Anda di halaman 1dari 14

REVIEW JOURNAL

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Interaksi Obat Yang Diampu

Oleh ibu apt. Dytha Andri Deswati, M.Si.

DISUSUN OLEH :

Iyus candra yussila D1A171389

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL-GHIFARI

BANDUNG 2020
REVIEW JOURNAL

“interaction of ibuprofen and warfarin on primary haemostasis”

OLEH
NAMA : Iyus Chandra
NIM : D1A171
DOSEN : apt. Dytha Andri Deswati, M.Si

RINGKASAN JURNAL

Judul : Interaction of ibuprofen and warfarin on primary haemostasis


Nama Penulis : S .Schulman dan K.Henricsson
Penerbit : British Journal Rheumatology 1989 ; 28: 46-49

Penggunaan Ibuprofen dapat menyebabkan masalah klinis pada beberapa pasien yang
diobati dengan Warfarin, terutama pada manula dengan rejimen obat yang kompleks.
Pemberian Ibuprofen dengan Warfarin dapat meningkatkan resiko pendarahan yang abnormal
pada pasien.
Dalam penelitian ini membahas sebanyak 4 dari 20 pasien yang mengkonsumsi
Warfarin, pada bleeding time terjadi lebih lama dan terjadi secara abnormal setelah diberikan
Ibuprofen. Ibuprofen dalam dosis terapeutik dapat menghambat pembentukan tromboksan A2
trombosist selama minimal 6 jam tanpa efek yang sama pada prostasiklin. Agregasi
trombosit/platelet terhambat dan waktu pendarahan sedikit lebih lama pada 2 jam setelah
konsumsi Ibuprofen 600 mg.
Pasien harus diawasi secara ketat untuk kontrol antikoagulan dan komplikasi perdarahan
selama penggunaan kombinasi warfarin dan NSAID (Ibuprofen).
Meskipun Ibuprofen merupakan agen-inflamatory yang efisien dan aman pada sebagian
besar kasus yang diobati dengan Warfarin, kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan
penghambatan funngsi platelet yang tidak diinginkan pada beberapa pasien. Oleh karena itu
disarankan untuk memeriksa waktu pendarahan beberapa hari setelah pengobatan dengan
Ibuprofen dimulai pada semua pasien yang menerima kombinasi Warfarin dan ibuprofen.
Selama penggunaan kombinasi Ibuprofen dengan Warfarin ini harus diawasi secara ketat
untuk kontrol antikoagulan dan komplikasi perdarahan. Disarankan pula untuk memeriksa
waktu pendarahan beberapa hari setelah pengobatan dengan Ibuprofen dimulai
REVIEW JOURNAL

“Potency of Drugs Interaction among Geriatric Patients Prescribing: Retrospective Study in


Pharmacies in Bandung”
OLEH
NAMA : Iyus Chandra
NIM : D1A171
DOSEN : apt. Dytha Andri Deswati, M.Si

RINGKASAN JURNAL

Judul : Potency of Drugs Interaction among Geriatric Patients Prescribing:


Retrospective Study in Pharmacies in Bandung
Nama Penulis : Nurul Annisa, Rizky Abdulah
Penerbit : British Journal Rheumatology 2012 ; 1: 3-5

ABSTRAK
Usia geriatri merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah-masalah yang terkait
dengan penggunaan obat, salah satunya adalah kejadian interaksi obat-obat. Dalam penelitian
ini dilakukan studi untuk mengetahui interaksi potensial obat-obat. Data diproses melalui
www.drugs.comdatabase. Evaluasi ini memaparkan prevalensi dan mengklasifikasikan jenis
interaksi potensial berdasarkan level interaksi dan spesialisasi medik. Dari total 29.839 resep
dari tujuh apotek di kota Bandung diperoleh 334 lembar resep geriatri (1,12%). Dari resep
geriatri tersebut, tedapat 4 lembar resep (1,20%) dengan jumlah 1 R/ yang artinya pada resep
ini tidak berpotensi untuk terjadi interaksi. Sedangkan jumlah R/ pada lembar resep yang
mengandung lebih dari 1 R/ adalah 1.136 dengan rata-rata jumlah R/ pada setiap lembar resep
adalah 3,40. Sebanyak 131 lembar resep terdapat interaksi potensial obat-obat sebesar
39,22%. Total interaksi potensial yang terjadi adalah 210 interaksi. Interaksi potensial
moderate adalah sebanyak 187 (89,05%) sedangkan severe sebanyak 23 (10,95%). Kejadian
potensi interaksi moderate dan severe pada kelompok spesialisasi medik umum adalah
sebanyak 85,00%, penyakit dalam 8,40%, kardiologi 2,30%, THT 2,30%, syaraf 0,76% dan
gigi 0,76%.
Kata kunci: Interaksi obat-obat, apotek, geriatri

PENDAHULUAN

Interaksi obat atau drug-drug interactions (DDIs) didefinisikan sebagai modifikasi


efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau
bila dua atau lebih obat berinteraksi sehingga keefektifan atau toksisitas suatu obat atau lebih
berubah. Interaksi yang lebih sering terjadiadalah yang terjadi didalam tubuh dibandingkan
diluar tubuh. Interaksi dalam tubuh dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu interaksi
famakokinetika dan interaksi farmakodinamika.
Dalam pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker seringkali tidak dapat
mengidentifikasi berbagai kejadian DDI’s pada pelayanan resep pada pasien rawat jalan.
Berbagai kemungkinan secara teknis adalah karena waktu yang tidak memungkinkan, tidak
tersedianya alat penunjang yang praktis, dan sebagainya. Apoteker sering tidak menyadari
kemungkinan DDI’s yang dapat membahayakan atau merugikan pasien.
Peresepan pada usia geriatrik menjadi fokus pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan
usia geriatrik berada pada risiko yang signifikan untuk masalah terkait obat.6 Selain
polifarmasi, usia saja merupakan faktor risiko utama untuk DDIs. Pasien geriatri rentan
terhadap interaksi obat dikarenakan perubahan yang berkaitan dengan usia fisiologis,
peningkatan risiko untuk penyakit terkait dengan penuaan dan peningkatan konsekuen dalam
penggunaan obat.7 Farmakokinetik dan farmakodinamik seringkali mengalami peru-bahan
pada usia geriatri, kemungkinan terjadinya perlambatan waktu transit usus, kapasitas
penyerapan berkurang, penurunan metabolisme hati, fungsi mitokondria, eksresi ginjal dan
perubahan dalam volemia serta distribusi dalam lemak tubuh.

Metode
Pada jurnal yang dibuat oleh Nurul annisa dan Rizky abdulah ini dilakukan penelitian
deskriptif di kota Bandung. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan menggunakan
resep rawat jalan di apotek-apotek tersebut. kriteria inklusi dari penelitian ini adalah
kelompok usia geriatrik (>59 tahun).
Resep lengkap yang ditelusuri dan resep yang masuk pada oktober-desember 2011.
Informasi dari resep yang diambi; adalah usia, jenis kelamin spesialis medik, nama obat,
dosis, dan jumlah obat. Resep yang mengandung dua atau lebih R/ kemudian didentifikasi
interaksi potensial melalui database www.drugs.com. tingkat DDI’s dikelompokkan menjadi
severe, moderate dan minor. Dalam penelitian ini yang dianalisis hanya level interaksi yaitu
moderate dan severe. level interaksi ini kemudian juga diklasifikasikan berdasarkan
spesialisasi medik.

Hasil
Dari total 29.839 resep yang masuk, terdapat 334 (1.12%) lembar resep pasien
geriatrik yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian. Dari resep yang masuk kriteria inklusi
ini ratarata jumlah R/ pada setiap lembar resep adalah 3,40. Hanya terdapat 4 lembar resep
(1,20%) yang terdiri dari 1 R/.
Usia rata-rata pasien geriatrik pada resepresep yang diteliti adalah 68 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 44,78% pasien laki-laki dan 55,22% pasien perempuan.
Sebanyak 131 (39,22%) lembar resep mengandung potensi interaksi obat-obat, artinya pasien
geriatrik hampir 40,00% berpotensi mendapatkan resep yang mengandung potensi interaksi
obat-obat. Hal ini tentunya menjadi kewajiban tenaga kesehatan untuk mewaspadai serta
memberikan perhatian lebih terhadap
potensi interaksi yang mungkin terjadi. Klasifikasi interaksi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu interaksi moderate dan severe. Total interaksi potensial yang terjadi adalah 210
interaksi. Interaksi potensial moderate adalah sebanyak 187 (89,05%) sedangkan severe
sebanyak 23 (10,95%).

Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien di Kota Bandung berisiko
mendapatkan interaksi potensial obat-obat (DDIs) sebesar 39,00% pada setiap lembar resep
yang didapatkan. DDIs paling banyak terjadi pada peresepan dokter umum yaitu sebesar
85,50%. Suatu sistem harus dibangun untuk meminimalisasi
kejadian tersebut terutama untuk kategori pasien khusus seperti kelompok usia geriatri.
Dokter sebaiknya menyadari bahwa DDIs potensial berbahaya dan apoteker dapat
berkontribusi dalam deteksi dan pencegahan untuk keselamatan pasien.

REVIEW JOURNAL

“POTENTIAL INTERACTION OF MEDICINES IN TYPE-2 DIABETES MELLITUS


INTERACTIVE PATIENTS WITH HYPERTENSION COMMORBIDITY”
OLEH
NAMA : Iyus Chandra
NIM : D1A171
DOSEN : apt. Dytha Andri Deswati, M.Si

RINGKASAN JURNAL

Judul : POTENTIAL INTERACTION OF MEDICINES IN TYPE-2


DIABETES MELLITUS INTERACTIVE PATIENTS WITH HYPERTENSION
COMMORBIDITY
Nama Penulis : Liniati Geografi, Octaviana Maria Simbolon
Penerbit : British Journal Rheumatology 2020 ; 1: 8-11

ABSTRAK

Diabetes mellitus tipe 2 (diabetes tergantung insulin atau diabetes onset dewasa) adalah suatu
kondisi yang disebabkan oleh penggunaan insulin yang tidak efektif dalam tubuh manusia.
Penyakit ini juga sering disertai dengan hipertensi, dimana penyakit penyerta tersebut dapat
memacu komplikasi kardiovaskular yang parah seperti serangan jantung, stroke, dan gagal
ginjal. Pasien diabetes rawat inap dengan komorbid hipertensi berpotensi mengalami masalah
terkait obat / Drug-Related Problems (DRPs), terutama Drug-Drug Interactions (DDIs) akibat
kombinasi terapi selama masa pengobatan. Hasil yang diperoleh dari penelusuran data 52
pasien menunjukkan bahwa 21 pasien (40%) berpotensi mengalami DDI. Jenis potensi DDI
yang ditemukan pada penelitian ini memiliki variasi 71 jenis dengan 124 kejadian, 5% mayor
dan 95% sedang. Prevalensi potensi interaksi antar obat cukup tinggi dan bervariasi.
Pemantauan risiko rawat inap sangat penting untuk menghindari potensi bahaya yang
ditimbulkan pada pasien.

Kata kunci: Interaksi obat-obat, pasien rawat jalan, resep polifarmasi

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus tipe-2 (diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes onset dewasa)
merupakan kondisi yang diakibatkan oleh penggunaan yang tidak efektif pada tubuh manusia.
Jenis diabetes ini banyak dialami oleh pasien diabetes di seluruh dunia. Penyakit diabetes
juga kerap disertai dengan hipertensi, dimana komorbid ini dapat memacu komplikasi
penyakit kardiovaskular yang serius seperti serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Pasien
diabetes rawat inap dengan komorbid hipertensi, rentan mengalami permasalahan terkait
obat/ Drug-Related Problems (DRPs) karena adanya kombinasi terapi sejumlah obat selama
masa perawatan. Salah satu bentuk DRPs yang berpotensi mengakibatkan terapi kurang
efektif dan menimbulkan masalah baru dalam terapi obat adalah terjadinya interaksi antar
obat/ Drug-drug Interactions (DDI).

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang dilakukan selama bulan Desember
2018 - April 2019 di Rumah Sakit (RS) X Kota Samarinda. Target Populasi penelitian ini
yaitu pasien Diabetes Melitus (DM) tipe-2 dengan komorbiditas hipertensi yang rawat inap di
RS tersebut selama rentang waktu antara bulan Januari 2018 hingga bulan Desember 2018
dengan kriteria inklusi berusia diatas 18 tahun, mendapatkan setidaknya satu macam obat
antihiperglikemik dan satu macam obat antihipertensi, berpotensi memiliki interaksi obat
yang masuk kategori mayor dan moderat. Kriteria eksklusinya adalah 1) pasien dengan data
tidak lengkap, yaitu tidak ada tanggal masuk rumah sakit, serta pencatatan terapi tidak
lengkap (dosis, frekuensi penggunaan obat, diagnosis), 2) pasien dalam keadaan hamil, 3)
pasien yang pulang atas kemauan sendiri.

Pengumpulan data yang dilakukan dari data sekunder berupa data rekam medik dan data
pelayanan obat di Instalasi Farmasi, memberikan hasil populasi sejumlah 107 pasien. Jumlah
sampel yang didapat berdasarkan rumus Slovin pada penelitian ini berjumlah 52 pasien,
dengan derajat ketelitian yang diinginkan sebesar 95% atau dengan persen kesalahan 5%.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan
dan dikelompokkan berdasarkan jenis variabel, kemudian dilakukan deskripsi terhadap
variabel dari data tersebut. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
kualitatif.

Hasil
Pada Karakteristik Non Klinis Data umur yang diperoleh dari 52 pasien rawat inap
Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 dengan komorbiditas hipertensi di RS X Kota Samarinda
menunjukkan rentang antara 40 – 69 tahun. Data ini dibagi menjadi 3 Kelompok umur yaitu
kelompok umur 40-49 tahun, 50-59 tahun, dan 60-69 tahun. Data karakteristik non klinis
yang berupa jenis kelamin, menunjukkan bahwa jumlah pasien rawat inap DM tipe-2 dengan
komorbiditas hipertensi sebagian besar berjenis kelamin wanita.

Pada Karakteristik Klinis Pasien dengan penyakit DM Tipe-2 dengan komorbiditas


hipertensi, umumnya mendapatkan terapi kombinasi antara antihiperglikemik dengan
antihipertensi. Pada penelitian ini jenis terapi antihiperglikemik yang banyak diberikan ialah
terapi insulin khususnya insulin aspart (21,7%) yang merupakan insulin tipe fast-acting dan
Sulfonilurea khususnya Glimepiride (18,3%), sedangkan obat antihipertensi yang paling
banyak diberikan adalah Amlodipin (20%) dan Candesartan (17,6%) serta Furosemide
(17,6%). Terapi obat yang diberikan selain antihiperglikemik dan antihipertensi sangat
beragam. Hal ini dapat berpotensi memunculkan terjadinya permasalahan terkait obat/ Drug
Related Problems (DRPs) khususnya kejadian interaksi antar obat. Penelusuran data
menunjukkan bahwa 21 pasien (40%) berpotensi mengalami interaksi antar obat. Jenis
potensi interaksi antar obat yang ditemui pada penelitian ini memiliki variasi sebanyak 71
macam dengan angka kejadian berjumlah 124 kejadian.

Interaksi antar obat yang terjadi tidak hanya terbatas pada interaksi antara
antihiperglikemik dengan antihipertensi tetapi juga dengan terapi obat lain seperti golongan
analgesik, antiinflamasi, antibiotik, suplemen kalsium, antikolesterol, diuretik, antidepresan,
antiepilepsi, antimigren, obat penenang, obat asma dan obat tukak lambung yang diberikan
pada pasien rawat inap.

Simpulan

Jenis potensi interaksi antar obat yang ditemui pada penelitian ini memiliki variasi
sebanyak 71 macam dengan angka kejadian berjumlah 124 kejadian. Kategori mayor
sebanyak 5% dan interaksi moderat sebanyak 95%. Penggunaan antihiperglikemik yang
bersamaan dengan antihipertensi memiliki potensi menimbulkan interaksi antar obat
sebanyak 23% dengan jumlah 30 kejadian. Prevalensi potensi terjadinya interaksi antar obat
pada pasien rawat inap DM tipe-2 dengan komorbiditas hipertensi di RS X Kota Samarinda
cukup tinggi dan bervariasi. Pemantauan pasien rawat inap dari resiko interaksi antar obat
sangat penting dilakukan untuk menghindari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan.
REVIEW JOURNAL

“Drug Therapy in Diabetes Mellitus Patients with Complications in Hospital”

OLEH
NAMA : Iyus Chandra
NIM : D1A171
DOSEN : apt. Dytha Andri Deswati, M.Si

RINGKASAN JURNAL

Judul : Drug Therapy in Diabetes Mellitus Patients with Complications in


Hospital
Nama Penulis : Julia Totong, Desi Wahyu Ningsih
Penerbit : British Journal Rheumatology 2017 ; 1: 9-11

ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar
glukosa di dalam darah (Hiperglikemia). Salah satu komplikasi DM adalah penyakit jantung koroner
dimana terjadi ketika arteri koroner menyempit sehingga aliran darah ke otot jantung tersumbat.
Kerusakan endotel akan menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis koroner yang kemudian
berujung pada penyakit kardiovaskuler (CVD), penyakit jantung koroner atau Coronary Artery
Disease (CAD) dan gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF). Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian case study pada pasien di Rumah Sakit
Omni Pulomas. Data yang digunakan adalah data sekunder (rekam medis) dan observasi yang
dilakukan tenaga kesehatan. Indikator POR (tepat pasien, obat, diagnosa, indikasi dosis, cara
pemberian obat, informasi dan waspada efek samping) dan analisis Drug Related Problem (DRP).
Dari data didapatkan bahwa pengobatan sesuai dengan terapi obat yang dibutuhkan oleh pasien
(candesartan, metformin, brilinta, miniaspi, atorvastatin dan nitrokaf R) dan pemberian terapi obat
pada pasien dikatakan tepat dengan tidak ditemukannya DRP pada kasus ini.

Kata kunci : CAD, CVD, CHF, Diabetes Mellitus, Interaksi obat

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
tingginya kadar glukosa didalam darah (Hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi
insulin, penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya. Berdasarkan klarifikasinya DM
dibedakan menjadi : tipe 1 DM tergantung insulin, tipe 2 tidak tergantung insulin, DM yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya dan DM gestasional. DM tipe 2 paling
sering ditemukan. Amerika serikat melaporkan bahwa 90% dari seluruh menderita DM tipe 2
dan sering terjadi pada usia diatas 40 tahun.
Prevalensi DM setiap tahunnya semakin meningkat, berdasarkan data dari WHO
penderita DM dunia tahun 2000 berjumlah 171 juta dan diperkirakan meningkat menjadi 3
kali lipat tahun 2030. Hasil Riskesdas tahun 2018, Prevalensi diabetes mellitus pada
penduduk umur >15 tahun menunjukan bahwa 19,6% penderita berada pada usia 55-74
tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin penderita tertinggi adalah wanita.
Pasien yang menderita DM tipe 2 memiliki risiko komplikasi yang tidak jauh berbeda
dengan DM tipe 1. Komplikasi terjadi pada penderita DM sangat komplek karena dapat
menyerang berbagai organ-organ vital tubuh. Komplikasi DM secara umum dibagi menjadi 2
yaitu komplikasi akut (hipoglikemi, hiperglikemi, ketoasidosis, dan hiperglikemi
hiperosmolar nonketotik) serta komplikasi kronis (PJK, penyekit serebrovaskuler, hipertensi,
infeksi, penyakit vaskuler perifer, neuropati, nefropati, retinopi, dan ulkus kaki diabetes.
Salah satu komplikasi DM adalah penyakit jantung koroner (PJK) dalam penelitian
menyebutkan bahwa DM merupakan faktor resiko paling dominan pada kejadian PJK pada
kelompok umur < 45 tahun, analisa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kadar gula darah puasa dengan kejadian PJK pada kelompok umur < 45 tahun.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan desain penelitian case
study yaitu dengan meneliti unit tunggal atau satu orang. Penelitian ini melihat kejadiaan
DRPs dan ketepatan terapi obat pada pasien DM dengan komplikasi CAD, CVD dan CHF
pasien rawat inap di Rumah Sakit Omni Pulomas pada tanggal 12-14 Maret 2019. Subjek
penelitian adalah pasien diabetes mellitus rawat inap dengan indicator POR (tepat pasien,
obat, diagnosa, indikasi dosis, cara pemberian obat, informasi dan waspada efek samping).
Data yang diambil adalah data sekunder bersumber dari rekam medis dan resep pasien.
Pengambilan data dilakukan di bagian rekam medik dan instalasi farmasi dan observasi oleh
tenaga kesehatan kepada pasien.

HASIL
Seorang laki-laki (Tn. J.N) berusia 77 tahun datang ke rumah sakit pada 12 Maret
2019 dengan keluhan nyeri pada bagian dada sebelum masuk rumah sakit dan cepat lelah saat
melakukan aktivitas. Pasien didiagnosa oleh dokter mengalami CAD, DM Type 2, CVD dan
Post PCI. Pasien memiliki riwayat penyakit terdahulu CAD, DM, CVD , CHF dengan
riwayat pengobatan Brilinta 2x1, Atorvastatin 1x20mg, Nitrokaf R 2x2,5mg, Miniaspi
1x80mg, Metformin 3x500mg, Candesartan 1x8mg. terlihat bahwa suhu tubuh pasien
dikatakan normal atau tidak adanya gejala demam pada pasien. Namun tekanan darah yang
cukup tinggi pada hari pertama dan kedua. Pasien termasuk Kategori hipertensi tahap 1
dengan tekanan darah pasien 140/90 mmHg. Peningkatan denyut nadi diatas 80 mmHg
menunjukkan implikasi klinisnya ada gangguan pada sistem kardiovaskular.
pasien melakukan pengujian darah pada laboratorium hematologi dengan hasil
mendapatkan nilai yang normal pada Hemoglobin, Leukosit, Hematokrit dan Trombosit yang
menunjukan tidak adanya bakteri atau virus sebagai penyebab penyakit. Pengujian kimia
darah menujukan hasil yang normal yakni tidak adanya kerusakan pada ginjal (ureum dan
keratin) dan tidak ada peningkatan nilai kolesterol di darah (GDS, Trigliserida, LDL dan
HDL).
profil terapi obat pada pasien rawat inap. Metformin digunakan sebagai terapi
pengobatan DM, Candersartan digunakan sebagai terapi pengobatan Hipertensi dengan CHF,
Brilinta dan Miniaspi digunakan sebagai terapi pengobatan PJK, Atorvastatin digunakan
sebagai terapi pengobatan PJK dengan gejala CHF, Nitrikaf R digunakan sebagai terapi nyeri
pada angina pectoris dan pemberian cairan futrolit 500 ml untuk membantu mengatasi
kebutuhan karbohidrat dan cairan, pasien. menunjukan data DRPs pada terapi pengobatan
yang dialami oleh pasien. Dari data tabel 4 menunjukan adanya penurunan pada nilai nyeri
dada dan TD yang mengalami perbaikan pada hari ke 3. menunjukan kerasionalan terapi obat
yang dilakukan kepada pasien berdasarkan pada guideline dan standar pengobatan di
Indonesia. Monitoring dan edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien.

SIMPULAN
Pasien atas nama Tn. J.N didiagnosa menderita CAD, CHF dan DM tipe 2. Pasien
menerima perawatan dan terapi pengobatan CAD, CHF dan DM tipe 2, selama 3 hari sejak
12 Maret 2019 sampai 14 Maret 2019. Pemberian terapi obat pada pasien dikatakan tepat
dengan tidak ditemukannya DRP pada kasus ini. Sebagai asuhan kefarmasian pasien
dinformasikan informasi secara jelas dan lengkap mengenai penggunaan obat, frekuensi
penggunaan, fungsi obat, serta dianjurkan untuk melakukan pemerikasaan EKG, melakukan
monitoring GDP & GDS dan diingatkan untuk melakukan pola hidup sehat.

Anda mungkin juga menyukai