Anda di halaman 1dari 5

STUDI KASUS DRUG USE EVALUATION 

PENYAKIT JANTUNG, SARAF DAN PENYAKIT DALAM 


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4


Rizky Akbar Latif 22204348884 Universitas Setia Budi
Ajeng Sekar Arum Sari 21/491926/fa/13367 Universitas Gadjah Mada
Choirun Nisa Suranto K11021R229 Universitas Muh. Purwokerto
Ismi Anggun Sholeh 2108020208 Universitas Muh. Surakarta
Nora Nur Aini 1062122064 STIFAR Semarang
Syarah Megianti Fahira 2108062158 Universitas Ahmad Dahlan

Preseptor : apt. Molina Galuh Januar M.Sc

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER 

2022
BAB I 

PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang


Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat
ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara
berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan misalnya di rumah sakit,
Puskesmas, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas.
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang
keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan Sebagian contoh yang tidak rasional
peresepan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak
negative yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negative
disini dapat berupa dampak klinik (misalnya terjadinya efek samping dan resistensi) dan
dampak ekonomi (Kemenkes RI, 2011).
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) di rumah sakit adalah suatu preoses jaminan mutu yang
terstruktur, dilaksanakan terus- menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk
memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, aman, dan efektif. Dalam lingkungan
pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga diberikan prioritas tinggi dan
karena itu, menjadi suatu komponen dari definisi ini, definisi EPO diatas difokuskan pada
penggunaan obat secara kualitatif. Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan proses
jaminan mutu resmi dan terstruktur yang dilaksanakan terus menerus, yang ditujukan untuk
menjamin obat yang tepat, aman dan efektif (Nopitasari et al, 2020).
Prevalensi polifarmasi telah dianalisis dalam banyak studi dengan hasil yang berbeda
dalam hal pengaturan klinis. Biasanya polifarmasi ini terkait erat dengan jumlah penyakit
atau multimorbiditi. Prevalensi multimorbiditi pada pasien geriatri berkisar antara 35 persen
menjadi 80 persen, tergantung pada metode pengumpulan data, definisi dan kondisi kronis
multimorbiditi, jumlah dan kondisi kronis yang termasuk dalam analisis. Sebuah penelitian
dari pusat pelayanan kesehatan primer di Riyadh Arab Saudi, menemukan prevalensi
polifarmasi 89,1%. Selain multimorbiditi, penyakit kronik spesifik seperti hipertensi,
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit paru obstruksi, gagal ginjal kronik dan
diabetes melitus adalah prediktor dari polifarmasi (Zulkarnaini et al, 2019).
Interaksi obat adalah keadaaan perubahan efek suatu obat karena adanya obat lain,
makanan, minuman, jamu, atau zat kimia di lingkungan . Interaksi ini dapat terjadi dari
penyalahgunaan yang disengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang bahan-bahan
aktif yang terdapat dalam obat . Interaksi obat dianggap penting secara klinis bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan indeks terapi yang sempit. Kategori keparahan interaksi obat dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu minor, moderat, dan mayor (Reyaan et all,
2021).
Penyakit yang banyak diderita oleh pasien geriatri adalah penyakit cardiovaskular seperti
Atrial fibrilasi (AF), Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung, hipertensi, serta penyakit
diabetes melitus, penyakit paru-paru, arthritis, patah tulang, serta keganasan. Ini semua
merupakan penyakit kronis yang perlu kontrol yang ketat terhadap penyakitnya, penyakit
geriatri kebanyakan bersifat endogenik, multipel, kronik, bergejala atipik dan rentan terhadap
penyakit atau komplikasi yang lain. Pada pasien geriatri, berbagai perubahan fisiologik pada
organ dan sistem tubuh akan mempengaruhi tanggapan terhadap obat. Berbagai perubahan
tersebut disebut dengan perubahan farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain
yang merubah perilaku obat didalam tubuh (Zulkarnain, et al, 2019).
Berdasarkan Riset Penelitian Pada Pasien di Klinik Saraf RSUD Dr. Soedarso Pontianak
Terdapat tiga penelitian yang melaporkan bahwa risiko jatuh meningkat seiring dengan jumlah
obat yang diminum. Pada pasien lanjut usia, penggunaan 5–9 obat meningkatkan risiko jatuh 4
kali lipat (OR 4,0; 95% CI, 1,6–9,9).Penelitian yang dilakukan oleh Neutel menunjukkan bahwa
penggunaan 10 obat membawa risiko yang lebih tinggi (OR 5,5; 95% CI, 1,9 –15,9)
dibandingkan dengan penggunaan 4 obat. Masalah kesehatan yang beragam pada pasien
geriatri memerlukan penanganan yang kompleks, salah satunya dengan pemberian obat yang
beragam. Penelitian ini menunjukkan bahwa obat yang digunakan secara polifarmasi (≥5
obat) memiliki rata-rata biaya obat yang lebih tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Fauziah yang menyatakan bahwa penggunaan obat secara polifarmasi pada pasien geriatri
meningkatkan risiko negatif seperti peningkatan biaya perawatan, kejadian efek samping
obat, interaksi obat, ketidakpatuhan pengobatan, penurunan status fungsional, dan sindrom
geriatri. Semakin banyak obat yang digunakan pasien maka semakin besar pula biaya
pengobatan yang harus dikeluarkan (Afrilla et al, 2019).
Kebutuhan untuk mengurangi pemberian polifarmasi, studi longitudinal telah
menunjukkan bahwa polifarmasi semakin meningkat selama bertahun-tahun. Pasien
polifarmasi sering tidak mematuhi obat yang diresepkan. Ketidakpatuhan ini meningkatkan
secara linier jumlah obat yang digunakan oleh pasien menjadi 80 % dengan satu obat
dibanding 20% dengan enam atau lebih obat yang diberikan. Strategi untuk mengurangi
pemberian obat dan pemahaman terhadap kelompok penyakit yang mengharuskan pemberian
polifarmasi perlu dimengerti oleh setiap dokter terhadap pasien-pasien geriatric (Zulkarnain
et al, 2019).

BAB II  
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA 
Afilla et al, 2019. Analisis Hubungan Polifarmasi dan Biaya Penggunaan Obat Resiko Jatuh
Pada Pasien Geriatri di Klinik Saraf RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
Kemenkes RI, 2011. Modul Penggunaan Obat Yang Rasional. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta

Nopitasari et al, 2020. Evaluasi Penggunaan Obat Hipertensi Pada Gagal Jantung Rawat Jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu
Kefarmasian. 1 (2) : 66-72
Reyaan et al, 2021. Studi Potensi Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi Di Dua Apotek Kota
Bandung. Journal JMPF. 11(03) : 145-152

Zulkarnaini, 2019. Gambaran Poliofarmasi Pasien Geriatri Dibeberapa Poli Klinik RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 8 (1) : 01-06

Anda mungkin juga menyukai