Setiap obat mempunyai kemungkinan u/ menyebabkan efek
samping, o/ krn spt halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dgn tempat kerja spesifik dlm sistem biologik tubuh.
Kalau suatu efek farmakologik tjd scr ekstrim, inipun a/
menimbulkan pengaruh buruk thd sistem biologik tubuh. Pengertian efek samping dlm pembahasan ini adl setiap efek yg tidak dikehendaki yg merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dr s/ pengobatan.
Efek samping tdk mungkin dihindari/dihilangkan sama
sekali, tetapi dpt ditekan atau dicegah seminimal mungkin dgn menghindari faktor-faktor risiko yg sebagian besar sdh diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya: rx alergi akut krn penisilin (reaksi imunologik), hipoglikemia berat krn pemberian insulin (efek farmakologik yg berlebihan), osteoporosis krn pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping krn penggunaan jangka lama), hipertensi krn penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat - withdrawal syndrome), fokomelia pd anak karena ibunya menggunakan talidomid pd masa awal kehamilan (efek teratogenik) Masalah efek samping obat dlm klinik tdk dpt dikesampingkan begitu saja o/ krn kemungkinan dampak negatif yg tjd, misalnya: Kegagalan pengobatan, Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced disease atau iatrogenic disease) semula tdk diderita o/ pasien, Pembiayaan yg hrs ditanggung sehubungan dgn kegagalan terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yg baru tadi (dampak ekonomik). Efek psikologik thd penderita yg a/ mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat. Tdk semua efek samping dpt dideteksi scr mudah dlm tahap awal, kecuali kalau yg tjd adl bentuk2 yg berat, spesifik & jelas sekali secara klinis. Angka kejadian yg dilaporkan cukup beragam. Dr negara2 Barat, ternyata angka2 yg didapatkan cukup mengejutkan, yakni: - Dari pasien rawat tinggal, yg rata2 menerima 5-10 jenis obat slm 10 hari perawatan di rumah sakit, + 25% nya a/ menderita 1 macam atau lebih efek samping obat dr berbagai derajad, & 1% menderita efek samping yg membahayakan kehidupan. Pd pasien rawat tinggal ini, efek samping yg berat paling banyak tjd pd pengobatan kemoterapi kanker. - Di praktek swasta, kemungkinan tjdnya efek samping jauh lebih besar. Terbukti dr pasien akut yg msk rumah sakit (hospital admission), + 25% nya ternyata disebabkan krn atau berhubungan dgn efek samping obat. - Dari kematian di rumah sakit, 0,24 - 2,9% adl krn efek samping obat. - Golongan umur yg terbanyak mengalami efek samping adl orang tua umumnya menerima jenis obat cukup banyak, sedangkan respons farmakokinetik & farmakodinamik tdk sama. Data di Indonesia belum banyak terungkap, namun paling tidak angka2 ini dpt memberikan gambaran kejadian & mslhnya PEMBAGIAN EFEK SAMPING OBAT Efek samping obat dpt dikelompokkan/diklasifikasi dgn berbagai cara, misalnya berdasarkan ada/tidaknya hubungan dgn dosis, berdasarkan bentuk2 manifestasi efek samping yg tjd. Namun mungkin pembagian yg paling praktis & paling mudah diingat dlm melakukan pengobatan adl pembagian seperti pd Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jenis-jenis efek samping obat.
Efek samping yang dapat Efek samping yang dapat
diperkirakan diperkirakan
- aksi farmakologik yang berlebihan - reaksi alergi
- respons karena penghentian obat - reaksi karena faktor genetik - efek samping yang tidak berupa efek - reaksi idiosin farmakologik utama EFEK SAMPING YANG DAPAT DIPERKIRAKAN A. Efek farmakologik yang berlebihan Terjadinya efek farmakologik yg berlebihan (efek toksik) krn dosis relatif yg terlalu besar bagi pasien yg bersangkutan.
Keadaan ini tjd krn perbedaan respons kinetik atau dinamik
pd kelompok2 ttt,misalnya: pasien dgn gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik dsb., shg dosis yg diberikan dlm takaran lazim, mjd relatif terlalu besar pd pasien2 ttt.
Efek ini juga bisa tjd krn interaksi farmakokinetik maupun
farmakodinamik antar obat yg diberikan bersamaan,shg efek obat mjd lebih besar. Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pd pengobatan dgn depresansia susunan saraf pusat, obat2 pemacu jantung, antihipertensi & hipoglikemika/antidiabetika.
Bbrp contoh spesifik dr jenis efek samping ini misalnya:
- Depresi respirasi pd pasien2 bronkitis berat yg menerima pengobatan dgn morfin / benzodiazepin.
pasien yg menerima obat antihipertensi dlm dosis terlalu tinggi. - Bradikardia pd pasien2 yg menerima digoksin dlm dosis terlalu tinggi. - Palpitasi pd pasien asma krn dosis teofilin yg terlalu tinggi. - Hipoglikemia krn dosis antidiabetika terlalu tinggi. - Perdarahan yg tjd pd pasien yg sedang menerima pengobatan dgn warfarin bersamaan jg minum aspirin. Semua pasien mempunyai risiko u/ mendapatkan efek samping krn dosis yg terlalu tinggi ini, dan upaya pencegahan dpt dilakukan dgn memberikan perhatian khusus thdp kelompok2 pasien dgn risiko tinggi tadi (penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi dan usia lanjut). Selain itu riwayat pasien dlm pengobatan yg mengarah ke kejadian efek samping jg perlu diperhatikan. B. Gejala penghentian obat Gejala penghentian obat (= gejala putus obat, withdrawal syndrome) munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan thd efek farmakologik obat, krn penghentian pengobatan. Contoh yg banyak dijumpai misalnya: - agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi tjd pd penghentian pengobatan dgn depresansia ssp (barbiturat, benzodiazepin dan alkohol) - krisis Addison akut penghentian terapi kortikosteroid, - hipertensi berat & gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan penghentian terapi klonidin, - gejala putus obat karena narkotika, Reaksi putus obat ini slm pengobatan telah berlangsung adaptasi pd tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan toleransi thd efek farmakologik obat umumnya pasien memerlukan dosis yg makin lama makin besar (berkurangnya respons penderita epilepsi thd fenobarbital/fenitoin, dosis perlu diperbesar agar serangan tetap terkontrol). Reaksi putus obat dpt dikurangi menghentikan pengobatan scr bertahap misalnya: - penurunan dosis sca berangsur-angsur, - menggantikan dgn obat sejenis yg mempunyai aksi lebih panjang/kurang poten, dgn gjl putus obat yg lebih ringan. C. Efek samping yg tidak berupa efek farmakologik utama Efek-efek samping yg berbeda dr efek farmakologik utamanya, u/ sebagian besar obat umumnya telah dpt diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yg telah dilakukan scr sistematik sebelum obat mulai digunakan u/ pasien. Efek-efek ini umumnya dlm derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Sedangkan efek samping yg lebih jarang dapat diperoleh dr laporan-laporan stlh obat dipakai dlm populasi yg lebih luas Data efek samping berbagai obat dpt ditemukan dlm buku-buku standard, umumnya lengkap dgn perkiraan angka kejadiannya. Sebagai contoh misalnya: - Iritasi lambung yg menyebabkan keluhan pedih, mual & muntah pd obat-obat kortikosteroid oral, analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin, dll. - Rasa ngantuk (drowsiness) stlh pemakaian antihistaminika u/ anti mabok perjalanan (motion sickness). - Kenaikan enzim-enzim transferase hepar krn pemberian rifampisin. Efek teratogenik obat2 tertentu shg obat tsb tdk boleh diberikan pd wanita hamil - Penghambatan agregasi trombosit o/ aspirin, shg memperpanjang waktu pendarahan. - Ototoksisitas krn kinin/kinidin EFEK SAMPING YANG TIDAK DAPAT DIPERKIRAKAN A. Reaksi alergi Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yg sering tjd & tjd akibat reaksi imunologik. Reaksi ini tdk dpt diperkirakan sebelumnya, seringkali sm sekali tdk tergantung dosis, & tjd hanya pd sebagian kecil dari populasi yg menggunakan s/ obat. Reaksinya dpt bervariasi dari bentuk yg ringan spt reaksi kulit eritema sampai yg paling berat berupa syok anafilaksi yg bisa fatal. Reaksi alergi dpt dikenali berdasarkan sifat2 khasnya, yaitu: - gejalanya sama sekali tidak sama dgn efek farmakologiknya, - seringkali tdp tenggang waktu antara kontak pertama thd obat dgn timbulnya efek, - reaksi dpt tjd pd kontak ulangan, walaupun hanya dgn sejumlah sangat kecil obat, - reaksi hilang bila obat dihentikan, - keluhan/gejala yg tjd dpt ditandai sbg reaksi imunologik, misalnya rash (=ruam) di kulit,serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dll. Walaupun mekanisme efek samping dpt ditelusur & dipelajari spt diuraikan di atas, namun dlm praktek klinik manifestasi efek samping krn alergi yg a/ dihadapi o/ dokter umumnya a/ meliputi: 1 .Demam. Umumnya demam dlm derajad yg tdk terlalu berat,& a/ hilang dgn sendirinya stl penghentian obat beberapa hari. 2. Ruam kulit (skin rashes). Ruam dpt brp eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura, eritroderma & dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas, erupsi, dll. 3. Penyakit jaringan ikat. Mrpkan gjl lupus eritematosus sistemik, kadang2 melibatkan sendi, yg dpt tjd pd pemberian hidralazin, prokainamid, terutama pd individu asetilator lambat 4. Gangguan sistem darah. Trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika, & anemia aplastika mrpkan efek yg kemungkinan a/ dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang. 5. Gangguan pernafasan: Asma a/ merupakan kondisi yg sering dijumpai, terutama krn aspirin. Pasien yg telah diketahui sensitif thd aspirin kemungkinan besar jg a/ sensitif thd analgetika atau antiinflamasi lain. B. Reaksi karena faktor genetik Pd orang2 tertentu dgn variasi atau kelainan genetik, s/ obat mungkin dpt memberikan efek farmakologik yg berlebihan. Efek obatnya sendiri dpt diperkirakan, namun subjek yg mempunyai kelainan genetik spt ini yg mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yg jg tdk mungkin dilakukan pd pelayanan kesehatan rutin). Sebagai contoh misalnya: - Pasien yg menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter tdk dpt memetabolisme suksinilkolin (s/ pelemas otot), menderita paralisis & apnea yg berkepanjangan. - Pasien yg mpy kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase) potensi u/ menderita anemia hemolitika akut pd pengobatan dgn primakuin, sulfonamida & kinidin. Kemampuan metabolisme obat s/ individu jg dpt dipengaruhi o/ faktor genetik. Contoh : perbedaan kemampuan metabolisme isoniazid, hidralazin & prokainamid krn adanya peristiwa polimorfisme dlm proses asetilasi obat2 tsb Berdasarkan sifat genetik yang dimiliki, populasi terbagi mjd 2 kelompok, yakni individu2 yg mampu mengasetilasi scr cepat (asetilator cepat) & individu2 yg mengasetilasi scr lambat (asetilator lambat). Di Indonesia, 65% dr populasi adl asetilator cepat, sedangkan 35% adl asetilator lambat. Efek samping umumnya lbh banyak dijumpai pd asetilator lambat dr pd asetilator cepat. Sbg contoh misalnya: - neuropati perifer krn isoniazid asetilator lambat, - sindroma lupus krn hidralazin /prokainamid asetilator lambat. Pemeriksaan u/ menentukan apakah sesorg termasuk dlm kelompok asetilator cepat atau lambat sampai saat ini belum dilakukan sbg kebutuhan rutin dlm pelayanan kesehatan, namun sebenarnya prosedur pemeriksaannya tdk sulit & dpt dilakukan di Laboratorium Farmakologi Klinik. C. Reaksi idiosinkratik Istilah idiosinkratik digunakan u/ menunjukkan s/ kjdan efek samping yg tdk lazim, tdk diharapkan atau aneh, yg tdk dpt diterangkan /diperkirakan mengapa bisa tjd. Untungnya reaksi idiosinkratik ini relatif sangat jarang tjd. Beberapa contoh misalnya: - Kanker pelvis ginjal yg dpt diakibatkan pemakaian analgetika scr serampangan. - Kanker uterus yg dpt tjd krn pemakaian estrogen jangka lm tanpa pemberian progestogen sm skl. - Obat-obat imunosupresi dpt memacu tjdnya tumor limfoid. - Preparat2 besi intramuskuler dpt menyebabkan sarkomata pd tempat penyuntikan. - Kanker tiroid yg mungkin dpt timbul pada pasien2 yg pernah menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.