BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pemberian obat-obatan yang harus diminum secara teratur dan konsisten. Menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, prevalensi pasien hipertensi
di Indonesia mencapai 34,1%, dimana 13,3% diantaranya tidak minum obat sama
sekali dan 32,3 persen tidak rutin minum obat (Kemenkes RI, 2018). Hipertensi
hipertensi yang tidak patuh dalam menjalani pengobatan rutin (Pratiwi &
Perwitasari, 2017). Banyak penderita hipertensi yang merasa bahwa dirinya sehat,
seharusnya minum obat secara teratur untuk menjaga tekanan darah agar tetap
ketiga dari penyebab kematian di dunia (Imanda et al., 2021). Menurut Win et al.
penyakit jantung koroner, dan kerusakan pada organ ginjal. Sedangkan menurut
Azizah (2022), masalah ketidakpatuhan minum obat pada pasien hipertensi
pasien tidak patuh dalam mengonsumsi obat, maka risiko untuk terkena
al. (2018) ketidakpatuhan minum obat juga dapat memperburuk kondisi pasien,
yaitu menambah beban perawatan dalam jangka waktu yang lama. Pasien dengan
hipertensi perlu memahami bahwa mengonsumsi obat secara teratur dan tepat
obat, di antaranya, faktor sosio-demografi, faktor terkait dengan pasien itu sendiri,
hipertensi itu sendiri, dan faktor pelayanan kesehatan yang diterima. Sedangkan
pada pasien hipertensi dalam mengonsumsi obat, yaitu tingkat pendidikan, durasi
lain, dukungan petugas kesehatan, lupa atau penurunan perhatian, dan stres.
yang memiliki tingkat stres yang tinggi cenderung memiliki tingkat kepatuhan
oleh dokter mereka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat untuk mencari solusi bagi pasien hipertensi yang mengalami distres
psikologis, sehingga dapat menciptakan pola hidup yang sehat dengan minum
obat secara rutin sesuai dengan anjuran dokter. Dengan demikian, risiko terkena
terlihat secara langsung, namun dapat memiliki dampak yang signifikan pada
dapat menyebabkan kehilangan minat atau motivasi untuk menjaga kesehatan diri,
termasuk dalam minum obat secara teratur. Kecemasan juga dapat memengaruhi
termasuk dalam hal menjaga konsistensi minum obat. Sedangkan stres, baik itu
survei analitik yang bertujuan untuk menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Wilayah kerja Puskesmas
al. dengan yang akan dilakukan, yaitu mengevaluasi faktor yang memengaruhi
kepatuhan minum obat pada pasien. Adapun perbedaannya ada pada subjek
paru.
Lintang pada tahun 2020 dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan
hubungan yang lemah namun signifikan dengan arah yang negatif, yaitu semakin
Penelitian ini juga memiliki nilai penting dalam meningkatkan pengetahuan dan
digunakan yaitu dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien hipertensi
yang diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2016). Penelitian
dilakukan, yaitu pada topik permasalahannya (kepatuhan minum obat) dan subjek
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu pada fokus variabel
dukungan keluarga.
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Nurani et al. (2022) berjudul
Singgah Peka Bogor. Pasien ODHA yang tingkat stres normal akan memiliki
kepatuhan minum obat yang positif, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu,
diperlukan intervensi untuk mengurangi tingkat stres pada pasien ODHA dalam
meningkatkan kepatuhan minum obat. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain
program konseling atau relaksasi yang diberikan secara berkala pada pasien
ODHA melalui intervensi yang tepat. Persamaan dari penelitian Nurani et al.
dengan penelitian yang akan dilakukan ada pada korelasi antara kedua variabel,
yaitu hubungan tingkat stress dengan kepatuhan minum obat. Namun, kedua
masalah pasien hipertensi yang mengalami stres, sehingga dapat menciptakan pola
hidup yang sehat dengan minum obat secara rutin sesuai dengan anjuran dokter.
Dengan demikian, risiko terkena komplikasi hipertensi dapat. Oleh karena itu,
penelitian tentang pengaruh tingkat stress terhadap kepatuhan minum obat pada
Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian singkat pustaka yang relevan
hubungan distres psikologis terhadap kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi?”
C. Tujuan Penelitian
antara distres psikologi dengan tingkat kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memahami bagaimana persepsi pasien
TINJAUAN PUSTAKA
kepatuhan merupakan suatu perilaku yang timbul pada seseorang sebagai respon
sebagai tingkat konsisten pasien dalam mengikuti jadwal dan takaran obat yang
diresepkan oleh dokter secara konsisten. Hal ini termasuk menghindari kelalaian
dalam penggunaan obat dan mematuhi petunjuk yang diberikan (Svarstad et al.,
1999). Dalam konteks ini, pasien dianggap patuh jika mereka mengikuti aturan
yang telah ditentukan dan tidak melupakan atau mengabaikan penggunaan obat
yang direkomendasikan.
medis yang diberikan. Hal ini mencakup faktor seperti waktu penggunaan obat,
dosis yang ditentukan, frekuensi penggunaan, dan durasi pengobatan yang telah
bahwa kepatuhan terjadi ketika pasien mengikuti petunjuk medis secara akurat
merujuk pada sejauh mana seseorang mengikuti regimen minum obat yang
anak. Hal ini mencakup konsumsi obat secara konsisten dan tepat waktu sesuai
berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat dan konsisten sesuai jadwal,
dosis, frekuensi dan durasi yang ditentukan. Ciri-ciri seorang pasien yang patuh
memahami instruksi yang diberikan oleh tenaga medis dengan baik, serta
a) Kesulitan mengingat
b) Konsisten
obat tepat dosis, tepat waktu, dan tepat caranya agar mencapai
c) Mengikuti instruksi
minum obat yang baik akan mengikuti instruksi dokter atau apoteker,
d) Persepsi kesulitan
pasien untuk secara konsisten dan tepat waktu mengonsumsi obat sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan oleh tenaga kesehatan, dengan mengikuti instruksi
yang diberikan dan tidak mengurangi atau menghentikan penggunaan obat tanpa
kepatuhan mereka dalam minum obat. Hal ini juga berhubungan dengan kurangnya
karena kurangnya kerjasama antara pasien dan dokter dalam hal perubahan gaya
hidup serta kepatuhan terhadap terapi obat yang telah diresepkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien sering kali tidak memperoleh informasi yang memadai
tentang metode dan konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap penyakit yang
dialami.
obat. Motivasi ini dapat muncul karena adanya dorongan, tujuan, dan kebutuhan
darah normal, pemantauan tekanan darah sendiri, dan keyakinan akan efektivitas
minum obat (Abbas et al., 2020). Pasien yang melihat hasil pengobatan yang
positif cenderung merasa lebih aman dan puas, sehingga mendorong mereka untuk
Faktor lainnya juga dapat dilihat dari dukungan sosial yang didapatkan oleh
hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dan kepatuhan minum obat.
Dukungan sosial dari teman juga memiliki efek positif pada kepatuhan minum
obat. Selain itu, status perkawinan juga dapat berdampak signifikan pada
kepatuhan pasien dalam minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial
pasien hipertensi yang mengalami tingkat stres yang tinggi cenderung memiliki
tingkat kepatuhan yang lebih rendah dalam mengonsumsi obat. Dalam penelitian
Abbas (2020), dilakukan analisis yang menunjukkan bahwa pasien yang berupaya
oleh berbagai faktor. Pengetahuan pasien mengenai hipertensi dan instruksi tenaga
itu, motivasi pasien juga berperan dalam kepatuhan, dimana dorongan, tujuan, dan
Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan juga memiliki dampak
positif pada kepatuhan minum obat. Namun, faktor penting yang perlu diperhatikan
adalah tingkat stress pasien, yang dapat menyebabkan penurunan kepatuhan dalam
mengonsumsi obat. Oleh karena itu, pengenalan stres sebagai faktor risiko dalam
emosi yang muncul akibat peristiwa yang menekan dalam hidup seseorang.
dan kelesuan. Oleh karena itu, stres dapat mempengaruhi orang-orang di segala
usia, jenis kelamin, ras, dan situasi dan dapat mengakibatkan baik kesehatan fisik
mendefinisikan psychological
distress sebagai kondisi yang diakibatkan oleh adanya interaksi individu dengan
fisik atau keadaan psikologis dengan tuntutan sosial. Dari beberapa pengertian
b. Emosi, seperti murung, tidak fokus, ragu-ragu, mudah marah, kaku berfikir
c. Perilaku, yaitu seperti kesulitan tidur, perubahan nafsu makan,menarik diri dari
a. Depresi
Depresi merupakan kondisi mental yang ditandai dengan perasaan sedih yang
hari, energi yang rendah, dan penurunan harga diri. Berikut beberapa sub
signifikan.
depresi seringkali merasa kelelahan secara fisik dan mental bahkan setelah
merasa bersalah tanpa alasan yang jelas atau merasa bahwa mereka tidak
berharga.
Kecemasan adalah kondisi mental yang ditandai dengan perasaan cemas yang
seringkali merasa cemas secara konstan tanpa alasan yang jelas. Mereka
dada.
akan gagal.
- Gejala fisik yang terkait dengan kecemasan: Selain gejala yang disebutkan
c. Stres
Stres dapat diartikan sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap tekanan
mengalami tuntutan tugas yang berat namun tidak mampu mengatasinya, tubuh
tersebut dan akibatnya orang tersebut dapat mengalami stres. Hal tersebut
Mengacu pada Sari dan Lubis (2023), stress adalah respon tubuh terhadap
suatu psikososial yang menimbulkan tekanan atau ketegangan emosi. Hal ini
perilaku pasien. Stres merupakan suatu kondisi yang muncul akibat adanya
tekanan atau stimulus dari lingkungan yang merangsang respons tubuh dan
pikiran seseorang. Respons tubuh yang terjadi ketika seseorang mengalami stress
meliputi nafas pendek, detak jantung yang meningkat, dan keringat dingin.
Meskipun tidak memandang usia, stress dapat dibedakan menjadi tiga kategori,
yaitu stress ringan, sedang, dan berat (Sari & Lubis, 2023).
reaksi terhadap tekanan dan perubahan yang diterima. Hal ini mencakup situasi
dimana individu menghadapi tuntutan tugas yang melebihi kapasitasnya dan tidak
mampu mengatasinya secara efektif. Stres dapat terjadi akibat situasi yang
biasanya tidak dilakukan di kehidupan sehari-hari muncul, sehingga individu
a) Stresor
b) Respons fisiologis
jantung, tekanan darah, dan kadar hormon stres (Cohen et al., 1983).
c) Respons psikologis
atau sedih yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami stres (Cohen
et al., 1983).
d) Perilaku
Cohen menyajikan empat dimensi stres, yaitu stresor, respons fisiologis, respons
perilaku, dan perilaku. Dengan merujuk pada pemikiran Cohen, penelitian ini
minum obat. Pasien yang mengalami stres mungkin lebih rentan terhadap efek
menyebutkan bahwa kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh stres. Salah satu
hasil penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Arini Putri (2021),
Penelitian ini merupakan sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis yang bertujuan
pada pasien dengan hipertensi. Penelitian ini mengumpulkan data dari berbagai
antara tingkat distress psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan stres, dengan
tingkat kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi. Pasien yang mengalami tingkat
distress psikologis yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kepatuhan minum
obat yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat distress
memoderasi hubungan antara distress psikologis dan kepatuhan minum obat. Hal ini
Adapun penelitian Ningsih, Dinda Ayu (2023), yang menggunakan objek pada
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel psikologis, efek samping, dan
konsistensi dan motivasi mereka dalam menjalani pengobatan, termasuk dalam hal
minum obat secara teratur. Pasien yang mengalami tekanan psikologis yang tinggi
mungkin cenderung kurang patuh dalam mengonsumsi OAT, yang dapat berdampak
Selain itu, efek samping dari penggunaan OAT juga menjadi faktor penting
yang memengaruhi kepatuhan pasien. Pasien yang mengalami efek samping yang
mengonsumsi obat, karena mereka merasa tidak nyaman atau khawatir dengan efek
samping tersebut. Oleh karena itu, penting bagi petugas kesehatan untuk memantau
dan mengelola efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan OAT agar dapat
Selain itu, pengawasan menelan obat (PMO) juga menjadi faktor yang
psikologis, efek samping, dan pengawasan menelan obat (PMO) memiliki hubungan
yang erat dengan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi OAT pada pasien
Tuberkulosis di Kota Jambi. Oleh karena itu, penting bagi petugas kesehatan untuk
Tuberkulosis.
D. Hipotesis
stres dengan kepatuhan minum obat. Semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh
pasien, maka tingkat kepatuhan minum obat akan menurun. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat stres yang dialami oleh pasien, maka tingkat kepatuhan minum obat
akan meningkat. Oleh karena itu, dapat diprediksikan bahwa tingkat stres yang
dialami oleh pasien hipertensi akan mempengaruhi tingkat kepatuhan mereka dalam
minum obat.
Referensi:
Dharma, Galuh Maitri Imantaka, Istar Yuliadi, and Rini Setyowati. 2020. “Hubungan Antara Adversity
Quotient Dengan Distres Psikologis Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.” Philanthropy Journal of Psychology 4:172–91.
Fathoni, Aryo Bima, and Ratih Arruum Listiyandini. 2021. “Kebersyukuran, Kesepian, Dan
Distres Psikologis Pada Mahasiswa Di Masa Pandemi Covid-19.” Journal of Psychological
Science and Profession 5(1):11–19. doi: 10.24198/jpsp.v5i1.29212.
Fitria khoirun. 2021. “HUBUNGAN ANTARA DISTRES PSIKOLOGIS DAN KEMANDIRIAN
DENGAN SIKAP TERHADAP PENCARIAN BANTUAN PROFESIONAL PSIKOLOGIS
PADA MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG.”
Nipta Aini. 2022. “PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DISTRES PSIKOLOGIS
PADA MAHASISWA YANG MENGERJAKAN SKRIPSI DAN MENGIKUTI PROGRAM
2022 Officially S.Psi.”
Putri, Arini, and Linda Dwi Novial Fitri. 2021. “Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada ODHA Di Puskesmas Temindung Samarinda.” Borneo Student Research
2(2):818–26.