Anda di halaman 1dari 9

MONITORING EFEK SAMPING OBAT

PENGERTIAN MESO
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
tubuh yang tidak dikehendaki terhadap obat yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. SHP mendefinisikan efek
samping (side effect) sebagai reaksi yang dapat diperkirakan frekuensinya dan suatu efek
yang intensitas maupun kejadiannya terkait dengan besarnya dosis yang digunakan:
mengakibatkan sedikit atau tidak ada perubahan terapi pada pasien (misalnya, efek
mengantuk atau mulut kering pada penggunaan antihistamin; efek mual pada penggunaan
obat kanker). Efek Samping Obat/ESO (Adverse Drug Reactions/ADR) adalah respon terhadap
suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan dan yang terjadi pada dosis yang biasanya
digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk modifikasi
fungsi fisiologik (Syah, 2012).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah kegiatan pemantauan dan pelaporan efek
samping obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan secara sukarela (voluntary reporting) dengan
menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai form kuning.
Monitoring dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya yang dilakukan oleh
sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu alat yang dapat digunakan
untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (BPOM RI, 2012).
KLASIFIKASI ESO
Secara dasar etiologi reaksi efek samping dapat diklasifikasi menurut terjadinya menjadi:
a. Kelainan yang diturunkan (inherent anomalies)
Reaksi yang terjadi karena alergi atau idiosinkrasi, termasuk pada mereka dengan factor
genetic atau variasi fisiologis seperti umur, gender dan kehamilan
b. Kelainan pasien yang didapat (acquired patient abnormalities)
Reaksi ini dikarenakan adanya penyakit yang sedang diderita dapat mengubah respon terhadap
suatu obat
c. Kelainan karena bentuk sediaan obat dan cara pemberiannya
Reaksi yang terjadi karena dosis yang berlebih, perubahan karakteristik bioavailaibilas.
Seperti bentuk sediaan baru, perubahan excipient (bahan-bahan inaktif dalam obat), cara
pemberian yang salah dan kesalahan pengobatan
d. Interaksi obat
Reaksi ini terjadi akibat efek lebih dari satu obat yang diresepkan/diberikan pada saat yang
sama
e. Reaksi tidak langsung
Reaksi ini terjadi tidak secara langsung pada pasien yang minum obat tersebut tapi
menyebabkan efek kepada organisme yang lain. Contoh: fetus, bayi yang sedang disusui, flora
normal pada saluran cerna
DERAJAT KEPARAHAN EFEK SAMPING OBAT
a. Tipe A (Tergantung Dosis)
Efek samping obat disebabkan oleh respon yang berlebihan terhadap obat tersebut
dan bergantung pada dosis yang diberikan. Hal tersebut diakibatkan oleh masalah
farmakokinetik dan farmakodinamik. Efek samping obat dapat diprediksi dari obat yang
telah diketahui efeknya dan tergantung pada dosis. Misalnya, hipoglikemia pada pasien
diabetes dengan terapi insulin, hipotesis pada pasien yang menggunakan obat
antihipertensi. Efek samping obat pada tipe A dapat diatasi dengan memodifikasi dosis
yang diberikan.
b. Tipe B (Tidak Tergantung Dosis)
Efek samping tipe B tidak dapat diprediksi dari obat yang telah diketahui efeknya dan
tidak tergantung dosis. Efek samping obat tipe ini jarang terjadi tetapi sangat penting untuk
diketahui karena reaksi efek samping pada tipe B sangat serius. Penyebab yang paling sering
terjadi karena munculnya reaksi imunologi, tidak ada hubungannya dengan dosis obat. Efek
samping pada tipe B dapat diatasi dengan menggantu obat yang diberikan.
c. Tipe C (Terapi Jangka Panjang)
Semakin lama penggunaan suatu obat maka akan semakin tinggi resiko efek samping
yang didapat. Efek samping obat diberikan oleh adaptasi reseptor yang sensitive. Misalnya
muncul gejala efek samping dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
d. Tipe D (Efek Tertunda)
Efek samping obat yang muncul beberapa tahun setelah terapi diberikan. Misalnya pada
penggunaan sulfadiazine dapat menyebabkan infertilitas pria beberapa tahun mendatang.
e. Tipe E (Withdrawal Syndrome)
Efek samping obat yang akan muncul setelah penggunaan obat jangka panjang
kemudian penggunaan obat dihentika secara tiba-tiba. Withdrawal syndrome akan terlihat
ketika penghentian selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). Efek samping obat tipe E
dapat diatasi dengan menghentikan penggunaan obat secara perlahan (mengurangi dosis obat
secara bertahap) (Constable et al., 2007).
TUJUAN MESO
1. Bersifat langsung dan segera
 Menemukan ESO sedini mungkin terutama berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
 Menemukan frekuensi dan insiden ESO ,baik yang sudah dikenal maupun baru saja
ditemukan
 Mengenal semua factor yang mungkin dapat menimbulkan ESO
2. Untuk memberi umpan balik antara petugas kesehatan
 Untuk membuat peraturan
 Untuk memberi peringatan
 Untuk membuat data essential sesuai dengan system yang dipakai di negara lain (melalui
WHO)

Tujuan MESO adalah untuk sedini mungkin memperoleh informasi baru mengenai efek
samping obat, tingkat kegawatan, frekuensi kejadiannya, sehingga dapat segera dilakukan tindak
lanjut yang diperlukan, seperti penarikan obat yang bersangkutan dari peredaran; pembatasan
penggunaan obat, misalnya perubahan golongan obat; pembatasan indikasi; perubahan penandaan;
dan tindakan lain yang dianggap perlu untuk pengamanan atau penyesuaian penggunaan obat
(Sirait, 2001).
CARA MONITORING ESO

a. LAPORAN INSIDENTAL
- biasanya dikemukakan pada pertemuan-pertemuan di RS atau laporan kasus di
majalah
- tidak dapat tersebar dengan cepat karena tidak ada organisasi nasional yang mengatur
- pengendalian ESO yang diduga, sangat tergantung pada motivasi masing-masing
klinikus
b. LAPORAN SUKARELA
- dikoordinir oleh pusat - disebut “laporan spontan”
- diminta melaporkan ESO pada praktek sehari-hari
c. LAPORAN INTENSIF di RS
- kelompok dokter, perawat terlatih, ahli farmasi mencari dan mengumpulkan ESO
- populasi tertentu dan terbatas di RS
- data yang terkumpul dianalisa oleh tim ahli
d. LAPORAN LEWAT CATATAN MEDIK
- pengumpulan data melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima dari
bermacam sumber
- mungkin dikerjakan di tempat dimana pelayanan medik yang lengkap, terorganisir
baik dan fasilitas komputer yang canggih
e. LAPORAN WAJIB
Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan ESO di tempat
tugas atau praktek sehari-hari

ASSESEMENT ESO

Untuk setiap jenis pengobatan, dilakukan suatu penilaian untuk mengetahui :


a. Persepsi pasien tentang tujuan pengobatan tersebut
b. Cara pemakaian obat oleh pasien
c. Efektivitas yang dirasakan oleh pasien (bersama dengan informasi spesifik mengenai
indikator efektivitas yang berasal dari laporan dokter kepada pasien atau reaksi yang
terjadi berdasarkan pantauan pasien sendiri)
d. Masalah yang pasien rasakan terhadap terapi
ALUR PELAPORAN MESO

1. Analisa terjadinya efek samping obat pada pasien


Di dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning, tercantum tabel Algoritma
Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan manfaatkan untuk melakukan analisis kausalitas
per individu pasien. Analisis Naranjo awalnya dikenalkan oleh salah satu rumah sakit di
Thailand. Analisis ini terdiri atas 10 pertanyaan, yaitu (KKH, 2010) :
1. Apakah ada laporan konvulsif dari reaksi tersebut ?
2. Apakah kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) muncul pada obat yang dicurigai
telah diberikan ?
3. Apakah kejadian yang tidak diinginkan tadi menghilang ketika obat dihentikan atau
diberikan antagonis spesifik ?
4. Apakah reaksi yang tidak diinginkan muncul kembali ketika obat diberikan kembali ?
5. Apakah ada penyebab alternatif (selain dari obat) dari individu yang menyebabkan reaksi
tersebut ?
6. Apakah reaksi muncul kembali ketika diberi placebo ?
7. Apakah obat yang terdeteksi dalam darah (atau cairan lain) diketahui bersifat toksik ?
8. Apakah reaksi bertambah keparahannya ketika dosis ditambahkan atau berkurang
keparahannya ketika dosis dikurangi ?
9. Apakah pasien memiliki reaksi yang sama dengan obat yang sama atau serupa pada apapun
paparan sebelumnya ?
10. Apakah kejadian yang tidak diinginkan telah dikonfirmasi melalui bukti objektif ?

Kesemua pertanyaan tadi memilki nilai sebagai berikut (KKH, 2010):


 +1 jika menjawab iya, kecuali :
o Pertanyaan nomor 5 dan 6 yang bernilai -1
o Pertanyaan nomor 2 dan 4 yang bernilai +2
 0 jika menjawab tidak, kecuali :
o Pertanyaan nomor 2 dan 4 yang bernilai -1
o Pertanyaan nomor 6 yang bernilai +1
o Pertanyaan nomor 5 yang bernilai +2
 0 jika tidak jelas atau diketahui jawabannya.
Dari kesepuluh pertanyaan tersebut, tingkat kejadian yang tidak diinginkan akan
diklasifikasikan berdasarkan nilai berikut (KKH, 2010):
 Benar-benar terjadi, jika nilai keseluruhan di atas 8
 Kemungkinan besar terjadi, jika nilai keseluruhan antara 5 hingga 8
 Kemungkinan terjadi, jika nilai keseluruhan antara 1 hingga 4
 Tidak mungkin terjadi, jika nilai keseluruhan di bawah 1
2. Pelaporan MESO dan analisa kausalitas oleh BPOM
Pembuatan dan pengiriman laporan MESO dapat dilakukan dengan dua cara yaitu offline
dan online. Alur dan proses dari kedua cara juga dapat berbeda. Pelaporan dengan online dapat
dilakukan menggunakan apilikasi eMESO. Pengisian laporan MESO menggunakan aplikasi
eMESO. Berikut adalah diagram atau alur proses pelaporan ESO bagi tenaga kesehatan dan
industri farmasi.

Pelaporan MESO secara offline dapat dilakukan secara manual dengan form kuning
pelaporan MESO diisi dengan lengkap dan jelas. Lalu dikirim ke Pusat MESO Nasional,
BPOM RI.
Contoh from kuning:
3. Dilakukan dokumentasi
Bagaimana peran apoteker dalam pelaksanaan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO)?
Peran yang dapat dilakukan oleh apoteker terhadap efek samping obat yang tidak
diinginkan adalah (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI,
2011):
 Mengenali dan memahami ESO dengan benar
 Mengevaluasi terapi jangka panjang
 Intervensi dapat dilakukan dengan stop obat, melakukan konseling sebelum terapi
 waspada terhadap tanda munculnya ESO
 Aktif melaporkan Kejadian Terjadinya Efek Samping Obat ke BPOM

Oleh karena itu apoteker wajib melakukan konseling kepada pasien mengenai efek
samping obat yang dapat timbul sebelum menyerahkan obat. Hal-hal yang perlu diingatkan
kepada pasien, yaitu membaca dosis dan aturan pakai, melihat tanda peringatan, melihat efek
samping obat, jangan sembarangan memberikan obat kepada orang lain, selalu
memperhatikan tanggal kadaluarsa dan kandungan obat (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2012. Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik Dan PKRT Badan
POM RI.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI. 2011. Pedoman Cara
Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB).

Muhibbin Syah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sirait, Midian. 2001. Tiga Dimensi Farmasi, Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan, dan Potensi
Ekonomi. Jakarta: Insitut Darma Mahardika

Anda mungkin juga menyukai