Anda di halaman 1dari 24

INTERAKSI OBAT

KELAS M / KEL . 8
DOSEN : Dra. Refdanita, MSi, Apt

STUDY KASUS INTERAKSI


OBAT PADA PASIEN
HIPERTENSI

15334111 Ichda Choirunisa


PENGERTIAN

Interaksi obat atau lebih dikenal


dengan istilah drug interaction,
merupakan interaksi yang terjadi
antar obat yang dikonsumsi secara
bersamaan. Interaksi obat dapat
menghasilkan efek baik terhadap
pasien, namun tidak jarang
menghasilkan efek buruk, sehingga
hal ini merupakan salah satu
penyebab terbanyak terjadinya
suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhipengobatan.
kesalahan Committee for
oleh penambahan obat lain dan menimbulkan Proprietary
pengaruh klinis. Medicine
Product (CPMP)
Interaksi obat melibatkan 2 jenis obat

1 Obat obyek

2 Obat presipitan
FARMAKODINAMIK

FARMAKOTERAPI FARMAKOKINETIK

MEKANISME
IO
Major

Keparahan
interaksi

moderate minor
• Umur
penderita • Sifat keturunan
• Penyakit yang sedang diderita
• Fungsi hati dan ginjal

Faktor yang
mempengaruhi
interaksi obat

• Jumlah obat yang digunakan


• Jangka waktu pengobatan
Obat • Jarak waktu penggunaan dua obat
• Urutan pemberian ohat
• Bentuk sediaan obat
Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa

Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat


meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi, jadi terutama jika menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah atau slope log
DEC yang suram). Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-
obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama
tentu lebih penting daripada obat yang jarang dipakai.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa

Secara ringkas dampak negatif Interaksi Obat akan timbul kejadian


seperti : Terjadinya efek samping dan Tidak tercapainya efek terapetik .
Interaksi obat melibatkan 2 jenis obat, yaitu : Obat obyek dan Obat
presipitan (precipitan drug), Keparahan interaksi diberi tingkatan dan
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor, moderate, atau major.
Faktor yang mempengaruhi interaksi obat adalah: Faktor Penderita dan
Faktor Obat
JURNAL
STUDI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA
PASIEN USIA LANJUT RAWAT JALAN DI RSUD
LABUANG BAJI MAKASSAR

Pengetahuan jenis obat yang sering berinteraksi


dapat mempermudah dalam mengidentifikasi adanya
interaksi obat pada pengobatan pasien. Mengetahui
adanya mekanisme interaksi dan level signifikasinya,
farmasis dapat berperan aktif dalam mencegah
terjadinya interaksi obat pada pasien usia lanjut rawat
jalan. Farmasis dapat berdiskusi dengan dokter/klinisi
untuk mencegah terjadinya interaksi obat dan dapat
menentukan pengatasannya apabila telah terjadi pada
pasien.
Lanjutan..

Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah


menghindari kombinasi obat dengan memilih obat pengganti
yang tidak berinteraksi,lapenyesuaian dosis obat, pemberian
informasi yang tepat bedasarkan waktu pemberian obat.
Dengan adanya pemberian informasi obat kepada pasien, dan
tenaga kesehatan lain seperti dokter dan perawat, farmasis
diharapkan mampu memegang peranan penting dalam
mencegah terjadinya interaksi obat.
Lanjutan..

Keimpulan pada jurnal yaitu dari 25 pasien usia lanjut


rawat jalan yang mendrita hipertensi, ditemukan 12 pasien yang
mengalami interaksi obat.la Dari 12 pasien juga terjadi 12 kejadian
interaksi obat, dengan mekanisme interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik masing-masing 6 kasus (50%). Dari 12 pasien
ditemukan 5 macam obat yang saling berinteraksi yaituAntasida-
Captopril, Furosemid-Paracetamol, Furosemide-Captopril,
Captopril- Aspilet, dan Captopril-Glibenclamid.
STUDY KASUS

CONTOH KASUS DAN


PENYELESAIANNYA

Tn. S, 60 tahun datang ke dr. A


dengan keluhan sering sesak, batuk dan
demam 2 minggu terakhir ini, sakit kepala,
tidak nafsu makan, kadang enek-enek, sendi
lutut dan ibu jari kanan bengkak dan sering
sakit. Satu tahun lalu pernah mengalami
operasi bypass jantung, oleh dokter jantung
diberi Ascardia 1 x 80 mg, Captopril 2 x 6,25 mg
dan kadang-kadang diberi ISDN 2–3 x sehari.
Diagnosis dr. A dari hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium dan Echo: hipertensi grade 2,
CAD, CAP, hipercholesterolemia, dan arthritis,
dengan IMT 23. dr.A menambahkan obat:
simvastatin 1 x 20 mg, clopidogrel 1 x 1 tab,
omeprazol 1 x 20 mg, ranitidine 1 x 1 tab,
bisoprolol 1 x 2,5 mg, fluimucil 3 x 200 mg,
diclofenac 2 x 25 mg sesudah makan.
Diklofenak dan
Aspirin
Diklofenak dan
Diklofenak dan Bisoprolol
Captopril
N-setilsistein dan
Diklofenak dan Isosorbid Dinitrat
Clopidogrel
Omeprazole dan
Bisoprolol dan clopidogrel
ISDN

YANG MEMILIKI INTERAKSI OBAT DARI KASUS DIATAS


Captopril dan
Ascardia

Ascardia dan
Clopidogrel

Ascardia dan
bisoprolol

LANJUTAN
Farmakoterapi yang sebaiknya pada pasien di berikan

Penggunaan ISDN pada pasien ini sesuai karena efek vasodilatasinya dan
penggunaannya biasanya diberikan pada angina pectoris. Selain itu ISDN tidak
mempunyai interaksi yang berarti dengan obat-obatan lain yang diberikan
kepada pasien. Namun ketergantungan nitrat organic dapat terjadi sehingga
pada pasien yang mendapat nitrat organic dosis tinggi dan lama, penghentian
obat harus dilakukan secara bertahap. Pernah dilaporkan penghentian obat
secara mendadak menimbulkan gejalala rebound angina. Pada pasien pemberian
ISDN belum diketahui apakah secara PO atau SL. Pemberian obat ISDN dapat
diberikan secara PO atau SL. Dari literatur, pemberian ISDN untuk keadaan
angina akut adalah sebesar 5-10 mg PO (tablet kunyah) tiap 2-3 jam atau 2,5-10
mg SL jika perlu tiap 5-10 menit Pasien juga diterapi dengan clopidogrel 1x1
tab. Indikasi pemberian clopidogrel pada pasien ini adalah sebagai tatalaksana
jangka panjang pasien post sindrom koroner akut. Clopidogrel bekerja dengan
cara memblok reseptor ADP trombosit sehingga mencegah terjadinya agregrasi
trombosit.
Farmakoterapi yang sebaiknya pada pasien di berikan

Dari literatur, pemberian antikoagulan oral seperti clopidogrel dan


aspirin bila diberikan bersamaan akan meningkatkan efikasi karena keduanya
bekerja dengan mekanisme yang berbeda. Pada pasien ini saya belum
menyarankan pemberian antibiotik untuk CAP walaupun terdapat keluhan
batuk dan demam sejak 2 minggu yang lalu. Dari data yang ada perlu digali lagi
dari anamnesia, pemeriksaan fisik, dan penunjang untuk menegakkan diagnosis
pasti pneumonia komunitas pada la pasien. Batuk yang timbul masih bisa
disebabkan oleh efek samping dari captopril yang dikonsumsi pasien. Apabila
sudah dapat disingkirkan kemungkinan efek samping captopril dan
pemeriksaan lain menunjang ke arah pneumonia maka dapat diberikan terapi
antibiotik yang sesuai pada pasien.
Farmakoterapi yang sebaiknya pada pasien di berikan

Terapi farmakologis pada CAP dibagi menjadi terapi empiris dan definitf. Terapi
definitif dilakukan setelah diperoleh hasil uji kepekaan dan resistensi bakteri
dari hasil kultur bakteri. saya juga tidak menyarankan pemberian fluimucyl
karena dari beberapa studi terapi simptomatis pada infeksi saluran napas tidak
menunjukkan efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan terapi placebo.
Selain itu pada pasien juga belum dapat dipastikan bahwa batuk yang terjadi
akibat dari infeksi saluran napas atau
la efek samping dari captopril yang
dikonsumsi pasien. Oleh karena itu pemberian mukolitik pada pasien tidak
direkomendasikan.
Farmakoterapi yang sebaiknya pada pasien di berikan

Pada pasien ini diberikan simvastatin sebagai tatalaksana dari faktor risiko CVD
pada pasien. Obat golongan statin dipilih atas dasar memiliki efek mengurangi
kolesterol total, LDL, TG dan VLDL, meningkatkan HDL, memperbaiki fungsi
endotel, dan menstabilkan plak atherosclerosis. Pada pasien ini yang
sebelumnya telah mengalami dislipidemia dan saat ini dalam pengobatan
menggunakan simvastatin, obat tersebut disarankan untuk dilanjutkan.
Penggantian dengan atorvastatin tidak
la menunjukan perbedaan event dalam
mencegah kejadian penyakit jantung dalam penelitian terbaru. Pemberian obat
dislipidemia pada pasien memerlukan edukasi, yaitu dimakan pada sore hari.
Simvastatin diberikan pada pasien ini untuk penggunaan jangka panjang karena
efeknya yang terbukti menurunkan mortalitas dan kejadian kardiovaskular.
Target yang ingin dicapai adalah LDL<100 karena pasien memiliki penyakit
jantung koroner.
Farmakoterapi yang sebaiknya pada pasien di berikan

Pemberian omeprazole sebaiknya dihindari karena menurunkan efek dari


clopridogrel dengan cara mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C19 di hepar.
Interaksi ini merupakan interaksi serius atau bersifat mengancam jiwa, sehingga
merupakan kontraindikasi pemberian bersama, kecuali setelah
dipertimbangkan risk dan benefitnya dan tidak ada obat alternatif lain. Efikasi
clopidogrel dapat berkurang oleh obat-obatan yang menghambat CYP2C19,
karena efek inhibisi terhadap agregasi
la platelet oleh clopidogrel sepenuhnya
bergantung pada metabolit aktifnya, dan clopidogrel dimetabolisme menjadi
bentuk aktifnya oleh CYP2C19. Pada pasien ini sudah diberikan ranitidin yang
dapat menurunkan sekresi lambung seperti kerja omeprazole dan ranitidin
tidak memiliki interaksi dengan obat lain yang diberikan pada pasien. Pada
pasien, sebaiknya diberikan antasid yang berfungsi sebagai sitoprotektor
mukosa lambung. Hal ini terkait dengan pemberian obat diklofenak dan
penggunaan bersama aspirin dan clopidogrel yang berpotensi mengiritasi
lambung dan menimbulkan efek samping gastrointestinal. Penggunaan
diklofenak dan bisoprolol serta captopril berpotensi meningkatkan risiko
hiperkalemia sehingga diperlukan pengawasan ketat terhadap kadar kalium
serum pasien.
Kesimpulan

Pada contoh kasus diatas dibahas maka penggunaan beberapa obat dalam
waktu yang bersamaan ini yang perlu dipantau dalam beberapa aspek seperti,
apakah indikasi pemberian obat sudah benar,apakah terdapat overuse obat dari
golongan yang sama, bagaiama dengan dosis, frekuensi pemberian obat yang
diberikan, perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya interaksi obat dan apakah
tubuh masih bisa mengatasi efek samping yang akan ditimbulkan obat, yang
biasanya dapat kita pantau melalui pengecekan fungsi ginjal dan fungsi hati
pasien.
Pada pasien yang sudah tua biasanya sudah terjadi penurunan fungsi
organ seperti ginjal dan liver sehingga perlu diperhatikan apakah perlu
penyesuaian dosis dari metabolisme obat yang terjadi di hati dan sekresi obat yang
melalui ginjal . Selain itu juga harus diperhatikan interaksi obat ( penurunan
fungsi obat atau peningkatan efek toksik obat) pada pasien, efek samping dan
biaya pengobatan juga harus diperharikan dan dilakukan pemilihan obat yang
paling rasional berdasarkan efficcacy, safety,suitability, dan juga cost.

Anda mungkin juga menyukai