Jurnal Farmasi Klinik Indonesia (Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, IJCP) merupakan
media publikasi ilmiah mengenai semua aspek di bidang farmasi klinik. IJCP diterbitkan 4 kali
dalam setahrin sebagai wadah bagi klinisi, apoteker, dan tenaga profesional kesehatan lainnya
untuk berbagi pengetahuan terkini, memperluas jaringan, dan meningkatkan kerjasama dalam
merawat pasien.
Tujuan berdirinya IJCP adalah sebagai media publikasi artikel dalam bidang farmasi klinik dar/
atau implementasi praktis dari ilmu kefarmasian. Ruang lingkup dari IJCP meliputi penelitian
dan aplikasi dalam bidang farmasi klinik. Untuk itu dewan redaksi mengundang konfibusi
penelitian yang berkaitan dengan topik-topik berikut:
l. Farmasi Klinik
2. Asuhan Kefarmasian
3. Farmakoterapi
4. Pengobatan Rasional
5. Evidence-based practice
6. Farmakoepidemiologi
7. Farmakogenetik
8. FarmakokinetikKlinik
9. Biokimia Klinik
10. Mikrobiologi Klinik
I l. Farmakoekonomi
12. Keamanan, keefektifan ekonomi, dan efkasi klinik dari penggunaan obat
13. lnteraksi Obat
l4- Peresepan Obat
15. Informasi Obat
16. Penggunaan Obat
17. Penelitian tentang pelayanan kesehatan
18. \{anajemen Pengobatan
19- Obat herbal sebagai terapi komplementari
l0- -\spek kfinik lain dalam ilmu farmasi
IICP mina nrtisan-rulisan yang meliputi kategori berikut ini: artikel penelitian, artikel
rn,icr- bga'm kasrs. komentar terhadap suafu artikel, dan laporan dari suatu penelitian
gn" - Setunul nrlisan vang masuk diperiksa oleh mitra bestari (pe er-review) yang sestai
eqtilftgal
!
Dewan Redaksi
Analisis Risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki pada Pasien Lanjut
Usia di Rumah Sakit Umum Surabaya
Fauna Herawati, Andri Utomo
Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia
Abstrak
Orang lanjut usia memiliki risiko tujuh kali lebih besar mengalami Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD) dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit di
Irlandia melaporkan bahwa kejadian ROTD pada pasien lanjut usia sebesar 26%. Tujuan penelitian
ini adalah untuk melihat tingkat risiko ROTD dan jenis obat yang digunakan pada pasien lanjut usia
rawat inap di RSUD Dr. Moh. Soewandhie Surabaya Periode November–Desember 2014 dengan alat
Gerontonet Score dan kriteria Screening Tool of Older People’s Prescriptions (STOPP). Penelitian ini
merupakan studi potong lintang dengan jumlah responden 42 orang. Gerontonet score dan kriteria STOPP
digunakan untuk melihat tingkat risiko dan jenis obat yang dapat meningkatkan ROTD. Gerontonet
score terdiri dari 6 variabel (≥4 comorbid, gagal jantung, gangguan liver, jumlah obat, riwayat ROTD,
dan gangguan ginjal); skor ≥4 menunjukkan pasien yang berisiko tinggi mengalami ROTD. Hasil
penelitian menunjukkan variabel yang paling banyak menentukan skor adalah GFR ≤60 mL/menit/1,73
m2 dan jumlah obat yang diterima pasien; 15 orang memiliki risiko tinggi (skor ≥4) mengalami ROTD;
dan 9,7% (6/62) jenis obat yang termasuk dalam kriteria STOPP, yaitu: furosemid, aspirin, digoksin,
dan golongan OAINS (diklofenak, ketoprofen, dan meloksikam). Jadi, GFR ≤60 mL/menit/1,73 m2 dan
jumlah obat merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan ROTD.
Korespondensi: Andri Utomo, S.Farm., Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia,
email: andriutomo04@gmail.com
Naskah diterima: 1 April 2015, Diterima untuk diterbitkan: 4 Januari 2016, Diterbitkan: 1 Juni 2016
98
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
99
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
prevalensi penelitian masa lalu yang diambil Skor masing-masing variabel dijumlahkan;
dari penelitian O’Connor (2012) sebesar skor ≥4 menunjukkan pasien berisiko tinggi
25%) dan dihitung menggunakan persamaan: mengalami ROTD; dan variabel Gerontonet
score tercantum pada Tabel 1. Pemberian
skor 1 untuk gagal jantung (NYHA III dan
IV) apabila pasien mengatakan dada terasa
dimana n= ukuran sampel, p= prevalensi sesak saat melakukan aktivitas. Nilai normal
penelitian masa lalu, Z1-α/22= variasi standar enzim ALT (12–78 U/L) dan AST (15–37
normal, d= presisi.7,10 Partisipan yang U/L) adalah nilai normal yang digunakan
bersedia mengikuti penelitian ini sebanyak di RSUD Dr. Moh. Soewandhie dan nilai
42 orang dari seluruh pasien lanjut usia GFR akan dihitung menggunakan kalkulator
(105 orang) yang dirawat inap pada periode Modification of Diet in Renal Disease
tersebut. Partisipan yang setuju akan diminta (MDRD). Selain menggunakan Gerontonet
untuk mengisi dan menandatangani lembar score, pada penelitian ini juga digunakan
persetujuan (informed consent), selanjutnya daftar periksa kriteria STOPP yang berisi
peneliti akan melihat data yang dibutuhkan informasi tentang jenis obat yang tidak tepat
pada rekam medis dan melakukan wawancara apabila diberikan kepada pasien lanjut usia.
untuk memperoleh informasi yang tidak
terdapat pada rekam medis pasien, seperti Hasil
data riwayat efek samping obat dan apakah
pasien mengalami sesak saat beraktivitas. Data diambil dari 42 orang partisipan dengan
Penelitian ini menggunakan Gerontonet rata-rata usia pasien 78 (60–89) tahun, 55%
score yang terdiri dari 6 variabel (≥4 comorbid, pasien berjenis kelamin perempuan, data
gagal jantung, gangguan hati, jumlah obat, demografi pasien disajikan dalam Tabel 2.
riwayat ROTD, dan gangguan ginjal) dengan Pasien masuk rumah sakit dengan diagnosis
skor masing-masing sebagai berikut: skor 1 terbanyak gagal jantung (26%) (Tabel 2).
untuk pasien dengan ≥4 comorbid, menerima Frekuensi jumlah comorbid ≥4 sebesar 5%
6–7 obat, pasien dengan gangguan ginjal, (2 orang). Co-morbid ≥4 yang diderita oleh
hati, atau gagal jantung; skor 2 untuk pasien dua pasien, yaitu: pasien pertama mengalami
yang mempunyai riwayat ROTD; dan skor comorbid kanker prostat, diabetes melitus,
4 untuk pasien yang menerima ≥8 obat. batu empedu, gangguan lambung, dan jumlah
100
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
obat yang diterima oleh pasien berjumlah dan comorbid yang paling sering diderita
5 obat; sedangkan pasien kedua memiliki pasien adalah diabetes melitus (31%).
comorbid hipertensi, dislipidemia, gagal Pasien yang memiliki gagal jantung sebesar
ginjal, anemia, dan pasien menerima 10 obat; 24% (11 orang) dan menerima 3–14 obat
101
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
dengan rata-rata 7 obat. Terdapat 14,3% (6 orang pasien yang menerima obat yang dapat
orang) pasien dengan gangguan hati (nilai berisiko menimbulkan ROTD.
enzim transaminase >2 kali nilai normal) Menurut Gerontonet score (Tabel 3)
yang menerima 3 sampai 10 obat dengan terdapat 35,7% (15 orang) yang berisiko
rata-rata 6 obat selama perawatan. Pasien tinggi (skor ≥4) mengalami ROTD saat
yang menerima 6–7 obat selama perawatan dirawat inap, variabel yang berperan besar
sebanyak 28% (12 orang) dan pasien yang dalam meningkatkan skor adalah GFR ≤60
menerima ≥8 obat sebanyak 36% (12 orang). mL/menit/1,73 m2 dan jumlah obat >5 obat.
Jumlah obat yang diterima pasien dengan Jenis obat dalam kriteria STOPP (Tabel 4)
riwayat ROTD selama dirawat yaitu antara 3 yang paling banyak muncul adalah furosemid
hingga 11 obat dengan rata-rata 8 obat. (4 kali). Furosemid, aspirin, digoksin, dan
Pasien yang memiliki riwayat ROTD diklofenak muncul pada pasien yang berbeda;
sebesar 14% (6 orang). ROTD yang dialami meloksikam dan ketoprofen muncul pada
oleh pasien antara lain, yaitu: 5 pasien pasien yang sama.
mengalami ROTD karena pemakaian insulin
saat di rumah hingga pasien merasa lemas Pembahasan
atau terjadi hipoglikemia; 1 pasien mengalami
bengkak di kaki setelah diberi terapi injeksi Terdapat 14,3% (6/42) pasien mengalami
oleh dokter di klinik. Pasien dengan nilai gangguan hati dan tanda-tanda gangguan hati
GFR ≤60 mL/menit/1,73 m2 sebanyak 69% dapat terlihat dari peningkatan enzim alanine
(29 orang) dan menerima 3–14 obat dengan transaminase (ALT) dan aspartat transaminase
rata-rata 7 obat selama dirawat. Data terkait (AST).1,11,12 Penelitian yang dilakukan di
variabel Gerontonet score disajikan dalam salah satu rumah sakit Romania dengan
Tabel 2. Menurut kriteria STOPP terdapat 8 jumlah partisipan 489 pasien menyebutkan
102
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
bahwa peningkatan enzim ALT terhadap 28% mendapat obat-obatan golongan fibrat dan
(137/489) pasien dan AST terhadap 24% antipsycholeptic, tetapi pasien mendapat
(119/489) pasien berhubungan dengan terapi obat antihipertensi, seperti nifedipin (0,4%),
intravena yang diberikan kepada pasien saat amlodipin (0,4%), nimodipin (0,8%), ramipril
masuk rumah sakit dan terapi intravena yang (1,2%), dan kaptopril (1,6%). Pemberian
digunakan adalah furosemid, nitrogliserin, golongan pemblok enzim ACE dan ARB tidak
noradrenalin, digoksin, dan dopamin. Pada tepat pada pasien lanjut usia dengan CKD
penelitian ini pasien mendapat digoksin karena pada orang CKD sistem ekskresinya
(1,6%) dan furosemid (3,8%).7,13 Penggunaan terganggu dan obat-obatan tersebut dapat
furosemid mengakibatkan gangguan elektrolit menurunkan laju ekskresi ginjal, sehingga
yang dapat memicu terjadinya ensefalopati untuk obat yang rute eliminasi utamanya
hepatik, hal ini diketahui sebagai penyebab ginjal perlu penyesuaian dosis agar tidak
naiknya enzim ALT/AST pada pasien. Selain terjadi akumulasi obat di dalam tubuh.1,11,16
mengakibatkan naiknya enzim ALT/AST, Pada pemberian antikoagulan juga perlu
penggunaan digoksin dapat menyebabkan berhati-hati karena dalam penelitian di salah
anoreksia, mual, muntah, dan diare karena satu rumah sakit Unit Emirates Arab pada
digoksin menstimulasi otot polos usus dan tahun 2012, 12% (62/512) pasien CKD
sebagian merupakan akibat dari rangsangan mengalami ROTD; 70% dari total kejadian
vagus sentral, serta dari chemoreseptor adalah penggunaan antikoagulan (heparin,
trigger zone.12 enoxaparin, dan warfarin).16,17 Pada penelitian
Pada penelitian ini 27 pasien lanjut usia ini antikoagulan yang digunakan pasien hanya
(64%) mendapat jumlah obat >5 sedangkan warfarin (0,4%). Warfarin adalah obat dengan
pada penelitian O’Connor et al. (2012) ikatan protein tinggi (99%) dan terdistribusi
terdapat 67% pasien lanjut usia di rumah ke dalam jaringan dalam jumlah yang kecil
sakit mendapat >5 obat. Penambahan (Vd 9L). Pada pasien CKD kadar albumin
minimal satu obat pada lanjut usia akan di dalam darah semakin berkurang karena
meningkatkan risiko ROTD sebesar 9%.7 glomerulus tidak mampu menahan albumin
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sehingga terekskresi bersama urin. Hal ini
terkait ROTD, mengungkapkan bahwa ada menyebabkan kadar obat bebas warfarin
hubungan antara usia yang semakin menua dalam darah meningkat dan menimbulkan
dengan kejadian ROTD yang disebabkan toksisitas.18
oleh jumlah obat yang diterima pasien.14,15 Sebanyak lima belas orang atau 35,7%
Nilai GFR ≤60 mL/menit/1,73 m2 muncul dari seluruh pasien dalam penelitian ini
pada 69% (29/42) pasien lanjut usia. Breton memiliki risiko tinggi mengalami ROTD dan
et al. (2011) melaporkan bahwa adanya pada penelitian O’Connor (2012) terdapat
pemberian obat-obatan yang tidak tepat pada 50% pasien yang berisiko tinggi mengalami
pasien lanjut usia dengan chronic kidney ROTD. Pada penelitian ini, seperti pada
disease (CKD), seperti antihipertensi (ACE penelitian O’Connor (2012) variabel yang
inhibitor, angiotensin II receptor blocker, paling banyak menentukan skor adalah GFR
dan beta blocker), golongan fibrat, dan ≤60 mL/menit/1,73 m2 dan jumlah obat yang
antipsycholeptic sebesar 52,5% (pasien diterima pasien, hal ini ditunjukkan dengan
dengan nilai GFR 30–59 mL/menit/1,73 m2) frekuensi GFR ≤60 mL/menit/1,73 m2 muncul
dan 96% (pasien dengan nilai GFR <30mL/ pada 29 pasien (69%) dan jumlah obat >5 obat
menit/1,73 m2) dari ketiga golongan obat muncul pada 27 pasien (64%). Pada penelitian
tersebut.16 Pada penelitian ini pasien tidak O’Connor et al. (2012), nilai GFR ≤60 mL/
103
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
104
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
105