Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ihza Ihtimamul Umam

NIM : 1708010052

Farmasi 6B

SOAL NO.1 : Kenapa kepatuhan minum obat menjadi hal yang penting ?

Jawab: Berdasarkan studi literatur yang saya dapatkan kepatuhan minum obat
merupakan aspek yang sangat penting dan kritis dalam suatu suatu proses pengobatan.
Kepatuhan adalah suatu proses yang betul-betul dipengaruhi oleh lingkungan tempat
pasien tinggal, tenaga kesehatan, kepedulian sistem kesehatan. Kepatuhan juga
berhubungan dengan cara yang ditempuh oleh pasien dalam menilai kebutuhan pribadi
untuk pengobatan untuk berbagai kompetisi yang diperlukan, keinginan, dan perhatian
(efek samping, cacat, kepercayaan, biaya, dan seterusnya). Kepatuhan tidak hanya
dipengaruhi oleh pasien, kepatuhan juga dipengaruhi oleh tenaga kesehatan yang
tersedia, pemberian pengobatan yang komplek, sistem akses dan pelayanan kesehatan
(Rantutucci, 2007). Apabila pasien tidak patuh dalam pengobatannya makan yang akan
terjadi adalah memburuknya penyakit,kematian,dan biaya pengobatan meningkat
(Gurumurthy, 2018). Kepatuhan (ketaatan) (compliance atau adherence) adalah tingkat
pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau
orang lain. Dalam menjalani pengobatan jangka panjang, kepatuhan pasien sangat di
tuntut untuk mengetahui sikap dan perilaku pasien terhadap program pengobatan yang
telah di berikan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan
yang direkomendasikan dapat mengakibatkan efek samping yang merugikan. Hal
tersebut dapat disebabkan akibat pengaturan diri pasien yang tidak baik. (Dewi,
Nursiswati, & Ridwan, 2009). Kepatuhan pengobatan pasien terhadap penyakit kronis
dan penyakit dengan pengobatan seumur hidup di negara maju hanya sebesar 50%,
sedangkan di negara berkembang akan diperoleh angka yang lebih rendah. Kepatuhan
dipengaruhi oleh adanya lima dimensi yang saling terkait satu sama lain. Lima dimensi
tersebut yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan
dan faktor sosio ekonomi (Kementerian kesehatan RI,2007). Kepatuhan pengobatan
tetap menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan dan ilmuwan, karena berbagai usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki dan menjelaskan kepatuhan pasien tampaknya tidak
efektif. Kepatuhan yang buruk dikaitkan dengan biaya perawatan kesehatan yang tinggi,
kualitas hidup yang rendah, dan hasil kesehatan yang buruk. Memberi motivasi pasien
agar patuh dan taat terhadap perawatan medis adalah bagian dari sejarah ilmu
kedokteran (Costa et al., 2015). Kepatuhan dapat dijabarkan sebagai sejauh mana
perilaku pasien dalam hal minum obat, mengikuti diet, pola kebiasaan, atau kunjungan
klinik untuk mendapatkan saran medis. Sebagai contoh, jika seorang pasien diberi resep
antibiotik dengan pemakaian satu tablet empat kali sehari selama seminggu, namun
hanya diminum sebanyak dua tablet sehari selama lima hari, maka kepatuhannya adalah
36 persen (10/28). Istilah kepatuhan dimaksudkan bukan untuk menghakimi, hanya
mengungkapkan fakta, dan bukan merupakan kesalahan dokter, pasien, maupun perawat
(Blaschke et al., 2012). Oleh karenanya kepatuhan minum obat merupakan salah satu
aspek yang penting bagi apoteker dan dan seluruh tenaga medis lainya termasuk pasien
untuk meningkatkan angka harapan hidup dan kesembuhan penyakit.

SOAL NO.2 : Pengukuran terbaik apakah untuk mengukur kepatuhan pasien dan
memenuhi prinsip pengukuran kepatuhan yang simple,non invasive,spesifik ?

Jawab: Berdasarkan studi literatur yang didapatkan metode pengukuran kepatuhan


pasien yang baik berdasarkan kriteria simple non invasive dan spesifik adalah metode
tidak langsung. Pengukuran secara langsung dianggap sebagai metode paling akurat
tetapi uji laboratorium yang tersedia hanya terbatas untuk obat-obat tertentu. Kelemahan
metode langsung antara lain biaya mahal, waktu yang dibutuhkan panjang, invasive dan
mudah dimanipulasi oleh pasien (Dewi, M., Nursiswati., Ridwan. 2009).Beberapa
peneliti mengemukakan bahwa menghitung jumlah tablet yang diminum pil count
dan pemberian kuesionerspesifik (self report) merupakan metode yang paling sering
dipakai pada berbagai penelitian karena sederhana, tidak melukai, serta mudah
digunakan. Pengukuran secara tidak langsung merupakan metode yang paling sering
digunakan karna mudah dikerjakan, sederhana, murah, dan paling berguna untuk
pengaturan klinis, walaupun tidak seakurat metode langsung (Blaschke et al, 2012).
berikut adalah perbandingan antara metode langung dan tidak langsung :
Gambar Dikutip dari : Blaschke, T. F., Osterberg, L., Vrijens, B., and Urquhart, J.
(2012).

Kemudian untuk kuesionernya yang paling spesifik dan sesuai dengan segala kondisi
serta tidak memiliki kekurangan adalah kuisoner bertipe MMAS-8. Kuesioner ini telah
tervalidasi dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pengobatan pada penyakit-
penyakit dengan terapi jangka panjang. Keunggulan kuesioner MMAS-8 adalah mudah,
murah, dan efektif serta selektif digunakan untuk mengetahui kepatuhan pasien
mengenai penelitian-penelitian kepatuhan minum obat. Morisky secara khusus membuat
skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item yang
berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat,
kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk
mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat. MMAS-8 dikategorikan menjadi 3
tingkat kepatuhan obat : kepatuhan tinggi (nilai 8), kepatuhan sedang (nilai 6-7) dan
kepatuhan rendah (nilai < 6) (Plakas et al., 2016).

Jadi metode yang simple non invasif dan spesifik berdasrkan studi literatur ppt dan
jurnal adalah metode tidak langsung menggunakan kuisoner spesifik (self report)
berdasarkan metode MMAS.

Daftar Pustaka

Blaschke, T. F., Osterberg, L., Vrijens, B., and Urquhart, J. (2012). Adherence to
medications: insights arising from studies on the unreliable link between
prescribed and actual drug dosing histories. Annu. Rev. Pharmacol. Toxicol. 52,
275–301. doi: 10.1146/annurev-pharmtox-011711- 113247

Costa et al . (2015) . Community impact of integritas therapy for renal patients people
during session hemodyalisis. ISSN 2175-5361

Dewi, M., Nursiswati., Ridwan. (2009). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Pasien Tbc Dalam Menjalani Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis Di
Tiga Puskesmas, Kabupaten Sumedang. Diakses 2 April 2020.
http://jurnal.unpad.ac.id/jkp

Gurumurthy, R. (2018) ‘Importance of medication adherence and factors affecting it’,


IP International Journal of Comprehensive and Advanced Pharmacology, 3(2),
pp. 69–77. doi: 10.18231/2456-9542.2018.0018.

Kementerian kesehatan RI (2007) ‘Departemen kesehatan republik indonesia jakarta


2008’, Departemen kesehatan republik indonesia jakarta 2008, p. 82.

Plakas, S. et al. (2016) ‘Validation of the 8-Item Morisky Medication Adherence Scale
in Chronically Ill Ambulatory Patients in Rural Greece’, Open Journal of
Nursing, 06(03), pp. 158–169. doi: 10.4236/ojn.2016.63017.

Rantucci, M.J., 2007, Komunikasi Apoteker-Pasien (Edisi 2), diterjermahkan dari


Bahasa Inggris oleh Sani, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai