“Osteoarthritis”
DISUSUN OLEH:
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KARTIKA DOCTA
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Rer. Nat. Dian Handayani, Apt. apt. Dwisari Dillasamola, M.Farm.
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
2
KATA PENGANTAR
2. Ibu apt. Rahmi Yosmar, M.Farm., selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
3. Ibu Prof. Dr. Rer. Nat. Dian Handayani, Apt., selaku pembimbing I yang telah
membimbing penulis selama kegiatan PKPA Apotek.
Terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, semoga
Allah SWT selalu membalas segala kebaikan dan melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, Amiin.
3
Dalam penulisan tugas khusus ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas khusus ini menjadi lebih
baik lagi. Semoga tugas khusus ini dapat bermanfaat.
Penulis
4
DAFTAR ISI
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
paradigma patient oriented, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaa farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu pelayanan farmasi
klinik dan kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Seorang apoteker harus mampu dalam
menjalankan serta menyeimbangkan kedua kegiatan tersebut.
7
BAB II
TINJAUAN KHUSUS
2.1 Resep
R/ Mecobalamin XV
S1dd kap 1
R/ Meloxicam 15 mg XV
S2dd tab 1
R/ Glucosamine XXX
S2dd tab 1
Penerima
8
2.3 Skrinning Resep
2.3.1 Skrinning Administratif
PADA RESEP
No. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1. Nama dokter
2. SIP dokter
3. Alamat dokter
4
Nomor telepon
5 Tempat dan tanggal penulisan resep
Invocatio
6 Tanda resep diawal penulisan resep (R/)
Prescriptio/Ordonatio
7 Nama Obat
8 Kekuatan obat
9 Jumlah obat
Signatura
10 Nama pasien
11 Jenis kelamin
12 Umur pasien
13 Berat badan
14 Alamat pasien
15 Aturan pakai obat
16 Iter/tanda lain
Subscriptio
17 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:
Resep ini relatif lengkap karena identitas dokter dan pasien yang dibutuhkan telah
tercantum. Namun perlu konfirmasi lebih terhadap identitas pasien yaitu berat badan
Solusi : untuk identitas pasien yang masih kurang lengkap ditanyakan langsung
kepada pasien.
Tabel 1. Skrining Administratif
2.3.2 Skrinning Farmasetik dan Klinis
9
Obat Aspek Kajian Ada/Tidak Uraian
Nama Ada Mecobalamin
BSO Ada Kapsul
Kekuatan Ada 500mcg
Jumlah Ada 15 kapsul
Signa Ada Sehari 1 kali 1 kapsul
Stabilitas Tidak Simpan pada suhu ruangan,
jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang
lembap
Mecobalamin® Komposisi Ada Per kapsul: mecobalamin
500 mcg
Aturan dispensing Tidak Obat sudah dalam bentuk
sediaan jadi, sehingga tidak
perlu adanya dispensing
khusus
Dosis Dewasa: 1500 mcg/hari, dibagi ke dalam
3 jadwal konsumsi
Kesimpulan Tepat
Obat Aspek Kajian Ada/Tidak Uraian
Meloxicam® Nama Ada Meloxicam
BSO Ada Tablet
Kekuatan Ada 15 mg
Jumlah Ada 15 tablet
Signa Ada Sehari 2 kali 1 tablet
Stabilitas Tidak Simpan pada suhu ruangan,
jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang
lembap
Komposisi Ada Per tablet: meloxicam 15 mg
Aturan dispensing Tidak Obat sudah dalam bentuk
sediaan jadi, sehingga tidak
perlu adanya dispensing
khusus
Dosis Dewasa: Oseteoarthritis: 7,5 mg sehari
sekali, dapat ditingkatkan menjadi 15 mg,
10
sehari sekali
Kesimpulan Tepat
Obat Aspek Kajian Ada/Tidak Uraian
Nama Ada Glucosamine
BSO Ada Tablet
Kekuatan Ada 500 mg
Jumlah Ada 30 tablet
Signa Ada Sehari 2 kali 1 tablet
Stabilitas Tidak Simpan pada suhu ruangan,
jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang
Glucosamine® lembap
Komposisi Ada Per tablet: glucosamine 500
mg
Aturan dispensing Tidak Obat sudah dalam bentuk
sediaan jadi, sehingga tidak
perlu adanya dispensing
khusus
Dosis Dewasa: sehari 3 kali 1 tablet
Kesimpulan Tepat
Tabel 3. Pengkajian Farmasetik dari Keempat Obat di atas
No. Kriteria Permasalahan Solusi
1. Duplikasi/polifarmasi Tidak ada -
2. Interaksi Tidak ada -
3. Alergi Tidak ada -
4. Kontraindikasi Tidak ada -
5. Reaksi obat yang merugikan Tidak ada -
(ADR/Adverse Drug Reaction)
6. Efek Samping Obat Tidak ada -
Tabel 4. Pertimbangan Klinis dari Ketiga obat di atas
2.4 Tinjauan Penyakit
2.4.1 Definisi
Osteoartritis (OA) adalah kelainan umum dan progresif yang mempengaruhi
terutama sendi diartrodial yang menahan beban, ditandai dengan kerusakan progresif dan
hilangnya tulang rawan artikular, pembentukan osteofit, nyeri, keterbatasan gerak, kelainan
bentuk, dan kecacatan. Osteoartritis (OA) adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai
11
oleh pengeroposan kartilago artikular (sendi). Penyakit ini banyak terjadi pada pasien usia
lanjut atau usia dewasa. Orang usia lanjut mengalami proses degeneratif yaitu penurunan
fungsi dari keseluruhan organ.
Prevalensi jumlah osteoartritis di Indonesia adalah 50-60 %, Gangguan ini lebih
banyak pada perempuan daripada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang-orang yang
berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini dianggap sebagai suatu proses penuaan normal,
sebab insidensi bertambah dengan meningkatnya usia. Prevalensi osteoartritis meningkat
seiring dengan peningkatan usia.
Gejala umum pada osteoarthritis adalah rasa sakit, kaku, bengkak pada sendi-sendi,
gejala yang timbul pada osteoarthritis akan berkembang secara perlahan. Faktor risiko
osteoartritis meliputi obesitas, usia, jenis kelamin, okupasi, trauma, suku bangsa, genetik,
nutrisi, dan hormonal
2.4.2 Epidemiologi
Menurut WHO prevalensi osteoartritis di seluruh dunia pada laki-laki adalah
9,6% dan pada wanita berusia di atas 60 tahun sebanyak 18%. Sedangkan di
Indonesia, prevalensi osteoartritis pada usia 61 tahun adalah 5%. Sementara itu,
prevalensi osteoartritis lutut masih cukup tinggi di Indonesia, yang menyumbang
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita dari total penduduk Indonesia yang
berjumlah 255 juta orang.
Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Karena
prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, osteoartritis
mempunyai dampak sosioekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di
negara berkembang.
2.4.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik
dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya
osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain
kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang.
Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor
12
protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain
seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.
2.4.4 Patofisiologi
Osteoarthritis biasanya dimulai dengan kerusakan tulang rawan artikular
karena sendi menahan beban yang berlebihan dari obesitas atau alasan lain, seperti
ketidakstabilan sendi atau cedera. Kerusakan tulang rawan meningkatkan aktivitas
kondrosit untuk memperbaiki kerusakan tersebut, sehingga menyebabkan
peningkatan sintesis konstituen-konstituen matriks dengan cara pembengkakan tulang
rawan. Hilang keseimbangan normal antara kerusakan tulang rawan dan resintesis
tulang rawan, dengan meningkatnya kerusakan dan pengeroposan tulang rawan.
Tulang subkondral yang berdekatan dengan tulang rawan artikular mengalami
perubahan patologis dan melepaskan vasoaktif peptida dan matrixmetalloproteinase
(MMPs). Neovaskularisasi dan terjadi peningkatan permeabilitas tulang rawan yang
berdekatan, yang berkontribusi pada pengeroposan tulang rawan (kartilago) dan
apoptosis kondrosit.
Pengeroposan tulang rawan (kartilago) menyebabkan penyempitan ruang
sendi dan nyeri, kecacatan sendi. Sisa tulang rawan melunak dan meningkatkan
fibrilasi, diikuti oleh pengeroposan tulang rawan lebih lanjut dan eksposur tulang
dasar. Formasi tulang baru (osteofit) di tepi sendi yang jauh dari pengeroposan tulang
rawan dianggap membantu menstabilkan sendi yang terkena. Nyeri bisa terjadi akibat
distensi kapsul sinovial karena peningkatan cairan sendi; fraktur mikro; iritasi
periosteal; atau kerusakan pada ligamen, sinovium, atau meniskus.
13
Gambar 1. Sendi yang mengalami osteoarthritis
2.4.5 Klasifikasi
Osteoarthritis diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu osteoarthritis primer
dan osteoarthritis sekunder
Osteoartritis primer atau osteoarthritis idiopatik belum diketahui penyebabnya
dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan.
Pada orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau
membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total
dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang dari
sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang
mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi.
Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada
nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhanpertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-
sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun
banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil
(carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral
pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA
14
generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis
(DISH).
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi
lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium,
kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor
risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi,
dan sebagainya.
2.4.6 Pengobatan
Tujuan dari pengobatan osteoarthritis adalah:
1. Untuk mengedukasi pasie, keluarga pasien, dan penjaga pasien.
2. Meredakan nyeri dan kekakuan
3. Menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi
4. Menghambat gangguan fungsi
5. Menjaga atau meningatkan qualitas hidup
15
Gambar 2. Algoritma Terapi Osteoarthritis
2.4.7 Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien osteoarthritis:
Edukasi kepada pasien tentang proses penyakit, perluasannya, prognosis, dan
pengobatannya. Lakukan konseling diet, olahraga, program pengurangan berat
badan bagi pasien kelebihan berat badan.
Terapi fisikal yaitu terapi dengan panas atau dingin, program olahraga untuk
membantu mempertahankan rentang pergerakan serta mengurangi nyeri dan
penggunaan analgesic
Alat bantu dan ortotik (tongkat, alat bantu jalan, pelindung tumit dan sol
sepatu) dapat dipakai saat melakukan olahraga atau aktivitas harian.
Prosedur bedah seperti osteotomy, artroplasti, fusi sendi diindikasikan untuk
disabilitas fungsional dan/atau nyeri hebat yang sudah tidak responsive
terhadap terapi konservatif.
16
NSAID oral dan topical, penghambat COX-2 selektif, injeksi kortikosteroid
intraartikular, tramadol, opioid, duloxetine, asam hialuronat IA, glukosamin dan/atau
chondroitin, obat gosok topikal
Acetaminophen adalah pengobatan lini pertama yang disukai; mungkin
kurang efektif dibandingkan NSAID (Non-Steroidal Antiinflammatory Drug) tetapi
lebih sedikit risiko terjadinya gangguan gastrointestinal dan kardiovaskular. Jika
terapi dengan acetaminophen tidak berhasil maka NSAID nonselektif atau inhibitor
selektif siklooksigenase-2 (COX-2) (misalnya celecoxib) direkomendasikan.
Penghambat COX-2 tidak terlalu memberi risiko gangguan GI yang merugikan
dibandingkan NSAID non selektif, tetapi keuntungan ini mungkin tidak dapat
dipertahankan lebih dari 6 bulan dan secara substansial berkurang untuk pasien yang
memakai aspirin. Penghambat pompa proton (PPI) dan misoprostol mengurangi efek
samping GI pada pasien memakai NSAID.
Untuk osteoarthritis lutut direkomendasikan pemakaian NSAID topical jika
acetaminophen gagal dan lebih dipilih oleh pasien dengan usia > 75 tahun
dibandingkan NSAID oral. NSAID topikal memberikan efek penghilang nyeri yang
sama dengan oral tetapi efek sampingnya pada gastrointestinal lebih sedikit tetapi
dapat menyebabkan efek samping pada area sekitar aplikasi obatnya.
Injeksi kortikosteroid intraartikular juga direkomendasikan untuk
osteoarthritis lutut dan pinggul jika pemberian NSAID atau acetaminophen kurang
optimal. Injeksi dapat diberikan bersama dengan oral NSAID untuk mengontrol
nyeri. Injeksi tidak boleh sering diberikan, cukup sekali dalam 3 bulang untuk
meminimalkan efek samping sistemik. Tramadol direkomendasikan untuk
osteoarthritis lutu dan pinggul. Golongan opioid juga dapat diberikan pada pasien
yang tidak berhasil dengan terapi non farmakologi atau terapi farmakologi lini
pertama. Duloxetine dapat digunakan sebagai pengobatan tambahan pada pasien
dengan respon anlagesik lini pertama yang parsial. Asam hialuronat sebenarnya tidak
terlalu dianjurkan pada osteoarthritis lutut. Glucosamine, chondroitin dan obat gosok
juga dapat dipakai untuk pengobatan farmakologi osteoarthritis lutut dan pinggul.
Terapi farmakologi untuk osteoarthritis tangan adalah: NSAID topical,
17
NSAID oral, krim capsacin yang dipakai sebagai alternative dari pengobatan lini
pertama, dan tramadol.
18
Gambar 3. Lanjutan
19
spesifik pada ginjal, hati, saluran GI, atau sumsum tulang.
BAB III
TINJAUAN KOMPETENSI
Berdasarkan resep yang diterima oleh pasien, dapat diketahui bahwa pasien
menderita rinitis alergi. Hal ini terlihat dari obat-obat yang diterima pasien. Pada
resep ini pasien mendapatkan obat Mecobalamin®, Meloxicam®,dan Glucosamine®
yang diindikasikan untuk pasien dengan diagnosa osteoarthritis.
20
melihat riwayat pengobatan atau tingkat kepatuhan pasien terhadap suatu obat.
21
pasien. Diawali dengan memohon izin untuk menyampaikan informasi obat yang
diberikan, kemudian dilanjutkan memberikan informasi mengenai terapi
farmakologi, non farmakologi, aturan dan cara pakai obat serta poin-point penting
lainnya terkait obat yang diterima.
22
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)
dan FIFO (First In First Out)
e. Pemusnahan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir
1 sebagaimana terlampir.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
23
Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari:
Pelaporan Internal
24
mengambil keputusan sesuai dengan peraturan yang berlaku serta
mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam bertindak. Apoteker harus
memberikan contoh teladan yang baik dan benar dalam manajemen apotek. Sebagai
seorang manajer, apoteker harus mampu mengelola apotek dengan baik sehingga
semua kegiatan yang berjalan di apotek berlangsung secara efektif dan efisien.
Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam
menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen agar mampu memimpin,
mengarahkan, mengambil keputusan dan bekerja sesuai etik seorang apoteker. Tidak
hanya dibidang manajerial, apoteker juga wajib memberikan pelayanan, mengambil
keputusan yang baik, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri
sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelolan SDM
secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberikan pendidikan
serta peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ringgo Alfarisi. 2018. Perbedaan Intesitas Nyeri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
pada Pasie Osteoarthritis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
26
27