Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gout atau artritis pirai adalah penyakit yang sering ditemukan dan

tersebar di seluruh dunia. Gout merupakan kelompok penyakit heterogen

sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat

supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular (McPhee, 2006).

Faktor terpenting untuk terjadinya gout adalah hiperurisemia.

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam

urat darah di atas normal. Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme

purin dalam tubuh. Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara

pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal

dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan

pembentukan (over-production) atau penurunan ekskresi (underexcretion)

atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat

darah yang disebut dengan hiperurisemia (Harvey, 2006).

Hiperurisemia dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana asam

urat melebihi nilai normal. Pada laki-laki batas tertinggi kadar asam urat

serum adalah 7 mg/dL, sedangkan pada wanita 6 mg/dL. Ada korelasi

positif antara kadar asam urat dengan kejadian artritis gout, semakin

tinggi kadar asam urat darah mengakibatkan frekuensi serangan artritis

gout semakin sering. Namun tidak semua hiperurisemia kemudian

berkembang menjadi gout (Tehupeiory, 2014).


Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan gout yang sering adalah

umur, jenis kelamin, trigliserida, obesitas, hipertensi, alkoholisme dan

pemakaian obat diuretik. Selain itu penelitian memperlihatkan bahwa

artritis gout didasarkan atas kelainan genetik, dimana terdapat hubungan

antara inflamasi dengan peranan gen pada penderita gout (Goodman,

2002).

Prevalensi artritis gout semakin meningkat dalam satu dekade

terakhir ini, data menunjukkan peningkatan ini terkait dengan pergeseran

pola makan dan gaya hidup, meningkatnya perawatan kesehatan dan

harapan hidup (Tehupeiory, 2014).

Penatalaksanaan artritis gout semakin berkembang, epidemiologi

gout tampaknya telah berubah dan pemahaman dan terapi penyakit

semakin berkembang. Sebelumnya tidak ada perubahan besar dalam

penatalksanaan artritis gout sejak pengenalan kolkisin. Semakin

meningkatnya prevalensi artritis gout, obat-obatan lama yang tidak

bekerja dengan baik pada beberapa pasien artritis gout atau adanya

kontraindikasi karena beberapa faktor komorbid yang sering ditemukan

pada pasien atritis gout, membuat peneliti dan industri farmasi

mengembangkan obat baru yang dapat mengganti obat-obat yang lama

dalam megatasi gout akut dan kronik (Harvey, 2009).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gout

Gout merupakan suatu proses inflamasi yang disebabkan oleh

deposisi kristal Monosodium Urat (MSU) pada jaringan yang akan

menimbulkan satu atau beberapa keadaan klinis. Gambaran klinis yang

ditimbulkan anatara lain, serangan inflamasi sendi yang akut atau kronik

berulang yang disebut artritis gout, akumulasi deposit kristal pada sendi,

tulang jaringan lunak atau rawan sensi yang disebut tofus, gangguan

fungsi ginjal yang disebut nefropati gout, dan batu asam urat di saluran

kemih. Jadi gout didefinisikan sebagai suatu sindrom yang disebabkan

oleh respon peradangan terhadap deposisi kristal monosodium urat

(Harvey, 2009).

2.2 Epidemiologi

Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana

yang dijelaskan oleh Hipocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum

masa remaja (adolscens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum

menopause. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf

hidup, prevalensi di antara pria African American lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok pria caucasian (Tehupeiory, 2014. Goodman, 2002)

Publikasi epidemiologi tentang guot di Indonesia belum banyak.

Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der
Horst telah melaporkan 15 pasien gout dengan kecacatan (anggota gerak

lumpuh) dari suatu daerah di Jawa Tengah (Tehupeiory, 2014).

2.3 Gambaran Klinis

Gout merupakan contoh klasik inflamasi sendi sinovial yang dipicu

oleh kristal. Penyakit ini umumnya dijumpai sekitar 1- 4% pria dewasa.

Enadapan kristal monosodium urat dalam ruang sendi menimbulkan

serangan rasa nyeri sendi yang hebat dan pembengkakan yang timbul

berulang-ulang (terutama dijempol kaki, kaki bagian tengah, pergelangan

kaki dan lutut). Episode-episode serangan ini dapat sembuh spontan

sempurna dalam 1 minggu tanpa pengobatan. Namun, jika tidak diobati

dengan benar, penyakit akut yang dapat sembuh dengan sendirinya ini

dapat berubah menjadi penyakit kronik yang bersifat destruktif yang

menyebabkan rasa sakit berulang yang lebih sering dan lebih lama.

Akumulasi kristal urat di dalam tubuh dapat menyebabkan endapan

subkutan yang dinamakan tofi (Harvey, 2009).

2.4 Etiologi

Faktor pencetus yang penting pada gout adalah endapan kristal urat

monosodium di sendi sinovium. Hal tersebut timbul bila cairan tubuh

mengalami supersaturasi oleh asam urat (umumnya pada kadar 7 mg/dL).

Derajat hiperurisemia berhubungan dengan terjadinya penyakit gout,

dengan insiden tahunan sekitar 5% pada kadar asam urat > 9 mg/dL.

Penurunan filtrasi glomerulus merupakan penyebab penurunan eksresi

asam urat yang paling sering dan mungkin disebabkan oleh banyak hal.

Pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama 5


tahun. Hal ini disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri

(Self mdication). Penelitian Framingham (Framingham Study)

mendapatkan lebih dari 1% populasi dengan kadar asam urat < 7 mg/100

ml pernah mendapat serangan artritis gout akut (DiPiro, 2009).

2.5 Patofisiologi

Serangan gout atau awitan (onset) berhubungan dengan perubahan

kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar asam

urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini

dengan menggunakan allopurinol yamg menurunkan kadar asam urat

serum dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alkohol berat

oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum

(Tehupeiory, 2014).

Meskipun konsentrasi monosodium urat dalam sendi perlahan-lahan

mendekati kadarnya diserum, pembentukan kristal sangat dipengaruhi

oleh faktor fisik seperti suhu dan aliran darah. Kecendrungan gout

menyerang sendi distal (misal jempol kaki dan pergelangan kaki), yang

lebih dingin dari bagian tubuh yang lain, mencerminkan kondisi fisik

setempat yamg mendukung terbentuknya kristal (Harvey, 2009).

Kristal monosodium urat tidak bersifat inert secara biologis. Kristal ini

mempunyai permukaan yang bermuatan sangat negatif sehingga dapat

dapat memicu respon imflamatorik akut. Kristal juga mengaktifkan sistem

kinin dan dengan cara ini memicu vasodilatasi, nyeri dan pembengkakan

setempat. Fagositosis kristal oleh makrofag sinovium merangsang

pelepasan berbagai sitokin proinflamasi (misal TNF - , IL -1, IL -8 dan


PGE). Produk-produk ini meningkatkan ekspresi molekul perekat di

endotel pembuluh lokal untuk mempermudah perlekatan dan migrasi

neutrofil (McPhee, 2006).

Tabel 1. Mekanisme yang menekan Respon Peradangan pada Gout


(Harvey, 2009)

Fagositosis kristal secara efisien


Peningkatan panas dan influks cairan yang memudahkan pelarutan kristal
Penyelubungan kristal oleh protein serum, yang menutupi permukaan
proinflamatorik kristal
Sekresi sitokin antiinflamasi (misal TGF – ß) oleh makrofag sendi yang
aktif
Fagositosis neutrofil apoptotik yang meningkatkan efek antiinflamatorik

2.6 Penatalaksanaan

Penatalksanaan gout secara umun adalah memberikan edukasi,

pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan

secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain,

misalnya pada ginjal. Pengobatan gout akut bertujuan menghilangkan

keluhan nyeri sendi dan peradangan. Terapi gout akut meliputi pemberian

obat yang mengurangi rekrutmen dan aktivasi sel radang ke sendi yang

terkena. Sebaliknya pencegahan kekambuhan serangan gout

memerlukan terapi maksimal yang menurunkan yang menurunkan kadar

asam urat ke kisaran normal, sehingga kristal menjadi lebih mudah larut

(Tehupeiory, 2014).

Penatalaksanaan gout tidak hanya bertujuan untuk mengatasi

serangan artritis akut dan mencegah urolitiasis, tetapi juga untuk

menurunkan kadar asam urat dengan tujuan mencegah rekutmen,


progresifitas dan komplikasi penyakit. Namun harus dicari kondisi medis

yang dapat mempengaruhi kadar asam urat dan hal-hal lain yang terkait,

misalnya alkoholisme, berbagai nefropati, gangguan mieloproliperatif,

resistensi insulin dan hipertensi (McPhee, 2006).

Pengobatan artritis gout adalah untuk menurunkan kadar asam urat

sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar

asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian

obat-obatan (Tehupeiory, 2014)

Obat-obatan yang biasa digunakan antara lain kolkisisn, obat anti

inflamasi non steroid (OAINS), koskosteroid, agen urikosurik (misal

Probenesid) yang menyebabkan peningkatan eksresi asam urat ke dalam

urine dan Allopurinol yang menghambat sintesis asam urat dengan

menghambat xantin oksidase (Harvey, 2009).

2.6.1 Terapi Non Farmakologi

Pengaruh diet terhadap asam urat darah sekitar 10%, sehingga

dengan pengaturan diet dan gaya hidup merupakan salah satu komponen

penting dalam penatalaksanaan gout. Faktor diet memainkan peranan

dalam meningkatkan prevalensi kejadian gout. Obesitas merupakan faktor

komorbid yang berperan dalam pengaturan diet. Tingginya komsumsi

alkohol dan fruktosa (banyak terdapat pada minuman ringan), daging dan

makanan laut meningkatkan risiko terjadinya gout (Goodman, 2002).

Indeks massa tubuh yang rendah akan mengurangi risiko,

disarankan untuk diet rendah purin, menghindari daging, makanan laut


dan sayuran yang kaya purin. Diet yang dianjurkan biasanya rendah

karbohidrat (40%), tinggi protein (30%) dan lemak tidak jenuh (30%)

(Tehupeiory, 2014).

Meskipun modifikasi diet dan gaya hidup tidak dapat menurunkan

secara signifikan asam urat darah, tetapi hal ini membantu dalam

penatalaksanaan untuk mencegah serangan akut yang sering berulang

(Harvey, 2009).

2.6.2 Terapi secara Farmakologi

Tujuan utama terapi pada artritis gout akut adalah menghentikan

proses inflamasi sehingga terjadi rsolusi yang cepat dan bebas dari rasa

sakit. Oleh karena itu semakin cepat serangan dikenali dan semakin cepat

diberikan pengobatan termasuk pemberian OAINS, Kolkisin,

Kostikosteroid dan Inhibitor IL – 1, maka lebih cepat dan lebih mudah

mengatasi serangan akut (DiPiro, 2009).


Gambar 1. Algoritma Pengobatan Artritis Gout (Dipiro, 2009)
1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan obat yang paling

sering digunakan pada artritis gout akut, obat ini bekerja melalui

penghambatan enzim siklooksigenase yang mengkatalisis langkah

pertama dalam biosintesa prostanoid. Hal ini menyebabkan penurunan

sintesis prostaglandin dengan efek yang menguntungkan dan merugikan

(Harvey, 2009).

Dosis maksimum harus dimulai dengan cepat sampai semua tanda-

tanda inflamasi hilang. Obat anti inflamasi non steroid mempunyai banyak

efek samping dan harus dihindari pada penyakit ulkus peptikum, gagal

jantung, insufisiensi ginjal. Pada saat merencanakan pemakaian OAINS

maka harus diperhatikan kondisi komorbid dan riwayat obat-obatan yang

digunakan secara individu. Obat OAINS selain mempunyai efek anti

inflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS yang

banyak dipakai pada artritis gout akut adalah indometasin, dosis obat ini

adalah 150 – 200 mg/hari selama 2 – 3 hari dan dilanjutkan 75 – 100

mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan

berkurang. Selain obat OAINS yang biasa digunakan untuk mengurangi

nyeri dan inflamsi biasa juga digunakan Celecoxib (COX – 2 inhibitor)

(McPhee, 2006).

Celecoxib bersifat lebih selektif secara signifikan untuk menghambat

COX – 2 dibandingkan dengan COX – 1, inhibitor COX – 2 lebih sedikit

mengalami efek samping obat, namun harus dihindari pada penyakit


jantung iskemik, penyakit serebrovaskular dan pembuluh darah perifer

(Lacy, 2008).

Table 2 Dosis Regimen NSAID pada Pengobatan Artritis Gout (DiPiro,

2009)

2. Colchicine

Colchicine merupakan suatu tanaman alkaloid dari bunga Colchicum

autumnale dan pertama kali digunakan pada abad 6 SM. Colchicine

bekerja dengan memblok serangkaian mikrotubulus pada neutrofil yang

mengurangi fagositosis dan transport kristal monosodium urat. Colchicine

juga berperan dalam migrasi neutrofil pada sendi dengan mengurangi

perlekatan molekul pada sel endotelial dan respon molekul terhadap IL -1

dan TNF -, harus diberikan dalam 24 – 48 jam sejak awitan serangan

agar efektif. Colchicine ditoleransi buruk jika diberikan pada dosis tinggi,

pemberian dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3 – 4 kali 0,5

mg perhari dengan dosis maksimal 6 mg/ hari Lacy, 2008).


Colchicine secara oral diabsorbsi dengan cepat dalam saluran cerna,

efek samping mual, muntah, nyeri abdomen dan diare, tidak boleh

digunakan pada wanita hamil, hati-hati pada pasien dengan penyakit hati,

ginjal atau kardiovaskular (Harvey, 2009 ).

3. Kostikosteroid

Kostikosteroid dapat digunakan pada artritis gout, dapat diberikan

secara oral, intravena, intramuskular atau intraartikular, indikasi

pemberian kostikosteroid pada artritis gout akut yang mengenai banyak

sendi (poliartikular). Kostikosteroid merupakan alternatif yang baik jika

OAINS dan Colchicine tidak dapat digunakan karena efek samping.

Kostikosteroid yang biasa digunakan adalah Triamsinolon asetonida 60

mg intramuskular atau intraartikular (Tehupeiory, 2014).


BAB III

RINGKASAN

Gout adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar asam

urat yang tinggi dalam darah. Hiperurisemia dapat menyebabkan endapan

kristal sodium urat dalam jaringan, terutama sendi dan ginjal.

Hiperurisemia tidak selalu menyebabkan gout, tetapi gout selalu didahului

oleh hiperurisemia. Sodium urat adalah produk akhir metabolisme purine.

Endapan kristal urine mengawali proses inflamasi yang melibatkan

infiltrasi granulosit yang memfagositosis kristal urine. Proses ini

menghasilkan metabolit oksigen, yang merusak jaringan, menyebabkan

pelepasan enzim lisosom dan menimbulkan respon inflamasi. Selain itu,

terjadi peningkatan produksi lactate dalam jaringan sinovial. Penurunan

lokal pH yang dihasilkan memperbanyak endapan kristal urate.

Penyebab hiperurisemia adalah pembentukan asam urate yang

melebihi kemampuan pasien untuk mengeksresikannya. Sebagian besar

strategi terapeutik untuk gout melibatkan penurunan kadar asam urat

hingga dibawah tittik saturasi (, 6 mg/dL), sehingga mencegah endapan

kristal urate.

Penatalaksanaan artritis gout dapat dilakukan dengan:

Urikostatik: Mengganggu sintesa sintesis asam urat (Allopurinol dan

Febuxostat), Urikosurik: Meningkatkan eksresi asam urat (Probenecid

atau Sulpyrazone), menghambat leukosit memasuki sendi yang terkena,

seperti colchicine atau pemberian OAINS


DAFTAR PUSTAKA

Tehupeiory, E.S., 2014, Artritis Pirai (Artritis Gout), dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi VI. InternaPublishing, Jakarta Pusat : 334- 338.

McPhee, S. J., et al, 2006, Penyakit Kardiovaskuler dalam Patofisiologi Penyakit,


edisi 5, EGC, Jakarta 743 - 777

Goodman, et al. 2003. Dasar Farmakologi Terapi : Volume 2. EGC : Jakarta. 735-88

Harvey, R.A., Champe, P.C. 2009.Lippincots Illustrated Reviews: Pharmacology, 4th


Ed Lippincots Williams & Wilkins/Wolter Kluwer Health Inc : USA. 614 – 617

Lacy, C. F., Amstrong, L. L., Goldman, M. P. and Lance, L. L. 2008, Drug


Information Handbook, 17th edition, Lexi Comp, USA

DiPiro, J.T., 2009, Gout and Hyperuricemia, Pharmacotherapy Handbook,


DAFTAR ISI

Bab 1. Pendahuluan 1

Bab 2. Tinjauan Pustaka 3


2.1. Defenisi Gout 3
2.2. Epidemiologi 3
2.3. Gambaran Klinis 4
2.4. Etiologi 4
2.5. Patofisiologi 5
2.6. Penatalaksanaan 6
2.6.1. Terapi Non Farmakologi 7
2.6.2. Terapi secara Farmakologi 8

Bab. 3 Ringkasan 13

Daftar Pustaka 14

Anda mungkin juga menyukai