Anda di halaman 1dari 6

SIFAT KERJA OBAT

Obat bekerja menghasilkan efek teraupetik yang bermanfaat Sebuah obat tidak menciptakan suatu fungsi didalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agens kimia lain, meningkatkan fungsi sel, mempercepat atau memperlambat proses kerja sel Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang.( insulin,hormone tiroid atau estrogen)

Mekanisme Kerja Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membrane sel atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor Jel aluminium hidroksida obat mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisir kadar asam lambung). Obat-obatan misalnya gas anastesi umum, berinteraksi dengan membrane sel, setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya. Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel. Reseptor melokalisasi efek obat Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan kuat, ketika ikatan terjadi maka efek terapeutik dirasakan

Farmakokinetik Adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan Perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan kerja obat, dan mengobservasi respons klien. Absorpsi Adalah cara molekul obat masuk kedalam darah. Kebanyakn obat, kecuali obat yang digunakan secara topical untuk memperoleh efek local, harus masuk kedalam sirkulasi sistemik untuk menghasilkan efek yang terapeutik. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain : Rute pemberian obat, memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relative tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler alveolar. Karena obat yang diberikan peroral harus melewati system pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi Intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi sistemik. Daya larut obat, yang diberikan peroral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan dan suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus. Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik.

Adanya edema pada membrane mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan Otot memiliki suplai darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskuler (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikkan lewat per subkutan. Pada beberapa kasus , absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi , rute pemberian obat yang terbaik adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat lambung terisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut keduodenum, sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antacid membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna, contoh susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan, misalnya zat besi dapat mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan.

DISTRIBUSI Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan di dalam tubuh kejaringan dan organ tubuh dan akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan struktur fisiologis individu yang menggunakannya BERAT DAN KOMPOSISI BADAN Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Perubahan komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna, misalnya pada klien lansia. Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam jaringan tubuhnya, dan efek obat yang dihasilkan makin kuat.

DINAMIKA SIRKULASI Obat lebih mudah keluar dari ruang interstisial kedalam ruang intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat yang besar atau berikatan dengan protein serum Konsentrasi sebuah obat pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam jaringan, tingkat vasodilatasi atau vasokonstriksi local, dan kecepatan aliran darah kesebuah jaringan. Contoh, jika klien melakukan kompres hangat pada tempat suntikan intra muskuler, akan terjadi vasodilatasi yang meningkatkan distribusi obat. Infeksi system saraf pusat perlu ditangani dengan antibiotic yang langsung disuntikkan ke ruang subarakhnoid di medulla spinalis. Klien lansia dapat menderita efek samping (mis.konfusi) akibat

perubahan permeabilitas barier darah otak karena masuknya obat larut-lemak kedalam otak lebih mudah. IKATAN PROTEIN Derajat kekuatan ikatan obat dengan protein serum, misalnya albumin, memengaruhi distribusi obat. Kebanyakan obat terikat pada protein dalam tingkatan tertentu. Ketika molekul obat terikat pada albumin, obat tidak dapat menghasilkan aktivitas farmakologis. Obat yang tidak berikatan atau bebas adalah bentuk aktif obat Lansia mengalami penurunan kadar albumin dalam aliran darah, kemungkinan disebabkan oleh perubahan fungsi hati, akibatnya lansia dapat berisiko mengalami peningkatan aktivitas obat, toksisitas obat, atau keduanya.

Metabolisme Eksresi Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus dan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan cermat. Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi kembali oleh usus Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema, mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan memperpanjang efek obat. Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas meningkat Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu dikurangi Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak aktif, sehingga lebih mudah di eksresi Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara biologis. Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru, ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat. Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat toksik Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh. Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.

Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat.

Efek Terapeutik Efek terapeutik merupakan respon fisiologis obat yang diharapkan atau yang diperkirakan timbul. Setiap obat yang diprogramkan memiliki efek terapeutik yang diinginkan, contoh, perawat memberi kodein fosfat untuk menciptakan efek analgesic dan memberi teofilin untuk mendilatasi bronkiolus pernapasan yang menyempit Pengobatan tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik.

Efek Samping Sebuah obat diperkirakan akan menimbulkan efek sekunder yang tidak diinginkan, efek samping ini mungkin tidak berbahaya atau bahkan menimbulkan cidera. Contoh penggunaan obat kodein fosfat dapat membuat seorang klien mengalami konstipasi ini dianggap tidak berbahaya, namun digoksin dapat mengakibatkan disaritmia jantung yang dapat menyebabkan kematian.

Efek Toksik Umumnya efek toksik terjadi setelah klien meminum obat berdosis tinggi dalam jangka waktu lama Satu dosis obat dapat menimbulkan efek toksik pada beberapa klien Jumlah obat yang berlebihan didalam tubuh dapat menimbulkan efek yang mematikan, bergantung pada kerja obat.

Reaksi Idiosinkratik Obat dapat menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya reaksi idiosinkratik, yang meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak bereaksi atau bereaksi tidak normal terhadap obat Contoh seorang anak yang menerima antihistamin menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk.

Reaksi Alergi Reaksi alergi adalah respons lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat Dari seluruh reaksi obat 5 % sampai 10% merupakan reaksi alergi. Apabila obat diberikan secara berulang kepada klien, ia akan mengalami respons alergi terhadap obat, zat pengawet obat, atau metabolitnya. Dalam hal ini obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu pelepasan antibody. Alergi obat dapat bersifat ringan atau berat. Gejala alergi bervariasi, bergantung pada individu dan obat. Gejala alergi yang umum antara lain adalah urtikaria, ruam, pruritus,rhinitis Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaksis di tandai oleh konstriksi (pengecilan) otot bronkiolus, edema faring dan laring, mengi berat dan sesak napas. Klien juga dapat mengalami hipotensi berat. Klien yang memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu harus menghindari penggunaan berulang obat tersebut.

Interaksi Obat Apabila suatu obat memodifikasi kerja obat yang lain, terjadi interaksi obat Interaksi obat umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat Apabila dua obat diberikan secara bersamaan, kedua obat tersebut dapat memiliki efek yang sinergis atau adiktif Dengan efek sinergis, kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih besar daripada efek obat bila diberikan terpisah. Interaksi obat selalu diharapkan, seringkali seorang dokter memprogramkan terapi obat guna mendapatkan keuntungan terapeutik. Contoh, klien yang menderita hipertensi berat dapat menerima kombinasi terapi obat, misalnya diuretic dan vasodilator, yang bekerja bersama menjaga tekanan darah pada kadar yang diinginkan.

Respons Dosis Obat Tujuan suatu obat deprogram ialah untuk mencapai kadar darah yang konstan dalam rentang terapeutik yang aman Dosis berulang diperlukan untuk mencapai konsentrasi terapeutik konstan suatu obat karena sebagian obat selalu dibuang (diekskresi). Ketika absorpsi berhenti ,hanya metabolisme, eksresi dan distribusi yang berlanjut Konsentrasi serum tertinggi obat biasanya dicapai sesaat sebelum obat terakhir diabsorpsi. Setelah mencapai puncak, konsentrasi serum turun bertahap Pada penginfusan obat intravena, konsentrasi puncak dicapai dengan cepat, tetapi kadar serum juga mulai turun dengan cepat Semua obat memiliki waktu paruh serum, yakni waktu yang diperlukan proses eksresi untuk menurunkan konsentrasi serum sampai setengahnya. Klien dan perawat harus mengikuti penjadwalan dosis yang teratur dan mematuhinya untuk menentukan dosis dan interval waktu pemberian dosis. Dengan mengetahui interval waktu kerja obat, perawat dapat mengantipasi efek suatu obat : 1. Awitan kerja obat : Waktu yang dibutuhkan obat sampai suatu respons muncul setelah obat diberikan 2. Kerja puncak obat : Waktu yang dibutuhkan obat sampai konsentrasi efektif tertinggi dicapai 3. Durasi kerja obat : Lama waktu obat terdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu respons 4. Plateau : Konsentrasi serum darah dicapai dan dipertahankan setelah dosis obat yang sama kembali diberikan o Cara ideal yang digunakan untuk mempertahankan kadar obat yang terapeutik ialah melakukan penginfusan intravena secara kontinu.

Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat 1. Perbedaan Genetik 1. Susunan genetic mempengaruhi biotransformasi obat 2. Pola metabolic dalam keluarga seringkali sama, factor genetic menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami ada untuk membantu penguraian obat, akibatnya anggota keluarga sensitive terhadap suatu obat.

2. Variabel fisiologis 1. Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu 2. Hormon dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua senyawa tersebut terurai dalam proses metabolic yang sama 3. Usia berdampak langsung pada kerja obat 4. Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respons terhadap terapi obat.

Anda mungkin juga menyukai