Anda di halaman 1dari 8

BAB V

PEMBAHASAN

A. ANALISIS DAN DISKUSI HASIL

Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang tahap – tahap asuhan

keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. ”R” di Desa Mura Kecamatan

Brang Ene Kabupaten Sumbawa Barat yang mengalami penyakit hipertensi

yang diderita selama 1 tahun.

Pada bab sebelumnya telah di uraikan bahwa masalah yang muncul

pada pasien Ny “R” adalah ketidakpatuhan berhubungan dengan

ketidakadekuatan pemahaman tentang program pengobatan. Penulis akan

membahas pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga dapat diketahui

penerapan asuhan pada kasus yang ada sesuai dengan Evidence Based Nursing

(EBN) atau tidak Adapun intervensi yang dilaksanakan adalah “Pemberian

dukungan kepatuhan program pengobatan hipertensi dengan memberikan

intervensi berdasarkan Evidence Based Nursing (EBN) berupa pendidikan

kesehatan tentang hipertensi dengan menggunakan leaflet dan kartu minum

obat untuk mengontrol kepatuhan pasien dalam minum obat.

Penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, tetapi paling sering m

enyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih serta lansia. Hal ini d

isebabkan adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.

Namun, jika perubahan ini disertai dengan faktor resiko maka dapat memicu t

erjadinya hipertensi (Brunner & Suddarth 2002)

Kepatuhan pada pengobatan dan kepatuhan terhadap saran petugas kes


ehatan dapat dilihat dari sejauh mana pasien mengikuti atau mentaati perencan

aan pengobatan yang telah disepakati oleh klien dan petugas kesehatan untuk

mencapai kesembuhan (Frain, et al, 2009). Tipe-tipe ketidakpatuhan menurut

University of south Australia, 1998 antara lain; (1) tidak meminum obat sama

sekali, (2) tidak meminum obat dalam dosis yang tepat (terlalu kecil atau besa

r), (3) meminum obat untuk alasan yang salah, (4) jarak waktu meminum obat

yang kurang tepat, (5) meminum obat lain disaat yang sama sehingga menimb

ulkan interaksi obat.

Penderita dengan ketidakpatuhan merupakan salah satu penyulit dalam

manajemen hipertensi dan merupakan faktor penghambat kontrol tekanan dara

h yang baik. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi resiko terjadinya p

enyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (WHO, 2010;

Kabo, 2011; Suharjono,2008). Hairunisa (2014) dalam penelitiannya menjelas

kan bahwa rentang usia tidak patuh dalam menjalankan terapi hipertensi baik

obat maupun diet adalah usia 56-60 tahun. Sedangkan Shermock (2009) dalam

penelitian tentang Impact of continuity of care and provider factors on medica

tion adherence in patients with hypertension menjelaskan bahwa 50% pasien

menghentikan terapi pada tahun pertama, dan 50% dari pasien yang tersisa me

njadi tidak patuh pada terapi hipertensi dalam waktu lama. Sedangkan hasil ka

tegori kepatuhan mengkonsumsi obat di Indonesia berdasarkan penelitian yan

g dilakukan Ramadona (2011) dan Evadevi & Sukmayanti (2013), bahwa pasi

en yang telah mengalami hipertensi selama satu hingga lima tahun cenderung l

ebih mematuhi proses mengkonsumsi obat, sedangkan pasien yang telah meng

alami hipertensi enam hingga sepuluh tahun cenderung memiliki kepatuhan m


engkonsumsi obat yang lebih buruk. Luscher dan tim melaporkan bahwa 80%

kepatuhan terhadap regimen obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan dar

ah ke tingkat normal dan kepatuhan ≤ 50% tidak efektif dan adekuat untuk me

nurunkan tekanan darah (WHO, 2010).

Roumie et al (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terda

pat hubungan antara kepatuhan terhadap pengobatan dan kontrol tekanan dara

h; semakin tinggi kepatuhan, akan semakin baik kontrol. Penelitian lainnya dil

akukan oleh Pratiwi (2011) yang meneliti tentang pengaruh konseling terhada

p kepatuhan pasien hipertensi yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh k

onseling obat terhadap kepatuhan penderita hipertensi. Hal ini mendukung per

nyataan Lailatushifah (2010) bahwa perlu dilakukan berbagai konseling baik

melalui pendekatan kognitif maupun perilaku agar kesadaran pasien untuk pat

uh dalam mengkonsumsi obat harian terwujud. Penelitian senada oleh Surgeon

General C.Everalt Koop dalam simposium mengenai “ Meningkatkan Kepatuh

an Pengobatan”, menyatakan bahwa ketidakpatuhan mengakibatkan pengguna

an obat yang salah dan bisa mengakibatkan memburuknya keadaan pasien ters

ebut. Diperkirakan sekitar kematian akibat ketidakpatuhan pada pengobatan de

ngan penyakit kardiovaskuler (Pratiwi, 2011). Marshall (2012) melaporkan ba

hwa diperkirakan angka ketidakpatuhan pasien hipertensi terhadap pengobatan

mencapai 30-50% menjadi faktor penting pencetus hipertensi (Anies, 2006).

Departemen kesehatan telah menyusun kebijakan dan strategi nasional

pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi yang meliputi tiga komp

onen utama yaitu survailan penyakit hipertensi, promosi dan pencegahan peny

akit hipertensi serta manajemen pelayanan penyakit hipertensi (Depkes RI, 20


13). Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan program promosi pencegahan

dan penanggulangan penyakit hipertensi menurut Elwes dan Simnett (dalam I

qbal, 2011) adalah menggunakan pendekatan edukasional atau pendidikan kes

ehatan yang bertujuan membantu individu mengambil keputusan dan sikap ata

s dasar pengetahuan dan pengertian yang diperoleh melalui informasi yang me

madai.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk me

mpengaruhi orang lain agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (Fi

triani, 2010). Sedangkan menurut Suliha (2002), pendidikan kesehatan merupa

kan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik in

dividu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatanny

a melalui kegiatan pembelajaran.

Maulana (2009) mengungkapkan bahwa pendidikan dilandasi oleh mot

ivasi dengan mengubah tiga faktor penentu perilaku yaitu sikap, pengaruh sosi

al dan kemampuan komunikasi. Kegiatan dalam pendidikan kesehatan meliput

i pemberian informasi tentang sebab akibat dari faktor- faktor yang menurunk

an derajat kesehatan, eksploitasi nilai dan sikap serta pengembangan ketrampil

an yang diperlukan. Sedangkan menurut Notoatmojo (2005) bahwa durasi wak

tu untuk perubahan perilaku tergantung dari kemampuan individu dalam mene

rima dan merespon stimulus yang berbeda. Perilaku yang tidak didasari oleh p

engetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Faktor-faktor yang m

empengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukan atau input juga dipe

ngaruhi oleh materi pesan, pendidikan atau petugas yang melakukannya, serta

alat peraga yang digunakan dalam proses pendidikan (Notoatmodjo, 2007).


Selain pemilihan metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan

pemilihan media juga mempunyai peranan yang penting dalam menunjang ke

berhasilan dari pendidikan kesehatan yang diberikan. Agar pemilihan media p

endidikan kesehatan tepat, maka beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan

menurut Sujana dan Rivai (2005) diantaranya ketepatan media dengan tujuan

pembelajaran, dukungan terhadap isi bahan pelajaran, kemudahan memperole

h media, ketrampilan dalam menggunakannya, tersedia waktu untuk menggun

akannya dan kesesuaian dengan taraf berfikir audien.

Banyak pilihan media pendidikan kesehatan yang dapat digunakan, dia

ntaranya adalah penggunaan leaflet, buklet, video dan lain-lain. Yulianti (201

3) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan buklet lebih efektif

dibandingkan dengan leaflet atau ceramah. Booklet merupakan media komuni

kasi tertulis yang berbentuk buku cetakan terdiri dari beberapa halaman kertas

yang dijilid menyerupai buku dengan ukuran yang lebih kecil dibanding denga

n buku bacaan pada umumnya (Wardah, 2014). Penelitian di Yunani oleh Icon

omou (2006) tentang dampak penyediaan booklet informasi kemoterapi pada

pasien-pasien baru yang baru didiagnosis kanker, menunjukkan adanya pening

katan kepuasan terhadap informasi yang diterima dan membantu dalam mengi

ngat informasi pada kelompok intervensi. Hal ini mendukung pernyataan Mou

lt, Franck & Brady (2004) bahwa pasien dan keluarga mungkin melupakan set

engah dari informasi dalam waktu lima menit setelah dilakukan konsultasi kes

ehatan, dan hanya mengingat 20% dari keseluruhan informasi yang diberikan.

Beberapa literatur telah mengkaji tentang penggunaan informasi tertulis. Menu

rut National Health Service (NHS) di Inggris bahwa pemberian informasi seca
ra tertulis bertujuan untuk menyediakan informasi secara bebas kepada pasien,

keluarga ataupun orang yang bertanggung jawab terhadap pasien, yang memu

dahkan mereka membuat pilihan dan memberikan informed consent. Mcfarlan

e, Holmes & Gard, et al., (2002) mengemukakan bahwa peningkatan penyimp

anan informasi 50% meningkat dengan pemberian informasi tertulis.

Menurut Lusi Agus Setiani dkk dalam Jurnal Ilmiah Farmasi,

penggunaan pill card atau Kartu Minum Obat juga bisa meningkatkan

kepatuhan pasien dalam program pengobatan.Pill card adalah metode pemberi

an kartu pengobatan yang digunakan sebagai kartu pengingat agar pasien patuh

minum obat dan memiliki motivasi dalam menjalani terapi dan mencapai outco

me terapi. Dimana pill card yang merupakan sebuah kartu pengobatan ini digu

nakan sebagai media dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pasien secara

optimal sebagai panduan tambahan dalam pelayanan pemberian informasi oba

t kepada pasien.

Pill card dalam penelitian ini berisikan mengenai informasi terkait na

ma obat yang dikonsumsi pasien, kegunaan obat, aturan pakai, serta waktu yan

g ideal untuk pasien mengkonsumsi obat. Dalam penelitian, pasien diberikan l

embar pill card pada saat wawancara pertama setelah selesai melakukan peng

obatan dan sudah mendapatkan obat serta informasi penggunaan obat dari apot

eker di instalasi farmasi, kemudian peneliti memberikan lembar pill card dan

membantu mencatat sesuai dengan obat yang diterima oleh pasien. Peneliti jug

a memastikan bahwa informasi yang diterima oleh pasien pada saat konseling d

engan apoteker sudah sesuai dengan informasi yang dituliskan pada lembar pill

card.
Setelah memastikan informasi yang diterima pasien peneliti mengulan

gi informasi yang sudah lengkap tertuliskan di lembar pill card kepada pasien un

tuk memastikan bahwa pasien telah memahami lembar pill card yang diberikan.

Peneliti juga menyarankan jika dikemudian hari pasien memiliki kendala dala

m memahami prosedur penggunan pill card tersebut, pasien bisa menghubungi

peneliti melalui kontak yang sudah tertera pada lembar pill card yang dimiliki.

Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa penerapan intervensi keperawatan pada pasien hipertensi

dengan pendidikan kesehatan tentang hipertensi dengan menggunakan leaflet

dan kartu minum obat dalam waktu 3 hari dinilai efektif dalam meningkatkan

pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam program pengobatan hipertensi.

Pada pasien Ny “R” yang telah diberikan intervensi didapatkan hasil bahwa

pasien mengatakan mengerti tentang penyakit yang dideritanya dan

mengatakan akan mematuhi program pengobatan yang dijalaninya. Keluarga

juga mengatakan akan mendukung dan memantau program pengobatan yang

yang diberikan kepada pasien Ny “R”.

Sedangkan kepatuhan pengobatan pasien terlihat dari kartu minum

obat yang sudah diisi sesuai petunjuk serta adanya penurunan tekanan darah

pada pasien Ny “R” dimana pada saat sebelum pemberian intervensi 160/90

MmHg menjadi 140/80 MmHg setelah pemberian intervensi.

Penjelasan diatas sesuai dengan Jurnal tentang Kepatuhan Pengobatan

Pada Penderita Hipertensi oleh Yunita Galih Yudanari tahun 2015.

B. KETERBATASAN
Keterbatasan dalam KIA ini adalah kurangnya waktu dalam

pelaksanaan intervensi yang hanya bisa di laksanakan dalam waktu 3 hari

Anda mungkin juga menyukai