Anda di halaman 1dari 33

Efek terapeutik obat didefinisikan sebagai sebuah konsekuensi dari suatu penanganan medis,

di mana hasilnya dapat dikatakan bermanfaat atau malah tidak diharapkan. Hasil yang tidak
diharapkan ini disebut efek samping.
Untuk lebih memperjelasnya, maka saya akan memberikan contoh, yakni difenhidramin.
Difenhidramin memiliki efek terapeutik berupa pengurangan sekresi selaput lendir hidung
sehingga melegakan hidung, sedangkan efek sampingnya adalah mengantuk. Namun ketika
difenhidramin digunakan untuk mengatasi masalah sukar tidur, maka efek terapeutik
difenhidramin adalah mengantuk dan efek sampingnya adalah kekeringan pada selaput lendir.

Hal tersebut merupakan gambaran tentang efek terapeutik dan efek samping, di mana
bukanlah zat aktif obat yang menjadi isu pokoknya, namun kondisi di mana zat aktif obat
tersebut digunakan. Perubahan kondisi dapat dengan mudah membalikkan istilah efek
terapeutik dan efek samping obat.

Memahami Efek Samping Obat

Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang
diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat
yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ
sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi
ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat
yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak
diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat
berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat
interaksi obat ini.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman.
Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman

oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya.
Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan
untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim
sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan
di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami
pengurangan kadar obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk
pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi
non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta
morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
7. Kematian, akibat Propofol.
8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
12. Demam, akibat vaksinasi.
13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.

14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status
ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
18. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.

EFEK OBAT
1. efek terapeutik
efek terapeutik dari suatu obat disebut juga efek yang diinginkan., adalah efek yang utama
yang dimaksudkan, yakni alasan obat diresepkan.
Contoh : Efek terapeutik dari morfin sulfat adalah sebagai analgetik (penghilang rasa sakit)
Efek terapeutik dari diazepam adalag menghilangkan kecemasan.
jenis obat gambaran contoh
paliatif

kuratif
supportif

substitutif
kemoterapi
restorative

menghilangkan gejala penyakit tetapi tidak mempengaruhi penyakit itu sendiri.


Menyembuhkan penyakit atau kondisi.

Menunjang fungsi tubuh samapi pengobatan, atau respon tubuh mengambil alih
Mengganti cairan atau bahan tubuh
Menghancurkan sel-sel ganas
Mengembalikan kesehatan tubuh
Morphin sulfat, aspirin untuk nyeri.

Penicillin untuk infeksi


Noerfinefrin bitartat untuk tekanan darah rendah, aspirin untuk menurunkan suhu tubuh,.
Tiroksin untuk hipotiroid
Busulfan untuk leukimia
Vitamin, mineral tambahan.
2. efek samping
Efek samping atau efek sekunder dari suatu obat adalah hal yang tidak diinginkan. Efek
samping biasanya dapat diprediksikan dan mungkin berbahaya atau kemungkinan berbahaya.
Contoh :
Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi miokard, tetapi mempunyai efek
sampingmenyebabkan mual dan muntah.
Beberapa efek samping obat dapat ditolerir dengan efek terapeutik obat, efek samping yang
berbahaya membenarkan penghentian pemberian dari suatu obat.
3. toksisitas obat
efek yang merusak dari suatu obat terhadap organisme atau jaringan sebagai akibat dari over
dosis, atau pemasukan / ingesti obat yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, atau
peningkatan obat dalam darah karena kegagalan metabolisme atau ekskresi (efek
penumpukan).
Beberapa efek obat (toksis) tampak jelas segera setelah pemberian obat, sebagian baru
nampak setelah berminggu-minggu penggunaan. Untungnya kebyanyakan keracunan obat
dapat dihindarijika perhatian dengan seksama ditujukan pada dosis dan pengawasan
keracunan.
Contoh :
Efek toksis dari penumpukan morfin sulfat dalam tubuh adalah depresi nafas.
4. alergi obat
Adalah reksi imunologik terhadap suatu obat dimana seseorang telah peka sebelumnya. Jika

klien pertama kali terpajan dengan benda asing (antigen) tubuh mungkin bereksi dengan
menghasilkan antibody. Seorang klien dapat bereaksi terhadap suatu obat karena antigen,
dengan demikian menimbulkan gejala seperti reaksi alergi.
Reaksi alergi dapat ringan atau berat. Gejala atau reksi ringan mempunyai gejala yang sangat
bervariasi, mulai dari ruam kulit sampai diare, dan dapat timbul kapan saja dari beberapa jam
sanpai 2 pekan setelah pemberian.
Reaksi alergi yang berat biasanya timbul segera setalah pemberian obat. Hal ini disebut reaksi
anafilaktik, dan dapat menjadi fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Gejala yang paling
awal adalah sesak nafas akut, hipotensi akut dan takikardia.

Tabel respon alergi ringan yang umum


gejala gambaran / rasional
ruam kulit

pruritus
angioderma
rhinitis
airmata keluar
mual, muntah
wheezing dan dispnea
diare baik vesikel intraepidermal maupun ruam yang dicirikan dengan urtikaria atau erupsi
makula, ruam biasanya terjadi pada seluruh tubuh.
Gatal pada kulit dengan aatau tanpa ruam
Edema karena peningkatan permebilitas kapiler darah.
Kelebihan / produksi cairan hidung yang berlebih.
Pengeluaran air mata yang berlebih.
Rangsangan pada pusat di otak
Sesak nafas dan whwwzing selama inhalasi dan eksudasi karena akumulasi cairan, dan edema
jaringan pernafasan.
Iritasi mukosa usus besar.

5. toleransi obat
timbul pada orang yang mempunyai aktivitas fisik yang kurang dan tidak terbiasa dengan
respon terhadap obat dan memerlukan peningkatan dosis untuk mempertahankan efek
terapeutik yang diberikan.
Obat yang umumnya bertahan lama adalah opiate, barbiturate, ethyl alcohol, dan tembakau.
Efek akumulasi adalah peningkatan reaksi terhadap dosis ulangan dari yang timbul jika
kecepatan pemberian melebihi kecepatan metabolisme atau ekskresi, sehingga jumlah obat
meningkat dalam tubuh jika dosis yang diberika tidak teratur.
6. interaksi obat
interaksi obat timbul jika pemberian suatu obat sebelumnya, atau pada saat yang bersamaan,
atau setelah pemberian obat yang lain, akan merubah efek dari satu atau kedua obat.
Efek dari satu obat atau mungkin keduanya mungkin meningkat (enguatkan efek) atau
menurun (menghambat efek). Interaksi obat mengkin menguntungkan atau malah berbahaya.
Contoh :
dua jenis analgetik, seperti aspirin dan codein seringkali diberikan bersama-sama karena
keduanya bekerja menghilangkan nyeri lebih baik.
7. Penyakit iatrogenik
adalah penyakit yang disebabkan oleh terapi medis yang tidak disengaja, dapat karena terapi
obat.
Toksisitas hepar seperti obstruksi biliaris, kerusakan ginjal, dan malformasi (cacat) adalah
bentuk penyakit iatrogenic yang terjadi akibat terapi medis yang tidak disengaja.

Efek Obat ?
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Ada
berbagai macam efek obat, antara lain :
1. Efek yang diinginkan = Efek terapeutik, obat memang dapat menyembuhkan, tetapi tidak
semua obat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau
meringankan gejalanya. Karena itu dapat dibedakan tiga jenis pengoatan, yaitu :

terapi kausal : disini obat bekerja dengan cara meniadakan penyebab penyakit,
misalnya pemusnahan kuman, virus atau parasit.

terapi simptomatis : hanya gejala penyakit yang diobati dan diringankan,


penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya kerusakan pada suatu
organ atau saraf.

terapi subsitusi : disini obat berfungsi menggantikan zat yang lazimnya dibuat oleh
organ yang sakit. Misalnya insulin pada diabetes, karena produksinya oleh pankreas
kurang atau terhenti.

2. Efek yang tidak diinginkan,

Efek samping : adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan
terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan, misalnya rasa mual pada
penggunaan digoksin, rasa kantuk pada penggunaan CTM.

Idiosinkrasi : peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif
berlainan dari efek normalnya. Umumnya hal ini disebabkan oleh kelainan genetis
pada pasien bersangkutan.

Alergi : reaksi antara obat dengan tubuh yang membentuk antibodi sehingga
seseorang menjadi hipersensitifitas terhadap obat tersebut.

Fotosensitasi : adalah kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat,


terutama secara lokal.

3. Efek Toksis = racun, setiap obat dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan efek toksis. Pada
umumnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya dosis: bila dosis diturunkan,
efek toksis dapat dikurangi.
blog.pharmacy-science.com/farmakologi/efek-obat.html
Resistensi adalah bagian dari proses evolusi: adaptasi jasad pada kondisi lingkungan yang
di(ber)ubahpopulasi serangga polimorfik terekspose insektisida, individu rentan terbunuh,
sedang yang resisten lulus hidupreproduksi menghasilkan populasi resisten. Ini terjadi
berulang-ulang (menerima aplikasi insektisida berulang-ulang/terus menerus). Tipe-tipe
insektisida yang mengawali proses ini pada akhirnya kehilangan efisiensi. Polanya adalah
periode laten selama beberapa generasi sementara resistensi sedang berkembang--sampai
akhirnya meningkat dengan cepat. Gen resisten dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Faktor-faktor yang mempercepat timbulnya resistensi adalah perkembangbiakan yang
cepat/jasad hidup mobil/tekanan seleksi tinggi (kematian 80-90%)/insektisida yang persisten.
Resistensi silang: resistensi yang disebabkan oleh suatu jenis/golongan insektisida, meluas ke
jenis insektisida yang lain.
Resistensi ganda: resistensi suatu strain tunggal terhadap beberapa jenis insektisida yang
berbeda.
Resistensi timbul pada semua spesies tetapi paling nampak pada hewan-hewan rendah.
Resistensi juga terjadi pada segala jenis preparasi (insektisida mikrobia, khemosterilan,
atraktan, repellen, hormon), asal preparasi ini menyebabkan tekanan seleksi tinggi pada

populasi, resistensi pasti muncul. Serangga yang mula pertama mengalami resistensi al. kutu
San Jose terhadap sulfur (1908), kutu hitam terhadap HCN (1912), ngengat "coddling"
terhadap timbal arsenat (1928), lalat rumah dan nyamuk terhadap DDT (1946-47). Saat ini
lebih dari 250 species telah resisten terhadap satu atau beberapa jenis insektisida; bahkan
terdapat serangga-serangga yang resisten terhadap semua jenis insektisida komersial.
Penghitungan resistensi secara laboratoris dilakukan dengan membandingkan rerata
kerentanan (LD50) populasi resisten (R) dengan populasi rentan (S). Harus diperhatikan
benar pilihan kondisi eksperimental dalam hubungannya dengan faktor resistensi yang
hendak ditentukan (mis. penetrasi, reaksi detoksikasi), misalnya penggunaan inhibitor
spesifik (MFO-senyawa metilendioksifenil, karboksiesterase dan karboksilamidase--EPN,
DEF)
Mekanisme resistensi--umumnya merupakan gabungan faktor-faktor penyebab (yaitu
biokemis, fisiologis dan perilaku). Semakin spesifik suatu insektisida, semakin mudah terjadi
resistensi.
Mekanisme biokemis:
Perubahan "action site" (target)
- Ensim yang berubah. Asetilkholinesterase serangga strain R mengalami resistensi terhadap
OP atau karbamat karena menurunnya affinitas AChE terhadap inhibitor-inhibitornya
(konstanta dissosiasinya meningkat), diukur sebagai laju penghambatan menyeluruh. Untuk
paraoxon k1 strain S adalah 105/mol/menit, sementara untuk strain R adalah 102.
- Reseptor yang berubah. Perubahan pada situs pengenal konvulsan reseptor GABA-ionofor
khlorida: siklodien berkhlor, resistensi silang dengan alpha siano piretroid.
- Metabolisme yang berubah
- DDT dehydrochlorinase, menghasilkan produk (DDE) yang tidak beracun. Dijumpai pada
berbagai jaringan serangga resisten, sebagai pelindung terhadap akumulasi DDT. Banyak
dikaji pada lalat rumah. Enzim juga terinduksi oleh siklodien, fungsinya yang lain tidak
diketahui.

- MFO, dihambat oleh MDP. Diinduksi oleh karbamat, beberapa OP dan piretroid. Resistensi
silang terhadap JH dan JHM.
- Hidrolase: fosfatase, menimbulkan resistensi terhadap fosfat; karboksilesterase, resistensi
terhadap malathion; karboksilamidase, resistensi terhadap dimethoate. Kedua tipe resistensi
ini dapat diatasi dengan EPN, fenil saligenin c-fosfat dan DEF.
- Glutathion S-transferase, peningkatan aktivitas enzym atau aras GSH. Lebih banyak
mengubah 0,0-dimetilfosfat dibanding derivat-derivat alkil lain yang lebih tinggi. Tidak ada
penghambatnya yang spesifik.
- Lintas situs pada suatu reseptor toksikan. Resistensi terhadap HCN dengan menggunakan
flavoprotein yang tak sensitif terhadap HCN untuk menghindari oksidase sitokhrom yang
peka terhadap HCN.
- Resistensi karena gen kdr (knock-down resistance). Resistensi terhadap DDT dan piretroid
nonsian. Terdapat bukti-bukti elektrofisiologis. Mekanisme kdr bertindak pada tingkat neuron
dengan cara menurunkan sensitivitas syaraf terhadap toksikan.
Mekanisme fisiologis: penurunan laju penetrasi melalui membran (mis. kutikula)mengurangi
jumlah ikatan pada sasaranberubahnya simpanan dan meningkatnya eliminasi. Merupakan
faktor yang kompleks dan berkaitan dengan faktor-faktor lain.
Mekanisme perilaku: ada serangga yang dapat memodifikasi perilakunya setelah perlakuan
insektisida, misalnya nyamuk yang tidak lagi mau hinggap di dinding yang telah disemprot
dengan DDT.
Pengelolaan resistensi, ada tiga cara:
--dengan penggunaan yang tak berlebihan (moderasi)
--dengan penggunaan sampai tak lagi mampu bersaing (saturasi)
--dengan gabungan berbagai cara:
- rotasi beberapa jenis insektisida

- menggunakan inhibitor
- menggunakan resistensi silang negatif
- PHT
- mengembangkan insektisida baru.
Resurjensi masih belum jelas mekanismenya. Pada pokoknya meningkatnya jumlah populasi
hama setelah perlakuan insektisida. Dapat disebabkan karena:
- Terbunuhnya musuh alami hama yang bersangkutan sementara resistensi sudah mulai
muncul
- Meningkatnya kepridian akibat penggunaan insektisida (masih merupakan hipotesis, belum
ada bukti empirik)
Pengelolaan resurjensi dilakukan seperti halnya pada pengelolaan resistensi.
www.edmart.staff.ugm.ac.id/?satoewarna...2

Apa

itu

Adiksi?

Diperbaharui terakhir: 0000-00-00


Adiksi berasal dari bahasa inggris Addiction. Adiksi sama dengan Kecanduan. Adiksi
merupakan kondisi dimana seseorang sudah tidak lagi mempunyai kendali terhadap perilaku
kecanduannya. Dalam konteks kecanduan narkoba, maka zat-nya bisa Heroin (putau), sabu,
ganja, pills, dll. Dalam pendekatan yang lain, Adiksi merupakan Penyakit. Chronicle
relapsing disease - penyakit kronis yang gampang kambuh. Oleh sebab itu berdasarkan
pendekatan ini, seseorang yang sudah berhasil berhenti menggunakan narkoba untuk periode
waktu tertentu tidak dikatakan Sembuh, tetapi lebih sering dikatakan Pulih.
Jadi kalau ada orang yang ketahuan pakai ganja/putau/sabu, sudah pasti kecanduan? Belum
tentu. Mungkin orang tersebut baru pertama kali pakai, mungkin dia baru coba-coba saja, tapi
bisa juga dia sudah cukup sering menggunakan narkoba tapi masih bisa mengendalikannya,
atau,

ya

memang

dia

sudah

kecanduan.

Ada beberapa terminologi dalam menggambarkan proses perjalanan kecanduan. WHO


membaginya dalam tahapan: Abstinent --> Experimental --> Occasional --> Regular -->
Habitual --> Dependent. Sedangkan pendekatan yang lain menggambarkan proses tersebut
sebagai

berikut:

mulai

di

tahap

Pengguna

-->

Penyalahguna

-->Kecanduan.

Kalau kita kembali pada penjelasan diatas, ada 2 hal yang paling membedakan antara
seseorang yang sudah kecanduan dengan yang belum, yaitu: Masalah dan Kontrol. Orang
yang sudah kecanduan, sama sekali tidak mempunyai kendali atas hidupnya. Seluruh aspek
kehidupannya dikendalikan oleh narkoba. Mau makan pakai narkoba dulu, mau mandi pakai
narkoba, mau sekolah/kerja pakai narkoba, mau tidur pakai narkoba, mau bersosialisasi pakai
narkoba. Dia menggunakan narkoba hanya untuk menjadi normal. Demikian juga dengan
masalah dalam aspek kehidupannya. Masalah dengan uang, karena kebutuhan dan toleransi
terhadap narkoba terus meningkat, prestasi menurun, masalah interpersonal, dengan keluarga,
teman dan sebaya. Terlibat dengan situasi kriminal dan kecelakaan lalulintas juga merupakan
hal umum ditemukan pada orang yang kecanduan narkoba. Daftar pstaka aidsina.org/modules.php?name=FAQ...id...Adiksi Penggolongan Obat
Ada 7 (tujuh) versi penggolongan obat menurut buku Ilmu Resep oleh Drs. H. A. Syamsuni
Apt. Yaitu:
Menurut Kegunaan Obat:

Untuk menyembuhkan (terapeutik)

Untuk mencegah (profilaktik)

Untuk diagnosis (diagnostik)

Menurut cara penggunaan:

Medicamentum ad usum internum (untuk pemakaian dalam) yaitu melalui oral, diberi
etiket putih.

Medicamentum ad usum externum (untuk pemakaian luar)yaitu selain pemakaian


melalui saluran pencernaan, diberi etiket putih.

Menurut cara kerja:

Lokal: bekerjapada jaringan setempat, contoh: pemakaian topikal / pada kulit

Sistemik: obat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui oral

Menurut undang-undang:

Narkotika (obat bius atau daftar O = opium), dapat menimbulkan ketagihan harus dg
pengawasan dokter, contoh: candu, opium, morfin

Psikotropika (obat berbahaya), memengaruhi proses mental, contoh:ekstasi,


diazepam, barbital.

Obat Keras (daftar G = Geverlijk = berbahaya) adalah obat yang memiliki dosis
maksimum atau terdaftar sebagai obat keras, diberi tanda khusus berupa lingkaran
merah dengan hurup K, semua obat baru, dan seidaan parenteral.

Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan), dengan lingkaran


berwarna biru serta diberikan tanda peringatan.

Obat bebas, yaitu dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan dengan tanda
lingkaran berwana hijau.

Menurut sumber obat: dapat bersumber dari

Tumbuhan, misalnya: digitalis, kina

Hewan, misalnya: minyak ikan, cera, adeps lanae

Mineral, misalnya: iodikalii, parafin, vaselin

Sintetis, misalnya: kamfer sintetis, vitamin C

Mikroba, misalnya: antibiotik penisilin

Menurut bentuk dan sediaan obat:

bentuk padat: serbuk, tablet, pil, kapsul, suppositoria.

bentuk setengah padat: salep, krim, pasta, gel, serata, occulenta

bentuk cair/larutan: potio, sirup, eliksir, tetes mata, obat kumur, injeksi, infus, lotio,
dll

bentuk gas: inhalasi/spray/aerosol

Menurut proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh:

Obat farmakodinamis, yang bekerja dengan mempercepat atau memperlambat proses


fisiologis atau fungsi biokimia tubuh, contoh: hormon, diuretik, hipnotik, dan obatobat otonom

Obat kemoterapetik, dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh, misal:
antikanker, antibiotik, antiparasit

Obat diagnostik, yaitu membantu untuk melakukan diagnosis atau pengenalan


penyakit, misalnya barium sulfatuntuk diagnosis penyakit saluran lambung-usus

Mekanisme Kerja Obat Fase Farmasetik


May 20, 2012 |

Author ShinKaoju

Setelah kita berbasa-basi tentang farmakologi di depan. Sekarang kita mulai beranjak ke
materi inti dari ilmu farmakologi. Mari kita awali dengan mekanisme kerja obat.
Efek obat terjadi ketika ada interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif (hasil
metabolisme senyawa oleh tubuh, yang mana metabolit ini yang lebih mempunyai efek
terhadap tubuh daripada senyawa yang belum dimetabolisme oleh tubuh) dengan reseptor
atau bagian tertentu dari tubuh. Ketika obat atau metabolit aktif ini berinteraksi dengan
reseptor atau bagian tertentu tubuh (untuk selanjutnya saya singkat reseptor saja yah biar
lebih singkat hehehe), maka obat itu akan menimbulkan efek.
Untuk dapat mencapai tempat kerjanya di reseptor, obat melalui banyak proses yang harus
dilalui. Proses itu terdiri dari tiga fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase
farmakodinamik.
Dalam artikel saya saat ini, saya akan mulai membahas fase farmasetik.
Fase farmasetik merupakan fase sebelum obat masuk ke tubuh sampai obat siap diabsorpsi
oleh tubuh. Fase ini meliputi cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan
yang digunakan oleh obat tersebut.
Sediaan obat yang banyak dipakai dalam pengobatan adalah dalam sediaan padat atau cairan.
Fase farmasetik ini umumnya untuk obat oral, karena kalau intravena kan langsung masuk ke
sirkulasi. Sediaan padat misalnya adalah tablet dan kapsul, sediaan cair misalnya larutan,
sirup, dan linimen.

Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut pada tempat absorpsinya. Kalau gak bisa
melarut gak mungkin bisa diabsorpsi, soalnya usus kita gak mungkin bisa menyerap tablet
utuh kan hehe.
Sediaan obat yang cepat larut, secara teoritis akan lebih cepat diabsorpsi dan cepat
menibulkan efek atau onsetnya relatif cepat. Urutan kecepatan melarut atau kecepatan
absorpsi dari beberapa sediaan obat adalah larutan > suspensi > serbuk > kapsul > tablet >
tablet salut.
Mengapa larutan paling cepat? Jawabannya simpel, karena dia larutan hehehe. Sehingga tidak
perlu lagi proses melarut karena memang dari awalnya adalah larutan sehingga siap untuk
langsung diabsorpsi. Begitu pula suspensi yang memang berupa larutan, tetapi karena ukuran
partikel suspensi yang lebih besar dari larutan, maka agak memperlama proses melarut di
cairan tubuh, karena partikelnya perlu dikecilin lagi. Tapi karena memang awalnya adalah
bentuk larutan, ya relatif lebih cepat daripada bentuk sediaan yang lain.
Setelah larutan dan suspensi, kemudian adalah serbuk. Serbuk lebih lambat dari larutan
karena serbuk membutuhkan waktu untuk melarut dalam cairan tubuh. Contohnya aja kalau
teman-teman membuat air gula, kan butuh proses agar gula itu bisa larut dalam air.
Urutan berikutnya adalah tablet. Tablet memerlukan waktu yang lama untuk larut. Prosesnya
adalah pertama-tama tablet pecah menjadi granul, kemampuan pecahnya tablet ini tergantung
bahan tambahan pembuat tabletnya yang disebut disintegran. Semakin baik daya disintegran
bahan tambahan itu, maka semakin cepat tablet pecah menjadi granul. Setelah menjadi
granul, granul itu akan terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (bisa kita anggap
serbuk). Lha serbuk ini nantinya baru melarut ke dalam cairan tubuh. Jadi prosesnya lebih
lama dari serbuk kan?
Yang terakhir adalah tablet salut. Kenapa kok lebih lama lagi? Kasarannya gini, lha wong
tablet aja udah lama. Apalagi kalau dikasih selaput tabletnya, yah pasti lebih lama dari tablet.
Ok sekian dulu yah teman-teman. Nantikan tulisan saya selanjutnya. Kalau ada yang ingin
ditanyakan bisa langsung tulis komentar di bawah. Selamat belajar

Mekanisme Kerja Obat : Fase Farmakodinamik


April 11, 2013 |

Author ShinKaoju

Ok, kita setelah kita belajar fase farmasetik dan fase farmakokinetik, sekarang kita beranjak
ke fase farmakodinamik.
Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau mempelajari
pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah
satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat
non spesifik.
Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel,
ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa
protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang
diduduki atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim
pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak
produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja dengan
cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara mendegradasi
asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase dihambat, maka
asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin.
Yang ketiga adalah kerja non spesifik. Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut
bekerja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Nabikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit
yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.
Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak sepenuhnya
mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya sebagian
(parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa
kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama antagonis.
Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat antagonis
memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat menghalangi efek agonis. Antagonis sendiri ada

yang kompetitif dan antagonis non-kompetitif. Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu
berikatan di tempat yang sama dengan obat agonis.

Mekanisme Kerja Obat Fase Farmakokinetik : Absorpsi


May 31, 2012 |

Author ShinKaoju

Setelah membahas fase farmasetik, sekarang kita bergerak ke fase kedua yang harus dilalui
obat untuk sampai ke tempat kerjanya, yaitu fase farmakokinetik.
Fase farmakokinetik berkaitan erat dengan proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi) obat dalam tubuh. Proses ADME ini nantinya menentukan kadar obat dalam
tubuh. Setiap obat memiliki karakteristik ADME yang berbeda. Contohnya ada obat yang
hanya butuh 1 jam untuk diabsorpsi secara sempurna oleh tubuh, tapi juga ada obat yang
butuh waktu berjam-jam agar bisa diabsorpsi oleh tubuh.
Mari kita mulai dari absorpsi terlebih dahulu. Absorpsi adalah proses masuknya obat ke
dalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi banyak
faktor, antara lain tergantung dari kecepatan melarut obat pada tempat absorpsi, derajad
ionisasi obat itu, pH dimana tempat obat tersebut diabsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat
obat melarut.
Kelarutan
Seperti yang pernah kita bahas, agar bisa diabsorpsi obat harus melarut terlebih dahulu di
tempat absorpsi. Sehingga kecepatan melarut obat akan sangat menentukan seberapa cepat ia
akan diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Maka dari itu obat dalam bentuk larutan adalah
obat yang paling cepat untuk diabsorspi. Hal ini dikarenan obat dalam bentuk larutan sendiri
sudah melarut sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi daripada sediaan lain seperti serbuk,
tablet, dan sebagainya yang perlu waktu untuk melarut pada tempat absorpsi. Untuk itu,
sebaiknya sediaan obat padat diminum dengan cairan yang cukup untuk membantu
mempercepat kelarutan obat.
pH
Selain dari kecepatan melarut, kecapatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH
tempat obat melarut maupun pH dari obat itu sendiri. Ketika obat belum masuk ke dalam

tubuh kebanyakan bentuknya adalah non ionik, dan ketika obat itu masuk ke dalam tubuh dan
melarut dalam cairan tubuh, si obat tadi yang awalnya tak terion bisa berubah menjadi
senyawa yang terion. Hal ini dikarenakan terdpata perbedaan pH dari obat dengan tubuh.
Misalnya saja ada obat basa lemah yang masuk tubuh. Begitu obat tersebut masuk ke dalam
lambung, maka obat tersebut akan terionisasi karena lambung mempunyai suasana asam.
Mari kita ingat-ingat kembali saja pelajaran kimia SMA, jika ada dua senyawa satunya basa
satunya asam maka nantinya akan terjadi reaksi. Hal ini berbeda jika senyawa itu sama-sama
asam atau sama-sama basa, mungkin terjadi reaksi perubahan, tetapi tidak sedrastis kalau
beda pH CMIIW (Correct Me If I Wrong).
Seperti yang kita ketahui bahwa struktur dari membran sel tubuh kita sebagian besar adalah
lemak, dan kebetulan sekali obat yang relatif tak terionkan (karena menurut saya pastilah ada
sedikit yang terionkan) akan lebih mudah menembus membran sel sehingga bisa diabsorpsi
oleh tubuh.
Sebagai contoh kita ambil saja aspirin yang bersifat asam. Aspirin ini nantinya akan lebih
mudah menembus membran lambung yang asam daripada menembus dinding usus halus. Hal
ini dikarenakan ketika di lambung, aspirin relatif tak terionkan sehingga lebih mudah untuk
diabsorpsi membran sel di lambung. Sedangkan obat-obat basa lemah akan lebih mudah
diabsorpsi di usus halus karena di usus halus relatif tidak terionisasi.
Tempat Absorpsi
Selain kelarutan dan pH, kecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh dimana obat tersebut
diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat semakin cepat jika luas permukaan membran semakin
luas, dan bertambah lambat ketika mambran tersebut semakin tebal.
Kita ambil contoh obat oral. Obat oral sebagian besar diabsorpsi di usus halus, karena di usus
halus memiliki membran luas permukaan terluas daripada di lambung yang hanya memiliki
luas permukaan yang sempit. Selain itu pada usus halus jaringan epithelnya tipis sehingga
lebih mudah digunakan untuk menyerap obat daripada menembus membran kulit yang
berlapis (bayangkan dikulit harus melalui epidermis, endodermis, dan lain sebagainya
terlebih dahulu).
Sirkulasi Darah

Faktor terakhir yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah sirkulasi darah dimana obat
tersebut diabsorpsi. Obat yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah) akan lebih
cepat diabsorpsi karena di bawah lidah terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika
diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih lambat diabsorpsi karena aliran darah
pada kulit sangat lambat.

Mekanisme Kerja Obat Fase Farmakokinetik : Distribusi


June 9, 2012 |

Author ShinKaoju

Setelah kemarin panjang lebar bercerita tentang absorpsi, sekarang saya akan bercerita
mengenai distribusi.
Ketika obat telah diabsorpsi dan masuk ke dalam pembuluh darah, obat itu nantinya akan
didistribusikan (atau nama lainnya diedarkan) ke jaringan atau ke tempat dimana obat itu
akan bekerja. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan molekul obat untuk menembus membran
yang ada pada jaringan. Karena kebanyakan membran-membran itu terdiri dari lemak, maka
obat yang mudah larut dalam lemak nantinya akan mudah terdistribusi.
Selain faktor kelarutan obat dalam lemak atau bahasa kerennya daya lipofilitas, distribusi
juga dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskular, ikatan obat dengan protein plasma, dan bisa
juga karena adanya hambatan fisiologis tertentu.
Output jantung atau banyaknya darah yang keluar dari jantung dan kecepatan keluarnya darah
tersebut sangat berpengaruh terhadap kecepatan distribusi. Misal si jantung berdenyut lambat
maka kecepatan distribusi obat akan lebih rendah jika dibandingkan denyut jantung yang
normal. Selain itu jumlah darah di suatu lokasi juga mempengaruhi distribusi obat. Organorgan yang dapat suplai darah yang banyak dan cepar (jantung, ginjal, hati) juga pastinya
akan menerima obat dalam jumlah yang lebih banyak daripada organ yang lambat dan sedikit
darahnya. Kok bisa gitu? Karena setiap darah pasti lewat jantung, jadi ketika darah terdapat
di jantung, maka obat dalam darah tersebut akan terdistribusi juga di jantung. Begitu pula
dengan hati dan ginjal. Bahkan distribusi obat akan maha sulit ke daerah yang perfusi
darahnya sangat kurang seperti pada tulang.
Ketika obat masuk ke dalam darah, sebagian obat akan terikat protein plasma dan sebagian
dalam kondisi bebas atau tidak terikat protein plasma. Hanya obat-obat yang tidak terikat

protein plasma yang akan terdistribusi ke jaringan dan juga dapat dimetabolisme sehingga
mudah diekskresikan. Sifat fisika-kimia obat akan mempengaruhi banyak dan kuatnya ikatan
dengan protein. Ikatan antara obat dengan protein plasma ini memiliki bobot molekul yang
besar sehingga tidak akan bisa menembus membran sehingga nantinya tidak akan aktif
sebelum ikatannya terlepas.
Seperti yang saya sebutkan tadi bahwa hanya obat bebas yang bisa di metabolisme dan
selanjutnya di ekskresikan melalui ginjal. Ketika kadar obat dalam darah berkurang karena
diekskresikan, maka protein plasma akan melepas sebagian dari obat untuk beredar dalam
darah. Keadaan ini akan selalu dinamis dan perbandingan antara obat yang terikat dan obat
yang bebas akan tetap. Contohnya seperti berikut

K
ad
ar
W
ak
tu
(J
a
m
)

O
ba
t
Te
ri
ka
t
(
m
g/
L)

K
ad
ar
O
ba
t
Ta
k
Te
ri
ka
t
(m
g/
L)

1 50 50
2 25 25
3

12 12
,5 ,5

Tabel diatas adalah jika perbandingan obat terikat dan tidak terikat 50:50. Kalau bingung bisa
ditanyakan nanti.

Toksisitas bisa terjadi jika keseimbangan antara obat bebas dan obat terikat terganggu. Hal ini
bisa terjadi jika ada 2 obat yang sama-sama memiliki ikatan obat yang kuat. Harusnya protein
plasma mengikat sejumlah obat A, karena ada obat B jumlah obat yang terikat berkurang
karena terikat obat B, sehingga jumlah obat A yang bebas dalam darah akan meningkat.
Seperti yang saya katakan tadi hanya obat yang bebas yang memberi aksi, jika terlalu banyak
obat bebas maka nantinya akan tejadi toksik di tubuh.

Mekanisme Kerja Obat Fase Farmakokinetik : Metabolisme


March 14, 2013 |

Author ShinKaoju

Setelah melalui fase absorbsi dan fase distribusi obat akan mengalami fase metabolisme.
Metabolisme sendiri adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang
dikatilisis oleh enzim menjadi suatu metabolit. Ketika obat masuk ke aliran darah, fase
metabolisme dan fase ekskresi adalah fase yang bertanggung jawab untuk membuang obat
keluar dari tubuh. Ginjal tidak akan mampu untuk mengekskresi obat-obat yang lipofil
sebelum obat tersebut mengalami metabolisme. Karena obat lipofil akan direabsorpsi oleh
tubulus distal untuk dikembalikan oleh tubuh. Maka dari itu obat perlu dimetabolisme
menjadi bentuk yang lebih polar/hidrofil sehingga mudah dikeluarkan oleh ginjal. Organ
utama untuk memetabolisme obat adalah hati.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I mengubah senyawa yang lipofil
menjadi hidrofil dengan cara menambahkan gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH
pada senyawa tersebut. Dengan adanya penambahan gugus tersebut membuat senyawa
sedikit lebih hidrofil sehingga nantinya mudah untuk dibuang oleh tubuh. Hasil metabolisme
fase I juga memungkinkan untuk merubah efek farmakologis obat.
Metabolisme fase I kebanyakan mengunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di
hepar dan GI. Enzim sitokrom P450 ini juga berperan dalam memetabolisme zat endogen
seperti steroid, lemak, dan detoksifikasi zat eksogen. Namun, ada juga metabolisme fase I
yang tidak menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamin,
dan etanol.
Selain fase I, ada juga reaksi metabolisme fase II atau reaksi konjugasi. Reaksi ini terjadi jika
zat belum cukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terjadi terutama pada zat

yang sangat lipofil. Konjugasi ini adalah menggabungkan struktur kimia obat dengan
konjugat endogen yang ada pada tubuh seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, dan
asam amino. Hasil reaksi konjugasi adalah suatu zat yang sangat polar dan tidak aktif secara
farmakologis.
Untuk obat yang sudah memiliki gugus seperti OH, NH2, SH, dan COOH mungkin tidak
perlu mengalami reaksi fase I sehingga langsung menuju reaski metabolisme fase II. Dengan
demikian tidak semua zat selalu melalui reaksi metabolisme fase I sebelum ke reaksi
metabolimse fase II. Bahkan ada beberapa obat yang mengalami reaksi metabolisme fase II
kemudian reaksi metabolisme fase I.

Mekanisme Kerja Obat : Fase Farmakokinetik Ekskresi


March 22, 2013 |

Author ShinKaoju

Setelah melalui proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme obat akan dikeluarkan dari
tubuh. Fase ini dinamakan fase ekskresi.
Ekskresi obat keluar tubuh kebanyakan menggunakan ginjal sebagai media. Selain oleh ginjal
tempat ekskresi obat bisa melalui intestinal alias usus (feses), paru-paru, kulit, keringat, air
ludah, dan air susu. Tetapi biasanya yang digunakan untuk menghetahui parameter ekskresi
obat adalah melalui urin (dari ginjal). Hal ini dikarenakan sangat sedikit kadar obat yang
terekskresi melalui jalur selain urin. Sebagai contoh anggap saja kita pakai parasetamol. Gak
mungkin juga kan kita ngetes kadar obat kita dari keringat kita. Hehehe.
Kecepatan obat untuk diekskresi dari tubuh dilihat dari waktu paruhnya (T 1/2). Setiap obat
memiliki waktu paro yang berbeda-beda. Obat A mungkin dalam 2 jam sudah bersih dari
tubuh, tapi ada juga yang baru 24 jam baru hilang dari tubuh. Waktu paro sendiri adalah
waktu yang dibutuhkan oleh suatu senyawa agar jumlahnya tersisa 1/2 nya. Jadi semisal
kalau ada senyawa 100 mg, maka waktu paro adalah waktu yang dibutuhkan senyawa
tersebut sehingga senyawanya tinggal 50 mg. Jika dikaitkan dengan ekskresi maka waktu
paro berarti waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk hilang separuhnya dari tubuh. Untuk

lebih jelasnya pembahasan waktu paro teman-teman bisa membaca tulisan saya tentang
waktu paro orde nol dan orde satu.
Eliminasi obat dari tubuh bisa bertambah panjang jika ada kerusakan pada ginjal dan hepar
kita. Dengan bertambahnya waktu paro eliminasi maka durasi obat akan jadi makin panjang,
dan juga obat yang harusnya sudah keluar dari tubuh, ternyata belum keluar. Maka dari itu,
pada kebanyakan obat akan dikurangi dosisnya untuk mengurangi toksisitas.
Proses ekskresi obat dalam ginjal ada tiga tahap, yaitu filtrasi glomelurus, reabsorpsi tubulus,
dan sekresi tubulus.
Pada fase filtrasi obat yang tidak terikat protein plasma akan mengalami filtrasi atau
penyaringan di glomelurus sebelum menuju tubulus. Pada bagian ini yang berpengaruh pada
kecepatan filtrasi adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomelurus.
Dari hal diatas kita dapat simpulkan jika obat yang terikat dengan protein plasma tidak akan
ikut terekskresi karena ukuran protein yang besar. Dan jika kita temukan protein pada urin
kita, maka glomelurus yang kita miliki memang sudah rusak. Karena sejatinya tidak mungkin
protein bisa menembus glomerulus.
Setelah tahapan filtrasi selanjutnya menuju tahapan reabsorpsi. Pada tahapan ini dilakukan
penyerapan kembali senyawa obat yang mash non polar dan masih dalam bentuk tak terion.
Hal ini bisa dimanipulasi dengan membentuk pH urin. Dengan memberi suasana basa pada
urin paka obat-obat asam akan terion sehingga tidak direabsorpsi dan menuju tahap
selanjutnya. Begitu juga sebaliknya untuk obat basa.
Tahap terakhir adalah sekresi. Yaitu proses pengeluaran senyawa obat dari tubuh melalui urin.
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
1
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Bagian 1:
Mekanisme Aksi dan Farmakokinetik:
Prinsip Umum
CARA KERJA
Mekanisme yang obat memanifestasikan efek farmakologis mereka kadang-kadang

diketahui dengan pasti dan, pada waktu lain, mereka jelas. Dalam beberapa kasus, mekanisme
tindakan jelas, misalnya, ketika obat menggantikan biokimia hilang
substansi, seperti insulin untuk diabetes. Dalam kasus lain, mekanisme yang lebih kompleks,
tapi masih dikenal, misalnya, allopurinol menghambat enzim yang diperlukan untuk
pembentukan
asam urat. Dengan mengurangi konsentrasi asam urat dalam darah, mengurangi allopurinol
gout. Kadang-kadang mekanisme kerja obat tidak diketahui, meskipun obat
telah digunakan untuk waktu yang lama, misalnya, peran yang dimainkan oleh fenitoin
menurunkan
epilepsi tidak diketahui.
Banyak obat berinteraksi dengan reseptor (protein) dalam tubuh untuk menghasilkan efek
mereka. Itu
afinitas obat untuk situs reseptor tertentu (baik pada atau di dalam sel) dan respon
diproduksi berhubungan dengan struktur kimia dan tindakan di situs reseptor. Obat-obatan
yang tidak diperantarai reseptor menghasilkan efek mereka dengan bahan kimia sederhana
atau fisik
interaksi dengan molekul lokal seperti yang terlihat dengan antasida, obat pencahar, dan
antiseptik. Pada Perawat Handbook Obat, mekanisme obat tindakan disediakan
ketika diketahui.
FARMAKOKINETIKA
Farmakokinetik adalah studi tentang nasib obat dalam tubuh. Ilmu keprihatinan ini
dirinya dengan:
Obat penyerapan dan distribusi
Obat konsentrasi plasma
kadar plasma Terapi
kadar plasma Beracun
Konsentrasi obat aktif di situs target
Tingkat metabolisme
Tingkat ekskresi
Parameter ini, pada gilirannya, dipengaruhi oleh:
sifat physiochemical obat (misalnya, kelarutan lemak)
Bentuk sediaan obat
Rute administrasi
Tingkat pengikatan obat untuk plasma dan / atau protein jaringan (bioavailabilitas)
karakteristik individu klien
Penyakit serentak
administrasi secara serentak makanan atau obat lain
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
2
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Farmakokinetik telah diasumsikan penting dalam pengobatan karena banyak klien
saat mengambil peningkatan jumlah obat kuat, sering bersamaan dan
periode waktu yang berkepanjangan. Konsep farmakokinetik yang memainkan peran utama
dalam
pemberian obat termasuk administrasi, penyerapan, onset aksi, puncak
aktivitas, paruh, efek pertama-pass, distribusi obat, eliminasi obat, serum terapeutik
tingkat, bioavailabilitas, dan sistem pengiriman obat terapeutik (seperti lipid atau polimer

nanopartikel berbasis dirancang untuk meningkatkan therapeautic obat diberikan parenteral '
dan sifat farmakologis.
Data farmakokinetik dikenal, serta mekanisme kerja obat, termasuk dalam
diskusi obat individu atau golongan obat dalam Perawat Handbook Obat. The
informasi yang tercantum untuk berbagai obat adalah tidak lengkap dan tidak sepenuhnya
konsisten.
Data farmakokinetik kurang untuk beberapa obat yang lebih tua masih banyak digunakan saat
ini.
Selain itu, data yang diperoleh dari literatur dan / atau dari produsen obat sering
konsisten dan jerawatan. Onset tindakan diberikan untuk beberapa obat, waktu untuk
mencapai puncak
serum atau kadar serum terapeutik terdaftar untuk orang lain kapanpun dikenal.
Konsistensi dikorbankan untuk kelengkapan informasi. Jika ada dan / atau
diketahui, kami telah mendaftarkan semua atau beberapa hal berikut:
Mekanisme tindakan
Onset tindakan
kadar serum Terapi
Durasi tindakan
Metabolisme / ekskresi
Waktu untuk mencapai kadar serum puncak
biologis paruh (t )
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
3
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Administrasi
Rute yang digunakan untuk mengelola obat memiliki efek mendalam pada penyerapan obat,
distribusi,
metabolisme, dan eliminasi (Gambar 1-1).
Gambar 1-1.
S
Umber
:D
Elmar
/C
ENGAGE
L
PRODUKTIF
Oral Oral (Enteral) Administrasi. Adalah yang paling ekonomis, mudah, dan
paling luas rute. Penyerapan obat setelah pemberian oral dipengaruhi oleh
kehadiran makanan, obat lain, waktu pengosongan lambung, motilitas usus, pH dari
lambung dan usus, sifat obat (misalnya, kecil, molekul lipid-larut yang
diserap lebih cepat daripada yang lain), laju disintegrasi dan disolusi tablet
atau kapsul (dipengaruhi oleh keadaan fisik dan pelapisan), dan sirkulasi darah ke
gastrointestinal (GI) saluran. Yang penting, obat-obatan tertentu tidak dapat diberikan secara
oral pada semua
(Tanpa upaya perlindungan khusus) karena mereka dihancurkan oleh asam lambung (yaitu,
insulin). Beberapa obat oral yang rusak sebagian oleh berbagai enzim dalam

Saluran pencernaan, di mukosa usus, dan kebanyakan dari semua, dalam hati (lihat Efek
Pertama-Pass). A
kombinasi dari semua atau beberapa faktor bisa bertanggung jawab untuk hanya sebagian
kecil dari
obat oral menjadi diserap ke dalam aliran darah (lihat Onset Aksi
dan Puncak Kegiatan). Bentuk meliputi tablet, tablet salut enterik, kapsul, waktunyarelease (pelepasan berkelanjutan, extended-release) kapsul, tablet hisap (troches), suspensi,
emulsi, ramuan, ekstrak cairan, sirup, dan solusi.
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
4
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Intramuskular dan subkutan Administrasi. Obat diserap ke plasma dari
intramuskular (IM) atau subkutan situs injeksi (SC) dengan difusi sederhana. Lebih besar
molekul (misalnya, protein) yang diserap melalui sirkulasi limfatik. Penyerapan adalah
meminta. Durasi kerja dapat ditingkatkan dengan penggunaan formulasi yang menurunkan
tingkat penyerapan. Bentuk meliputi solusi dan bubuk. IM rute lambat untuk
menyerap dan menyakitkan, dan tidak digunakan sangat sering lagi.
Intravena (IV) Administrasi Administrasi intravena. Memastikan onset prompt
tindakan dan menghilangkan ketidakpastian yang berhubungan dengan ketidaklengkapan
obat
penyerapan rute lainnya. Pemberian IV adalah satu-satunya rute yang bisa digunakan untuk
beberapa
obat menjengkelkan atau solusi karena dinding pembuluh darah relatif tahan terhadap
iritasi. Pemberian IV biasanya memerlukan persiapan yang cermat dengan memperhatikan
pengenceran,
tingkat administrasi, dan pemantauan ketat oleh perawat karena rute ini meningkatkan
risiko beracun atau efek samping yang serius. Bentuk meliputi solusi dan bubuk. IV adalah
Cara tercepat untuk mendapatkan obat ke dalam tubuh.
Drugs Administration sublingual. Ditempatkan di bawah lidah diserap dengan cepat ke
dalam
sirkulasi vena, metode pemberian obat menghindari efek pertama-pass dari
hati. Metode ini hanya cocok untuk agen yang sangat aktif tertentu, seperti nitrogliserin.
Administrasi dubur Administrasi dubur. Kadang-kadang digunakan ketika oral
adalah menghalangi (misalnya, dalam kasus muntah yang parah atau tidak sadarkan diri).
Penyerapan dapat
lambat dan tidak pasti. Satu keuntungan untuk pemberian rektal adalah bahwa obat ini
diserap dalam
saluran pencernaan bawah vena portal dan dengan demikian menghindari efek pertama-pass
hati. Penggunaan
rute ini terbatas karena banyak obat yang mengiritasi rektum. Bentuk meliputi
supositoria, enema, dan tablet. Jangan gunakan dengan perdarahan GI atau dengan
trombositopenia.
Administrasi Intracavitary Administrasi Intracavitary. (Dalam suatu organ atau badan
rongga) berguna untuk agen antineoplastik tertentu karena rute ini khusus meningkat
konsentrasi obat di tempat aksi. Bentuk meliputi cairan dan bubuk.
Mukosa administrasi membran Membran mukosa Administrasi. Biasanya
dibatasi untuk terapi lokal, meskipun kadang-kadang digunakan untuk sistemik

administrasi (misalnya, hormon antidiuretik). Penyerapan bisa cepat. Rute ini termasuk
intranasal, inhalasi, intrapulmonary endotrakeal, bukal, dan intravaginal
administrasi yang terdiri dari bubuk, tetes, semprotan dan gel.
. Kulit utuh kulit (Cutaneous) Administrasi relatif kedap sebagian besar obat;
karena itu adalah rute yang baik untuk mencapai hasil lokal di berbagai kondisi kulit.
Penyerapan meningkat jika kulit terkelupas atau gundul, jika obat yang ditambahkan ke
pelarut khusus, atau jika kulit obat ditutupi oleh saus oklusif. Juga, jika obat
diterapkan melalui area permukaan besar kulit dan untuk jangka waktu lama,
Efek sistemik dapat diamati. Bentuk meliputi cair, gel, krim, dan lotion.
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
5
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Terapi Sistem Obat-Pengiriman. Dalam sistem pengiriman obat terapi, seorang
agen farmakologis disampaikan terus menerus dari reservoir untuk jangka waktu
Waktu seperti patch (misalnya, Lidoderm, fentanil patch). Dengan fentanil, yang lipofilik,
klien harus mempertimbangkan setidaknya 115 agar obat yang akan diserap.
Intratekal Administrasi. Suntikan obat langsung ke tulang belakang subarachnoid
ruang diperlukan untuk pemberian obat tertentu yang digunakan untuk pengobatan
spastisitas, nyeri, meningitis, dan gangguan terkait. Akses ke situs mereka tindakan adalah
menghalangi atau berkurang karena penghalang darah-otak. Penyerapan yang cepat.
Penggunaan
profesional perawatan kesehatan khusus dilatih dalam administrasi intratekal obat-obatan dan
pemeliharaan pompa dan perawatan diperlukan karena teknik administrasi khusus
diperlukan dan potensi kontaminasi. Formulir adalah solusi oleh pompa implan
atau pompa eksternal.
Sistem Pengiriman Lainnya (DDS)
Transscleral dan intravitreal DDS. Dapat memberikan konsentrasi terapeutik obat dan
paparan sistemik
Operasi ditanamkan Sistem Pengiriman Obat seperti bola rasa sakit dan pakai
pompa ditanamkan
BioErodible mukoadhesif (Bema) Delivery System. Berlapis-lapis disk yang memberikan
lokal
atau tingkat sistemik obat di seluruh jaringan mukosa, mencegah deaktivasi obat dengan
menghindari
metabolisme hati pertama-pass
Nanotherapy. Ini sistem pengiriman mungkin dalam waktu dekat. Pemberian obat yang
ditargetkan untuk
organ tertentu, sel, jaringan menggunakan nanopartikel untuk meningkatkan pengiriman dan
pengambilan obat.
Obat dapat dikemas atau digabungkan ke dalam nanopartikel. Kerang nano silika berongga
bola dilapisi dengan emas, perak atau logam lainnya dilengkapi untuk membawa antibodi
untuk meningkatkan
retensi dan mungkin dipicu eksternal. Microchip biosensing Implan
Penyerapan
Tingkat penyerapan obat adalah sangat penting karena itu tercermin dalam
konsentrasi obat dalam serum dan di situs target. Hal ini menentukan waktu obat
onset aksi dan waktu efek puncak. Jika penyerapan terlalu lambat dibandingkan dengan

eliminasi, obat mungkin tidak akan pernah mencapai serum terapi efektif minimum
konsentrasi (Gambar 1-2). Selain dipengaruhi oleh rute pemberian,
penyerapan juga dipengaruhi oleh:
Perumusan obat (tablet dibandingkan kapsul, penggunaan produk cair, lembam
aditif, pelapis, sistem pengiriman obat)
Karakter dari obat itu sendiri (misalnya, asam dibandingkan dasar)
Kelarutan Obat
Ada tidaknya makanan (oral)
Karakteristik Klien: umur, berat badan, faktor individu, latar belakang etnis,
adanya penyakit penyerta
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
6
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Cara adat penyerapan obat diagram dengan memplot konsentrasi serum
sebagai fungsi waktu ditunjukkan pada Gambar 1-2.
Gambar 1-2.
S
Umber
:D
Elmar
/C
ENGAGE
L
PRODUKTIF
Onset Aksi
Terjadinya aksi mengacu pada interval waktu antara pemberian obat dan
notasi dari efek terapi pertama (lihat Gambar 1-2). Hal ini tergantung pada rute
administrasi, karakteristik obat, laju penyerapan melalui berbagai
membran, dan formulasi (seberapa cepat obat dilepaskan ke dalam sistem dari
bentuk sediaan). Terjadinya aksi terutama variabel setelah pemberian oral,
tergantung pada kehadiran makanan di perut, motilitas saluran pencernaan, dan lainnya
faktor.
Puncak Kegiatan
Puncak kegiatan, ketika obat mencapai efek maksimum, bertepatan sering (tapi tidak
selalu) dengan konsentrasi serum puncak (lihat Gambar 1-2). Puncak ini mungkin melampaui
tingkat optimal efektif, yang mengarah ke efek toksik, tetapi konsentrasi bisa jatuh dengan
cepat
bawah tingkat ini sebagai hasil dari biotransformasi dan ekskresi. Penurunan ini terjadi
terutama ketika obat short-acting diberikan pada awalnya atau sebentar-sebentar. Dalam
pengobatan
diabetes, misalnya, insulin dengan berbagai panjang tindakan dicampur untuk menjaga
insulin
tingkat pada tingkat yang efektif untuk terapi sekitar jam (darah puasa dan postprandial
gula).
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
7

2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Biologis Half-Life (t )
Waktu di mana setengah obat telah dieliminasi adalah biologis paruh atau t. Jika tidak ada
obat tambahan diberikan, dibutuhkan dua setengah-hidup untuk menghilangkan 75% dari
obat dan
empat paruh untuk menghilangkan 93,3% dari obat.
Dalam prakteknya, kebanyakan obat diberikan lebih dari sekali, dosis berikutnya adalah
diberikan umumnya sebelum dosis sebelumnya telah sepenuhnya dieliminasi. Ini tumpang
tindih
dapat mengakibatkan akumulasi obat. The biologis paruh merupakan konsep penting dalam
membangun frekuensi dosis. Secara umum, interval dosis sama dengan, atau kurang dari, t
direkomendasikan untuk sebagian besar obat. Jadi, jika t adalah 4 jam, obat dapat diberikan
sampai dengan enam
kali per hari. Dalam prakteknya, dilakukan usaha untuk mempertimbangkan kenyamanan
klien dalam
pengaturan jadwal dosis.
Kebanyakan obat memiliki waktu paruh pendek (misalnya, anestesi). Obat lain, yang
monoamine oxidase
inhibitor (MAOIs), misalnya, memiliki sangat panjang paruh hari sampai minggu.
Konsep paruh penting dalam semua aspek terapi obat, termasuk
pengobatan overdosis obat. The opioid antagonis nalokson, misalnya, memiliki lebih pendek
t daripada morfin, sehingga administrasi antagonis harus diulang
sampai efek dari opioid telah memudar. Konsep paruh hanya dapat diterapkan
terhadap obat saat mereka telah diserap ke dalam sirkulasi darah dan bukan untuk orang
dioleskan.
Setengah-hidup, serta faktor farmakokinetik lainnya, bervariasi dengan usia klien,
penyakit penyerta (penurunan terutama ginjal atau hati), dan adanya makanan
dan / atau obat-obatan lainnya. Kadang-kadang obat (atau metabolit aktif) dihilangkan dalam
dua atau
lebih tahap. Dalam kasus tersebut, t dikatakan biphasic atau multifase. Hal ini penting
untuk
perawat harus diperhatikan terutama ketika pemberian obat dengan waktu paruh panjang
seperti
metadon. Ada beberapa kasus oversedation dengan obat ini.
Efek pertama-Pass
Zat yang paling beracun, termasuk obat, yang terdegradasi oleh enzim mikrosomal dari
hati. Karena obat oral diserap dari saluran pencernaan ke hati yang
sirkulasi, mereka harus melewati hati sebelum mereka dapat mencapai sirkulasi umum
dan target mereka. Efek ini dapat mengakibatkan kerugian besar aktivitas
diberikan obat, fenomena yang disebut sebagai efek pertama-pass. Efek pertama-pass
diperhitungkan ketika obat dirumuskan, yaitu, konsentrasi yang lebih tinggi harus
diberikan secara oral daripada parenteral. Perhatikan bahwa ketika obat diberikan
sublingually atau dubur, mereka tidak memiliki lulus pertama melalui hati, tapi masuk
sirkulasi umum secara langsung (lihat Gambar 1-1).
Distribusi
Distribusi obat dalam tubuh diatur oleh karakteristik physiochemical
obat tertentu. Kecepatan yang oleh agen tertentu diserap seluruh
berbagai membran biologis tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran molekul, yang

kelarutan, dan pH jaringan.


Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
8
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Banyak obat yang didistribusikan dalam jaringan tubuh, namun, setelah obat tersebut telah
disuntikkan
ke dalam, atau telah mencapai, aliran darah, ia mencapai konsentrasi signifikan pertama
sedemikian
organ yang sangat diperfusi sebagai jantung, hati, dan ginjal (dalam menit). Pengiriman
obat untuk jeroan, kulit, dan jaringan adiposa lebih lambat (menit sampai jam). Penetrasi
beberapa jaringan bahkan lebih lambat, dan fase distribusi bisa sangat lambat untuk obat
yang mengikat kuat untuk protein serum karena kompleks obat-protein tidak dapat melewati
dari plasma. Hal ini telah mendorong penelitian ke dalam sistem pengiriman obat lainnya.
Distribusi agen farmakologis tertentu ke sistem saraf pusat (SSP) sering
terbatas karena penghalang darah-otak selektif dalam mengakui senyawa. Kemampuan
dari obat untuk mencapai janin tergantung pada kemampuannya untuk melintasi penghalang
plasenta.
Penyisihan
Parameter penting dari sudut pandang terapi adalah waktu yang dibutuhkan untuk obat untuk
menjadi
dieliminasi dari tubuh. Penghapusan tarif ditentukan secara eksperimental pada nomor
dari subjek tes, dan tingkat dikutip dalam literatur merupakan rata-rata. Eliminasi obat
adalah gabungan dari metabolisme obat, yang dapat mengakibatkan metabolit aktif atau tidak
aktif, dan
ekskresi obat.
Metabolisme Metabolisme. Adalah jumlah total semua reaksi yang terlibat dalam
biotransformasi agen farmakologis setelah diberikan. Kebanyakan metabolik
transformasi yang enzimatik dan terjadi dalam hati, meski beberapa obat yang
dimetabolisme di organ lain, seperti ginjal, atau bahkan dalam plasma. Tingkat penurunan
metabolisme obat akan mengakibatkan adanya penyakit hati, sehingga membutuhkan
penurunan dosis. Sebaliknya, administrasi berkepanjangan obat-obatan tertentu (barbiturat,
fenitoin, alkohol) meningkatkan efektivitas dan / atau konsentrasi tertentu obatenzim metabolisme hepatik (induksi enzim). Hal ini menyebabkan peningkatan tingkat
metabolisme obat-obatan tertentu. Dalam kasus tersebut, dosis yang lebih tinggi dari obat ini
mungkin
diperlukan untuk mencapai dan / atau mempertahankan obat pada tingkat terapeutik yang
efektif.
Metabolisme sering meningkatkan kelarutan air dari agen farmakologis dan memfasilitasi
ekskresi ginjal. Penting untuk dicatat bahwa kadang-kadang diperlukan untuk metabolisme
obat
untuk menjadi aktif dan karena itu mengerahkan efek farmakologis nya. Dalam kasus lain,
metabolisme mungkin mengubah obat menjadi senyawa yang lebih toksik.
Ekskresi. Sebagian besar obat-obatan dan / atau metabolitnya diekskresikan melalui
urin, meskipun sejumlah obat diekskresikan oleh empedu (misalnya, klorpromazin,
salisilat, hormon steroid, antibiotik). Setelah memasuki usus dalam empedu, obat
diserap dan kembali memasuki darah dan lagi dibawa ke hati (disebut enterohepatik
siklus). Obat diekskresikan dalam empedu dieliminasi akhirnya dari tubuh dalam tinja. A

Beberapa agen diekskresikan melalui paru-paru (misalnya, anestesi volatil, seperti nitrogen
oksida,
halotan, isofluran). Sejumlah kecil obat juga dapat muncul dalam air liur dan keringat
dan dapat menyebabkan ruam kulit. Obat dapat menemukan jalan mereka ke dalam ASI dan,
karena itu, akan
dicerna oleh bayi. Dengan demikian, manfaat dan risiko ibu terus
perawat saat mengambil obat diketahui menyebabkan efek toksik harus dievaluasi secara
cermat.
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
9
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Tingkat ekskresi ginjal ditentukan oleh laju filtrasi glomerulus (GFR), tubular
reabsorpsi, dan sekresi tubular, Secara umum, semakin larut lipid suatu zat, yang
lambat ekskresi ginjal (yaitu, obat ini diserap kembali dari tubulus ginjal). Ketika
eliminasi lambat atau diperlambat karena penyakit ginjal risiko akumulasi obat dan
toksisitas obat meningkat. Perhatikan bahwa dosis dikurangi untuk sebagian besar obat di
hadapan
gangguan fungsi ginjal, bahkan, beberapa obat tidak dapat diberikan jika klien telah
terganggu
fungsi ginjal. Jika tersedia, data pada ekskresi terdaftar sebagai persentase kemih
ekskresi. Banyak obat yang diekskresikan tidak berubah (kimiawi identik dengan obat
dikelola) oleh ginjal (misalnya, digoxin).
Tingkat Serum Terapi
Kadar serum terapeutik mengacu pada konsentrasi obat dalam serum di mana nya
tindakan terapi diwujudkan. Idealnya, konsentrasi optimal seharusnya tidak
terlampaui dan harus dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Dalam prakteknya,
administrasi bentuk sediaan konvensional menghasilkan sebentar-sebentar dalam konsentrasi
obat
bahwa kadang-kadang melebihi atau jatuh di bawah tingkat dosis minimal atau optimal.
Contoh
meliputi:
Antibiotik tertentu, karena pertumbuhan mikroorganisme yang hanya menghambat
di atas tingkat obat serum tertentu (konsentrasi hambat minimal, atau
MIC)
Obat-obatan yang ada margin sempit antara efek terapi dan
efek toksik (misalnya, digitalis, fenitoin, litium)
Bioavailabilitas
Bioavailabilitas obat mengukur konsentrasi farmakologi aktif
substansi di situs target dan / atau dalam serum. Bioavailabilitas merupakan fungsi dari:
Isi obat itu sendiri
Metabolisme klien
Tingkat di mana obat ini dibebaskan dari bentuk sediaan atau dari penyimpanan di
tubuh yang tepat
Misalnya, banyak obat mengikat protein serum (albumin plasma khususnya), dari
yang mereka dilepaskan secara bertahap, obat lain yang disimpan dalam organ tertentu, di
adiposa

jaringan (obat larut lemak, seperti thiopental), dan bahkan dalam tulang (tetrasiklin).
Beberapa
faktor-faktor ini, sedemikian substitusi satu persiapan obat tertentu
untuk lain dapat mempengaruhi bioavailabilitas. Sebagai contoh, laju disintegrasi tablet
obat yang sama yang dibuat oleh produsen yang berbeda mungkin berbeda secara signifikan.
Sebuah obat dikatakan tidak menjadi bioavailable jika, atau sejauh itu, adalah:
Terikat dengan protein atau substansi lain yang membuat obat secara permanen
atau sementara tidak aktif
Tidak dibebaskan dari bentuk sediaan atau situs administrasi
Sebagian atau seluruhnya terdegradasi
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
10
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Protein mengikat memainkan peran utama dalam interaksi obat karena ketika dua obat
diberikan bersamaan, satu obat (obat A) mungkin memiliki afinitas yang lebih besar untuk
protein
daripada obat B. Tindakan ini meningkatkan konsentrasi (bioavailabilitas) obat B di
darah dan jaringan, kadang-kadang menghasilkan peningkatan durasi dan / atau intensitas
yang
efek. Jika hal ini terjadi penyesuaian dosis diperlukan.
Bioavailabilitas diperhitungkan oleh produsen dalam membangun tingkat dosis.
Untuk mencapai tingkat dosis terapi yang diinginkan, obat yang mengikat erat protein serum
dan dilepaskan secara perlahan, diberikan pada dosis yang lebih tinggi dan obat lebih jarang
daripada yang
segera tersedia dan yang rusak atau dikeluarkan dengan cepat.
Sistem Obat-Pengiriman Terapi
Obat serum yang dihasilkan dari obat diberikan sebagai konvensional
persiapan (tablet, suntikan) mengalami fluktuasi yang luas, terutama ketika
agen farmakologis dimetabolisme dan / atau dikeluarkan dengan cepat (yaitu, memiliki t
pendek). Untuk
obat dengan t pendek, dosis terlalu tinggi harus diberikan dan / atau frekuensi tinggi
administrasi harus digunakan untuk menjaga konsentrasi obat dalam darah pada atau di atas
tingkat terapeutik yang efektif. Administrasi tingkat tinggi obat tidak diinginkan,
Namun, karena sebagian besar obat memiliki efek samping beracun dan / atau tidak
menyenangkan pada dosis yang lebih tinggi.
Sayangnya, klien kadang-kadang gagal untuk mematuhi perintah untuk obat diulang
administrasi (misalnya, beberapa kali per hari untuk jangka waktu). Namun, darah konstan
tingkat obat mungkin diinginkan untuk mencegah terjadinya gejala penyakit seperti
angina atau mabuk.
Kesulitan ini sebagian telah diatasi dengan pengembangan berkelanjutan-release
persiapan di mana obat dilepaskan secara bertahap. Persiapan seperti sering terdiri dari
ratusan pelet kecil dilapisi dengan bahan yang larut pada tingkat yang berbeda. Obat ini
dimasukkan ke dalam tablet dengan berbagai lapisan dengan masing-masing lapisan
disintegrasi di berbagai
waktu setelah pemberian oral, atau obat diresapi ke dalam matriks pada patch dan
obat kemudian perlahan-lahan dilepaskan. Pengembangan obat dengan panjang separuh
kehidupan, yang oleh

sifatnya harus diberikan lebih jarang, juga mungkin.


Mekanisme lain untuk memastikan bahwa tingkat terapeutik serum yang memadai
dipertahankan adalah
administrasi melalui infus. Metode ini digunakan, misalnya, ketika antibiotik
diberikan untuk memerangi infeksi yang mengancam jiwa. Sebuah mendasari prinsip yang
sama dengan
sistem terapi yang memberikan obat secara terus menerus selama jam, minggu, atau bahkan
bulan. Waduk obat kecil, tertutup dalam membran semipermeabel, dimasukkan ke
atau diterapkan di dekat lokasi sasaran. Obat ini berdifusi keluar dari sistem ini ke dalam
tubuh, yang
tingkat dapat disesuaikan idealnya sehingga masukan sama keluaran (laju ekskresi).
Demikian
sistem terapi sangat cocok untuk obat yang memiliki t pendek dan diperlukan
pada dosis rendah atau untuk menjaga kadar darah konstan obat untuk jangka waktu
waktu. Contoh dari sistem tersebut meliputi:
Fentanil Transdermal System, yang menyediakan pengiriman yang berkesinambungan dari
analgesik hingga 72 jam (obat lipofilik, klien harus mempertimbangkan> 115)
Estraderm, yang memberikan estradiol selama kurang lebih 3 hari
Lacrisert, yang memberikan agen pelembab untuk sindrom mata kering
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
11
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Ocusert, yang memberikan pilocarpine ke dalam kantung konjungtiva selama 1 minggu
Deponit, Nitrocine, Nitrodisc, Nitro-Dur, Transderm-Nitro, yang semuanya
memberikan nitrogliserin selama 24 jam
Progestasert, yang memberikan progesteron dari alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
selama sekitar 1 tahun
Transderm Scop, yang memberikan skopolamin selama 3 hari
Bioteknologi
Teknik yang tersedia untuk mengembangkan obat dengan menggunakan konsep biologi
molekuler saat ini.
Melalui rekayasa genetika (misalnya, DNA rekombinan), sejumlah obat telah
dipasarkan, termasuk insulin manusia, interferon alpha dan gamma, hormon pertumbuhan,
alteplase (agen trombolitik), dan colony-stimulating faktor (misalnya, filgrastim dan
sargramostim).
Dampak teknologi tersebut baru mulai dihargai. Sekarang mungkin untuk
merancang obat-obatan untuk penyakit tertentu dan untuk mensintesis hormon alami manusia
(Misalnya, insulin). Proses tersebut memungkinkan untuk produksi produk murni, misalnya,
insulin manusia rekayasa genetika tidak dapat dibedakan dari alami
insulin, sehingga hampir menghilangkan kemungkinan efek samping atau toleransi.
Pada saat ini semua obat yang dikembangkan melalui rekayasa genetika harus
disuntikkan, kecuali insulin hidung. Dengan demikian, hal ini menjadi semakin penting bagi
klien untuk
mengetahui metode yang tepat untuk pemberian obat tersebut. Juga, ada kemungkinan bahwa
baru
metode untuk pemberian obat akan tersedia (misalnya, semprotan hidung, penggunaan
antibodi,

dan nanopartikel, nanoshells dalam waktu dekat - Lihat administrasi).


Pengujian Obat
Sebelum obat dapat dipasarkan di Amerika Serikat, pengujian ekstensif diperlukan, baik
hewan dan manusia, untuk menjamin keamanan dan efektivitas. Food and Drug
Administration (FDA) adalah agen federal dibebankan dengan mengatur pengujian,
pemasaran, dan periklanan obat di negeri ini.
Pengujian obat yang berpotensi baru selalu dimulai pada hewan, namun, studi hewan
tidak dapat selalu memprediksi apa efek klien manusia akan terwujud. Dengan demikian,
pengujian obat awal
pada manusia tidak membawa sejumlah risiko. Untuk melindungi subyek manusia dalam
studi tersebut,
papan review kelembagaan (BPPK) untuk subyek manusia dan bentuk informed consent
memiliki
telah didirikan. Baru-baru ini ada pengecualian untuk prosedur ini untuk membawa obat
cepat ke pasar untuk kondisi tertentu (misalnya, AIDS, kanker terminal).
Fungsi BPPK sebagai badan untuk meninjau studi obat yang diusulkan pada manusia untuk
menentukan apakah
studi yang suara etis, medis, dan ilmiah. Informed consent harus
diperoleh dari semua manusia yang berpartisipasi dalam studi obat. Persetujuan Rincian
bentuk, di
bahasa yang mudah dimengerti, sifat penelitian, jenis obat yang akan digunakan, dan setiap
potensi manfaat, risiko, atau efek samping. Subyek harus diberitahu bahwa partisipasi
sukarela dan bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian setiap saat tanpa negatif
dampak. Peluang harus tersedia untuk mata pelajaran untuk mengajukan pertanyaan.
Obat Handbook / Drug Administration Delmar Perawat
12
2010 Cengage Learning. Semua Hak Dilindungi. Mungkin tidak akan dipindai, disalin atau
digandakan, atau
diposting ke sebuah situs web dapat diakses publik, secara keseluruhan atau sebagian.
Setelah laboratorium yang luas dan studi hewan, pengembangan obat pada manusia biasanya
terjadi
dalam tahapan sebagai berikut:
Tahap I Farmakologi Klinik. Studi-studi ini biasanya dilakukan pada pria sehat
dan beberapa wanita antara usia 18 dan 45 tahun (wanita yang berada di mereka
melahirkan tahun tidak digunakan karena obat dapat mempengaruhi janin jika wanita
menjadi hamil). Tujuan dari Tahap I studi adalah untuk menentukan tingkat dosis di
yang gejala keracunan terjadi.
Tahap II klinis Investigasi. Dalam studi ini obat diberikan kepada klien
dengan kondisi spesifik yang obat dimaksudkan. Tujuannya adalah untuk menentukan
efektivitas obat dan untuk menetapkan dosis optimum dan kisaran dosis.
Tahap III Clinical Trials. Jika efek samping yang serius belum terjadi selama Tahap II, dan
jika rentang dosis optimum telah ditetapkan, obat diberikan sampai besar
jumlah klien (ratusan sampai ribuan). Tujuannya adalah untuk memastikan obat tersebut
efektif dan untuk mengungkap efek samping yang tidak ditemukan pada tahap I dan II.
Tahap IV Studi Pascapemasaran. Studi tersebut dilakukan untuk melanjutkan
evaluasi obat, terutama pada klien yang biasanya dikeluarkan dari Fase II
dan III (misalnya, klien geriatri, anak-anak, dan wanita usia subur). Juga, ini
studi terus memantau untuk terjadinya dan frekuensi efek samping.

Anda mungkin juga menyukai