Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN

MONITORING EFEK SAMPING OBAT


(MESO)

RUMAH SAKIT ST.ELISABETH


SEMARANG
2019
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI ............................................................................................1


BAB II RUANG LINGKUP ...........................................................................3
BAB III TATALAKSANA 11..........................................................................
BAB IV DOKUMENTASI 13

1
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT ST. ELISABETH SEMARANG
NO. 108/PER.RSE.01.01 TENTANG
PANDUAN MONITORING EFEK SAMPING
OBAT (MESO)

BAB I
DEFINISI

Beberapa istilah yang biasa digunakan dalam Monitoring Efek Samping


Obat (MESO), misalnya :

1. Efek Samping Obat/ESO


adalah respon terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan serta
yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk
pencegahan, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fungsi
fisiologik.Efek Samping Obat tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama
sekali, tetapi dapat dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-
faktor yang sebagian besar sudah diketahui.

2. Kejadian Tidak Diinginkan/ KTD


adalah kejadian medis tidak diinginkan yang terjadi selama terapi
menggunakan obat tetapi belum tentu disebabkan oleh obat tersebut.

3. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


adalah kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak
dikehendaki yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

4. Pharmacovigilance atau Farmakovigilans


adalah suatu keilmuan dan aktifitas tentang deteksi, penilaian (assessment),
pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait
dengan penggunaan obat.

5. Obat
adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan paduan zat aktif,
termasuk obat narkotika dan obat psikotropika dan zat tambahan, termasuk
kontrasepsi dan sediaan lain yang mengandung obat.

1
6. Patient safety
adalah penghindaran, pencegahan dan pengurangan efek yang tidak
diharapkan atau cedera, akibat suatu proses perawatan kesehatan (termasuk
penggunaan obat).
(The avoidance, prevention and amelioration of adverse outcomes or injuries
stemming from the processes of health care).

7. Dechallenge
adalah kesudahan efek samping yang tidak diinginkan setelah obat yang
dicurigai dihentikan penggunaannya.
(The outcome of the event after withdrawal of the medicine).

8. Rechallenge
adalah kejadian efek samping yang berulang setelah obat digunakan atau
diberikan kembali kepada pasien yang telah sembuh sebelumnya dari efek
samping yang diduga dari obat yang sama.
(Following dechallenge and recovery from the event, the medicines are tried
again, one at a time, under the same conditions as before and the outcome is
recorded).

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Siapa yang melaporkan?


Tenaga kesehatan yang melaporkan dapat meliputi:
a. Dokter umum.
b. Dokter spesialis.
c. Dokter gigi.
d. Apoteker.
e. Bidan.
f. Perawat.
g. Tenaga kesehatan lain.

2. Apa yang perlu dilaporkan?


Setiap kejadian yang dicurigai sebagai Efek Samping Obat (ESO) perlu
dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya
(KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO/ ADR.

3. Bagaimana cara melapor dan informasi apa saja yang harus dilaporkan?
Informasi Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) atau ESO yang hendak
dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang
tersedia.Dalam penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan
dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi
informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan
medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO
dengan menggunakan formulir kuning.

4. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik


Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik,
meliputi beberapa elemen penting berikut :

3
a. Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk
waktu mula gejala efek samping (time to onset of signs/symptoms).
b. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain :
dosis, tanggal, frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga
obat bebas, suplemen makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya
telah dihentikan yang digunakan dalam waktu yang berdekatan dengan
awal mula kejadian efek samping.
c. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku
dan jenis kelamin), diagnose awal sebelum menggunakan obat yang
dicurigai, penggunaan obat lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi
ko-morbiditas, riwayat penyakit keluarga yang relevan dan adanya factor
risiko lainnya.
d. Diagnose efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk
membuat/menegakkan diagnosis.

5. Informasi yang diperlukan dalam Formulir efek samping obat


a. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
b. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk
menangani efek samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh,
sembuh dengan gejala sisa, perawatan rumah sakit atau meninggal).
c. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.
d. Informasi dechallenge atau rechallenge ( jika ada ).
e. Informasi lain yang relevan.

6. Kapan Melaporkan?
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian Efek
Samping Obat yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera
setelah adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang
sedang dirawatnya.

4
7. Pengelompokkan Efek Samping Obat
Efek Samping Obat dapat dikelompokkan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Efek samping yang dapat diperkirakan yaitu efek farmakologi yang
berlebihan, respon karena penghentian obat, efek samping yang tidak
berupa efek farmakologi utama.
1) Efek FarmakologiYang Berlebihan
Efek ini disebut juga efek toksik yang disebabkan dosis relatif yang
terlalu besar untuk pasien. Hal ini terjadi karena dosis yang diberikan
dalam jumlah besar atau adanya perbedaan respon kinetik atau dinamik
pada kelompok-kelompok tertentu, misalnyapada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi jantung, perubahan sirkulasi
darah, usia, genetik dan sebagainya. Sehingga dosis yang diberikan
dalam dosis lazim menjadi relatif terlalu besar pada pasien tersebut.
Selain itu, efek ini juga dapat terjadi karena interaksi farmakokinetik
maupun farmakodinamik antar obat yang diberikan bersamaan, sehingga
efek obat menjadi lebih besar. Efek ini umumnya dijumpai pada
pengobatan depresansia susunan saraf pusat, obat-obat pemacu jantung,
antihipertensi dan antidiabetik.
Dalam hal ini perlu diberikan perhatian khusus terhadap kelompok-
kelompok pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi, dan usia lanjut.
Selain itu, riwayat pasien dalam pengobatan yang mengarah ke kejadian
ESO juga perlu diperhatikan.

2) Respon Karena Penghentian Obat / Gejala Penghentian Obat


Gejala penghentian obat ataugejala putus obat atauwithdrawal
syndrome adalah munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi
pembalikan terhadap efek farmakologi obat, karena penghentian
pengobatan.

5
Contoh gejala ini,adalah:
a) Agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang
mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan depresansia
susunan saraf pusat seperti barbiturate, benzodiazepine dan alkohol.
b) Krisis addison akut yang muncul karena penghentian terapi
kortikosteroid.
c) Hipertensi berat dan gejala aktifitas simpatetik yang berlebihan
karena penghentian terapi klonidin.
d) Gejala putus obat karena obat narkotika, dan sebagainya.

Reaksi ini dapat dikurangi dengan cara menghentikan pengobatan


secara bertahap, misalnya dengan penurunan dosis secara bertahap atau
dengan menggantikan dengan obat sejenis yang mempunyai aksi lebih
panjang atau kurang poten dengan gejala putus obat yang lebih ringan.
3) Efek Samping Yang Tidak Berupa Efek Farmakologi Utama
Dalam hal ini untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat
diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
secara sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien.Efek-efek
ini umumnya dalam derajad ringan, namun angka kejadiannya cukup
tinggi. Sedangkan efek samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari
laporan-laporan setelah obat digunakandalam populasi yang lebih luas.
Contoh dari efek ini,adalah:
a) Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah
pada obat-obat kortikostiroid oral, analgetik-antipiretik, teofilin,
eritromisin, rifampisin, dan sebagainya.
b) Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistamin untuk
anti mabuk perjalanan (motion sickness).
c) Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian
rifampisin.
d) Efek teratogenik obat-obat tertentu, sehingga obat tersebut tidak
boleh diberikan pada wanita hamil.

6
e) Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga
memperpanjang waktu pendarahan.
f) Ototoksisitas karena kuinin atau kuinidin, dan sebagainya.

b. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan yaitu reaksi alergi, reaksi
karena faktor genetik dan reaksi idiosinkratik.
1) Reaksi Alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitifitas merupakan efek samping
yang sering terjadiakibat reaksi imunologi. Reaksi ini tidak dapat
diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis,
dan terjadinya hanya pada sebagian kecil populasi yang menggunakan
suatu obat. Reaksinya dapat bervariasi dari bentuk yang ringan seperti
reaksi kulit eritema sampai yang paling berat, berupa syok anafilaksis.
Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya, yaitu:
a) Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologinya.
b) Seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap
obat dengan timbulnya efek.
c) Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan
obat dalam jumlah sangat kecil.
d) Reaksi hilang apabila obat dihentikan.
e) Keluhan atau gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi
imunologi, misalnya rash (ruam) dikulit, serum sickness, anafilaksis,
asma, urtikaria, angio–edema, dan sebagainya.

Mekanisme terjadinya reaksi alergi,adalah:


Tipe I: Reaksi anafilaksis, yaitu terjadinya interaksi antara antibodi
IgE pada sel mast dan leukosit basofil dengan obat atau
metabolit, menyebabkan pelepasanmediator yang
menyebabkan reaksi alergi. Misalnya histamine, kinin, 5-
hidroksi triptamin, dan sebagainya. Manifestasi efek
samping dapat berupa urtikaria, rinitis, asma bronkial,

7
angina-edema, dan syok anafilaksis.Obat-obat yang sering
menyebabkan adalah penisilin, streptomisin, anestesi lokal,
media kontras yang mengandung iodium.

Tipe II: Reaksi sitotoksik, yaitu interaksi antara antibodiIgG, IgM


atau IgA dalam sirkulasi dengan obat, membentuk
kompleksyangakan menyebabkan lisis sel. Contohnya
adalah trombositopenia karena kuinidin/ kuinin, digitoksin
dan rifampisin, anemia hemolitik karena pemberian
penisilin, sefalosporin, rifampisin, kuinin dan kuinidin, dan
sebagainya.

Tipe III: Reaksi imun-kompleks, yaitu interaksi antara antibodi IgG


dengan antigen dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang
terbentuk melekat pada jaringan dan menyebabkan
kerusakan endotelium kapiler. Manifestasi efek samping
dapat berupa keluhan demam, arthritis, pembesaran
limfonodi, urtikaria dan ruam makulopapular.Reaksi ini
dikenal dengan istilah “serum sickness”karena umumnya
muncul setelah penyuntikan dengan serum asing (misalnya
anti-tetanus serum).

Tipe IV: Reaksi dengan media sel, yaitu sensitisasi limposit T oleh
kompleks antigen–hapten-protein, yang kemudian baru
menimbulkan reaksi setelah kontak dengan suatu antigen,
menyebabkan reaksi inflamasi. Contohnya adalah
dermatitis kontak yang disebabkan salep anestetika lokal,
salep antihistamin, antibiotik dan antifungi topikal.

8
Walaupun mekanisme efek samping dapat ditelusuri dan dipelajari,
namun dalam praktek klinik manifestasi efek samping karena
alergi,meliputi:
a) Demam.
Umumnya demam dalam derajat yang tidak terlalu berat dan
akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa
hari.
b) Ruam kulit (skin rashes).
Ruam dapat berupa eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus,
purpura, eritroderma dan dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas,
erupsi dan sebagainya.
c) Penyakit jaringan ikat.
Penyakit jaringan ikat merupakan gejala lupus eritematosus
sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi yang dapat terjadi pada
pemberian hidralazin, prokainamid, terutama pada individu asetilator
lambat.
d) Gangguan sistem darah.
Trombositopenia, neutropenia (agranulositosis), anemia
hemalitika dan anemia aplastika merupakan efek yang kemungkinan
akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
e) Gangguan pernafasan.
Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama
karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin
kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau
antiinflamasi lain.

2) Reaksi Karena FaktorGenetik


Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu
obat mungkin dapat memberikan efek farmakologi yang berlebihan.Efek
obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subyek yang mempunyai
kelainan genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa

9
pemeriksaan spesifik (yang tidak mungkin dilakukan pada pelayanan
kesehatan rutin).
Contohnya, adalah:
a) Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter
tidak dapat memetabolisme suksinikolin (suatu pelemas otot),
sehingga bila diberikan obat ini mungkin akan menderita paralisis
dan apnea yang berkepanjangan.
b) Pasien yang mempunyai kekurangan G6PD (glukosa-6-fosfat
dehidrogenase) mempunyai potensi untuk menderita anemia
hemolitika akut pada pengobatan dengan primakuin, sulfonamide
dan kuinidin.

Kemampuan metabolisme obat suatu individu juga dapat


dipengaruhi oleh faktor genetik. Contohnya adalah perbedaan
kemampuan metabolisme isoniazid, hidralazin dan prokainamid, karena
adanya peristiwa polimorfisme dalam proses asetilasi obat-obat tersebut.
Berdasarkan sifat genetik yang dimiliki, populasi terbagi menjadi 2
(dua) kelompok, yakni individu-individu yang mampu mengasetilasi
secara cepat (asetilator cepat) dan individu-individu yang mengasetilasi
secara lambat (asetilator lambat).
Efek samping umumnya lebih banyak dijumpai pada asetilator
lambat daripada asetilator cepat. Contohnya adalah neuropati perifer
karena isoniazid lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat, sindrom
lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih sering terjadi pada
asetilator lambat.

3) Reaksi Idiosinkratik
Reaksi idiosinkratik adalah kejadian efek samping yang tidak lazim,
tidak diharapkan, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan
kejadiannya.Reaksi ini relatif sangat jarang terjadi.

10
Contohnya, adalah:
a) Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetik
secara serampangan.
b) Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen
jangka lama tanpa pemberian progestogen sama sekali.
c) Obat-obat imunosuspensi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.
d) Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan
sarkomata pada tempat penyuntikan.
e) Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang
pernah menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.

Dari keterangan diatas, faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya Efek


Samping Obat (ESO), adalah:
1. Faktor bukan obat.
a. Intrinsik (dari pasien) yaitu umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan
untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
b. Ekstrinsik (diluar pasien) yaitu dokter (pemberi obat) dan lingkungan,
misalnya pencemaran oleh obat antibiotika.
2. Faktor obat.
a. Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek
samping.
b. Pemilihan obat.
c. Cara penggunaan obat.
d. Interaksi antar obat.

11
BAB III
TATALAKSANA

1. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Efek Samping Obat,


adalah:
a. Telusur riwayat penggunaan obat pasien secara rinci sebelum
pemeriksaan (resep dokter maupun pengobatan sendiri).
b. Gunakan obat dengan indikasi jelas dan apabila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi.
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
d. Berikan perhatian khusus pada dosis dan respon pengobatan pada pasien
anak dan bayi, usia lanjutserta gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada
anak dan bayi, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi, karena
kurangnya kemampuan komunikasi.
e. Telaah, apakah pengobatan harus dilanjutkan atau dapatdihentikan obat
dengan segera,apabila tidak terdapat keluhan lagi.
f. Telaah terlebih dulu,apabila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau
gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberatkarena perjalanan
penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk atau karena Efek
Samping Obat.

2. Penanganan Efek Samping Obat


1. Segera hentikan semua obat, bila diketahui atau dicurigai terjadi efek
samping :
1) Apabila efek samping dicurigai sebagai akibat efek farmakologi yang
terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien
pulih, pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati dimulai dengan
dosis kecil.
2) Apabila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau
idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak

12
boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi atau idiosinkratik akan lebih
berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab.
3) Apabila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat atau kombinasi
dan belum pasti diketahui obat penyebabnya, maka pengobatan
dimulai lagi secara satu-persatu.
2. Upayakan penanganan klinik yang tergantung bentuk efek samping dan
kondisi pasien:
1) Apabila terjadi syok anafilaksis diperlukan pemberian adrenalin dan
tindakan lain untuk mengatasi syok.
2) Apabila alergi, maka hentikan obat yang dicurigai, pemberian
antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan).

3. Kegiatan pelaporan yang harus dilakukan, adalah:


a. Menganalisa dan mengevaluasi laporan MESO dan mendeteksi
adanya kejadian Efek Samping Obat (ESO).
b. Mengidentifikasi obat-obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami Efek Samping Obat (ESO).
c. Mendiskusikan dan mendokumentasikan Efek Samping Obat di
Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
d. Mengisi formulir MESO.
e. Melaporkan ke PusatMESO Nasional.

4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan, adalah:


a. Kerjasama dengan TTK diruangan/ rawat inap, perawat, dokter
maupun Komite Farmasi dan Terapi.
b. Ketersediaan Formulir MESO.

13
BAB IV
DOKUMENTASI

Kasus Efek Samping Obat yang terjadi dan sudah ditangani secara medis
perlu didokumentasikan.
Dokumentasi tersebut,meliputi:
1. Dibuat laporan lengkap di formulirMESO (berwarna kuning) yang tersedia
dan dapat diperoleh mengenai kasus Efek Samping Obat yang bersangkutan
dan dilaporkan ke lembaga yang berwenang, yakni ke PusatMonitoring Efek
Samping Obat Nasional di Badan Pengawasan Obat dan MakananRepublik
Indonesia(Jl. Percetakan Negara No. 23 - Jakarta).

Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu Efek Samping Obat (ESO)
dengan menggunakan formulir kuning, adalah :
1 Kode Sumber Data : Diisi oleh Badan POM
.
2 Informasi tentang Penderita
.
Nama (singkatan) : Diisi inisial atau singkatan nama pasien,
untuk menjaga kerahasiaan identitas
pasien.
Umur : Diisi angka dari tahun sesuai umur
pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1
(satu) tahun diisi angka dari minggu
(MGG) atau bulan (BL) dengan diikuti
MGG atau BL contoh 7 BL.
Suku : Diisi informasi nama suku dari pasien,
contoh suku Jawa, Batak, dan
sebagainya.
Berat Badan : Diisi angka dari berat badan pasien,
dinyatakan dalam kilogram (KG).
Pekerjaan : Diisi apabila jenis pekerjaan pasien
mengarah kepada kemungkinan adanya

14
hubungan adanya pekerjaan dengan
gejala atau manifestasi ESO, contoh
buruh pabrik, pekerja bangunan, pegawai
kantor, dan sebagainya.
Kelamin : Agar diberikan tanda (X) sesuai pilihan
jenis kelamin yang tercantum dalam
formulir kuning. Apabila pasien berjenis
kelamin wanita, agar diberi keterangan
dengan memberikan tanda (X) pada
pilihan kondisi berikut: hamil, tidak
hamil, atau tidak tahu.
Penyakit Utama : Diisi informasi diagnosa penyakit yang
diderita pasien, sehingga pasien harus
menggunakan obat yang dicurigai
menimbulkan ESO.
Kesudahan Penyakit : Diisi informasi kesudahan dari penyakit
Utama utama pada saat pasien mengeluhkan atau
berkonsultasi tentang ESO yang
dialaminya. Terdapat pilihan yang
tercantum dalam formulir kuning, agar
dapat diberikan tanda (X) sesuai dengan
informasi yang diperoleh. Kesudahan
penyakit dapat berupa: sembuh,
meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh atau tidak tahu.
Penyakit/ Kondisi Lain : Diisi informasi tentang penyakit/ kondisi
Yang Menyertai lain di luar kondisi lain di luar penyakit
utama yang sedang dialami pasien
bersamaan dengan waktu mulai
menggunakan obat dan kejadian ESO.
Terdapat pilihan yang tercantum dalam
formulir kuning, agar diberikan tanda (X)

15
sesuai informasi yang diperoleh, yang
dapat berupa: gangguan ginjal, gangguan
hati, alergi, kondisi medis lainnya dan
lain-lain; sebutkan jika di luar yang
tercantum. Informasi ini bermanfaat
untuk proses evaluasi hubungan kausal,
untuk memverifikasi kemungkinan
adanya faktor penyebab lain dari
terjadinya ESO.
3 Informasi Tentang ESO
.
Bentuk/ Manifestasi : Diisi informasi tentang diagnosa ESO
ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
setelah menggunakan obat yang
dicurigai. Bentuk/ manifestasi ESO dapat
dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO
secara ilmiah atau deskripsi secara
harafiah. Contoh: bintik kemerahan di
sekujur tubuh, bengkak pada kelopak
mata dan lain-lain.
Saat/ Tanggal Mulai : Diisi tanggal awal terjadinya ESO dan
Terjadi juga jarak interval waktu antara pertama
kali obat diberikan sampai terjadinya
ESO.
Kesudahan ESO : Diisi informasi kesudahan/ outcome ESO
yang dialami oleh pasien, pada saat
laporan ini dibuat. Terdapat pilihan yang
tercantum dalam formulir kuning, agar
dapat diberikan tanda (X) sesuai dengan
informasi yang diperoleh. Kesudahan
ESO dapat berupa: sembuh, meninggal,
sembuh dengan gejala sisa, belum

16
sembuh atau tidak tahu.
Riwayat ESO Yang : Diisi informasi tentang riwayat atau
Pernah Dialami pengalaman ESO yang pernah terjadi
pada pasien di masa lalu, tidak terbatas
terkait dengan obat yang saat ini dicurigai
menimbulkan ESO yang dikeluhkan,
namun juga obat lainnya.
4 Obat
.
Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan
oleh pasien, baik yang diberikan dengan
resep maupun yang digunakan atau
inisiatif sendiri, termasuk suplemen, obat
tradisional yang digunakan dalam waktu
bersamaan. Nama obat dapat ditulis
dengan nama generik atau nama dagang.
Apabila ditulis nama generik dapat
ditambahkan nama pabrik atau industri
farmasi bila diketahui. Apabila ditulis
nama dagang tidak perlu ditulis nama
pabrik atau industri farmasi.
Bentuk Sediaan : Ditulis bentuk sediaan dari obat yang
digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul,
sirup, suspensi, injeksi, dan sebagainya.
Beri Tanda (X)Untuk : Sejawat tenaga kesehatan dapat
Obat Yang Dicurigai membubuhkan tanda (X) pada kolom
obat yang dicurigai menimbukan ESO
yang dilaporkan sesuai informasi produk
atau pengetahuan dan pengalaman
sejawat tenaga kesehatan terkait hal
tersebut.
Cara Pemberian : Ditulis cara pemberian atau penggunaan
obat oleh pasien. Contoh: oral, rektal,

17
topikal, i.v, i.m, semprot, dan sebagainya.
Dosis/ Waktu : Dosis: ditulis dosis obat yang digunakan
oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
berat atau volume.
Waktu : ditulis waktu penggunaan obat
oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
waktu seperti: jam, hari dan sebagainya.
Tanggal Mulai : Ditulis tanggal dari pertama kali pasien
menggunakan obat yang dilaporkan,
lengkap dengan bulan dan tahun.
Tanggal Akhir : Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien
menggunakan obat yang dilaporkan atau
tanggal penghentian penggunaan obat,
lengkap dengan bulan dan tahun.
Indikasi Penggunaan : Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit
untuk maksud penggunaan masing-
masing obat.
Keterangan Tambahan : Ditulis semua keterangan tambahan yang
kemungkinan ada kaitannya secara
langsung atau tidak langsung dengan
gejala ESO yang dilaporkan. Contohnya
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah
obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
Data Laboratorium : Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan
(bila ada) dalam parameter yang diuji dan hasilnya,
apabila tersedia.
5 Informasi Pelapor : Cukup jelas. Informasi pelapor
. diperlukan untuk klarifikasi lebih lanjut
dan follow up apabila diperlukan.

2. Analisa dengan NARANJO ALOGARITMA

18
Scale
Ya/ Tidak/ Tidak
No Pertanyaan/ Questions
Yes No Diketahui/
Unknown
1. Apakah ada laporan Efek Samping
Obat yang serupa? (Are these
1 0 0
previous conclusive reports on this
reaction?)
2. Apakah Efek Samping Obat terjadi
setelah pemberian obat yang
dicurigai? (Did the ADR appear 2 -1 0
after the suspected drug
wasadministered?)
3. Apakah Efek Samping Obat
membaik setelah obat dihentikan
atau obat antagonis khusus
diberikan? (Did the ADR improve 1 0 0
when the drug was discontinued or
a spesific antagonist was
administered?)
4. Apakah Efek Samping Obat terjadi
berulang setelah obat diberikan
2 -1 0
kembali?(Did the ADR recure when
the drug was readministered?)
5. Apakah ada alternatif penyebab
yang dapat menjelaskan
kemungkinan terjadinya Efek
Samping Obat? (Are these -1 2 0
alternative causes that could on
their own have caused the
reaction?)
6. Apakah Efek Samping Obat muncul -1 1 0
kembali ketikaplasebo diberikan?

19
(Did the ADR reappear when a
placebo was given?)
7. Apakah obat yang dicurigai
terdeteksi di dalam darah lainnya
dengan konsentrasi yang toksik?
1 0 0
(Was the drug detected in the blood
or other fluid in concentrations
known to be toxic?)
8. Apakah Efek Samping Obat
bertambah parah ketika dosis obat
ditingkatkan atau bertambah ringan
ketika obat diturunkan dosisinya? 1 0 0
(Was the ADR more severe when the
dose was increased or less severe
when the dose was decreased?)
9. Apakah pasien pernah mengalami
Efek Samping Obat yang sama atau
dengan obat yang mirip
sebelumnya? (Did the patient have 1 0 0
a similar ADR to the same or
similar drugs in any previous
exposure?)
10. Apakah Efek Samping Obat dapat
dikonfirmasi dengan bukti yang
1 0 0
obyektif? (Was the ADR confirmed
by objective evidence?)
Skor Total

Skala Probabilitas NARANJO:


Total Skor Kategori
9+ : Sangat Mungkin/ Highly Probable.
5–8 : Mungkin/ Probable.
1–4 : Cukup Mungkin/ Possible.

20
0– : Ragu-ragu/ Doubtful.

3. Di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang,laporan ESO dilaporkan / dibahas


dengan Komite Farmasi dan Terapi(KFT) dan hasil dari pembahasan
didokumentasikan. Dalam pembahasan mengacu ke sumber-sumber referensi
dengan mencari kemungkinan faktor risiko terhadap kasus efek samping
tersebut.

4. Dokumentasi tentang langkah-langkah koreksi dalam upaya pengelolaan


risiko Efek Samping Obat, meliputi :
a. Membatasi indikasi pemakaian obat yang bersangkutan. Beberapa obat
sering dipakai tidak pada indikasi yang benar.
b. Memperluas atau mempertegas kontraindikasi.
c. Mempertegas cara pemakaian obat (pemberian, dosis, lama terapi,dan
sebagainya).
d. Mengeluarkan obat dari Formularium Obat Rumah Sakit atau tidak
memakai obat yang bersangkutan,apabila ada alternatif yang lebih
aman.

21

Anda mungkin juga menyukai