Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon tubuh yang tidak dikehendaki terhadap obat yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
ASHP mendefinisikan efek samping (side effect) sebagai reaksi yang dapat
diperkirakan frekuensinya dan suatu efek yang intensitas maupun kejadiannya
terkait dengan besarnya dosis yang digunakan: mengakibatkan sedikit atau tidak
ada perubahan terapi pada pasien (misalnya, efek mengantuk atau mulut kering pada
penggunaan antihistamin; efek mual pada penggunaan obat kanker). ASHP
mendefinisikan reaksi obat yang tidak diharapkan (ROTD) (ADR, adverse drug
reactions) sebag ai r espons yang tid ak dapat diperkirakan, yang tidak
dikehendaki, atau respons yang berlebihan akibat penggunaan obat sehingga muncul
reaksi alergi atau reaksi idiosinkrasi. Hingga saat ini sistem pemantauan dan
pelaporan ESO oleh sejawat tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela,
namun demikian dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga standar
pelayanan kesehatan dalam rangka patient safety, pemantauan ESO menjadi bagian
yang sangat penting.Dalam perkembangannya monitoring efek samping tidak
hanya terbatas pada obat saja, tetapi juga termasuk obat tradisional, suplemen
makanan dan kosmetika.

1.2 Tujuan
1. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) atau ROTD, sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya ESO atau ROTD.
3. Meminimalkan risiko kejadian ESO atau ROTD
4. Mencegah terulangnya kejadian ESO atau ROTD.

1
BAB II
RUANG LINGKUP
2.1 Tenaga Kesehatan yang melaporkan MESO
a. Dokter umum.
b. Dokter spesialis.
c. Dokter gigi.
d. Apoteker.
e. Bidan.
f. Perawat.
g. Tenaga kesehatan lain.
2.2 Apa yang perlu dilaporkan?
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai Efek Samping Obat (ESO) perlu dilaporkan,
baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun yang
sudah pasti merupakan suatu ESO/ ADR.
2.3 Bagaimana cara melapor dan informasi apa saja yang harus dilaporkan?
Informasi Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) atau ESO yang hendak dilaporkan
diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam
penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali
informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang
dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien. Informasi yang
diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan menggunakan formulir
kuning.
2.4 Karakteristik laporan efek samping obat yang baik
Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik, meliputi
beberapa elemen penting berikut :
a. Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk waktu mula
gejala efek samping (time to onset of signs/symptoms).\
b. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain : dosis,
tanggal, frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga obat bebas,
suplemen makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya telah dihentikan yang
digunakan dalam waktu yang berdekatan dengan awal mula kejadian efek samping.

2
c. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku dan jenis
kelamin), diagnose awal sebelum menggunakan obat yang dicurigai, penggunaan
obat lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi ko-morbiditas, riwayat penyakit
keluarga yang relevan dan adanya factor risiko lainnya.

2.5 Informasi yang diperlukan dalam Formulir efek samping obat


a. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
b. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk menangani efek
samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh, sembuh dengan gejala sisa,
perawatan rumah sakit atau meninggal).
c. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.
2.6 Waktu Pelaporan
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian Efek
Samping Obat yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera setelah
adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang sedang
dirawatnya.
2.7 Pengelompokkan Efek Samping Obat
Efek Samping Obat dapat dikelompokkan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Efek samping yang dapat diperkirakan yaitu efek farmakologi yang berlebihan,
respon karena penghentian obat, efek samping yang tidak berupa efek farmakologi
utama.
1) Efek Farmakologi yang Berlebihan
Efek ini disebut juga efek toksik yang disebabkan dosis relatif yang
terlalu besar untuk pasien. Hal ini terjadi karena dosis yang diberikan dalam
jumlah besar atau adanya perbedaan respon kinetik atau dinamik pada
kelompok-kelompok tertentu, misalnyapada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal, gangguan fungsi jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik dan
sebagainya. Sehingga dosis yang diberikan dalam dosis lazim menjadi relatif
terlalu besar pada pasien tersebut. Selain itu, efek ini juga dapat terjadi karena
interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik antar obat yang diberikan
bersamaan, sehingga efek obat menjadi lebih besar. Efek ini umumnya

3
dijumpai pada pengobatan depresansia susunan saraf pusat, obat-obat pemacu
jantung, antihipertensi dan antidiabetik.
Dalam hal ini perlu diberikan perhatian khusus terhadap kelompok-
kelompok pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi, dan usia lanjut. Selain itu, riwayat
pasien dalam pengobatan yang mengarah ke kejadian ESO juga perlu
diperhatikan.
2) Respon Karena Penghentian Obat / Gejala Penghentian Obat
Gejala penghentian obat ataugejala putus obat atauwithdrawal syndrome
adalah munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan
terhadap efek farmakologi obat, karena penghentian pengobatan.
Contoh gejala ini,adalah:
a) Agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang
mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan depresansia susunan
saraf pusat seperti barbiturate, benzodiazepine dan alkohol.
b) Krisis addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid.
c) Hipertensi berat dan gejala aktifitas simpatetik yang berlebihan karena
penghentian terapi klonidin.
d) Gejala putus obat karena obat narkotika, dan sebagainya.
Reaksi ini dapat dikurangi dengan cara menghentikan pengobatan
secara bertahap, misalnya dengan penurunan dosis secara bertahap atau
dengan menggantikan dengan obat sejenis yang mempunyai aksi lebih
panjang atau kurang poten dengan gejala putus obat yang lebih ringan.
3) Efek Samping Yang Tidak Berupa Efek Farmakologi Utama
Dalam hal ini untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat
diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara
sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien.Efek-efek ini umumnya
dalam derajad ringan, namun angka kejadiannya cukup tinggi. Sedangkan efek
samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari laporan-laporan setelah obat
digunakandalam populasi yang lebih luas.
Contoh dari efek ini,adalah:

4
a) Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah pada
obat-obat kortikostiroid oral, analgetik-antipiretik, teofilin, eritromisin,
rifampisin, dan sebagainya.
b) Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistamin untuk anti
mabuk perjalanan (motion sickness).
c) Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian rifampisin.
d) Efek teratogenik obat-obat tertentu, sehingga obat tersebut tidak boleh
diberikan pada wanita hamil.
e) Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga memperpanjang
waktu pendarahan.
b. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan yaitu reaksi alergi, reaksi karena faktor
genetik dan reaksi idiosinkratik.
1) Reaksi Alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitifitas merupakan efek samping yang
sering terjadiakibat reaksi imunologi. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis, dan terjadinya
hanya pada sebagian kecil populasi yang menggunakan suatu obat. Reaksinya
dapat bervariasi dari bentuk yang ringan seperti reaksi kulit eritema sampai
yang paling berat, berupa syok anafilaksis.
Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya, yaitu:
a) Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologinya.
b) Seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap obat
dengan timbulnya efek.
c) Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan obat
dalam jumlah sangat kecil.
d) Reaksi hilang apabila obat dihentikan.
e) Keluhan atau gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologi,
misalnya rash (ruam) dikulit, serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria,
angio–edema, dan sebagainya.
Mekanisme terjadinya reaksi alergi,adalah:
Tipe I : Reaksi anafilaksis, yaitu terjadinya interaksi antara antibodi IgEpada
sel mast dan leukosit basofil dengan obat atau metabolit,
5
menyebabkan pelepasanmediator yang menyebabkan reaksi
alergi. Misalnya histamine, kinin, 5-hidroksi triptamin, dan
sebagainya. Manifestasi efek samping dapat berupa urtikaria,
rinitis, asma bronkial, angina-edema, dan syok anafilaksis.Obat-
obat yang sering menyebabkan adalah penisilin, streptomisin,
anestesi lokal, media kontras yang mengandung iodium.
Tipe II : Reaksi sitotoksik, yaitu interaksi antara antibodiIgG, IgM atau IgA
dalam sirkulasi dengan obat, membentuk kompleks yang akan
menyebabkan lisis sel. Contohnya adalah trombositopenia karena
kuinidin/ kuinin, digitoksin dan rifampisin, anemia hemolitik
karena pemberian penisilin, sefalosporin, rifampisin, kuinin dan
kuinidin, dan sebagainya.
Tipe III: Reaksi imun-kompleks, yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan
antigen dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang terbentuk
melekat pada jaringan dan menyebabkan kerusakan endotelium
kapiler. Manifestasi efek samping dapat berupa keluhan demam,
arthritis, pembesaran limfonodi, urtikaria dan ruam
makulopapular.Reaksi ini dikenal dengan istilah “serum
sickness”karena umumnya muncul setelah penyuntikan dengan
serum asing (misalnya anti-tetanus serum).
Tipe IV: Reaksi dengan media sel, yaitu sensitisasi limposit T oleh
kompleks antigen–hapten-protein, yang kemudian baru
menimbulkan reaksi setelah kontak dengan suatu antigen,
menyebabkan reaksi inflamasi. Contohnya adalah dermatitis
kontak yang disebabkan salep anestetika lokal, salep antihistamin,
antibiotik dan antifungi topikal.
Walaupun mekanisme efek samping dapat ditelusuri dan dipelajari, namun
dalam praktek klinik manifestasi efek samping karena alergi,meliputi:
a) Demam.
Umumnya demam dalam derajat yang tidak terlalu berat dan akan hilang dengan
sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
b) Ruam kulit (skin rashes).
6
Ruam dapat berupa eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura, eritroderma
dan dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas, erupsi dan sebagainya.
c) Penyakit jaringan ikat.
Penyakit jaringan ikat merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-
kadang melibatkan sendi yang dapat terjadi pada pemberian hidralazin,
prokainamid, terutama pada individu asetilator lambat.
d) Gangguan sistem darah.
Trombositopenia, neutropenia (agranulositosis), anemia hemalitika dan anemia
aplastika merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka
kejadiannya mungkin relatif jarang.
e) Gangguan pernafasan.
Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena aspirin.
Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga
akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.
2) Reaksi Karena Faktor Genetik
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat
mungkin dapat memberikan efek farmakologi yang berlebihan.Efek obatnya sendiri
dapat diperkirakan, namun subyek yang mempunyai kelainan genetik seperti ini
yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yang tidak mungkin
dilakukan pada pelayanan kesehatan rutin).
Contohnya, adalah:
a) Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter tidak dapat
memetabolisme suksinikolin (suatu pelemas otot), sehingga bila diberikan
obat ini mungkin akan menderita paralisis dan apnea yang berkepanjangan.
b) Pasien yang mempunyai kekurangan G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase)
mempunyai potensi untuk menderita anemia hemolitika akut pada
pengobatan dengan primakuin, sulfonamide dan kuinidin.
Kemampuan metabolisme obat suatu individu juga dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik. Contohnya adalah perbedaan kemampuan metabolisme isoniazid,
hidralazin dan prokainamid, karena adanya peristiwa polimorfisme dalam proses
asetilasi obat-obat tersebut.

7
Berdasarkan sifat genetik yang dimiliki, populasi terbagi menjadi 2 (dua)
kelompok, yakni individu-individu yang mampu mengasetilasi secara cepat
(asetilator cepat) dan individu-individu yang mengasetilasi secara lambat
(asetilator lambat).
Efek samping umumnya lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat
daripada asetilator cepat. Contohnya adalah neuropati perifer karena isoniazid
lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat, sindrom lupus karena hidralazin atau
prokainamid lebih sering terjadi pada asetilator lambat.
3) Reaksi Idiosinkratik
Reaksi idiosinkratik adalah kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak
diharapkan, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan kejadiannya.Reaksi ini
relatif sangat jarang terjadi.

Contohnya, adalah:

a) Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetik secara


serampangan.
b) Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama
tanpa pemberian
c) Dari keterangan diatas, faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya Efek
Samping Obat (ESO), adalah:
1. Faktor bukan obat.
a. Intrinsik (dari pasien) yaitu umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan
untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
b. Ekstrinsik (diluar pasien) yaitu dokter (pemberi obat) dan lingkungan,
misalnya pencemaran oleh obat antibiotika.
2. Faktor obat.
a. Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek
samping.
b. Pemilihan obat.
c. Cara penggunaan obat.
d. Interaksi antar obat.

8
BAB III
TATALAKSANA
1. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Efek Samping Obat, adalah:
a. Telusur riwayat penggunaan obat pasien secara rinci sebelum pemeriksaan (resep
dokter maupun pengobatan sendiri).
b. Gunakan obat dengan indikasi jelas dan apabila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi.
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
d. Berikan perhatian khusus pada dosis dan respon pengobatan pada pasien anak dan
bayi, usia lanjutserta gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada anak dan bayi,
gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi, karena kurangnya kemampuan
komunikasi.
e. Telaah, apakah pengobatan harus dilanjutkan atau dapatdihentikan obat dengan
segera,apabilatidak terdapat keluhan lagi.
f. Telaah terlebih dulu,apabila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala
penyakit baru, atau penyakitnya memberatkarena perjalanan penyakit, komplikasi,
kondisi pasien memburuk atau karena Efek Samping Obat
2. Penanganan Efek Samping Obat
a. Segera hentikan semua obat, bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping :
1) Apabila efek samping dicurigai sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu
besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien pulih, pengobatan
dapat dimulai lagi secara hati-hati dimulai dengan dosis kecil.
2) Apabila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau idiosinkratik, obat
harus diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi. Biasanya
reaksi alergi atau idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada kontak
berikutnya terhadap obat penyebab.
3) Apabila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat atau kombinasi dan belum
pasti diketahui obat penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-
persatu.
b. Upayakan penanganan klinik yang tergantung bentuk efek samping dan kondisi
pasien:

9
1) Apabila terjadi syok anafilaksis diperlukan pemberian adrenalin dan tindakan
lain untuk mengatasi syok.
2) Apabila alergi, maka hentikan obat yang dicurigai, pemberian antihistamin
atau kortikosteroid (bila diperlukan).
3. Kegiatan pelaporan yang harus dilakukan, adalah:
a. Menganalisa dan mengevaluasi laporan MESO dan mendeteksi adanya kejadian
Efek Samping Obat (ESO).
b. Mengidentifikasi obat-obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
Efek Samping Obat (ESO).
c. Mendiskusikan dan mendokumentasikan Efek Samping Obat di Komite Farmasi
dan Terapi (KFT).
d. Mengisi formulir MESO.
e. Melaporkan ke PusatMESO Nasional.
4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan, adalah:
a. Kerjasama dengan TTK diruangan/ rawat inap, perawat, dokter maupun Tim
Farmasi dan Terapi.
b. Ketersediaan Formulir MESO.

10
BAB IV
DOKUMENTASI
Kasus Efek Samping Obat yang terjadi dan sudah ditangani secara medis perlu
didokumentasikan.
Dokumentasi tersebut, meliputi:
Dibuat laporan lengkap di formulir MESO (berwarna kuning) yang tersedia dan dapat
diperoleh mengenai kasus Efek Samping Obat yang bersangkutan dan dilaporkan ke lembaga
yang berwenang, yakni ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional di Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu Efek Samping Obat (ESO) dengan
menggunakan formulir kuning, adalah:
1. Kode Sumber Data Diisi oleh Badan POM
2. Informasi tentang Penderita
Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien,
untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien.
Umur Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk
pasien bayi di bawah 1 (satu) tahun diisi angka dari
minggu (MGG) atau bulan (BL) dengan diikuti
MGG atau BL contoh 7 BL.
Suku Diisi informasi nama suku dari pasien, contoh suku
Jawa, Batak, dan sebagainya.
Berat Badan Diisi angka dari berat badan pasien, dinyatakan
dalam kilogram (KG).
Pekerjaan Diisi apabila jenis pekerjaan pasien mengarah
kepada kemungkinan adanya hubungan adanya
pekerjaan dengan gejala atau manifestasi ESO,
contoh buruh pabrik, pekerja bangunan, pegawai
kantor, dan sebagainya.
Kelamin Agar diberikan tanda (X) sesuai pilihan jenis

11
kelamin yang tercantum dalam formulir kuning.
Apabila pasien berjenis kelamin wanita, agar
diberi keterangan dengan memberikan tanda (X)
pada pilihan kondisi berikut: hamil, tidak hamil,
atau tidak tahu.
Penyakit Utama Diisi informasi diagnosa penyakit yang diderita
pasien, sehingga pasien harus menggunakan obat
yang dicurigai menimbulkan ESO.
Kesudahan Penyakit Utama Diisi informasi kesudahan dari penyakit utama
pada saat pasien mengeluhkan atau berkonsultasi
tentang ESO yang dialaminya. Terdapat pilihan
yang tercantum dalam formulir kuning, agar dapat
diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang
diperoleh. Kesudahan penyakit dapat berupa:
sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh atau tidak tahu.
Penyakit/ Kondisi Lain Diisi informasi tentang penyakit/ kondisi lain di
Yang Menyertai luar kondisi lain di luar penyakit utama yang
sedang dialami pasien bersamaan dengan waktu
mulai menggunakan obat dan kejadian ESO.
Terdapat pilihan yang tercantum dalam formulir
kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai informasi
yang diperoleh, yang dapat berupa: gangguan
ginjal, gangguan hati, alergi, kondisi medis lainnya
dan lain-lain; sebutkan jika di luar yang tercantum.
Informasi ini bermanfaat untuk proses evaluasi
hubungan kausal, untuk memverifikasi
kemungkinan adanya faktor penyebab lain dari
terjadinya ESO.

12
3. Informasi Tentang ESO
Bentuk/ Manifestasi ESO Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang
dikeluhkan atau dialami pasien setelah
menggunakan obat yang dicurigai. Bentuk/
manifestasi ESO dapat dinyatakan dengan istilah
diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara
harafiah. Contoh: bintik kemerahan di sekujur
tubuh, bengkak pada kelopak mata dan lain-lain.
Saat/ Tanggal Mulai Terjadi Diisi tanggal awal terjadinya ESO dan juga jarak
interval waktu antara pertama kali obat diberikan
sampai terjadinya ESO.
Kesudahan ESO Diisi informasi kesudahan/ outcome ESO yang
dialami oleh pasien, pada saat laporan ini dibuat.
Terdapat pilihan yang tercantum dalam formulir
kuning, agar dapat diberikan tanda (X) sesuai
dengan informasi yang diperoleh. Kesudahan ESO
dapat berupa: sembuh, meninggal, sembuh dengan
gejala sisa, belum sembuh atau tidak tahu.
Riwayat ESO Yang Pernah Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman
Dialami ESO yang pernah terjadi pada pasien di masa lalu,
tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
dicurigai menimbulkan ESO yang dikeluhkan,
namun juga obat lainnya.
4. Obat
Nama Obat Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh
pasien, baik yang diberikan dengan resep maupun
yang digunakan atau inisiatif sendiri, termasuk
suplemen, obat tradisional yang digunakan dalam
waktu bersamaan. Nama obat dapat ditulis dengan

13
nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis
nama generik dapat ditambahkan nama pabrik atau
industri farmasi bila diketahui. Apabila ditulis
nama dagang tidak perlu ditulis nama pabrik atau
industri farmasi.
Bentuk Sediaan Ditulis bentuk sediaan dari obat yang digunakan
pasien. Contoh: tablet, kapsul, sirup, suspensi,
injeksi, dan sebagainya.
Beri Tanda (X)Untuk Obat Sejawat tenaga kesehatan dapat membubuhkan
Yang Dicurigai tanda (X) pada kolom obat yang dicurigai
menimbukan ESO yang dilaporkan sesuai
informasi produk atau pengetahuan dan
pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal
tersebut.
Cara Pemberian Ditulis cara pemberian atau penggunaan obat oleh
pasien. Contoh: oral, rektal, topikal, i.v, i.m,
semprot, dan sebagainya.
Dosis/ Waktu Dosis: ditulis dosis obat yang digunakan oleh
pasien, dinyatakan dalam satuan berat atau
volume.
Waktu : ditulis waktu penggunaan obat oleh
pasien, dinyatakan dalam satuan waktu seperti:
jam, hari dan sebagainya.
Tanggal Mulai Ditulis tanggal dari pertama kali pasien
menggunakan obat yang dilaporkan, lengkap
dengan bulan dan tahun.
Tanggal Akhir Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien
menggunakan obat yang dilaporkan atau tanggal
penghentian penggunaan obat, lengkap dengan

14
bulan dan tahun.
Indikasi Penggunaan Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk
maksud penggunaan masing-masing obat.

Keterangan Tambahan : Ditulis semua keterangan tambahan yang


kemungkinan ada kaitannya secara langsung atau
tidak langsung dengan gejala ESO yang
dilaporkan. Contohnya kecepatan timbulnya ESO,
reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
Data Laboratorium (bila : Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam
ada) parameter yang diuji dan hasilnya, apabila
tersedia.
5. Informasi Pelapor : Cukup jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut dan follow up apabila
diperlukan.

4.1 Analisa dengan Naranjo Algoritm


Scale
No Pertanyaan/ Questions Ya/ Tidak/ T idak
Diketahui/
Yes No
Unknown
1. Apakah ada laporan Efek Samping Obat
yang serupa? (Are these previous conclusive 1 0 0
reports on this reaction?)
2. Apakah Efek Samping Obat terjadi setelah
pemberian obat yang dicurigai? (Did the
2 -1 0
ADR appear after the suspected drug
wasadministered?)
3. Apakah Efek Samping Obat membaik setelah 1 0 0

15
obat dihentikan atau obat antagonis khusus
diberikan? (Did the ADR improve when the
drug was discontinued or a spesific
antagonist was administered?)
4. Apakah Efek Samping Obat terjadi berulang
setelah obat diberikan kembali?(Did the
2 -1 0
ADR recure when the drug was
readministered?)
5. Apakah ada alternatif penyebab yang dapat
menjelaskan kemungkinan terjadinya Efek
Samping Obat? (Are these alternative -1 2 0
causes that could on their own have caused
the reaction?)
6. Apakah Efek Samping Obat muncul kembali
ketikaplasebo diberikan? (Did the ADR -1 1 0
reappear when a placebo was given?)
7. Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di
dalam darah lainnya dengan konsentrasi
yang toksik? (Was the drug detected in the 1 0 0
blood or other fluid in concentrations known
to be toxic?)
8. Apakah Efek Samping Obat bertambah
parah ketika dosis obat ditingkatkan atau
bertambah ringan ketika obat diturunkan
1 0 0
dosisinya? (Was the ADR more severe when
the dose was increased or less severe when
the dose was decreased?)
9. Apakah pasien pernah mengalami Efek 1 0 0
Samping Obat yang sama atau dengan obat

16
yang mirip sebelumnya? (Did the patient
have a similar ADR to the same or similar
drugs in any previous exposure?)
10. Apakah Efek Samping Obat dapat
dikonfirmasi dengan bukti yang obyektif?
1 0 0
(Was the ADR confirmed by objective
evidence?)
Skor Total

Skala Probabilitas NARANJO:

Total Skor Kategori


9+ : Sangat Mungkin/ Highly Probable.
5–8 : Mungkin/ Probable.
1–4 : Cukup Mungkin/ Possible.
0– : Ragu-ragu/ Doubtful
Berikut diuraikan secara berturut-turut Kategori Kausalitas WHO dan Algoritma
Naranjo:
Kategori Kausalitas

WHO Certain

• Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat (Event or
laboratory test abnormality withplausible time relationship to drug intake)
• Tidak dapat dijelaskan bahwa efek samping tersebut merupakan perkembangan
penyakit atau dapat disebabkan oleh penggunaan obat lain (Cannot be explained by
disease or other drugs)
• Respon terhadap penghentian penggunaan obat dapat terlihat (secara farmakologi
dan patologi (Response to withdrawal plausible (pharmacologically, pathologically

17
• Efek samping tersebut secara definitive dapat dijelaskan dari aspek farmakologi atau
fenomenologi (Event definitive pharmacologicallyor phenomenologically (An
objective and specificmedical disorder or recognised pharmacological
phenomenon)
• Rechallenge yang positif (Positive rechallenge (if necessary)
Probable
• Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat (Event or
laboratory test abnormality withreasonable time relationship to drug intake)
• Tidak tampak sebagai perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh obat lain
(Unlikely tobe attributed to disease or other drugs)
• Respon terhadap penghentian penggunaan obat secara klinik dapat diterima
(Response to withdrawal clinically reasonable)
• Rechallenge tidak perlu (Rechallenge not necessary)
Possible
• Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat (Event or
laboratory test abnormality withreasonable time relationship to drug intake)
• Dapat dijelaskan oleh kemungkinan perkembangan penyakit atau disebabkan
oleh obat lain (Could also be explained by disease orother drugs)
• Informasi terkait penghentian obat tidak lengkap atau tidak jelas (Information on
drug withdrawallacking or unclear)
Unlikely
• Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari hubungan
waktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak mungkin (Event or laboratory
test abnormality with a timerelationship to drug intake that makes aconnection
improbable (but not impossible))

18
• Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat memberikan
penjelasan yang dapat diterima (Diseases or other drugs provideplausible
explanations)
Conditional / Unclassified
• Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or laboratory test
abnormality)
• Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang baik (More
data forproper assessment needed)
• Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under examination)
Unassessable / Unclassifiable
Laporan efek samping menduga adanya efek samping obat (A report suggesting an
adversereaction)

19
BAB V

PENUTUP
Panduan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan monitoring penggunaan obat, obat tradisional, suplemen
makanan dan kosmetika di rumah sakit. Dengan adanya Panduan ini diharapkan monitoring
efek samping dapat dilakukan, sehingga masyarakat pada umumnya dan pasien pada
khususnya serta pihak-pihak yang terkait lebih merasakan peran dan fungsi pelayanan
kesehatan demi menjamin keselamatan pasien.

20

Anda mungkin juga menyukai