Anda di halaman 1dari 23

EFEK SAMPING OBAT

Richa Yuswantina, S.Farm, Apt., M.Si


MASALAH DAN KEJADIAN EFEK
SAMPING OBAT

Setiap obat mempunyai kemungkinan u/ menyebabkan efek


samping, o/ krn spt halnya efek farmakologik, efek samping
obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
molekul obat dgn tempat kerja spesifik dlm sistem biologik
tubuh.

Kalau suatu efek farmakologik tjd scr ekstrim, inipun a/


menimbulkan pengaruh buruk thd sistem biologik tubuh.
Pengertian efek samping dlm pembahasan ini adl setiap
efek yg tidak dikehendaki yg merugikan atau
membahayakan pasien (adverse reactions) dr s/
pengobatan.

Efek samping tdk mungkin dihindari/dihilangkan sama


sekali, tetapi dpt ditekan atau dicegah seminimal
mungkin dgn menghindari faktor-faktor risiko yg
sebagian besar sdh diketahui.
Beberapa contoh efek samping misalnya:
rx alergi akut krn penisilin (reaksi imunologik),
hipoglikemia berat krn pemberian insulin (efek
farmakologik yg berlebihan),
osteoporosis krn pengobatan kortikosteroid jangka lama
(efek samping krn penggunaan jangka lama),
hipertensi krn penghentian pemberian klonidin (gejala
penghentian obat - withdrawal syndrome),
fokomelia pd anak karena ibunya menggunakan
talidomid pd masa awal kehamilan (efek teratogenik)
Masalah efek samping obat dlm klinik tdk dpt
dikesampingkan begitu saja o/ krn kemungkinan
dampak negatif yg tjd, misalnya:
Kegagalan pengobatan,
Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena
obat (drug-induced disease atau iatrogenic disease) semula
tdk diderita o/ pasien,
Pembiayaan yg hrs ditanggung sehubungan dgn kegagalan
terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yg
baru tadi (dampak ekonomik).
Efek psikologik thd penderita yg a/ mempengaruhi
keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya
menurunnya kepatuhan berobat.
Tdk semua efek samping dpt dideteksi scr mudah dlm
tahap awal, kecuali kalau yg tjd adl bentuk2 yg berat,
spesifik & jelas sekali secara klinis.
Angka kejadian yg dilaporkan cukup beragam. Dr
negara2 Barat, ternyata angka2 yg
didapatkan cukup mengejutkan, yakni:
- Dari pasien rawat tinggal, yg rata2 menerima 5-10 jenis
obat slm 10 hari perawatan di rumah sakit, + 25% nya a/
menderita 1 macam atau lebih efek samping obat dr
berbagai derajad, & 1% menderita efek samping yg
membahayakan kehidupan. Pd pasien rawat tinggal ini,
efek samping yg berat paling banyak tjd pd pengobatan
kemoterapi kanker.
- Di praktek swasta, kemungkinan tjdnya efek
samping jauh lebih besar. Terbukti dr pasien akut yg msk
rumah sakit (hospital admission), + 25% nya ternyata
disebabkan krn atau berhubungan dgn efek samping obat.
- Dari kematian di rumah sakit, 0,24 - 2,9% adl krn efek
samping obat.
- Golongan umur yg terbanyak mengalami efek
samping adl orang tua umumnya menerima jenis obat
cukup banyak, sedangkan respons farmakokinetik &
farmakodinamik tdk sama.
Data di Indonesia belum banyak terungkap, namun paling
tidak angka2 ini dpt memberikan gambaran kejadian &
mslhnya
PEMBAGIAN EFEK SAMPING OBAT
Efek samping obat dpt dikelompokkan/diklasifikasi dgn berbagai cara,
misalnya berdasarkan ada/tidaknya hubungan dgn dosis, berdasarkan
bentuk2 manifestasi efek samping yg tjd.
Namun mungkin pembagian yg paling praktis & paling mudah diingat
dlm melakukan pengobatan adl pembagian seperti pd Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Jenis-jenis efek samping obat.

Efek samping yang dapat Efek samping yang dapat


diperkirakan diperkirakan

- aksi farmakologik yang berlebihan - reaksi alergi


- respons karena penghentian obat - reaksi karena faktor genetik
- efek samping yang tidak berupa efek - reaksi idiosin
farmakologik utama
EFEK SAMPING YANG DAPAT DIPERKIRAKAN
A. Efek farmakologik yang berlebihan
Terjadinya efek farmakologik yg berlebihan (efek toksik)
krn dosis relatif yg terlalu besar bagi pasien yg bersangkutan.

Keadaan ini tjd krn perbedaan respons kinetik atau dinamik


pd kelompok2 ttt,misalnya: pasien dgn gangguan faal ginjal,
gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik
dsb., shg dosis yg diberikan dlm takaran lazim, mjd relatif
terlalu besar pd pasien2 ttt.

Efek ini juga bisa tjd krn interaksi farmakokinetik maupun


farmakodinamik antar obat yg diberikan bersamaan,shg efek
obat mjd lebih besar.
Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pd pengobatan dgn
depresansia susunan saraf pusat, obat2 pemacu jantung, antihipertensi
& hipoglikemika/antidiabetika.

Bbrp contoh spesifik dr jenis efek samping ini misalnya:


- Depresi respirasi pd pasien2 bronkitis berat yg menerima pengobatan
dgn morfin / benzodiazepin.

- Hipotensi yg tjd pd stroke, infark miokard atau kegagalan ginjal pd


pasien yg menerima obat antihipertensi dlm dosis terlalu tinggi.
- Bradikardia pd pasien2 yg menerima digoksin dlm dosis terlalu tinggi.
- Palpitasi pd pasien asma krn dosis teofilin yg terlalu tinggi.
- Hipoglikemia krn dosis antidiabetika terlalu tinggi.
- Perdarahan yg tjd pd pasien yg sedang menerima pengobatan dgn
warfarin bersamaan jg minum aspirin.
Semua pasien mempunyai risiko u/ mendapatkan efek
samping krn dosis yg terlalu tinggi ini, dan upaya
pencegahan dpt dilakukan dgn memberikan perhatian
khusus thdp kelompok2 pasien dgn risiko tinggi tadi
(penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi
dan usia lanjut).
Selain itu riwayat pasien dlm pengobatan yg mengarah ke
kejadian efek samping jg perlu diperhatikan.
B. Gejala penghentian obat
Gejala penghentian obat (= gejala putus obat, withdrawal
syndrome) munculnya kembali gejala penyakit semula atau
reaksi pembalikan thd efek farmakologik obat, krn penghentian
pengobatan.
Contoh yg banyak dijumpai misalnya:
- agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi
tjd pd penghentian pengobatan dgn depresansia ssp (barbiturat,
benzodiazepin dan alkohol)
- krisis Addison akut penghentian terapi kortikosteroid,
- hipertensi berat & gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan
penghentian terapi klonidin,
- gejala putus obat karena narkotika,
Reaksi putus obat ini slm pengobatan telah
berlangsung adaptasi pd tingkat reseptor.
Adaptasi ini menyebabkan toleransi thd efek
farmakologik obat umumnya pasien memerlukan dosis
yg makin lama makin besar (berkurangnya respons
penderita epilepsi thd fenobarbital/fenitoin, dosis perlu
diperbesar agar serangan tetap terkontrol).
Reaksi putus obat dpt dikurangi menghentikan
pengobatan scr bertahap misalnya:
- penurunan dosis sca berangsur-angsur,
- menggantikan dgn obat sejenis yg mempunyai aksi lebih
panjang/kurang poten, dgn gjl putus obat yg lebih ringan.
C. Efek samping yg tidak berupa efek farmakologik utama
Efek-efek samping yg berbeda dr efek farmakologik
utamanya, u/ sebagian besar obat umumnya telah dpt
diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yg telah
dilakukan scr sistematik sebelum obat mulai digunakan
u/ pasien.
Efek-efek ini umumnya dlm derajad ringan namun angka
kejadiannya bisa cukup tinggi.
Sedangkan efek samping yg lebih jarang dapat diperoleh
dr laporan-laporan stlh obat dipakai dlm populasi yg
lebih luas
Data efek samping berbagai obat dpt ditemukan dlm
buku-buku standard, umumnya lengkap dgn perkiraan angka
kejadiannya.
Sebagai contoh misalnya:
- Iritasi lambung yg menyebabkan keluhan pedih, mual &
muntah pd obat-obat kortikosteroid oral,
analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin, dll.
- Rasa ngantuk (drowsiness) stlh pemakaian antihistaminika u/
anti mabok perjalanan (motion sickness).
- Kenaikan enzim-enzim transferase hepar krn pemberian
rifampisin.
Efek teratogenik obat2 tertentu shg obat tsb tdk boleh
diberikan pd wanita hamil
- Penghambatan agregasi trombosit o/ aspirin, shg
memperpanjang waktu pendarahan.
- Ototoksisitas krn kinin/kinidin
EFEK SAMPING YANG TIDAK DAPAT
DIPERKIRAKAN
A. Reaksi alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan
efek samping yg sering tjd & tjd akibat reaksi
imunologik.
Reaksi ini tdk dpt diperkirakan sebelumnya, seringkali
sm sekali tdk tergantung dosis, & tjd hanya pd
sebagian kecil dari populasi yg menggunakan s/ obat.
Reaksinya dpt bervariasi dari bentuk yg ringan spt
reaksi kulit eritema sampai yg paling berat berupa syok
anafilaksi yg bisa fatal.
Reaksi alergi dpt dikenali berdasarkan sifat2 khasnya,
yaitu:
- gejalanya sama sekali tidak sama dgn efek
farmakologiknya,
- seringkali tdp tenggang waktu antara kontak pertama thd
obat dgn timbulnya efek,
- reaksi dpt tjd pd kontak ulangan, walaupun hanya dgn
sejumlah sangat kecil obat,
- reaksi hilang bila obat dihentikan,
- keluhan/gejala yg tjd dpt ditandai sbg reaksi imunologik,
misalnya rash (=ruam) di kulit,serum sickness,
anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dll.
Walaupun mekanisme efek samping dpt ditelusur & dipelajari
spt diuraikan di atas, namun dlm praktek klinik manifestasi efek
samping krn alergi yg a/ dihadapi o/ dokter umumnya a/
meliputi:
1 .Demam.
Umumnya demam dlm derajad yg tdk terlalu berat,& a/ hilang
dgn sendirinya stl penghentian obat beberapa hari.
2. Ruam kulit (skin rashes).
Ruam dpt brp eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura,
eritroderma & dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas, erupsi, dll.
3. Penyakit jaringan ikat.
Mrpkan gjl lupus eritematosus sistemik, kadang2 melibatkan
sendi, yg dpt tjd pd pemberian hidralazin, prokainamid, terutama
pd individu asetilator lambat
4. Gangguan sistem darah.
Trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia
hemolitika, & anemia aplastika mrpkan efek yg kemungkinan a/
dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
5. Gangguan pernafasan:
Asma a/ merupakan kondisi yg sering dijumpai, terutama krn
aspirin. Pasien yg telah diketahui sensitif thd aspirin kemungkinan
besar jg a/ sensitif thd analgetika atau antiinflamasi lain.
B. Reaksi karena faktor genetik
Pd orang2 tertentu dgn variasi atau kelainan genetik, s/ obat
mungkin dpt memberikan efek farmakologik yg berlebihan.
Efek obatnya sendiri dpt diperkirakan, namun subjek yg
mempunyai kelainan genetik spt ini yg mungkin sulit dikenali
tanpa pemeriksaan spesifik (yg jg tdk mungkin dilakukan pd
pelayanan kesehatan rutin).
Sebagai contoh misalnya:
- Pasien yg menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter
tdk dpt memetabolisme suksinilkolin (s/ pelemas otot),
menderita paralisis & apnea yg berkepanjangan.
- Pasien yg mpy kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-fosfat
dehidrogenase) potensi u/ menderita anemia hemolitika akut
pd pengobatan dgn primakuin, sulfonamida & kinidin.
Kemampuan metabolisme obat s/ individu jg dpt dipengaruhi o/
faktor genetik.
Contoh : perbedaan kemampuan metabolisme isoniazid,
hidralazin & prokainamid krn adanya peristiwa polimorfisme
dlm proses asetilasi obat2 tsb Berdasarkan sifat genetik yang
dimiliki, populasi terbagi mjd 2 kelompok, yakni individu2 yg
mampu mengasetilasi scr cepat (asetilator cepat) & individu2 yg
mengasetilasi scr lambat (asetilator lambat).
Di Indonesia, 65% dr populasi adl asetilator cepat, sedangkan
35% adl asetilator lambat.
Efek samping umumnya lbh banyak dijumpai pd
asetilator lambat dr pd asetilator cepat.
Sbg contoh misalnya:
- neuropati perifer krn isoniazid asetilator lambat,
- sindroma lupus krn hidralazin /prokainamid asetilator
lambat.
Pemeriksaan u/ menentukan apakah sesorg termasuk dlm
kelompok asetilator cepat atau lambat sampai saat ini
belum dilakukan sbg kebutuhan rutin dlm pelayanan
kesehatan, namun sebenarnya prosedur pemeriksaannya
tdk sulit & dpt dilakukan di Laboratorium Farmakologi
Klinik.
C. Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan u/ menunjukkan s/ kjdan efek
samping yg tdk lazim, tdk diharapkan atau aneh, yg tdk dpt
diterangkan /diperkirakan mengapa bisa tjd.
Untungnya reaksi idiosinkratik ini relatif sangat jarang tjd.
Beberapa contoh misalnya:
- Kanker pelvis ginjal yg dpt diakibatkan pemakaian analgetika scr
serampangan.
- Kanker uterus yg dpt tjd krn pemakaian estrogen jangka lm tanpa
pemberian progestogen sm skl.
- Obat-obat imunosupresi dpt memacu tjdnya tumor limfoid.
- Preparat2 besi intramuskuler dpt menyebabkan sarkomata pd
tempat penyuntikan.
- Kanker tiroid yg mungkin dpt timbul pada pasien2 yg pernah
menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai