Anda di halaman 1dari 36

STUDI KASUS DRUG USE EVALUATION 

POLIFARMASI PADA RESEP RAWAT JALAN


DI KLINIK JANTUNG, SARAF DAN PENYAKIT DALAM 
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4

Rizky Akbar Latif 2220434884

Ajeng Sekar Arum Sari 21/491926/FA/13367

Choirun Nisa Suranto K11021R229

Ismi Anggun Sholeh 2108020208

Nora Nur Aini 1062122064

Syarah Megianti Fahira 2108062158

Preseptor : apt. Molina Galuh Januar M.Sc


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER 
2022
BAB I 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak
ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara maju
maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan
misalnya di rumah sakit, Puskesmas, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas.
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang
keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan Sebagian contoh yang tidak rasional
peresepan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak
negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negative
disini dapat berupa dampak klinik (misalnya terjadinya efek samping dan resistensi) dan
dampak ekonomi (Kemenkes RI, 2011).
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) di rumah sakit adalah suatu proses jaminan mutu
yang terstruktur, dilaksanakan terus- menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk
memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, aman, dan efektif. Dalam
lingkungan pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga diberikan
prioritas tinggi dan karena itu, menjadi suatu komponen dari definisi ini, definisi EPO diatas
difokuskan pada penggunaan obat secara kualitatif. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
merupakan proses jaminan mutu resmi dan terstruktur yang dilaksanakan terus menerus,
yang ditujukan untuk menjamin obat yang tepat, aman dan efektif (Nopitasari et al,
2020).
Prevalensi polifarmasi telah dianalisis dalam banyak studi dengan hasil yang
berbeda dalam hal pengaturan klinis. Biasanya polifarmasi ini terkait erat dengan jumlah
penyakit atau multimorbiditi. Prevalensi multimorbiditi pada pasien geriatri berkisar
antara 35 persen menjadi 80 persen, tergantung pada metode pengumpulan data, definisi
dan kondisi kronis multimorbiditi, jumlah dan kondisi kronis yang termasuk dalam
analisis. Sebuah penelitian dari pusat pelayanan kesehatan primer di Riyadh Arab Saudi,
menemukan prevalensi polifarmasi 89,1%. Selain multimorbiditi, penyakit kronik
spesifik seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit paru
obstruksi, gagal ginjal kronik dan diabetes melitus adalah prediktor dari polifarmasi
(Zulkarnaini et al, 2019).
Interaksi obat adalah keadaaan perubahan efek suatu obat karena adanya obat lain,
makanan, minuman, jamu, atau zat kimia di lingkungan . Interaksi ini dapat terjadi dari
penyalahgunaan yang disengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang bahan-bahan
aktif yang terdapat dalam obat . Interaksi obat dianggap penting secara klinis bila
berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi
terutama bila menyangkut obat dengan indeks terapi yang sempit. Kategori keparahan
interaksi obat dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu minor, moderat, dan
mayor (Reyaan et all, 2021).
Penyakit yang banyak diderita oleh pasien geriatri adalah penyakit cardiovaskular
seperti Atrial fibrilasi (AF), Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung, hipertensi, serta
penyakit diabetes melitus, penyakit paru-paru, arthritis, patah tulang, serta keganasan. Ini
semua merupakan penyakit kronis yang perlu kontrol yang ketat terhadap penyakitnya,
penyakit geriatri kebanyakan bersifat endogenik, multipel, kronik, bergejala atipik dan
rentan terhadap penyakit atau komplikasi yang lain. Pada pasien geriatri, berbagai
perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh akan mempengaruhi tanggapan
terhadap obat. Berbagai perubahan tersebut disebut dengan perubahan farmakokinetik,
farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku obat didalam tubuh
(Zulkarnain, et al, 2019).
Berdasarkan Riset Penelitian Pada Pasien di Klinik Saraf RSUD Dr. Soedarso
Pontianak Terdapat tiga penelitian yang melaporkan bahwa risiko jatuh meningkat seiring
dengan jumlah obat yang diminum. Pada pasien lanjut usia, penggunaan 5–9 obat
meningkatkan risiko jatuh 4 kali lipat (OR 4,0; 95% CI, 1,6–9,9).Penelitian yang
dilakukan oleh Neutel menunjukkan bahwa penggunaan 10 obat membawa risiko yang
lebih tinggi (OR 5,5; 95% CI, 1,9 –15,9) dibandingkan dengan penggunaan 4 obat.
Masalah kesehatan yang beragam pada pasien geriatri memerlukan penanganan yang
kompleks, salah satunya dengan pemberian obat yang beragam. Penelitian ini
menunjukkan bahwa obat yang digunakan secara polifarmasi (≥5 obat) memiliki rata-rata
biaya obat yang lebih tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Fauziah yang
menyatakan bahwa penggunaan obat secara polifarmasi pada pasien geriatri
meningkatkan risiko negatif seperti peningkatan biaya perawatan, kejadian efek samping
obat, interaksi obat, ketidakpatuhan pengobatan, penurunan status fungsional, dan
sindrom geriatri. Semakin banyak obat yang digunakan pasien maka semakin besar pula
biaya pengobatan yang harus dikeluarkan (Afrilla et al, 2019).
Kebutuhan untuk mengurangi pemberian polifarmasi, studi longitudinal telah
menunjukkan bahwa polifarmasi semakin meningkat selama bertahun-tahun. Pasien
polifarmasi sering tidak mematuhi obat yang diresepkan. Ketidakpatuhan ini
meningkatkan secara linier jumlah obat yang digunakan oleh pasien menjadi 80 %
dengan satu obat dibanding 20% dengan enam atau lebih obat yang diberikan. Strategi
untuk mengurangi pemberian obat dan pemahaman terhadap kelompok penyakit yang
mengharuskan pemberian polifarmasi perlu dimengerti oleh setiap dokter terhadap
pasien-pasien geriatric (Zulkarnain et al, 2019).
BAB II  

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi Penggunaan Obat


Apoteker memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan farmasi klinik serta
menjamin kerasionalan penggunaan obat untuk meningkatkan hasil terapi dan
meminimalkan risiko efek samping sehingga pasien dapat memperoleh manfaat yang
positif dari penggunaan obat-obatan tersebut. Bentuk pelayanan farmasi klinik yang dapat
dilakukan adalah Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) (Juwita, Dian, dkk. 2018). Evaluasi
penggunaan obat (EPO) adalah proses berkelanjutan, sistematis, dan evaluasi berdasarkan
kriteria penggunaan obat dengan tujuan memastikan bahwa obat digunakan secara tepat
pada tingkat pasien individu. Studi EPO adalah alat yang ampuh untuk mengeksplorasi
pola peresepan obat, mempromosikan terapi pengobatan yang optimal, dan mencegah
masalah terkait pengobatan (Alsaad, Doua, dkk. 2016).

B. Polifarmasi
Peresepan pada pasien rawat jalan dan rawat inap di fasilitas kesehatan sangat
umum dijumpai resep polifarmasi. Polifarmasi dapat diartikan sebagai penggunaan
beberapa obat, namun terdapat definisi yang berbeda dalam literatur. Beberapa definisi ini
yaitu: penggunaan obat yang tidak sesuai dengan diagnosis; penggunaan beberapa obat
secara bersamaan untuk pengobatan satu atau lebih penyakit yang muncul beriringan;
penggunaan 5-9 obat secara bersamaan; dan penggunaan obat-obatan secara tidak tepat
yang dapat meningkatkan risiko kejadian buruk obat. Penggunaan 0–4 obat dinamakan
non polifarmasi, penggunaan bersamaan 5-9 obat didefinisikan sebagai polifarmasi, dan
penggunaan 10 atau lebih obat disebut polifarmasi eksesif. Obat-obatan topikal, herbal,
vitamin, dan mineral tidak termasuk dalam polifarmasi (Fauziah, dkk. 2020).
Polifarmasi dapat mengakibatkan interaksi antar obat, efek samping obat dan
masalah - masalah yang juga berhubungan dengan obat- obatan (Drug Related Problem)
sehingga dapat mengganggu outcome klinis. Berbagai hal dapat menyebabkan polifarmasi
terkait pasien maupun sarana kesehatan. Kondisi pasien misalnya penambahan usia,
pendidikan, status kesehatan yang buruk, dan komorbiditas. Sarana kesehatan meliputi
jumlah kunjungannya ke tempat pelayanan kesehatan, jaminan asuransi, dan provider
yang multipel (Andriane, dkk. 2016).
Polifarmasi obat dibagi menjadi 3 tipe yaitu, duplikasi, opposition dan alteration.
Duplikasi yaitu ketika dua obat dengan efek yang sama diberikan secara bersamaan, maka
dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping Opposition adalah ketika dua obat
dengan efek yang berlawanan diberikan secara bersamaan dapat berinteraksi yang
mengakibatkan menurunkan efektivitas salah satu obat atau keduanya. Alteration yaitu
terjadinya perubahan dari fungsi atau performa absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi suatu obat akibat obat yang lain (Parulian, Lamtiar, dkk. 2019).

C. Interaksi Obat
Peningkatan kompleksitas obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan saat ini
serta kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi, maka kemungkinan terjadinya
interaksi obat semakin besar. Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah
terkait obat (drug- related problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien,
dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini
dan kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi, maka kemungkinan terjadinya
interaksi obat semakin besar (Parulian, Lamtiar, dkk. 2019)
Interaksi obat atau drug-drug interactions (DDIs) dapat diartikan sebagai
menurunnya efektivitas obat atau terjadinya toksisitas obat akibat 3 interaksi yang terjadi
karena penggunaan dua obat atau lebih secara bersamaan. Berdasarkan mekanismenya,
interaksi obat dapat dikelompokkan menjadi interaksi farmasetik, farmakokinetik dan
farmakodinamik (Safitri, A. 2020).
Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu minor,
moderat, dan mayor. Termasuk kategori minor jika interaksi kemungkinan terjadi pada
pasien akibat kelalaian. Kategori moderat apabila interaksi terjadi pada pasien dan
monitoring harus dilakukan. Efek interaksi moderat mungkin dapat menyebabkan
perubahan pada status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan atau pasien
semakin lama tinggal di rumah sakit. Suatu interaksi termasuk dalam keparahan mayor
apabila interaksi tersebut membahayakan pasien termasuk nyawa pasien dan
kerusakan/kecacatan mungkin terjadi (Dasopang, Eva, dkk. 2015).

D. Kerangka Teori

Drug Use Evaluation

Polifarmasi

Interaksi obat

farmakokinetik Farmasetik Farmakodinamik

Interaksi Interkasi
yang yang tidak
diinginkan diinginkan

Minor ( Ringan )

Mayor ( Tinggi )
E. Kerangka Konsep

Polifarmasi

Klinik Penyakit Klinik Jantung Klinik Saraf


Dalam

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Pasien yang Pasien yang


menerima >5 Obat menerima <5 Obat

Interaksi obat

Moderat Mayor
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN POLIFARMASI PADA RESEP RAWAT JALAN

KLINIK PENYAKIT DALAM, KLINIK SARAF, KLINIK JANTUNG

BULAN JULI 2022

Drug Use evaluation (DUE) merupakan berkelanjutan, sistematis, dan evaluasi


berdasarkan kriteria penggunaan obat dengan tujuan memastikan bahwa obat digunakan secara
tepat pada tingkat pasien individu. Polifarmasi merupakan salah satu dari indikator DUE yang
dilakukan untuk menilai jumlah obat yang diresepkan dalam resep sesuai atau tidak. Polifarmasi
didefinisikan sebagai penggunaan beberapa obat (5 atau lebih dari 5 obat) dalam satu peresepan.
Polifarmasi akan menimbulkan ketidakpatuhan dalam penggunaan obat bahkan sampai interaksi
obat dalam peresepan.

Jumlah resep polifarmasi dan non polifarmasi

Klinik Klinik Saraf Klinik


Penyakit Jantung
Dalam

Resep Polifarmasi 27 25 21

Persentase 49% 32,89% 42%

Resep Tidak 28 51 29
Polifarmasi
Persentase 57,89% 67,10% 58%

Jumlah Resep 55 76 50

Total resep polifarmasi dari 3 klinik :

73/181 x 100 % = 40,33%

Dari total 76 lembar resep di klinik saraf terdapat 25 (32,89%) lembar resep (Bulan Juli)
yang masuk kedalam kriteria polifarmasi (mengandung 5 atau lebih obat). Sedangkan pada klinik
penyakit dalam terdapat 27 dari 51 lembar resep polifarmasi dengan persentase sebesar 49%.
Pada klinik jantung sebanyak 21 dari 50 total lembar resep yang mengalami polifarmasi dengan
persentase sebesar 42%. Berdasarkan pengamatan tersebut juga didapatkan hasil persentase
lembar resep yang tidak mengalami polifarmasi di tiap klinik (penyakit dalam, saraf dan jantung)
lebih besar dibanding dengan lembar resep yang mengalami polifarmasi. Polifarmasi merupakan
penggunaan obat dalam jumlah yang banyak dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.
Jumlah yang spesifik dari suatu obat yang diambil tidak selalu menjadi indikasi utama akan
adanya polifarmasi akan tetapi juga dihubungkan dengan adanya efek klinis yang sesuai atau
tidak sesuai pada pasien (Herdaningsih et al., 2016).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Haque (2009) menyebutkan bahwa pasien geriatri
umumnya memerlukan beberapa obat untuk mengobati beberapa kondisi yang berhubungan
dengan kesehatan sehingga pada orang tua cenderung terjadi polifarmasi. Komplikasi umum
terjadi pada pasien geriatri, oleh sebab itu pasien geriatri dengan gangguan penyakit kronis,
seperti gangguan jantung, hipertensi, osteoarthritis, diabetes melitus dan sebagainya pada
umumnya akan memperoleh lebih dari satu obat dalam sekali konsumsi. Banyaknya jumlah obat-
obatan yang dikonsumsi memiliki kecenderungan untuk meningkatkan risiko gangguan
kesehatan bagi kelompok pasien geriatri dan juga memiliki potensi menyebabkan terjadinya
polifarmasi (Herdaningsih et al., 2016).
Persentase resep polifarmasi yang mengalami interaksi

Klinik Penyakit Klinik Saraf Klinik Jantung


Dalam

Resep Polifarmasi 17 21 21
dengan interaksi

Persentase 62,96% 84% 100%

Resep Polifarmasi 10 4 0
tidak dengan interaksi

Persentase 37% 16% 0%

Jumlah Resep 27 25 21

Total Resep polifarmasi yang mengalami interaksi :

59/73 x 100% = 80%

Penggunaan obat yang lebih banyak dalam satu resep, akan menimbulkan resiko
interaksi antar obat yang lebih tinggi atau semakin banyak interaksi antar obat yang dapat terjadi
(Parulian, dkk, 2019). Interaksi obat merupakan salah satu Drug Related Problem yang dapat
berdampak outcome klinis pasien. Interaksi dapat digolongkan menjadi minor, moderate, dan
major. Interaksi minor pada lembar resep merupakan interaksi yang masih dapat ditoleransi dan
tidak memerlukan perubahan karena tergolong ringan dan tidak mempengaruhi outcome klinis
dari pasien. Interaksi moderate merupakan interaksi yang dapat terjadi pada pasien dan
memerlukan pemantauan (monitoring) dari tenaga kesehatan. Interaksi dikatakan moderate
apabila memperburuk kondisi klinis pasien dan dapat menyebabkan bertambahnya lama rawat
pasien dan atau tambahan terapi kepada pasien tersebut. Interaksi mayor adalah interaksi yang
apabila terjadi akan membahayakan kondisi klinis pasien bahkan dapat menyebabkan kematian
pasien atau kecacatan permanen. Interaksi antar obat dapat menyebabkan perubahan efek dari
obat seperti melemahkan efek obat, menimbulkan toksisitas, mempengaruhi farmakokinetik obat,
atau efek sinergis sehingga meningkatkan efek terapi obat.

Lembar resep yang memenuhi kriteria pengamatan polifarmasi kemudian diidentifikasi di


druginteraction.com dan medscape diperoleh sebanyak 21 lembar resep di klinik saraf yang
berinteraksi, 17 lembar resep di klinik penyakit dalam dan 21 lembar resep di klinik jantung. Dari
data tersebut, dapat dihitung potensi interaksi yang terjadi masing-masing adalah sebesar 84%,
62,96% dan 100%. Klasifikasi interaksi yang diidentifikasi yaitu interaksi moderat sampai
mayor. Berdasarkan tingkat keparahannya, terjadinya interaksi dikelompokkan menjadi interaksi
minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat (efek sedang/dapat
menyebabkan kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek fatal/dapat menyebabkan kematian)
( Herdaningsih et al., 2016). Adapun pada pengamatan ini berfokus pada interaksi moderat
hingga mayor. Pada penelitian ini interaksi moderat lebih sering terjadi dibandingkan interaksi
mayor, meskipun demikian kegiatan monitoring obat pada setiap lembar resep yang mengandung
dua jumlah obat (R/) atau lebih harus diperhatikan, kewaspadaan dari apoteker dan dokter
dituntut untuk mencegah atau meminimalisasi kejadian tersebut sehingga kualitas pengobatan
pasien meningkat. Upaya pencegahan terjadinya interaksi obat-obat potensial dapat dilakukan
dengan memantau obat-obat yang diresepkan dengan menggunakan software interaction
checkers.

Interaksi moderat cukup signifikan secara klinis, biasanya menghindari kombinasi obat
yang diminum secara bersamaan dan menggunakannya hanya dalam keadaan khusus. Hal ini
penting untuk diperhatikan terutama pada pasien anak-anak dan geriatric dimana anak-anak
memiliki keadaan yang khusus baik secara anatomi dan fisiologi, terutama karena masih
berkembangnya organ-organ tubuh yang mengakibatkan perbedaan dalam hal absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat apabila dibandingkan dengan orang dewasa.
Pemberian resep pada anak harus melalui beberapa pertimbangan sesuai dengan kondisi anak,
antara lain sejarah penyakit, alergi, dan sebagainya. Hal ini akan mempengaruhi pemberian dosis
obat yang diperlukan pasien anak tersebut (Sjahadat & Muthmainah, 2013). Sedangkan pada
pasien geriatri sangat rentan terhadap interaksi obat dikarenakan perubahan yang berkaitan
dengan usia, fisiologis, peningkatan risiko untuk penyakit terkait dengan penuaan dan
peningkatan konsekuensi dalam penggunaan obat (Yeh et al., 2014).

Resep polifarmasi di klinik Penyakit Dalam dan Interaksi yang ditimbulkan

No RM Nama Diagnosa Nama Obat Interaksi

a. Asam traneksamat
00074830 Subur - Sukralfate
500 mg (tiap 8 jam)
xlansoprazole
b. Lansoprazol 30
(moderate) : sukralfat
mg (tiap 12 jam)
dapat menurunkan
c. Sukralfat suspensi
efek dari lansoprazole
(sekali sehari, 2
sendok obat)
d. Antihemoroid
supp 2 gram (sekali
sehari, 1 suppo)
e. Curcuma tab 20
mg (sekali sehari).

a. Omeprazole 20 Levofloxacin x
00241596 Tiwen -
mg (tiap 12 jam) sukralfat (Moderate) :
b. Amoxicillin 500 sucralfate
mg (sekali sehari 2 mempengaruhi
tablet hingga habis) absorbsi levofloxacin
c. Levofloxacin 500 dan menurunkan
mg (sekali sehari) efektivitas
d. Amlodipine 10 levofloxacin.
mg (sekali sehari)
e. Sukralfat suspensi
500 mg (sekali
sehari , 1 sendok
obat)

a. Thiamazol 10 mg a. digoksin x
02192658 Enok -
(sekali sehari) omeprazole
Masriyah
b. Omeprazole 20 (moderate) :
mg (sekali sehari) meningkatkan
c. Spironolakton tab aktivitas digoksin
25 mg (sekali sehari, b. digoksin x
pagi hari) Propylthiouracil
d. digoksin 0,25mg (moderate) :
(sekali sehari) meningkatkan efek
e. Sukralfat suspensi digoksin
500 mg sekali c. digoksin x
sehari , 1 sendok sukralfat (moderate):
obat) menurunkan efek
digoksin

a. omeprazol 20 mg Tidak ditemukan


00767159 Sukinah -
(sekali sehari) interaksi
b. paracetamol 500
mg (sekali sehari)
c. spironolakton 25
mg (sekali sehari, 1
tablet , pagi hari)
d. amlodipine 10
mg (sekali sehari)
e. tabas syrup (tiap 8
jam, sendok obat)

a. paracetamol 500 Tidak ditemukan


00241394 Ramlan Chronic mg (tiap 8 jam , jika interaksi
superficial pusing)
gastritis b. cefixim 100 mg
(sekali sehari 1
kapsul)
c. Metilprednisolone
4 mg (tiap 12 jam )
d. Amitriptilin 25
mg (sekali sehari,
1/2 tablet)
e. Lansoprazol 30
mg (sekali sehari)
f. Vitamin C 250 mg
(sekali sehari)

a. megabal cap 0,5 a. diazepam x


02202200 Sutirah Rheumatoid
mg (sekali sehari) chlordiazepoxide
arthritis
b. clixid tablet (dalam clixid)
unspecified
(sekali sehari) (moderate) :
c. meloxicam 15 mg meningkatkan efek
(sekali sehari , ½ samping pusing, sakit
tablet, jika nyeri) kepala
d. omeprazol 20 mg b. diazepam x
(sekali sehari) omeprazole
e. parasetamol500 (moderate) :
mg (tiap 12 jam) meningkatkan
f. diazepam 2 mg tekanan darah dan
(sekali sehari) efek dari diazepam.
Meningkatkan efek
samping kesulitan
bernafas.
c. hlordiazepoxide
(dalam clixid) x
omeprazole
(moderate) :
meningkatkan
tekanan darah dan
efek chlordiazepoxide
(dalam clixid).

a. clixid tablet (tiap a. amitriptilin x


02198482 Tursiyem Gastric Ulcer
12 jam) chlordiazepoxide
acute with
b. sipentin kapsul (dalam clixid)
hemorrhage
100 mg (sekali (moderate) :
sehari) meningkatkan efek
c. parasetamol 500 samping pusing, sakit
mg (tiap 12 jam) kepala, kesulitan
d. Amitriptilin 25 berkonsentrasi
mg ( sekali sehari, ½ b. amitriptilin x
tablet) clidinium (dalam
e. lansoprazol 30 mg clixid) (moderate) :
(sekali sehari) meningkatkan efek
f. lyteers 15 ml tetes samping sakit kepala.
mata (tiap 8 jam, 1 c. amitriptilin x
tetes) gabapentin
(moderate) :
meningkatkan efek
samping sakit kepala
dan kesulitan
berkonsentrasi.
d. chlordiazepoxide
x gabapentin
(moderate) :
meningkatkan efek
samping sakit kepala
dan pusing.

a. Tramadol tablet
02120560 Carsini Other anxienty magnesium
50 mg (sekali sehari,
disorder hidroksida (dalam
jika pegel)
antasida) x tramadol
b. Parasetamol tablet
(moderate) :
500 (tiap 12 jam,
meningkatkan detak
jika pegel)
jantung secara tidak
c. lansoprazol 30 mg
teratur dan
(sekali sehari)
meningkatkan efek
d. Antasida sirup
samping pusing,
(sekali sehari, 1
nafas yang pendek
sendok makan)
e. Curcuma tablet
(sekali sehari)

Pada klinik penyakit dalam didapatkan 5 resep pada bulan Juli 2022. Diantaranya
terdapat resep polifarmasi yaitu resep dengan jumlah obat 5 atau lebih, sebanyak 27 resep dan
tidak polifarmasi sebanyak 28 resep. Sehingga persentase resep polifarmasi adalah 49% dan tidak
polifarmasi sebanyak 57%. Pada resep diketahui memiliki interaksi antar obat satu dengan obat
yang lain. Resep polifarmasi dengan interaksi didapatkan sejumlah 17 resep dengan persentase
62,96% dan resep polifarmasi tanpa interaksi sejumlah 10 resep dengan persentase 37%.

Resep atas nama pasien Subur dengan nomor rekam medis 00074830 tanpa diagnosa
diberikan obat Asam traneksamat 500 mg (tiap 8 jam), Lansoprazol 30 mg (tiap 12 jam),
Sukralfat suspensi (sekali sehari, 2 sendok obat), Antihemoroid suppositoria 2 gram (sekali
sehari, 1 suppo), Curcuma tab 20 mg (sekali sehari). Terdapat interaksi dengan tingkat moderate
antara sukralfate dengan lansoprazol, yaitu dapat menurunkan efek dari lansoprazole. Untuk
mengatasinya, lansoprazole dapat diberikan setidaknya 1 jam sebelum atau sesudah pemberian
sukralfat.

Resep atas nama pasien Tiwen dengan nomor rekam medis 00241596 tanpa diagnosa
diberikan obat Omeprazole 20 mg (tiap 12 jam), Amoxicillin 500 mg (sekali sehari 2 tablet
hingga habis), Levofloxacin 500 mg (sekali sehari), Amlodipine 10 mg (sekali sehari), Sukralfat
suspensi 500 mg (sekali sehari , 1 sendok obat). Terdapat interaksi moderate antara levofloxacin
dengan sukralfat yaitu mempengaruhi absorbsi levofloxacin dan menurunkan efektivitas
levofloxacin. Interaksi ini dapat terjadi karena segala produk yang mengandung magnesium,
alumunium, kalsium, besi, dan mineral lain dapat mempengaruhi absorbsi dan efektivitas
levofloxacin, diketahui sukralfat mengandung aluminium, zat besi, dan zinc. Untuk
mengatasinya, levofloxacin dapat diberikan 2 hingga 4 jam sebelum atau 4 hingga 6 jam sesudah
pemberian sukralfat.

Resep atas nama Enok Masriyah dengan nomor rekam medis 02192658 tanpa diagnosa
diberikan obat Thiamazol 10 mg (sekali sehari), Omeprazole 20 mg (sekali sehari),
Spironolakton tab 25 mg (sekali sehari, pagi hari), digoksin 0,25mg (sekali sehari) dan Sukralfat
suspensi 500 mg sekali sehari , 1 sendok obat). Terdapat interaksi dengan tingkat moderate
antara digoksin dengan omeprazole yaitu dapat meningkatkan aktivitas digoksin, obat dengan
golongan PPI atau proton pump inibitors termasuk omeprazole dapat meningkatkan efek
digoksin dengan cara meningkatkan kadar digoxin dalam darah. Perlu diperhatikan jika pasien
mengalami tanda-tanda atau gejala yang dapat mengindikasikan efek digoksin yang berlebih
seperti mual, muntah, diare, kehilangan nafsu makan, dan gangguan penglihatan. Untuk
mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan monitoring terhadap kadar digoksin. Selain itu terdapat
interaksi moderate antara digoksin dengan propylthiouracil yaitu meningkatkan efek digoksin.
Interaksi moderate antara digoksin dengan sukralfat yaitu menurunkan efek digoksin. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat diberikan digoksin setidaknya 2 jam sebelum atau 6 jam setelah
diberikan sukralfat.

Resep atas nama pasien Sukinah dengan nomor rekam medis 00767159 tanpa diagnosa
diberikan obat omeprazole 20 mg (sekali sehari), paracetamol 500 mg (sekali sehari),
spironolakton 25 mg (sekali sehari, 1 tablet , pagi hari), amlodipine 10 mg (sekali sehari), dan
tabas syrup (tiap 8 jam, sendok obat) tidak ditemukan interaksi.

Resep atas nama pasien Ramlan dengan nomor rekam medis 00241394 dan diagnosa
chronic superficial gastritis diberikan obat paracetamol 500 mg (tiap 8 jam , jika pusing),
cefixim 100 mg (sekali sehari 1 kapsul), Metilprednisolone 4 mg (tiap 12 jam ), Amitriptilin 25
mg (sekali sehari, 1/2 tablet), Lansoprazol 30 mg (sekali sehari), dan Vitamin C 250 mg (sekali
sehari) tidak ditemukan interaksi.

Resep atas nama pasien Sutirah dengan nomor rekam medis 02202200 dan diagnosa
rheumatoid arthritis unspecified diberikan obat megabal cap 0,5 mg (sekali sehari), clixid tablet
(sekali sehari), meloxicam 15 mg (sekali sehari , ½ tablet, jika nyeri), omeprazol 20 mg (sekali
sehari), parasetamol 500 mg (tiap 12 jam) dan diazepam 2 mg (sekali sehari). Ditemukan
interaksi obat moderate antara diazepam dengan chlordiazepoxide yaitu salah satu kandungan
clixid yang akan meningkatkan efek samping pusing dan sakit kepala. Interaksi moderate antara
diazepam dengan omeprazole akan meningkatkan tekanan darah dan efek dari diazepam itu
sendiri, selain itu dapat meningkatkan efek samping kesulitan bernafas. Terdapat interaksi
moderate antara chlordiazepoxide dalam clixid dengan omeprazole yang akan meningkatkan
tekanan darah dan efek dari chlordiazepoxide. Interaksi tersebut dapat diatasi dengan
dilakukannya monitoring lebih sering sehingga efek samping dan efek interaksinya dapat
terkontrol dengan baik.

Resep atas nama pasien Tursiyem dengan nomor rekam medis 02198482 dan diagnosa
gastric ulcer acute with hemorrhage diberikan obat clixid tablet (tiap 12 jam), sipentin kapsul
100 mg (sekali sehari), parasetamol 500 mg (tiap 12 jam), Amitriptilin 25 mg ( sekali sehari, ½
tablet), lansoprazol 30 mg (sekali sehari), dan lyteers 15 ml tetes mata (tiap 8 jam, 1 tetes)
terdapat interaksi moderate antara amitriptilin dengan chlordiazepoxide dalam clixid yaitu
meningkatkan efek samping pusing, sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi. Interaksi
moderate antara amitriptilin dengan clidinium dalam clixid yaitu meningkatkan efek samping
sakit kepala. Interaksi moderate antara amitriptilin dengan gabapentin meningkatkan efek
samping sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi. Interaksi moderate antara chlordiazepoxide
dengan gabapentin dapat meningkatkan efek samping sakit kepala dan pusing. Interaksi tersebut
dapat diatasi dengan dilakukannya monitoring lebih sering sehingga efek samping dan efek
interaksinya dapat terkontrol dengan baik.

Resep atas nama pasien Carsini dengan nomor rekam medis 02120560 dan diagnose
other anxiety disorder diberikan obat Tramadol tablet 50 mg (sekali sehari, jika pegal),
Parasetamol tablet 500 (tiap 12 jam, jika pegal), lansoprazol 30 mg (sekali sehari), Antasida sirup
(sekali sehari, 1 sendok makan) dan Curcuma tablet (sekali sehari) terdapat interaksi moderate
antar magnesium hidroksida dalam antasida dengan tramadol yang akan meningkatkan detak
jantung secara tidak teratur dan meningkatkan efek samping pusing, dan nafas yang pendek.
Interaksi tersebut dapat diatasi dengan dilakukannya monitoring lebih sering sehingga efek
samping dan efek interaksinya dapat terkontrol dengan baik.

Resep polifarmasi di klinik Saraf dan Interaksi yang ditimbulkan

No RM Nama Diagnosa Nama Obat Interaksi

2062684 Zainal - a. Amlodipin 5 mg a. Aspirin x


Abidin (sekali sehari) Amlodipin :
b. Donepezil 5 mg kombinasi aspirin
(sekali sehari, 1 dan amlodipin
tablet) dapat
c. Lansoprazole meningkatkan
kapsul 30 mg tekanan darah
(sekali sehari) (Moderate)
d. Piracetam tablet b. Amlodipin x
50 mg (sekali donepezil :
sehari, 1 tablet) penggunaan
e. Miniaspi tablet Amlodipin
50 mg (sekali bersama dengan
sehari) donepezil dapat
meningkatkan
resiko detak
jantung terlalu
lambat dan
tekanan darah
rendah (Moderate)
00924241 Diah Kartika Low Back Pain a. Natrium a. Sukralfat x
Santosa Diklofenak 50 mg lansoprazole :
(sekali sehari) penggunaan
b. Diazepam tablet sukralfat dengan
2 mg (sekali lansoprazole dapat
sehari) menurunkan efek
c. Lansoprazole dari lansoprazole
kapsul 30 mg (Moderate)
(sekali sehari) b. Sukralfat x
d. Sukralfat kalsium karbonat :
suspense 500 penggunaan
mg/5mg sukralfat dengan
e. Vitamin B kalsium karbonat
Kompleks (sekali dapat menurunkan
sehari) efek dari sukralfat
f. Kalsium (Moderate)
Karbonat 500 mg
(sekali sehari)

0220918 Khusnia Cervicalgia a. silum tablet 5 ibuprofen x


mg (sekali sehari) Metilprednisolon :
b. Divalproex penggunaan
sodium tablet lepas bersamaan dapat
lambat 200 mg meningkatkan
( tiap 12 jam) resiko efek samping
c. pada jalur
Metilprednisolon gastrointestinal
tablet 8 mg (sekali seperti inflamasi,
sehari, pagi hari) perdarahan, dan
d. Ranitidin tablet ulserasi (Moderate)
150 mg ( tiap 12
jam )
e. Obat Racikan
(Paracetamol 500
mg, Ibuprofen 400
mg, Diazepam 2
mg)

2175605 Tunem Cervical a. megabal kapsul Tidak ditemukan


Disorder with 0,5 mg (sekali interaksi
Radiculopathy sehari)
b. Silum tablet 5
mg (sekali sehari)
c. Betahistin 6 mg
(sekali sehari)
d. Eperison 50 mg
(sekali sehari)
e. Obat Racikan :
(Metamizole
sodium 500 mg,
Diazepam 2 mg)

2197972 Nanang Radiculopathy a. Megabal kapsul metilprednisolon x


Sungkowo 0,5 (sekali sehari) natrium diklofenak :
b. Natrium meningkatkan
Diklofenak tablet resiko efek samping
50 mg (sekali pada saluran
sehari) gastrointestinal
c. seperti inflamasi,
Metilprednisolon perdarahan, dan
tablet 4 mg (sekali ulserasi (Moderate)
sehari, pagi hari)
d. Diazepam tablet
2 mg (sekali
sehari)
e. Kalk tablet 500
mg (sekali sehari)

00532117 Eddy Adhesive a. Clixid tab Tidak temukan


Sukrisno Capsulitive (sekali sehari, 1 Interaksi
Absorder tab)
b. Paracetamol tab
500 mg (tiap 12
jam, 1 tab)
c. Cetirizine tab 10
mg ( sekali sehari,
1 tab)
d. Azitromicin tab
500 mg (sekali
sehari, 1 tab)
e. Asam Folat 1
mg (sekali sehari,
1 tab)
f. Sukralfat
suspensi 500mg/5
ml (1 sendok
makan)
g. Acetylsistein
caps 200 mg sekali
sehari, 1 cap)
02208276 Arif Sudrajat Panniculitis a. Megabal caps diazepam x
Affection 0.5 mg (tiap 12 gabapentin (dalam
Region of Neck jam, 1 cap) Sipentin) :
and Back Sipentin caps 100 penggunaan
Thoracolumbar mg taip 12 jam, 1 bersamaan
Region cap) menyebabkan
c. resiko efek samping
Metilprednisolon 8 pusing,
mg (tiap 12 jam, 1 kebingungan,
tab) penurunan CNS dan
d. Diazepam tab 2 atau respiratori
mg (sekali sehari, (Moderate)
1 tab)
e. Ranitidin tab
150 mg (tiap 12
jam, 1 tab)

00969007 Karminah Intervertebral a. Megabal caps amlodipin x


Disc Disorder 0.5 mg (sekali meloxicam :
sehari, 1 cap) penggunaan
b. Meloxicam tab bersamaan dapat
15 mg (sekali meningkatkan
sehari, 1 tab) tekanan darah
c. Amlodipin tab dengan menurunkan
10 mg (sekali efek antihipertensi
sehari, 1 tab) dari amlodipin
d. Ranitidin tab (Moderate)
150 mg (tiap 12
jam, 1 tab)
e. Antasida sirup
(sekali sehari, 1
sendok makan)
00873791 Ratmini Disorder of a. Clixid tab diazepam x clixid :
Vertibular (sekali sehari, 1 meningkatkan efek
Function tab) samping pusing,
b. Silum tab 5 mg kebingungan,
(sekali sehari, 1 kesulitan
tab) berkonsentrasi,
c. Betahistin 6 mg dengan penurunan
(sekali sehari, 1 CNS dan atau
tab) respiratori
d. Amlodipin tab (Moderate)
10 mg (sekali
sehari, 1 tab)
e. Lansoprazole
caps 30 mg (sekali
sehari, 1 cap)
f. Valsartan 160
mg (sekali sehari,
1 tab)
g. Obat Racikan
(Paracetamol 500
mg, Diazepam 2
mg)
02188777 Jie Haryanto -
a. Megabal caps a. amlodipin x
0.5 mg (sekali meloxicam :
sehari, 1 cap) penggunaan
bersamaan dapat
b. Meloxicam tab meningkatkan
15 mg (sekali tekanan darah
sehari,1 tab) dengan menurunkan
efek antihipertensi
c. Amlodipin 10 dari amlodipin
mg (sekali sehari, (Moderate).
1 tab)
b. clopidogrel x
d. Candesartan tab meloxicam : dapat
8 mg (sekali menyebabkan
sehari, 1 tab) perdarahan, nyeri
abdominal,
e. Clopidogrel 75 kelemahan, dan
mg (sekali sehari , feses kehitaman
1 tab) (Moderate).
f. Piracetam tab c. candesartan x
1200 mg (sekali meloxicam :
sehari, 1 tab). meloxicam dapat
menurunkan efek
antihipertensi dari
candesartan serta
menyebabkan
retensi cairan
(Moderate).
00874632 Supriyatino Stroke Non
Specific a. Divalproex a. aspirin x
Hemoragic sodium (tiap 12 valsartan :
jam, 1 tab) penggunaan secara
bersamaan dapat
b. Sipentin caps menurunkan efek
100 mg (sekali valsaran dalam
sehari, 1 cap) penurunan tekanan
darah serta
c. Atorvastatin 20 mempengaruhi
mg (sekali sehari, fungsi ginjal
1 tab) (Moderate)
d. Lansoprazol
caps 30 mg (sekali
sehari, 1 cap) b. lansoprazole x
atorvastatin :
e. Antasida sirup meningkatkan kadar
(sekali sehari, 1 darah dan efek
sendok makan) atorvastatin serta
meningkatkan
f. Valsartan 160 resiko efek samping
mg (sekali sehari, kerusakan hati.
½ tab, sore hari) (Moderate)
g. Aspilet tab 80
mg (sekali sehari,
1 tab) c. gabapentin x
divalproex sodium :
h. Obat Racikan penggunaan
( Metamizole bersamaan
sodium 500 mg, menyebabkan
Diazepam 2 mg) resiko efek samping
pusing,
kebingungan,
penurunan CNS dan
atau respiratori
(Moderate)
d. aspirin x
divalproex sodium :
aspirin dapat
menghambat
clearance dari
valproate sehingga
memungkinkan
penigkatan efek
terpeutk dan efek
toksik (Moderate)

e. diazepam x
gabapentin :
penggunaan
bersamaan
menyebabkan
resiko efek samping
pusing,
kebingungan,
penurunan CNS dan
atau respiratori
(Moderate)

f. aspirin x
antasida : antasida
dapat menurunkan
efek dari aspirin
dengan menurunkan
reabsorbsi aspirin di
ginjal dan
meningkatkan
clearence aspirin di
ginjal (Moderate)

Dari 25 resep polifarmasi pada pasien rawat jalan di klinik saraf, Interaksi obat terjadi
pada 21 resep. Interaksi yang terjadi pada 21 resep termasuk kedalam kategori interaksi moderate
(sedang). Pada resep polifarmasi di klinik saraf, obat yang banyak berinteraksi yaitu amlodipin,
diazepam, metilprednisolon, meloxicam, natrium diklofenak, clixid, lansoprazol, aspirin,
klopidogrel, divalproex sodium, sukralfat, antasida, kalsium karbonat dan gabapentin. Pada resep
rawat jalan di klinik saraf, interaksi antara satu obat dengan obat lain lebih banyak berpengaruh
pada penurunan efektivitas dari satu obat, peningkatan resiko efek samping obat serta resiko
terjadinya toksisitas salah satu obat.
Untuk penurunan efek obat salah satunya terjadi pada interaksi antara antihipertensi
seperti amlodipin, candesartan dan valsartan dengan NSAID seperti aspirin atau meloxicam.
Mekanisme yang terjadi pada amlodipin yaitu beberapa inhibitor enzim siklooksigenase dapat
melemahkan efek antihipertensi dari penghambat kanal kalsium seperti amlodipin dengan
mempengaruhi tonus vascular, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien.
Sedangkan, pada valsartan, aspirin menurunkan efek hipertensi dari ARB dengan cara
penghambatan prostaglandin ginjal yang mengakibatkan tekanan pada vascular yang tidak diatasi
serta terjadinya retensi cairan yang menghasilkan peningkatan tekanan darah. Monitoring yang
perlu dilakukan pada pasien yang mendapatkan kombinasi pengobatan dengan interaksi ini
adalah dengan pemantauan tekanan darah secara berkala kepada pasien. Obat juga dapat
mempengaruhi farmakokinetik dari obat lainnya saat diberikan secara bersamaan. Salah satu
contohnya adalah interaksi moderate antara lansoprazole dan sukralfate. Interaksi dari kedua obat
ini menyebabkan penurunan efek dari lansoprazole dengan cara penghambatan absorbsi dan
bioavaibilitas dari lansoprazole oleh sukralfat di jalur gastrointestinal. Interaksi antara sukralfat
dan kalsium karbonat dapat mengurangi efek terapi dari sukralfat dengan mekanisme perubahan
asam lambung pada penggunaan kalsium karbonat akan menyebabkan penurunan pengikatan
sukralfat dengan mukosa gastrointestinal. Pada pasien-pasien yang mendapatkan obat tersebut,
sebaiknya dilakukan penjedaan waktu pemberian untuk mengurangi resiko terjadinya interaksi.

Selain menurunkan efek obat, interaksi obat dapat menyebabkan peningkatan resiko
terjadinya efek samping obat. Interaksi ini terjadi pada penggunaan bersamaan NSAID seperti
ibuprofen dan natrium diklofenak dengan metilprednisolon. Mekanisme yang mungkin terjadi
adalah adanya efek ulserogenik serta efek aditif pada mukosa GI serta kemungkinan adanya
penundaan penyembuhan erosive akibat penggunaan NSAID sehingga meningkatkan resiko efek
samping ulserasi, perdarahan dan inflamasi pada saluran gastrointestinal. Monitoring yang
dilakukan dengan cara pemberian obat dengan makanan atau meminta pasien segera melaporkan
tanda tanda gangguan gastrointestinal seperti nyeri pada abdominal pusing atau feses menghitam.
Selain interaksi pada NSAID dan Kortikosteroid, interaksi pada obat obatan yang mempengaruhi
saraf (Central Nervous System Drugs) seperti diazepam, divalproex sodium, gabapentin, dan
clixid dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping apabila digunakan secara bersamaan.
Mekanisme terjadinya efek samping seperti pusing, kebingungan, dan sedasi dengan cara efek
depresi pada CNS dan/atau respiratori secara adiktif saat obat digunakan secara bersamaan.
Interaksi antar obat dapat menyebabkan resiko terjadinya efek toksis dan/atau
peningkatan efek dari salah satu obat yang berinteraksi. Salah satu contohnya adalah penggunaan
bersamaan aspirin dengan divalproex sodium dapat meningkatkan efek terapetik dari valproat
dengan substitusi salisilat terutama aspirin pada tempat pengikatan protein dari valproat. Hal ini
mengakibatkan meningkatkannya fraksi obat bebas dari valproat. Resiko efek toksik dapat terjadi
dengan adanya penghambatan pembersihan (clearance) dari valproat oleh aspirin. Interaksi
antara lansoprazole dan atorvastatin akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi plasma dari
atorvastatin dengan cara penghambatan secara kompetitif P-Glikoprotein usus yang
mengakibatkan sekresi obat ke lumen usus berkurang dan peningkatan bioavailabilitas obat. dan
resiko efek toksik karena penghambatan dari enzim CYP450 3A4 sehingga menurunkan
metabolisme dari atorvastatin. Monitoring kadar plasma harus dilakukan pada pasien yang
menggunakan HMG-CoA reductase inhibitor dan PPI secara bersamaan.

Resep polifarmasi di klinik Jantung dan Interaksi yang ditimbulkan

No RM Nama Diagnosa Nama Obat Interaksi

a. furosemid
02118279 Sukir - 40mg (sekali a. Spironolakton x
Maskuri sehari) Candesartan :
b.spironolakton meningkatkan
25mg (sekali kadar dalam darah
sehari) (hiperkalemia)
c. candesartan (Major).
16mg (sekali
b. Furosemid x
sehari)
Digoxin : obat
d. digoksin
golongan diuretik
0,25mg (sekali
yaitu Furosemid
sehari)
dapat menginduksi
e. miniaspi 80
terjadinya
mg (sekali hiperkalemia dan
sehari) hipomagnesemia
(Moderate).
c. Miniaspi
(Aspirin) x
Digoxin :
meningkatkan
kadar Digoxin
(Moderate).
d. Miniaspi
(Aspirin) x
Candesartan :
mengurangi efek
Candesartan dalam
menurunkan
tekanan darah
(Moderate).

a. spironolakton
02109249 Sumadianto - 25mg (sekali a. spironolacton
sehari, ½ tab ) dan ramipril :
b. bisoprolol karena dapat
5mg (sekali
sehari) mengakibatkan
c. amlodipin peningkatan
5mg (sekali serum kalium
sehari
pada pasien
d. ramipril 5mg
(sekali sehari) dengan faktor
e. nitrokaf risiko seperti
retard 2,5mg gangguan
(jika nyeri/ ginjal, diabetes,
sesak) usia tua, gagal
jantung parah
dan penggunaan
suplemen
kalium atau
lainnya secara
bersamaan
(Major).

b. spironolakton
dan bisoprolol :
dapat
meningkatkan
resiko
hiperglikemia
dan
hipertrigliserid
mia terutama
pada pasien
dengan
deiabetes atau
diabetes laten
(Moderate).
c. amlodipin dan
bisoprolol :
menurunkan
denyut jantung,
konduksi
jantung, dan
kontraktilitas
jantung
(Moderate).

a. atorvastatin a. clopidogrel x
02185281 Abdul hipertensiv 20mg (sekali aspilet : dapat
Makmur e heart sehari) menyebabkan
disease b. perdarahan
hidroklorotiazid gastrointestinal
25mg (sekali terutama pada
with sehari, ½ tab) pasien dengan
(congestive c. bisoprolol resiko
) heart 5mg (sekali perdarahan, sakit
sehari) perut yang parah,
failure d. amlodipin 10 kelemahan, dan
mg (sekali munculnya tinja
sehari) berwarna hitam
e. candesartan
dan lembek.
16 mg (sekali
sehari) (Moderate).
f. clopidogrel b. clopidogrel
75mg (sekali dan atorvastatin :
sehari) dapat
g. aspilet 80mg
mengurangi
(sekali sehari)
efektifitas dari
clopidogrel
(Moderate).
c. aspilet dan
amlodipin :
tekanan darah
meningkat
(Moderate).
d.
hidroklorotiazid
dan bisoprolol :
menurunkan
tekanan darah
dan
memperlambat
detak jantung
(Moderate).
e. amlodipin dan
bisoprolol :
menurunkan
tekanan darah
dan detak
jantung
(Moderate).
f. amlodipin dan
atorvastatin :
meningkatkan
kadar
atorvastatin
dalam darah
(Moderate).
g. aspilet dan
candesartan :
mengurangi efek
candesartan
dalam
menurunkan
tekanan darah
(Moderate).

Berdasarkan data yang telah diambil dari klinik penyakit jantung diperoleh bahwa
persentase terjadinya polifarmasi dari 21 yang diambil yaitu 42%. Setiap resep yang termasuk ke
dalam polifarmasi memiliki potensi terjadinya interaksi. Dari 21 resep yang termasuk kedalam
polifarmasi didapatkan kasus interaksi 21 yang terjadi, tingkat keparahan interaksi obat yang
paling banyak yaitu interaksi moderat sebanyak 19 kasus, dan interaksi mayor sebanyak 2 kasus.

Kasus polifarmasi yang pertama didapat pada resep dengan nomor rekam medis 02118279
atas nama maskuri , pasien tersebut menerima resep furosemide 40 mg, spironolakton 25 mg,
candesartan 16mg, digoksin 0,25mg dan miniaspi 80 mg. terdapat 1 interaksi mayor yaitu antara
spironolakton dan candesartan dimana kombinasi antara obat tersebut dapat meningkatkan kadar
kalium dalam darah ( hiperkalemia). Kemudian didapat 3 interaksi moderat antara furosemide
dan digoksin kombinasi antara dua obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah (
hiperkalemia) dan menurunkan kadar kalsium dalam darah ( hipomagnesemia). Interaksi antara
miniaspi dan digoxin efek interaksi yang terjadi adalah miniaspi dapat meningkatkan kadar
digoksin. Interaksi antara miniaspi dan candesartan yaitu miniaspi dapat menurunkan efektivitas
candesartan

Kasus polifarmasi kedua pada resep dengan nomor rekam medis 021009249 atas nama
sumadianto. Pasien tersebut mendapatkan obat spironolakton 25 mg, bisoprolol 5mg, amlodipin
5mg, ramipril 5mg, nitrokaf retard 2,5mg. terdapat 1 interaksi mayor yaitu antara spironolakton
dan ramipril karena dapat mengakibatkan peningkatan serum kalium pada pasien dengan faktor
risiko seperti gangguan ginjal, diabetes, usia tua, gagal jantung parah dan penggunaan suplemen
kalium atau lainnya secara bersamaan. Kemudian terdapat 2 interaksi moderat yaitu antara
spironolakton dan bisoprolol karena dapat meningkatkan resiko hiperglikemia dan
hipertrigliseridemia terutama pada pasien dengan diabetes atau diabetes laten. Interaksi antara
amlodipine dan bisoprolol karena dapat menurunkan denyut jantung, konduksi jantung, dan
kontraktilitas jantung

Pasien atas nama Bapak Abdul Makmur dengan nomor resep 02185281 didiagnosa
Dokter menderita hypertensive heart disease with (congestive) heart failure. Oleh Dokter, Bapak
Abdul diresepkan 6 obat yaitu atorvastatin 20 mg, hidroklorotiazid 25 mg, amlodipin 10 mg,
candesartan 16 mg, clopidogrel 75 mg, aspilet 80 mg. Diantara 6 obat yang diresepkan kepada
Bapak Abdul Makmur, ditemukan sejumlah 7 interaksi obat dengan kategori moderate.

Interaksi pertama yaitu antara Clopidogrel dengan Aspilet. Penggunaan kedua obat
tersebut dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal terutama pada pasien dengan resiko
perdarahan, sakit perut yang parah, kelemahan, dan munculnya tinja berwarna hitam dan lembek.
Interaksi yang memiliki efek untuk menurunkan efektivitas salah satu obat adalah antara
Clopidogrel dengan Atorvastatin dan Aspilet dengan Candesartan. Pada masing-masing
penggunaan tersebut, Clopidogrel dan Candesartan akan mengalami penurunan efek. Adapun
interaksi Amlodipin dengan Atorvastatin dapat meningkatkan efektivitas kadar Atorvastatin
dalam darah oleh Amlodipin. Hal ini dapat meningkatkan risiko efek samping seperti kerusakan
hati dan kondisi langka namun serius yang disebut rhabdomyolysis yang melibatkan kerusakan
jaringan otot rangka. Dalam beberapa kasus, rhabdomyolysis dapat menyebabkan kerusakan
ginjal dan bahkan kematian. Sehingga memerlukan penyesuaian dosis atau pemantauan yang
lebih sering oleh dokter dalam penggunaan kedua obat dengan aman. Berikutnya interaksi 2
pasang obat berikut : Hidroklorotiazid dan Bisoprolol dengan Amlodipin dan Bisoprolol,
memiliki efek yang sama yaitu menurunkan tekanan darah dan memperlambat detak jantung.
Interaksi tersebut memerlukan pemeriksaan tekanan darah lebih sering. Interaksi yang terakhir
yaitu antara Aspilet dengan Amlodipin yang dapat meningkatkan tekanan darah.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resep pasien rawat jalan di klinik Jantung,
Saraf dan Penyakit dalam RSUD Margono Soekarjo Purwokerto dengan resep
polifarmasi sebesar 40,3% dari total 181 resep pada bulan Juli 2022. Persentase untuk
resep polifarmasi dengan interaksi potensial obat-obatan (DDI’s) sebesar 80% pada
lembar resep yang didapatkan dari total 73 resep polifarmasi di 3 klinik. Pada penelitian
ini interaksi obat yang terbanyak dengan kategori moderat. DDI’s kategori moderat
artinya pemberian kombinasi obat ini memberikan efek yang signifikan secara klinis,
dapat dihindari dengan cara monitoring, memberi jarak antara obat yang satu dengan
obat yang lainnya, dan kombinasi obat ini masih dapat digunakan hanya dalam keadaan
khusus.
B. Saran
1. Peresepan harus dilakukan monitoring obat terlebih dahulu oleh dokter maupun
apoteker untuk meminimalisir terjadinya interaksi obat. Monitoring dapat
dilakukan dengan menggunakan software seperti drug interaction.com atau
Medscape.
2. Melakukan identifikasi indikasi obat apakah memang dibutuhkan atau tidak oleh
pasien untuk menghindari terjadinya polifarmasi.

DAFTAR PUSTAKA 
Afilla et al, 2019. Analisis Hubungan Polifarmasi dan Biaya Penggunaan Obat Resiko Jatuh Pada
Pasien Geriatri di Klinik Saraf RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
Alsaad, Doua, et al, 2016. A Retrospective Drug Use Evaluation Of Cabergoline For Lactation
Inhibition At A Tertiary Care Teaching Hospital In Qatar. Therapeutics and
Clinical Risk Management : 12 155–160.
Andriane et al, 2016. Determinan Peresepan Polifarmasi pada Resep Rawat Jalan di Rumah Sakit
Rujukan. Global Medical and Health Communication, Vol. 4 No. 1.
Dasopang et al, 2019. Polifarmasi dan Interaksi Obat Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan dengan
Penyakit Metabolik. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 4 No. 4, hlm 235–241.
Fauziah et al, 2019. Polifarmasi Pada Pasien Geriatri. Jurnal Human Care, Volume 5; No.3 :
804-812.
Juwita et al, 2018. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Strok Iskemik di
Rumah Sakit Strok Nasional Bukittinggi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 7
No. 2, hlm 99–107.
Kemenkes RI, 2011. Modul Penggunaan Obat Yang Rasional. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Nopitasari et al, 2020. Evaluasi Penggunaan Obat Hipertensi Pada Gagal Jantung Rawat Jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu
Kefarmasian. 1 (2) : 66-72.
Parulian, Lamtiar et al, 2019. Analisis Hubungan Polifarmasi dan Interaksi Obat Pada Pasien
Rawat Jalan Yang Mendapat Obat Hipertensi di Rsp. Dr. Ario Wirawan Periode
Januari-Maret 2019. Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product . 2(02)
: 79-87.
Reyaan et al, 2021. Studi Potensi Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi Di Dua Apotek Kota
Bandung. Journal JMPF. 11(03) : 145-152.
Safitri, Ayudiani, 2021. Kajian Interaksi Obat Pada Peresepan Polifarmasi Di Apotek X Pada
Periode Juni 2020-Desember 2020. Skripsi. Program Studi Farmasi, Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari Banjarbaru.
Setiabudy et al, 2020. Tinjauan Etika terhadap Praktik Polifarmasi dalam Layanan Kedokteran.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1.
Zulkarnaini, 2019. Gambaran Poliofarmasi Pasien Geriatri Dibeberapa Poli Klinik RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 8 (1) : 01-06

Anda mungkin juga menyukai