Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN MONITORING EFEK SAMPING OBAT

RUMAH SAKIT MITRA HUSADA


2019
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan pemicu


terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan
dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep,
pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien.
kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan kesalahan
lain di komponen-komponen selanjutnya.
Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang kefarmasian
melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat kewenangan
yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini
memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak
dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang
dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi semua
aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas, membuat sediaan
jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien.
Salah satu bentuk kegiatan Pharmasetical care dalam Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) seperti identifikasi MESO, mengkoordinir pelaksanaan dan analisis hasil, termasuk
upaya pemastian obat dan pencegahan dan menyebarluaskan hasil, serta evaluasi
Misi apoteker adalah untuk membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan
penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerja sama dan
disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat
penggunaan obat sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk
meminimalkan risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk
memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak
negatif dari medication error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu
pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan) dapat
diminimalkan.
BAB II
MONITIRING EFEK SAMPING OBAT

A. Definisi
Efek Samping Obat / ESO (Adverse Drug Reactions/ADR) adalah respon
terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan serta terjadi pada dosis yang
biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, terapi penyakit atau
untuk modifikasi fungsi fisiologis (BPOM RI, 2012).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah kegiatan pemantauan dan
pelaporan efek samping obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan secara sukarela
(voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning,
yang dikenal sebagai form kuning. Monitoring dilakukan terhadap seluruh obat yang
beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring
ESO dan juga pelaporannya yang dilakukan oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai
healthcare provider merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (BPOM RI, 2012).

B. Tujuan
Tujuan MESO adalah untuk sedini mungkin memperoleh informasi baru
mengenai efek samping obat. tingkat kegawatan, frekuensi kejadiannya, sehingga dapat
segera dilakukan tindak lanjut yang diperlukan. seperti penarikan obat yang
bersangkutan dari peredaran: pembatasan penggunaan obat. misalnya perubahan
golongan obat, pembatasan indikasi: perubahan penandaan: dan tindakan lain yang
dianggap perlu untuk pengamanan atau penyesuaian penggunaan obat (Sirait. 2001).

C. Kegiatan MESO
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI (2011) bertujuan untuk:
1. Menemukan ESO atau ROTD sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal.
dan frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO atau ROTD yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan.
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya ESO atau ROTD.
4. Meminimalkan risiko kejadian ESO atau ROTD.
5. Mencegah terulangnya kejadian ESO atau ROTD
BAB III
TATA LAKSANA

A. Analisa terjadinya efek samping obat pada pasien


Di dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning. tercantum tabel Algoritma
Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan manfaatkan untuk melakukan analisis
kausalitas per individu pasien.
Analisis Naranjo awalnya dikenalkan oleh salah satu rumah sakit di Thailand. Analisis ini
terdiri atas 10 pertanyaan, yaitu (KKH, 2010) :
1) Apakah ada laporan konvwulsif dari reaksi tersebut ?
2) Apakah kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) muncul pada obat yang
dicurigai telah diberikan ?
3) Apakah kejadian yang tidak diinginkan tadi menghilang ketika obat dihentikan atau
diberikan antagonis spesifik ?
4) Apakah reaksi yang tidak diinginkan muncul kembali ketika obat diberikan kembali
?
5) Apakah ada penyebab alternatif (selain dari obat) dari individu yang menyebabkan
reaksi tersebut ?
6) Apakah reaksi muncul kembali ketika diberi placebo ?
7) Apakah obat yang terdeteksi dalam darah (atau cairan lain) diketahui bersifat toksik
?
8) Apakah reaksi bertambah keparahannya ketika dosis ditambahkan atau berkurang
keparahannya ketika dosis dikurangi ?
9) Apakah pasien memiliki reaksi yang sama dengan obat yang sama atau serupa pada
apapun paparan sebelumnya ?
10) Apakah kejadian yang tidak diinginkan telah dikonfirmasi melalui bukti objektif ?
Kesemua pertanyaan tadi memilki nilai sebagai berikut (KKH, 2010):
 + 1 jika menjawab iya, kecuali :
o Pertanyaan nomor 5 dan 6 yang bernilai -1
o Pertanyaan nomor 2 dan 4 yang bernilai +2
 O jika menjawab tidak, kecuali :
o Pertanyaan nomor 2 dan 4 yang bernilai -1
o Pertanyaan nomor 6 yang bernilai +1
o Pertanyaan nomor 5 yang bernilai +2
 O jika tidak jelas atau diketahui jawabannya.
Dari kesepuluh pertanyaan tersebut, tingkat kejadian yang tidak diinginkan akan
diklasifikasikan berdasarkan nilai berikut (KKH, 2010):
1) Benar-benar terjadi, jika nilai keseluruhan di atas 8
2) Kemungkinan besar terjadi, jika nilai keseluruhan antara 5 hingga 8
3) Kemungkinan terjadi, jika nilai keseluruhan antara 1 hingga 4
4) Tidak mungkin terjadi, jika nilai keseluruhan di bawah 1

Kategori Kausalitas WHO


1) Certain
 Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat (Event or
laboratory test abnormality with plausible time relationship to drug intake)
 Tidak dapat dijelaskan bahwa efek samping tersebut merupakan perkembangan
penyakit atau dapat disebabkan oleh penggunaan obat lain (Cannot be explained
by disease or other drugs)
 Respon terhadap penghentian penggunaan obat dapat terlihat (secara
farmakologi dan patologi (Response to withdrawal plausible (pharmacologically,
pathologically)
 Efek samping tersebut secara definitive dapat dijelaskan dari aspek farmakologi
atau fenomenologi (Event definitive pharmacologically or phenomenologically
(An objective and specific medical disorder or recognised — pharmacological
phenomenon)
 Rechallenge yang positif (Positive rechallenge (if necessary)
2) Probable
 Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat
(Event or laboratory test abnormality with reasonable time relationship to drug
intak) Tidak tampak sebagai perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh
obat lain (Unlikely to be attributed to disease or other drugs)
 Respon terhadap penghentian penggunaan obat secara klinik dapat diterima
(Response to withdrawal clinically reasonable)
 Rechallenge tidak perlu (Rechallenge not necessary)
3) Possible
 Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat
(Event or laboratory test abnormality with reasonable time relationship to drug
intake)
 Dapat dijelaskan oleh kemungkinan perkembangan penyakit atau disebabkan
oleh obat lain (Could also be explained by disease or other drugs)
 Informasi terkait penghentian obat tidak lengkap atau tidak jelas (Information on
drug withdrawal lacking or unclear)
4) Unlikely
 Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari hubungan
waktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak mungkin (Event or laboratory
test abnormality with a time relationship to drug intake that makes a connection
improbable (but not impossible))
 Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat memberikan
penjelasan yang dapat diterima (Diseases or other drugs provide plausible
explanations)
5) Conditional / Unclassified
 Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or laboratory test
abnormality)
 Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang baik
(More data for proper assessment needed)
 Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under
examination)
6) Unassessable / Unclassifiable
 Laporan efek samping menduga adanya efek samping obat (A report suggesting
an adverse reaction)
 Namun tidak dapat dinilai karena informasi yang tidak lengkap atau cukup atau
adanya informasi yang kontradiksi (Cannot be judged because of insufficient or
contradictory information)
 Laporan efek samping obat tidak dapat ditambahkan lagi informasinya atau tidak
dapat diverifikasi (Report cannot be supplemented or verified)

B. Pelaporan MESO dan analisa kausalitas oleh BPOM


Pembuatan dan pengiriman laporan MESO dapat dilakukan dengan dua cara yaitu offline
dan online. Alur dan proses dari kedua cara juga dapat berbeda. Pelaporan dengan online
dapat dilakukan menggunakan apilikasi eMESO. Pengisian laporan MESO menggunakan
aplikasi eMESO.
Pelaporan MESO secara offline dapat dilakukan secara manual dengan form kuning
pelaporan MESO diisi dengan lengkap dan jelas. Lalu dikirim ke Pusat MESO Nasional,
BPOM RI
CONTOH FORM MESO
BAB IV
DOKUMENTASI

Peran yang dapat dilakukan oleh apoteker terhadap efek samping obat yang tidak diinginkan
adalah (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI, 2011):
 Mengenali dan memahami ESO dengan benar
 Mengevaluasi terapi jangka panjang
 Intervensi dapat dilakukan dengan stop obat, melakukan konseling sebelum terapi
 waspada terhadap tanda munculnya ESO
 Aktif melaporkan Kejadian Terjadinya Efek Samping Obat ke BPOM
Oleh karena itu apoteker wajib melakukan konseling kepada pasien mengenai efek samping
obat yang dapat timbul sebelum menyerahkan obat. Hal-hal yang perlu diingatkan kepada
pasien, yaitu membaca dosis dan aturan pakai, melihat tanda peringatan, melihat efek samping
obat, jangan sembarangan memberikan obat kepada orang lain, selalu memperhatikan tanggal
kadaluarsa dan kandungan obat (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kepmenkes RI
dan IAI, 2011).

Anda mungkin juga menyukai