkan juga efek
komorbiditas (contoh hipertensi atau alkoholisme pada gout dll).
Kaitan antara gout dengn hipertensi, aterosklerosis, hipertrigliseridemia, dan diabetes melitus
mungkin ada hubungannya dengan sindrom resistensi insulin (obesitas-insulin insesitifitas,
sindrom metabolik).
(Depkes, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Burns, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M.Malone., J.M. Kolesar., J.C. Rotschafer and J.T.
Dipiro. 2008. Pharmacotherapy: Principles and Practice. USA: The McGraw-Hill Companies. P.
932-939.
DepKes, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta: Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan.
P. 66-80.
Ernst, M.E., Clark, E.C., and Hawkins, D.W. 2008. Gout and Hyperuricemia. 2008. In: Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. editors. Pharmacotherapy: a
Pathophysiologic Approach, 7thed. USA: McGraw-Hill Companies. P. 1539-1550.
Hawkins, D. W. and Rahn, D. W. 2005. Gout and Hyperuricemia. In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.,
Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. editors. Pharmacotherapy: a Pathophysiologic
Approach, 6th ed. USA:McGraw-Hill. P. 1705-1711.
RHEUMATOID ARTHRITIS
EMIRZA NUR WICAKSONO, S.KED JANUARI 10, 2013[0] COMMENTS
Rheumatoid arthritis (RA) adalah jenis arthritis kronis. Gejala awal RA meliputi kelelahan, nyeri
sendi, dan kekakuan. Gejala lain rheumatoid arthritis mungkin merasa seperti flu, dengan perasaan
sakit, nyeri otot, dan kehilangan nafsu makan. Penyebab rheumatoid arthritis tidak diketahui,
walaupun mungkin ada komponen genetik. Pengobatan awal arthritis, dapat efektif meningkatkan
prognosis dan dapat membantu mencegah kerusakan tulang sendi yang terkait dengan RA.
Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic,
lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai
penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun

4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini
bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita.
Manifestasi Klinis
Pola karakteristik dari persendian yang terkena :
1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang
serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih
dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular :
1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia.
2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan
subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa :
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus
ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan.
Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.
Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan
komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi
artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
Patofisiologi
Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi,
dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam
respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan
dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401.
Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada
CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum
teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen
endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan
human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas
untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF- untuk mensekresikan matrik
metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan
mediator-mediator pelarut seperti interferon- dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan
TNF- merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan
12 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid
faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis
tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai
komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan
osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag,
limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang
ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan
atau untuk melihat prognosis gejala pasien.
1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid.
Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal
sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang
bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan
nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor
ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga
menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis
sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor
reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak

20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang
rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis
reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap
darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia
normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons
terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga
terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini.
Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih
kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan
sel darah putih meningkat mencapai 15.000 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak
jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya :
gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.
2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat
terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi
dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati
adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.
Diagnosa rheumatoid arthritis (RA), pada tahap awal, bisa sulit. Tidak ada tes tunggal yang dapat
dengan jelas mengidentifikasi rheumatoid arthritis. Sebaliknya, dokter mendiagnosis rheumatoid
arthritis berdasarkan faktor-faktor yang sangat terkait dengan penyakit ini. American College of
Rheumatology menggunakan daftar kriteria Untuk mcnegakkan diagnosis Artritis Reumatoid harus
didapati 4 atau lebih kriteria berikut ini :
1. Kekakuan pagi hari di dalam dan sekitar sendi minimal satu jam.
2. Pembengkakan atau cairan di sekitar tiga atau lebih sendi secara bersamaan.
3. Setidaknya satu bengkak di daerah pergelangan tangan, tangan, atau sendi jari.
4. Arthritis melibatkan sendi yang sama di kedua sisi tubuh (arthritis simetris).
5. Rheumatoid nodul, benjolan pada kulit penderita rheumatoid arthritis. Nodul ini biasanya di titiktitik tekanan dari tubuh, paling sering siku.
6. Jumlah faktor rematoid dalam darah abnormal.
7. X-ray tampak perubahan di tangan dan pergelangan tangan khas dari rheumatoid arthritis, dengan
kerusakan tulang di sekitar sendi yang terlibat.
Obat apa yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis?
NSAID

Sebagai bagian dari perawatan rheumatoid arthritis Anda, dokter Anda mungkin akan memberikan
resep obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID). Obat ini mengurangi rasa sakit dan inflamasi tetapi
tidak memperlambat kemajuan RA. Oleh karena itu, orang dengan RA sedang sampai parah seringkali
membutuhkan obat tambahan untuk mencegah kerusakan sendi lebih lanjut.
DMARDs
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) membantu memperlambat atau menghentikan
perkembangan RA. DMARD yang paling umum digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis
adalah metotreksat. DMARDs lainnya termasuk Arava, Azulfidine, Cytoxan, Imuran, Neoral, dan
Plaquenil.
Biologis
Pengobatan yang terbaru dan paling efektif untuk rheumatoid arthritis adalah terapi biologis. Terapi
biologis secara genetik direkayasa protein. Mereka dirancang untuk menghambat komponen spesifik
sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran penting dalam peradangan, komponen kunci dalam
rheumatoid arthritis.
TNF blocker membantu mengurangi rasa sakit dan kerusakan sendi dengan memblokir sebuah protein
inflamasi disebut tumor necrosis factor (TNF). Ada beberapa bukti bahwa TNF blocker dapat
menghentikan perkembangan rheumatoid arthritis. Penelitian terbaru telah menunjukkan manfaat
ketika mereka menggabungkan dengan methotrexate. TNF blocker mencakup Enbrel, Humira,
Remicade, Cimzia, dan Simponi.
Penanganan dan Obat Rematoid Artritis
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala artikular,
AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau
gangguan organ non artikular lainnya.
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang
mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat
menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,
yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada sendi.
Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan
penyakit autoimun.
Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya menetap dan progresif.
Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan
deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera
berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau

tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga
terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang
lama.
OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
OAINS yang dapat diberikan:
Aspirin Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6
g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis
reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka
efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya
bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah
diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status
tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400
mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan
500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat
diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika
dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau
dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300
mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai
dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis,
stomatitis, dan pemfigus.
Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul
efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan
pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian
diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan
sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3
minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria,
trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam
dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat
diatasi dengan penurunan dosis.

Obat imunosupresif atau imunoregulator. Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula
kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila
dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20
mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih
dalam penelitian.
Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan
mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam
dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy
dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara
bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat.
Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
Riwayat Penyakit alamiah
Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya 25% pasien akan mengalami
manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya
akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini
sepanjang hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik).
Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas
fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan yang digunakan saat ini, sebagian
besar pasien AR umumnya akan dapat mencapai remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik
pada 5 atau 10 tahun pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut, umumnya pasien akan mulai
merasakan bahwa remisi mulai sukar dipertahankan dengan pengobatan yang biasa digunakan selama
itu. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien sukar mempertahankan ketaatannya untuk terus
berobat dalam jangka waktu yang lama, timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid.
Khasiat DMARD yang menurun dengan berjalannya waktu atau karena timbulnya penyakit lain yang
merupakan komplikasi AR atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan persoalan yang banyak
diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling
antirheumatic therapy (DC-ART).
Rehabilitasi pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara:
Mengurangi rasa nyeri
Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang
terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan,
peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah

ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam
penatalaksanaan AR.
Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup
kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya
bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar,
dan sebagainya.
ASAM URAT (GOUT)
EMIRZA NUR WICAKSONO, S.KED JANUARI 10, 2013[163] COMMENTS
DEFINISI
Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang
terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi
sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia).
Peradangan sendi bersifat menahun dan setelah terjadinya serangan berulang, sendi bisa menjadi
bengkok.
Hampir 20% penderita gout memiliki batu ginjal.
PENYEBAB
Dalam keadaan normal, beberapa asam urat (yang merupakan hasil pemecahan sel) ditemukan dalam
darah karena tubuh terus menerus memecahkan sel dan membentuk sel yang baru dan karena
makanan yang dikonsumsi mengandung cikal bakal asam urat.
Kadar asam urat menjadi sangat tinggi jika ginjal tidak dapat membuangnya melalui air kemih.
Tubuh juga bisa menghasilkan sejumlah besar asam urat karena adanya kelainan enzim yang sifatnya
diturunkan atau karena suatu penyakit (misalnya kanker darah), dimana sel-sel berlipatganda dan
dihancurkan dalam waktu yang singkat.
Beberapa jenis penyakit ginjal dan obat-obatan tertentu mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam urat.
GEJALA
Serangan gout (artritis gout akut) terjadi secara mendadak.
Timbulnya serangan bisa dipicu oleh:
luka ringan
pembedahan
pemakaian sejumlah besar alkohol atau makanan yang kaya akan protein
kelelahan

stres emosional
penyakit.
Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita pada satu atau beberapa sendi, seringkali terjadi pada
malam hari; nyeri semakin memburuk dan tak tertahankan.
Sendi membengkak dan kulit diatasnya tampak merah atau keunguan, kencang dan licin, serta teraba
hangat. Menyentuh kulit diatas sendi yang terkena bisa menimbulkan nyeri yang luar biasa.
Penyakit ini paling sering mengenai sendi di pangkal ibu jari kaki dan menyebabkan suatu keadaan
yang disebut podagra; tetapi penyakit ini juga sering menyerang pergelangan kaki, lutut, pergelangan
tangan dan sikut.
Kristal dapat terbentuk di sendi-sendi perifer tersebut karena persendian tersebut lebih dingin daripada
persendian di pusat tubuh dan urat cenderung membeku pada suhu dingin.
Kristal juga terbentuk di telinga dan jaringan yang relatif dingin lainnya.
Sebaliknya, gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang panggul ataupun bahu.
Gejala lainnya dari artritis gout akut adalah demam, menggigil, perasaan tidak enak badan dan denyut
jantung yang cepat.
Gout cenderung lebih berat pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun.
Biasanya pada pria gout timbul pada usia pertengahan, sedangkan pada wanita muncul pada saat
pasca menopause.
Serangan pertama biasanya hanya mengenai satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari.
Gejalanya menghilang secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak timbul gejala
sampai terjadi serangan berikutnya.
Tetapi jika penyakit ini semakin memburuk, maka serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih
lama, lebih sering terjadi dan mengenai beberapa sendi. Sendi yang terkena bisa mengalami kerusakan
yang permanen.
Bisa terjadi gout menahun dan berat, yang menyebabkan terjadinya kelainan bentuk sendi.
Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang
akan membatasi pergerakan sendi.
Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan dibawah kulit di sekitar sendi. Tofi juga bisa
terbentuk di dalam ginjal dan organ lainnya, dibawah kulit telinga atau di sekitar sikut.
Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang
menyerupai kapur.
PATOFISIOLOGI
Gambaran klasik artritis gout yang berat dan akut ada kaitan langsung dengan hiperurisemia (asam
urat serum tinggi). Gout mungkin primer atau sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pernbentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout

sekunder disebabkan an karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang
berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
Endapan urat dalam sendi atau traktus urinarius dialkibatkan: karena, asam urat yang rendah daya
larutnya dan akibat garam-garainnya. Asam. Urat yang berlebihan dan garam-garam tersebut keluar
dari serum dan urin masing-masing mengendap dalam sendi dan traktus urinarius.
Patofisiologi gout arthritis
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan
eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara
normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin.
Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi
nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh
serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu:
5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat
suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk
mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya,
pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada
jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk
membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim:
hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus
dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian
diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan
ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginja
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular
turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik
inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam
urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:

1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat
kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis
terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B.
Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas
fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF.
Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel
sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera
jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti
kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut
endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf
(kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis
yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi
sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak).
Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati
gout.
DIAGNOSA
Diagnosis seringkali ditegakkan bedasarkan gejalanya yang khas dan hasil pemeriksan terhadap sendi.
Ditemukannya kadar asam urat yang tinggi di dalam darah akan memperkuat diagnosis.
Tetapi pada suatu serangan akut, kadar asam urat seringkali normal.
Pada pemeriksaan terhadap contoh cairan sendi dibawah mikroskop khusus akan tampak kristal urat
yang berbentuk seperti jarum.
Kristal asam urat
PENGOBATAN
Langkah pertama untuk mengurangi nyeri adalah mengendalikan peradangan.
Pengobatan tradisional untuk gout adalah kolkisin.
Biasanya nyeri sendi mulai berkurang dalam waktu 12-24 jam setelah pemberian kolkisin dan akan
menghilang dalam waktu 48-72 jam.
Kolkisin diberikan dalam bentuk tablet, tetapi jika menyebabkan gangguan pencernaan, bisa diberikan
secara intravena.
Obat ini seringkali menyebabkan diare dan bisa menyebabkan efek samping yang lebih serius
(termasuk kerusakan sumsum tulang).
Saat ini obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen dan indometasin) lebih banyak
digunakan daripada kolkisin dan sangat efektif mengurangi nyeri dan pembengkakan sendi.
Kadang diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).

Jika penyakit ini mengenai 1-2 sendi, suatu larutan kristal kortikosteroid bisa disuntikkan langsung ke
dalam sendi. Pengobatan ini sangat efektif untuk mengakhiri peradangan yang disebabkan oleh kristal
urat.
Kadang obat pereda nyeri ditambahkan untuk mengendalikan nyeri (misalnya kodein dan meperidin).
Untuk mengurangi nyeri, sendi yang meradang sebaiknya diistirahatkan dahulu.
Obat-obat seperti probenesid atau sulfinpirazon berfungsi menurunkan kadar asam urat dalam darah
dengan jalan meningkatkan pembuangan asam urat ke dalam air kemih.
Aspirin menghambat efek probenesid dan sulfinpirazon, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada
saat yang bersamaan. Jika diperlukan obat pereda nyeri, lebih baik diberikan asetaminofen atau obat
anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen).
Jika pembuangan asam urat meningkat, dianjurkan untuk minum banyak air (minimal 2 liter/hari)
untuk membantu mengurangi resiko kerusakan sendi dan ginjal.
Allopurinol merupakan obat yang menghambat pembentukan asam urat di dalam tubuh.
Obat ini terutama diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat yang tinggi dan batu
ginjal atau mengalami kerusakan ginjal.
Allopurinol bisa menyebabkan gangguan pencernaan, timbulnya ruam di kulit, berkurangnya jumlah
sel darah putih dan kerusakan hati.
Sebagian besar tofi di telinga, tangan atau kaki akan mengecil secara perlahan jika kadar asam urat
dalam darah berkurang; tetapi tofi yang sangat besar mungkin harus diangkat melalui pembedahan.
Orang yang memiliki kadar asam urat yang tinggi tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala gout,
kadang mendapatkan obat untuk menurunkan kadar asam uratnya.
Tetapi karena adanya efek samping dari obat tersebut, maka pemakaiannya ditunda kecuali jika kadar
asam urat di dalam air kemihnya sangat tinggi.
Pemberian allopurinol bisa mencegah pembentukan batu ginjal.
PENCEGAHAN
Penyakitnya sendiri tidak bisa dicegah, tetapi beberapa faktor pencetusnya bisa dihindari (misalnya
cedera, alkohol, makanan kaya protein).
Untuk mencegah kekambuhan, dianjurkan untuk minum banyak air, menghindari minuman
beralkohol dan mengurangi makanan yang kaya akan protein.
Banyak penderita yang memiliki kelebihan berat badan, jika berat badan mereka dikurangi, maka
kadar asam urat dalam darah seringkali kembali ke normal atau mendekati normal.
Beberapa penderita (terutama yang mengalami serangan berulang yang hebat) mulai menjalani
pengobatan jangka panjang pada saat gejala telah menghilang dan pengobatan dilanjutkan sampai
diantara serangan.

Kolkisin dosis rendah diminum setiap hari dan bisa mencegah serangan atau paling tidak mengurangi
frekuensi serangan.
Mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid secara rutin juga bisa mencegah terjadinya serangan.
Kadang kolkisin dan obat anti peradangan non-steroid diberikan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi
kombinasi kedua obat ini tidak mencegah maupun memperbaiki kerusakan sendi karena pengendapan
kristal dan memiliki resiko bagi penderita yang memiliki penyakit ginjal atau hati.
Referensi:
Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 864-8
www.kalbe.co.id//09DiagnosisdanPenatalaksanaanArtritisPirai129/09DiagnosisdanPenatalaksan
aanArtritisPirai129.html
Artritis Infeksiosa : Infeksi Pada Cairan & Jaringan sendi
Artritis Infeksiosa adalah infeksi pada cairan (cairan sinovial, cairan rongga sendi) dan jaringan dari
suatu sendi.
PENYEBAB
Organisme penyebab infeksi (terutama bakteri), biasanya mencapai sendi melalui aliran darah, tetapi
suatu sendi bisa terinfeksi secara langsung melalui pembedahan, penyuntikan atau suatu cedera.
Bakteri apa yang paling sering menyebabkan infeksi tergantung kepada usia penderita.
Bayi dan anak kecil sering terinfeksi oleh stafilokokus, Hemophilus influenza dan bakteri basilus
gram negatif.
Dewasa dan anak yang lebih tua sering terinfeksi oleh gonokokus (bakteri penyebab gonore),
stafilokokus dan streptokokus.
Virus (misalnya HIV, parvovirus dan virus penyebab rubella, gondongan dan hepatitis B) bisa
menginfeksi sendi pada berbagai usia.
Infeksi sendi menahun sering disebabkan oleh tuberkulosis atau infeksi jamur.
GEJALA
Manifestasi klinis
Onset akut artritis monoartikular (>80%) dengan rasa nyeri, pembengkakan, dan hangat pada sendi
Lokasi : lutut (paling sering), panggul, pergelangan tangan, bahu, pergelangan kaki, pada IVDA,
cenderung untuk melibatkan daerah lain seperti sendi sakroiliaka, simfisis pubis, sternoklavikular dan
sendi manubrium sterni
Pada lutut, bursitis pra-patela septik harus dibedakan dengan efusi lutut intra-artikular septik
-artikular
pembengkakan berbentuk kubah diatas patela, tanpa efusi intra-

-patela

Gejala konstitusional : demam, menggigil, berkeringat, malaise, mialgia, nyeri


Infeksi dapat dilacak dari tempat awal untuk membentuk fistula, abses, osteomielitis.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa yang mengalami infeksi bakteri atau virus, gejala
biasanya dimulai sangat tiba-tiba.
Sendi tampak merah dan teraba hangat, pergerakan dan perabaan akan terasa sangat nyeri.
Cairan yang terkumpul dalam sendi yang terinfeksi, menyebabkan sendi membengkak dan kaku.
Penderita juga bisa mengalami demam dan menggigigil.
Sendi-sendi yang sering terkena adalah lutut, bahu, pergelangan tangan, panggul, jari dan sikut.
Jamur atau mikobakteria (bakteri penyebab tuberkulosis dan infeksi sejenis) biasanya menyebabkan
gejala yang tidak terlalu berat.
Sebagian besar infeksi bakteri, jamur dan mikobakteria, hanya mengenai satu sendi atau kadangkadang mengenai beberapa sendi.
Contohnya, bakteri yang menyebabkan penyakit Lyme paling sering menyerang sendi lutut, bakteri
gonokokus dan virus bisa menyerang beberapa sendi pada saat yang sama.
DIAGNOSA
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
Artrosentesis sebaiknya dilakukan secepatnya bila dicurigai
Hati-hati untuk tudak melakukan punksi melalui daerah yang terinfeksi karena dapat memasukkan
infeksi ke dalam rongga sendi
Cairan sinovial: hitung sel Leukosit biasanya >50.000, > tidak menyingkirkan artritis sep
PMN (catatan : kristal

>90% kasus
p
2 minggu setelah infeksi, pada saat itu dapat melihat erosi tulang, penyempitan rongga sendi,
biasanya jarang membantu sampai
CT dan MRI berguna terutama terhadap infeksi panggul yang dicurigai atau abses epidural.
Anak-anak biasanya mengalami demam dan nyeri dan cenderung rewel.
Biasanya anak tidak mau menggerakkan sendi yang terkena karena pergerakan dan perabaan
menyebabkan nyeri.
PENGOBATAN

Antibiotik diberikan segera setelah dicurigai suatu infeksi, meskipun belum diperoleh hasil
laboratorium yang mengidentifikasi kuman penyebabnya.
Pada awalnya diberikan antibiotik yang bisa membunuh hampir semua bakteri. Jika diperlukan,
antibiotik lainnya diberikan kemudian.
Pada awalnya antibiotik diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah), agar tercapai jumlah
obat yang cukup, yang sampai ke sendi yang terinfeksi.
Meskipun jarang, antibiotik bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi yang terinfeksi.
Jika antibiotiknya tepat, biasanya perbaikan akan terjadi dalam waktu 48 jam.
Untuk mencegah pengumpulan nanah, yang bisa merusak sendi, nanah dikeluarkan melalui bantuan
sebuah jarum. Jika sendi tidak dapat dijangkau dengan jarum, kadang-kadang dimasukkan suatu
selang untuk mengeluarkan nanahnya.
Jika pengaliran nanah dengan jarum atau selang tidak berhasil, dilakukan artroskopi atau
pembedahan.
Pada awalnya penggunaan bidai bisa membantu meringankan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
kekakuan dan kehilangan fungsi yang menetap.
Infeksi yang disebabkan jamur diobati dengan obat anti jamur.
Infeksi yang disebabkan tuberkulosis diobati dengan kombinasi antibiotik.
Infeksi virus biasanya akan membaik dengan sendirinya. Yang diperlukan hanya pengobatan untuk
nyeri dan demam.
Jika infeksi mengenai sendi buatan, pemberian antibiotik saja biasanya tidak cukup. Setelah
pemberian antibiotik selama beberapa hari, diperlukan pembedahan untuk mengganti sendi terinfeksi
dengan sendi buatan yang baru.
OSTEOARTITIS
EMIRZA NUR WICAKSONO, S.KED JANUARI 10, 2013[93] COMMENTS
Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago
(tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologi dan radiologis (Kuntono,2005).
Osteoarthritis secara patologis dicirikan dengan penurunan secara progresif dan akhirnya hilangnya
kartilago sendi dengan perubahan reaktif pada batas-batas sendi dan pada tulang subkondral
(Garrison, 1996).
Osteoarthritis merupakan bentuk radang sendi yang serius, salah satu jenis rematik atau rasa sakit di
tulang. Osteoartritis bermula dari kelainan pada tulang rawan sendi, seperti kolagen dan proteoglikan.
Akibat dari kelainan pada sel-sel tersebut, tulang rawan akhirnya menipis dan membentuk retakanretakan pada permukaan sendi. Rongga kecil akan terbentuk di dalam sumsum dari tulang di bawah
tulang rawan tersebut, sehingga tulang yang bersangkutan menjadi rapuh. Tubuh kita akan berusaha
memperbaiki kerusakan tersebut, tetapi perbaikan yang dilakukan oleh tubuh tidak memadai,
mengakibatkan timbulnya benjolan pada pinggiran sendi atau osteofit yang terasa nyeri. Pada

akhirnya, permukaan tulang rawan akan berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang sehingga sendi
tidak lagi bisa bergerak secara halus. Semua komponen yang ada pada sendi mengalami kegagalan
dan terjadi kekakuan sendi.
Sendi yang biasanya menjadi sasaran penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai
penopang berat badan seperti sendi lutut, sendi tulang belakang, dan sendi panggul. Selain itu juga
pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati, sakit akan bertambah sampai tidak bisa berjalan. Selain itu,
tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau deformity. Jika dibiarkan, osteoarthritis dapat
menyebabkan cacat permanen pada tulang. Bentuk tulang bisa berubah menjadi bengkok baik ke
dalam maupun keluar. Untuk itu penyakit tersebut perlu diwaspadai karena mempunyai dampak
jangka panjang. Dampak tersebut baru dirasakan penderita 10 tahun kemudian. Untuk mengetahui
gejalanya, harus lewat pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Bila ada laju endap darah dan
kolesterol meningkat maka dapat diidentifikasi sebagai gejala osteoarthitis sehingga perlu segera
diobati.
Osteoarthritis adalah suatu penyakit degeneratif. Ini merupakan aging process yang biasanya terjadi
pada mereka yang berada di kelompok usia 50 tahun ke atas. Namun penyakit ini juga bisa menyerang
segala usia, termasuk 300 ribu anak di Amerika Serikat menderita penyakit ini.
Ada dua macam Osteoarthritis :
1. Osteoarthritis Primer : dialami setelah usia 45 tahun, sebagai akibat dari proses penuaan alami,
tidak diketahui penyebab pastinya, menyerang secara perlahan tapi progresif, dan dapat mengenai
lebih dari satu persendian. Biasanya menyerang sendi yang menanggung berat badan seperti lutut dan
panggul, bisa juga menyerang punggung, leher, danjari-jari.
2. Osteoarthritis Sekunder: dialami sebelum usia 45 tahun, biasanya disebabkan oleh trauma
(instabilitas) yang menyebabkan luka pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak
sejajar), akibat sendi yang longgar, dan pembedahan pada sendi. Penyebab lainnya adalah faktor
genetik dan penyakit metabolik.
Etiologi/Penyebab Osteoarthritis
Etiologi/ penyebab dari penyakit degeneratif pada sendi ini belum diketahui dengan pasti tetapi
banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, antara lain:
a. Usia, merupakan faktor resiko tertinggi untuk osteoarthritis. Peningkatan prevalensi osteoarthritis
dijumpai seiring dengan peningkatan usia. Pada survey radiografik terhadap perempuan berusia
kurang dari 45 tahun, hanya 2 % menderita osteoarthritis; namun, antara usia 45 tahun dan 65 tahun
prevalensinya 30 %, sedangkan untuk yang berusia lebih dari 65 tahun angkanya 68 %. Pada laki-laki,
angkanya serupa tetapi sedikit lebih rendah pada kelompok usia tua (Cash, 2000).
b. Obesitas, pada keadaan normal berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi
otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian tengah/ sentral sendi lutut.
Sedangkan pada orang yang mengalami obesitas, resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga
beban gaya yang diterima sendi lutut tidak seimbang (Parjoto, 2000). Pada orang yang memiliki
indeks massa tubuh berada di quintile tertinggi pada pemeriksaan dasar, resiko relatif mengalami OA
lutut dalam 36 tahun mendatang adalah 1,5 untuk laki-laki dan 2,1 untuk perempuan. Untuk OA lutut
yang parah, resiko relatif meningkat menjadi 1,9 untuk laki-laki dan 3,2 untuk perempuan, yang

mengisyaratkan bahwa kegemukan berperan lebih besar dalam etiologi kasus OA lutut yang parah
(Brandt, 2000).
c. Pekerjaan aktivitas fisik yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang OA
lebih besar (Parjoto, 2000). Osteoarthritis lebih sering terjadi pada sendi yang digerakkan secara
berulang daripada sendi lain di tangan. Laki-laki yang pekerjaannya memerlukan penekukan lutut dan
paling sedikit tuntutan fisik tingkat sedang lebih sering memiliki tanda radiografik OA lutut, dan
gambaran radiografiknya cenderung lebih berat daripada laki-laki yang pekerjaannya tidak
memerlukan keduanya (Kalim, 1996).
d. Jenis kelamin, wanita lebih banyak daripada pria (Parjoto, 2000). Wanita lebih sering terkena OA
lutut dan OA banyak sendi, dan laki-laki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita,
tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada laki-laki.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA (Kalim, 1996).
e. Faktor hormonal/ metabolisme, diabetes melitus berperan sebagai predisposisi timbulnya OA.
Meskipun belum ada bukti yang jelas bahwa faktor hormonal terlibat sebagai penyebab OA.
Bagaimanapun, perubahan degeneratif di lutut dan spine pada umumnya terjadi pada pasien dengan
penyakit diabetes. Pasien yang mengalami hypothyroid biasanya/ sering mengeluh nyeri pada otot,
tapi angka kejadian OA tidak meningkat pada kasus ini (Moll, 1987).
f. Suku bangsa, prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA tampaknya terdapat perbedaan di
antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam
dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian)
daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Kalim, 1996).
g. Riwayat imobilisasi.
h. Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya
i. Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan, misalnya pada olahragawan.
j. Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang rawan
k. Densitas tulang yang tinggi
l. Neurophaty perifer
Patofisiologi Kartilago hyaline (jaringan rawan sendi)
Adalah jaringan elastis yang 95 persen terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 persen sel kondrosit.
Fungsinya sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai pelumas, sehingga tidak menimbulkan
nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri,
maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang
menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut.

Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah. Pada permukaan sendi yang
sudah aus terjadilah pengapuran. Yaitu tumbuhnya tulang baru yang merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi kembali stabil, tapi hal ini justru membuat sendi kaku.
Sendi yang sering menjadi sasaran penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai penopang
tubuh seperti lutut, tulang belakang, panggul, dan juga pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati sakit
akan bertambah dan tidak bisa berjalan. Selain itu, tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau
deformity bersifat permanen. Bengkok pada kaki bisa ke dalam maupun keluar. Dampak kelainan ini
muncul perlahan 10 tahun kemudian untuk itu perlu waspada.
Patologi Osteoarthritis
Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi dan inflamasi yang terjadi dalam jaringan ikat, lapisan
rawan, sinovium dan tulang subkondral. Pada saat penyakit aktif, salah satu proses dapat dominan
atau beberapa proses terjadi bersama dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan
dengan berbagai defisit patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya lingkup gerak sendi
(LGS) lutut, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps yang
merupakan stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi
lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan quadriceps bisa menurun 1/3 nya dibandingkan dengan
kekuatan quadriceps pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut. Penurunan
kekuatan terutama disebabkan oleh atrofi otot tipe II B yang bertanggungjawab untuk menghasilkan
tenaga secara cepat.
Perubahan perubahan yang terjadi pada OA adalah sebagai berikut:
a. Degradasi rawan. Perubahan yang mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang rawan
sendi yang mendapatkan beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada normal, tetapi
seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak, integritas
permukaan terputus dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam
yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan
perbaikan lebih rendah daripada kartilago hialin asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanik.
Semua kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk kelompok
(klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler (Brandt, 2000). Proses degradasi yang timbul
sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan degenerasi rawan sendi
melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi.
Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10 15 tahun, sedang yang
lambat 20 30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi (Parjoto,
2000).
b. Osteofit. Bersama timbulnya dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi berupa
pembentukan osteofit di tulang subkondral (Parjoto, 2000).
c. Sklerosis subkondral. Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa sclerosis (pemadatan/
penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak) (Parjoto, 2000).
d. Sinovitis.
Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan
fragmentasi. Matriks rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan
yang bersifat immunogenik dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat meningkatkan cairan

sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah
rawan. Ini mempercepat proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan tinggi dari
cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah
tulang subkondral dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral
. GEJALA OA
Penyakit ini bisa tanpa gejala (asimptomatik) artinya walaupun menurut hasil X-ray hampir 70 persen
manula lebih 70 tahun dideteksi menderita penyakit OA, tetapi hanya setengahnya mengeluh,
sedangkan selebihnya normal. Berikut ini tanda tanda serangan OA :
o Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan .Pada mulanya hanya terjadi pagi hari, tetapi
apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap melakukan gerakan
tertentu , terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahat kan . Pada
beberapa penderita , nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama,misalnya duduk di kursi atau di
jok mobil dalam perjalanan jauh. Terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari.
o Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian (Heberdens dan Bouchards nodes)
Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
o Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian
o Kesulitan menggunakan persendian
o Bunyi pada setiap persendian(crepitus). Gejala ini tidak menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak
nyaman pada setiap persendian (umumnya lutut)
o Perubahan bentuk tulang.Ini akibat jaringan tulang rawanyang semakin rusak, tulang mulai berubah
bentuk dan meradang , menimbulkan rasa sakit yang amat sangat.
FAKTOR RESIKO;
o Usia diatas 50 tahun.
o wanita
o Kegemukan
o Riwayat immobilisasi
o Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya.
o Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan,misalnya pada olahragawan.
o Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang .
o Densitas tulang yang tinggi
o Neurophaty perifer
o faktor lainnya : ras, keturunan dan metabolik.
PENCEGAHAN OA

Dengan mengeleminir faktor predisposisi di atas. Sebagai tips, lakukan hal-hal berikut untuk
menghindari sedini mungkin anda terserang OA atau membuat OA anda tidak kambuh yaitu dengan;
o Menjaga berat badan
o Olah raga yang tidak banyak menggunakan persendian
o Aktifitas Olah raga sesuai kebutuhan
o Menghindari perlukaan pada persendian.
o Minum suplemen sendi
o Mengkonsumsi makanan sehat
o Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
o Lakukan relaksasi dengan berbagai tehnik
o Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
o Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. hal tersebut akan
menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.
Bagaimana Mendiagnosis Osteoatritis ?
Diagnosis dari osteoartritis dapat ditegakan berdasarkan gejala penyakit dan dengan melakukan
pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan yang dimaksud dapat berupa :
Rntgen tulang
Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui kerusakan atau perubahan-perubahan yang terjadi pada
tulang rawan atau tulang yang mengindikasikan adanya osteoartritis.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pada MRI dapat pula dilihat kelainan-kelainan yang terjadi pada tulang rawan dan tulang dengan
detail yang lebih baik daripada pemeriksaan rntgen tulang.
Aspirasi sendi (arthrocentesis)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit cairan yang ada di dalam sendi untuk
diperiksa di laboratorium berkenaan dengan adanya kelainan pada sendi.
Terapi Osteoatritis ?
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan osteoartritis hingga tuntas.
Pengobatan yang ada hingga saat ini hanya berfungsi untuk mengurangi nyeri dan mempertahankan
fungsi dari sendi yang terkena. Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi
osteoartritis, yaitu untuk mengontrol nyeri dan gejala lainya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas
sehari-hari, dan untuk menghambat proses penyakit.

Pilihan pengobatan dapat olahraga, kontrol berat badan, perlindungan sendi, terapi fisik, dan obatobatan. Bila semua pilihan terapi tersebut tidak memberikan hasil, dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan tindakan operasi pada sendi yang terkena.
Glucosamine dan Chondroitine Sulfate
Glucosamine merupakan suatu gula amino yang berfungsi untuk pembentukan dan perbaikan
kartilago. Chondroitin sulfate merupakan bagian dari molekul protein besar (proteoglycan) yang
memberikan elastisitas dari kartilago. Studi menunjukkan bahwa penderita osteoartritis yang
mengonsumsi suplemen glucosamine dan chondroitin sulfate mengalami pengurangan rasa nyeri
dalam intensitas yang sama seperti bila seseorang mengonsumsi obat AINS (Anti Inflamasi NonSteroid). Selain itu kedua zat tersebut juga dipercaya dapat memperlambat kerusakan kartilago pada
pederita osteoartritis.
Penatalaksanaan Osteoporosis Berdasarkan National Osteoporosis Guideline Group (NOGG)
Oleh admin kalbemed
August 26, 2013 06:30
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik progresif, ditandai oleh massa tulang yang rendah
dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang sehingga meningkatkan fragilitas tulang dan
kecenderungan untuk terjadinya fraktur/patah. Pada osteoporosis ini, tulang direabsorpsi terlalu cepat
oleh osteoclast dibandingkan penggantiannya oleh osteoblast sehingga tulang menjadi lemah dan
mudah fraktur.
The National Osteoporosis Guideline Group (NOGG) telah memperbaharui guideline 2009 pada hal
penegakan diagnosis dan tatalaksana osteoporosis wanita postmenopause dan pria usia sekurangkurangnya 50 tahun di Inggris. Sejak tahun 2009 telah terjadi banyak pembaharuan di lapangan
terutama dalam tatalaksana osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid, lalu peran calcium dan
vitamin D serta keuntungan dan risiko terapi bisphosphonate, seperti yang dikatakan oleh J.
Compston, MD dari the University of Cambridge School of Clinical Medicine, United Kingdom, dan
kolega dari the NOGG.
Beberapa hal yang disorot dalam guideline NOGG 2013:
Terapi farmakologi yang dapat menurunkan risiko terjadinya fraktur vertebra (dan beberapa kasus
fraktur tulang panggul) seperti bisphosphonate, denosumab, rekombinan hormon parathyroid,
raloxifene, dan strontium ranelate. Pada NOGG 2009, terapi yang diakui untuk kasus fraktur vertebra,
non vertebra dan fraktur tulang panggul hanya alendronate, risedronate, zoledronate dan terapi sulih
hormon.
Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena kerja spektrum luasnya
sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.
Ibandronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifene atau strontium ranelate digunakan
sebagai terapi pilihan jika alendronate dikontraindikasikan atau tidak dapat ditoleransi dengan baik
oleh pasien.
Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya diberikan pada pasien
dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada vertebra.

Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari calcitriol, etidronate, dan terapi hormon
pengganti.
Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan alendronate, risedronate,
zoledronate, atau teriparatide.
Bagi wanita post menopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis
akibat glukokortikoid yaitu alendronate, etidronate dan risedronate, sementara itu terapi pilihan yang
diakui baik untuk wanita dan juga pria adalah teriparatide dan zoledronate.
Suplemen calcium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk para lansia dan sebagai terapi
osteoporosis.
Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen calcium masih kontroversial, namun
sangat bijaksana jika asupan calcium melalui makanan ditingkatkan dan menggunakan suplemen
vitamin D saja daripada mengkonsumsi suplemen calcium dan vitamin D bersamaan.
Penghentian mendadak bisphosphonate dihubungkan dengan penurunan BMD dan bone turn over
setelah 2 3 tahun diterapi dengan alendronate dan risedronate.
Terapi bisphosphonate dilanjutkan meskipun tanpa evaluasi lebih lanjut terutama pada pasien
dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana review terapi dan evaluasi fungsi ginjal cukup
dilakukan tiap 5 tahun sekali.
Jika bisphosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali setelah terjadinya fraktur
baru, atau setelah 2 tahun jika tidak terjadi fraktur baru.
Setelah 3 tahun diterapi dengan zoledronate, manfaat yang timbul pada BMD akan tetap ada sampai
dengan 3 tahun setelah terapi dihentikan. Kebanyakan pasien harus menghentikan pengobatan
setelah terapi selama 3 tahun, dan dokter harus melakukan evaluasi ulang akan kebutuhan untuk
melanjutkan terapi dalam 3 tahun mendatang.
Pasien dengan fraktur vertebra sebelumnya atau terapi awal osteoporosis tulang panggul dengan
skor T BMD -2,5 SD dapat mengalami peningkatan risiko fraktur vertebra jika zoledronate
dihentikan.

Rekomendasi pada guideline ini dimaksudkan untuk membantu dalam keputusan tatalaksana
osteoporosis dengan tidak mengenyampingkan keputusan klinik bagi pasien.

Kesimpulan:
Pada guideline NOGG 2013 tatalaksana osteoporosis ini masih tetap mengacu pada guideline 2009
sebelumnya, dimana terapi lini pertama bagi pasien dengan risiko fraktur vertebra dan non vertebra
adalah alendronate. Jika penggunaan alendronate memberikan hasil yang kurang memuaskan atau
pasien intoleransi terhadap alendronate maka dapat diberikan ibandronate, risedronate, zoledronic
acid, denosumab, raloxifene dan strontium ranelate.

Tetap direkomendasikan konsumsi calcium (dalam makanan maupun suplemen) dan vitamin D yang
dapat memberikan manfaat bagi mereka dengan risiko fraktur pada osteoporosis.
Penegakan osteoporosis juga mengacu pada penemuan kasus fraktur dan mempertimbangkan adanya
faktor risiko pada pasien tersebut.(PDP)
Referensi:
1. Barclay L. Osteoporosis Management Guidelines Updated for Women and Men. (Internet) 2013
(Cited 2013 August 19). Available from : http://www.medscape.com/viewarticle/807140.
2. Compston J, Bowring C, Cooper A, Davies C, Francis R, et al. Diagnosis and management of
osteoporosis in postmenopausal women and older men in the UK: National Osteoporosis Guideline
Group (NOGG) update 2013. Maturitas 2013 August;75(4):392-6.
3. Compston J, Cooper A, Cooper C, Francis R, Kanis JA. Guidelines for the diagnosis and
management of osteoporosis in postmenopausal women and men from the age of 50 years in the UK.
Maturitas 2009 February;62(2):105-8.

Anda mungkin juga menyukai