Anda di halaman 1dari 10

FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

MEDICATION ADHERENT

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Raja Fitriana Lestari, M. Kep

Disusun oleh :

Tarisya Meysal Sabila

21031010

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU

2022

1
MEDICATION ADHERENCE

1. Konsep dari Teori


Menurut Jurnal Klinik Farmasi Indonesia (2014) Ketaatan atau kepatuhan
merupakan kualitas pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan. Ketaatan dalam
Bahasa Inggris menggunakan istilah compliance, adherence, dan concordance yang
mengandung perbedaan makna secara filosofis. Adherence dan compliance pada
awalnya diartikan sebagai perilaku pasien mengikuti perintah atau instruksi secara
pasif dalam penggunaan obat yang diberikan oleh penulis resep. Pengertian ini
bertentangan dengan prinsip bahwa terapi adalah hasil keputusan dua pihak antara
dokter dan pasien. Selain itu penggunaan istilah medis ini dirasa kurang memadai
dalam menangani pasien kronis dan istilah instruksi memberi kesan pasien bersifat
pasif serta bertentangan dengan kolaborasi yang aktif dalam proses terapi.
Ketaatan terapi jangka panjang mempunyai pengertian tingkatan perilaku pasien
dalam penggunaan obat, pengaturan diet, dan/atau perubahan pola hidup yang
merupakan hasil persetujuan pasien atas rekomendasi yang diberikan penyedia
pelayanan kesehatan. Pengertian adherence lainnya yaitu tingkatan pasien dalam
menggunakan obat sesuai dengan yang diresepkan oleh penyedia jasa kesehatannya.
Ketidaktaatan terapi berbeda dengan berhenti terapi (discontinuation) yang berarti
terapi yang dilakukan berhenti sama sekali, Pasien yang tidak berhenti terapi disebut
persistent, Pengukuran dalam ketaatan pasien dilakukan dengan beberapa metode
baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik yang secara langsung misalnya
menghitung jumlah unit obat yang tersisa dan yang secara tidak langsung misalnya
dengan mengukur perubahan kadar obat dalam darah. Masing - masing metode
memiliki kelebihan dan kelemahan ( Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2014 )
Kepatuhan adalah istilah untuk menggambarkan perilaku pasien dalam menelan
obat secara benar sesuai dosis, frekuensi, dan waktunya. Pasien dilibatkan dalam

2
mengambil keputusan untuk menelan obat atau tidak, hal ini dilakukan untuk
melatih kepatuhan ( Nursalam & Kurniawati.2017 ).
Ketidakpatuhan pasien dalam berobat bisa menyebabkan kekambuhan
dan atau kegagalan. Dampak tersebut bisa memunculkan resistensi kuman dan
penularan penyakit dari orang ke orang secara terus menerus. Konsekuensi
ketidakpatuhan berobat dalam jangka waktu panjang secara rutin (setiap hari)
dapat memburuknya kondisi kesehatan dan meningkatkan biaya perawatan
( Munandar, 2020 ).
2. Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
Menurut Gebreweld dkk ( 2018 ) Faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat yaitu pengobatan, faktor komunikasi, fasilitas kesehatan, pengetahuan,
fator individu, dukungan keluarga, dukungan social, dan dukungan petugas
kesehatan.
A. Pengobatan
Menurut studi kualitatif yang dilakukan oleh Gebreweld dkk. (2018)
menyatakan bahwa lama pengobatan dan efek samping obat menjadi
hambatan dalam kepatuhan pengobatan pasien.
B. Faktor komunikasi
Komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan mempengaruhi
kepatuhan. Informasi dan pengawasan yang kurang, ketidak puasaan
dalam hubungan emosional antara pasien dengan petugas kesehatan, dan
ketidak puasan layanan bisa mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien
C. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan menjadi sarana penting, dimana pasien bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan secara langsung. Tersedianya fasilitas
kesehatan dan kemampuan pasien untuk menjangkau fasilitas kesehatan
dapat mempengaruhi kepatuhan pasien. Jika pasien tidak dapat
menjangkau fasilitas kesehatan bagaimana dia mengetahui informasi
terkait penyakitnya
D. Pengetahuan

3
Informasi yang jelas dan benar akan membuat pasien mengetahui
akan penyakitnya. Pendidikan kesehatan terkait pengobatan dan dampak yang
timbul jika tidak patuh pengobatan merupakan salah satu pengetahuan yang harus
dimiliki oleh pasien dan petugas kesehatan. Semakin baik pengetahuan pasien
terkait penyakitnya semakin baik pula kepatuhan dalam berobat.
E. Faktor Individu
Faktor individu terdiri dari sikap atau motivasi individu untuk sembuh dan
keyakinan.
1) Sikap atau motivasi individu untuk sembuh keberhasilan dalam pengobatan.
Motivasi yang kuat dapat mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan
(Nurwidji dan Fajri, 2013)
2) Keyakinan
Keyakinan berasal dari diri individu itu sendiri. Keyakinan pasien
bahwa dia bisa sembuh dengan menjalankan pengobatan yang benar dapat
mempengaruhi kepatuhan dalam minum obat. Efikasi diri adalah
kepercayaan diri dari atas kemampuannya untuk menguasai situasi. Efikasi
diri berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien dengan
koefisien korelasi sebesar 0,407 yang berarti cukup erat (Sutrisna, 2017)
3) Dukungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan pasien.
Keluarga saling berinteraksi dalam keseharian. Sehingga, perubahan
interaksi yang terjadi dalam keluarga pasien dapat mempengaruhi perasaan
atau psikologis dari pasien. Berdasarkan hasil penelitian Irnawati dkk. (2016)
menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat anti tuberculosis (OAT) pada pasien tuberculosis.
4) Dukungan Sosial
Dukungan yang berasal dari lingkungan sosial pasien bisa dari teman,
tetangga, tokoh agama, atau tokoh masyarakat yang ada dilingkungan
tempat dia tinggal. Peran orang-orang tersebut bisa meningkatkan
semangat dan rasa dihargai pasien, sehingga dia memiliki harapan

4
sembuh yang tinggi. Dukungan sosial yang kurang baik, seperti stigma
sosial dapat mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan (Niven, 2016 ).

5) Dukungan petugas kesehatan


Petugas kesehatan sebagai promotor dalam menjalankan program-
program kesehatan dan penanggulangan suatu penyakit. Petugas kesehatan
memiliki peran perawat sebagai care provider, pendidik, advokad, dan peneliti
dengan menjalankan fungsi promotif, preventif, dan kuratif. Pasien TB paru
yang mendapat penyuluhan memiliki kemungkinan 4,19 kali lebih patuh
untuk berobat dibandingkan penderita yang tidak mendapat penyuluhan
kesehatan dan mereka yang mendapat kunjungan rumah dari petugas
kesehatan mempunyai kemungkinan 2,15 kali lebih patuh pengobatan
dibandingkan pasien yang tidak dikunjungi (Senewe, 2013).
3. Teori-teori Munculnya Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Obat Harian
Terdapat tiga teori utama yang dapat menjelaskan munculnya perilaku patuh
dalam mengkonsumsi obat, yaitu Health Belief Model, Theory of Planned Behavior
(Weinman & Horne, 2015) dan Model of Adherence (Morgan & Horne, 2015) .
A. Health Belief Model (HBM)
HBM menjelaskan model perilaku sehat (misal memeriksakan diri) merupakan
fungsi dari keyakinanpersonal tentang besarnya ancaman penyakit dan
penularannya, serta keuntungan dari rekomendasi yang diberikan petugas
kesehatan. Ancaman yang dirasakan berasal dari keyakinan tentang keseriusan
yang dirasakan terhadap penyakit dan kerentanan orang tersebut. Individu
kemudian menilai keuntungan tindakan yang diambil (misal: berobat akan
memperingan simptom), meskipun dibayang-bayangi oleh risiko-risiko dari
tindakan yang diambilnya, seperti: takut akan efek samping atau pun biaya
perobatan. Berdasarkan dinamika tersebut dapat dipahami bahwa kepatuhan
dalam
mengkonsumsi obat merupakan proses yang diawali oleh keyakinan seseorang
akan keseriusan penyakitnya, yang berujung pada tindakan untuk berobat ke

5
petugas kesehatan, termasuk kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, walaupun
dibayang-bayangi oleh risiko atau efek samping dari tindakan tersebut.

B. Theory of Planned Behaviour (TPB)


Teori ini berusaha menguji hubungan antara sikap dan perilaku, yang fokus
utamanya adalah pada intensi (niat) yang mengantarkan hubungan antara sikap
dan perilaku , norma subjektif terhadap perilaku, dan control terhadap perilaku
yang dirasakan. Sikap terhadap perilaku merupakan produk dari keyakinan
tentang hasil akhir (misal: frekuensi kekambuhan epilepsi berkurang) dan nilai
yang dirasakan dari hasil akhir tersebut (kondisi jarang kambuh sangat penting
bagi orang tersebut). Norma subjektif berasal dari pandangan orang-orang di
sekitar tentang perilaku berobat (misal: istri atau suami ingin agar orang tersebut
mengikuti rekomendasi dari dokter), dan motivasi untuk mendukung pandangan -
pandangan
orang-orang di sekitar tersebut (misal: orang tersebut ingin menyenangkan
pasangannya dengan mengikuti rekomendasi dokter). Kontrol perilaku yang
dirasakan menggambarkan tentang seberapa jauh orang tersebut merasa bahwa
berperilaku patuh dapat dikendalikannya. Hal initergantung keyakinan orang
tersebut bahwa dirinya mampu untuk mengontrol tindakannya, misal:
persepsi bahwa terdapat sumber internal seperti kecukupan ketrampilan
atau informasi, serta sumber eksternal seperti dukungan-dukungan dan hambatan-
hambatan yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
C. Model of Adherence
Morgan & Horne (2015) mengemukakan model Unintentional Nonadherence &
Intentional Nonadherence. Unintentional Nonadherence mengacu pada hambatan
pasien dalam proses pengobatan. Hambatan-hambatan dapat muncul dari
kapasitas dan keterbatasan-keterbatasan sumber- sumber dari pasien, meliputi
defisiensi memori (misal: lupa instruksi atau lupa untuk berobat), ketrampilan
(misal:
kesulitan dalam membuka kemasan/penutup obat atau menggunakan peralatan

6
dalam berobat seperti jarum suntik dan penghisap), pengetahuan (misal: tidak
menyadari akan kebutuhan untuk minum obat secara teratur) atau kesulitan-
kesulitan dengan rutinitas-rutinitas normal harian. Intentional Nonadherence
menggambarkan cara pasien yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam
pengobatan. Pada proses ini tindakan rasional berasal dari keyakinan-keyakinan,
kondisi-kondisi, prioritas-prioritas, pilihan-pilihan, dan latihan-latihan, meskipun
persepsi dan tindakan berbeda antara harapan dalam pengobatan dan
rasionalitasnya. Barber (2012) lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui Theory of
Human Error dalam organisasi, tindakan unintentional dan intentional dari pasien,
faktor- lokal/internal dan eksternal/organisasional sebagai penyebab adherence
dan
nonadherence.
4. Instrument kepatuhan minum obat
Instrumen adalah alat pengumpul data untuk menilai kepatuhan pengobatan
pasien. Menurut Tan, dkk ( 2014) instrument kepatuhan minum obat yaitu Morisky
Medication Adherence Scale 8 item (MMAS-8). MMAS-8 (Morisky Medication
Adherence Scale) adalah suatu alat ukur yang dikembangkan oleh Morisky et all
untuk menilai kepatuhan minum obat pasien dengan jangka waktu panjang melalui
kuisioner. MMAS pertama kali diaplikasikan untuk mengetahui compliance pada
psien hipertensi dengan pre dan
post interview. Morisky et all mempublikasikan versi terbaru pada tahun 2008
yaitu MMAS-8 dengan nilai validitas p = 0,5, nilai reabilitas = 0,83, serta
sensitivitas sebesar 93% dan spesifisitas sebesar 53% pada sebuah studi kepatuhan
minum obat pasien hipertensi (Morisky D.E, 2010). MMAS-8 terdiri dari 8 item
yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan frekuensi kelupaan dalam
minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetep minum obat.
Salah satu metode pengukuran kepatuhan secara tidak langsung adalah
dengan menggunakan kuisioner. Metode ini dinilai cukup sederhana dalam
pelaksanaanya. Kuisioner MMAS-8 ini merupakan salah satu model kuisioner
yang telah tervalidasi untuk menilai kepatuhan terapi jangka panjang. Pada

7
mulanya morisky mengembangkan beberapa pertanyaan singkat (4 pertanyaan)
untuk mengukur kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus. Namun saat
ini kuisioner morisky telah dimodifikasi beberapa pertanyaan sehingga lebih
lengkapdalam penelitian kepatuhan. Modifikasi kuisioner Morisky tersebut saat
ini dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan dan ketidakpatuhan pengobatan
penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang.
Pengukuran skor MMAS-8 untuk pertanyaan 1 sampai 7 jika jawabannya
YA bernilai 0 dan jawaban TIDAK bernilai 1. Kecuali pertanyaan nomer 5 jika
jawaban YA bernilai 1 dan jawaban TIDAK bernilai 0, sedangkan untuk
pertanyaan nomer 8 jika jawaban tidak pernah/jarang (tidak sekalipun dalam
seminggu) bernilai 4, jika menjawab sekali-kali (satu/dua kali dalam seminggu)
bernilai 3, terkadang (tiga/empat kali dalam seminggu) bernilai 2, biasanya
(lima/enam kali seminggu) bernilai 1 dan selalu/setiap saat bernilai 0. Tingkat
kepatuhan didapatkan dari hasil total skor yang dimasukkan dalam penilaian
keseluruhan yaitu kategori tinggi dengan total skor 8, kategori sedang dengan total
skor 6-7 dan kategori rendah denga total skor <6 ( Morisky et all, 2010).
5. Kesimpulan
Kepatuhan pasien dalam minum obat adalah suatu ketundukan pasien dalam
mengkonsumsi obat baik dosis, frekuensi, serta lama penggunaan obat. Kepatuhan
pasien di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu diantaranya factor psikologis,
pengetahuan, dukungan , serta factor komunikasi. Perilaku kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat harian merupakan factor psikologis penting dalam menentukan
tingkat kesembuhan pasien yang menderita penyakit kronis, sehingga para penyedia
jasa layanan kesehatan, khususnya dokter dan perawat serta keluarga pasien harus
berusaha keras agar perilaku patuh yang ditunjukkan oleh pasien muncul berdaarkan
atas komitmen yang sebelumnya telah disepakati oleh dokter dan pasien.
6. Contoh soal
1) Tingkat perilaku seseorang dalam menjalankan pengobatan sesuai dengan
persetujuan yang tela disepakati oleh pasien dan petugas kesehatan disebut
a. Adherence
b. Corcondance

8
c. Persistence
d. Compliance
2) Cara mendeteksi ketidakpatuhan pasien secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan
a. Pemantauan kadar obat dalam darah
b. Menghitung sisa obat
c. Pemantauan kadar metabolit obat atau senyawa pelacar dalam urin
d. Menghitung sisa harga obat yag belum diambil
3) Contoh ketidakpatuhan pasien, kecuali
a. Penghentian obat sebelum waktunya, kasus penggunaan antibiotic
b. Melalaikan dosis 3x1 menjadi 2x 1
c. Kesalahan dosis , sendok makan ( 15 ml ) diberikan sendok makan ( 7- 8 ml)
d. Harga obat terlalu murah jadi tidak berkualitas
4) Cara menanggulangi ketidakpatuhan pasien adalah
a. Kenali kebiasaan penderita
b. Kenali status keluara
c. Kenali status sosialekonomi
d. Kenali kebiasaan hidup
5) Pasien lupa minum obat merupakan jenis ketidakpatuhan
a. Disengaja
b. Ditolerir
c. Diabaikan
d. Tidak sengaja

9
Daftar Pustaka

Barber, N. 2012. Should We Consider Non- Compliance a Medical Error? Quality &
Safety in Health Care, 11 (1): 81-84
Enewe , F. P. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Penderita
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Depok. Bul. Penel. Kesehatan. 20 (1): 32-38
Horne, R. & Kellar, I. 2015. Interventions to Facilitate Adherence. Report for the
national Co-ordinating Centre forNHS Service Delivery & Organisation R & D
(NCCSDO). Centre for Health Care Research, University of Brighton, Falmer,
Brighton

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Desember 2014 Vol. 3 No. 4, hlm 114–126

Niven, N. (2018). Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC.


Nursalam dan N. D. Kurniawati. 2017. Asuhan Keperawatan pd Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Edisis pertama. Jakarta: Salemba Medika
Weinman, R. & Horne, R. 2015. Patient Provider Interaction & Health Care
Communication. Report for the national Co-ordinating Centre for NHS Service
Delivery & Organisation R & D (NCCSDO). Centre for Health Care Research,
University of Brighton, Falmer, Brighton.

10

Anda mungkin juga menyukai