Oleh :
G3A017271
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan masa dimana organorgan tubuhnya belum berfungsi secara optimal
sehingga anak lebih rentan terhadap penyakit. Salah satu penyakit yang sering
menyerang anak adalah bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan salah satu
penyakit yang menyerang saluran pernafasan dimana manifestasi penyakit ini bervariasi
mulai dari batuk, pilek, disertai dengan panas. ada anak dengan bronkopnemoni berat
akan muncul manifestasi klinik sesak nafas yang hebat.
Insiden bronkopnemoni di negara berkembang hampir 30% terjadi pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Dari data SEAMIC Health
Statistic 2011 pneumonia dan influenza merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Laporan World Health Organization 2011 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia.
Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia mengakibatkan produksi
sekret meningkat sampai menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul
masalah dan salah satu masalah tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaandimana individu tidak mampu
mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
(Ginting, 2010). Salah satu cara mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat
melalui tindakan kolaboratif perawat dengan tim kesehatan lain maupun tindakan
mandiri perawat diantaranya adalah fisioterapi dada yaitu Clapping. Clapping
merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan
membentuk seperti mangkuk Dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan nafas
bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan (Potter dan Perry, 2006).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan ini diharapkan penulis mampu memahami
asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menerapkan atau mengaplikasikan fisioterapi dada pada anak
dengan bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses
infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA
semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut
Pneumonia.
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2009).
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 2007).
2. Etiologi
Umumnya adalah bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan Haemophillus Influenza
pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococus aureus sebagai penyebab pneumonia
yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortilitas tinggi. Bronchopenomonia ada
juga yang disebabkan oleh virus, yaitu Respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik dan ada juga yang disebabkan oleh jamur, yaituCitoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahantubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu
dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikrobakterium atau parasit
4. Manifestasi klinis
Gejala Klinis :
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas, Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
Sianosis pada mulut dan hidung
Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
Gelisah, cepat lelah
Batuk mula-mula kering kemudian produktif.
Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
5. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan :
a. Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
c. Efusi pleura.
d. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
e. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradan
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
g. Abses otak.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
i. Osteomielitis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
c. pemeriksaan darah: Hb di bawah 12 gr %,
d. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.
7. Penatalaksanaan
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang
rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic
didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
a. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat
diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai kombinasi :
1) Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
2) Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
3) Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis
sda).
b. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus
atau Entero bacteriaceae. Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24
jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi
berat atau penderita immunocompromized.
c. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia :
Penisilin prokain IM atau
Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
Eritromisin (dosis sda) atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya
alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi
apakah perlu dipilih antibiotic lain
Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
c. Indikasi rawat inap :
Ada kesukaran napas, toksis.
Sianosis
Umur kurang dari 6 bulan
Adanya penyulit seperti empyema
Diduga infeksi Stafilokokus
Perawatan di rumah kurang baik.
d. Pengobatan simptomatis
Zat asam dan uap.
Ekspetoran bila perlu
e. Fisioterapi
Postural drainase.
Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
B. Konsep Dasar Askep
1. Pengkajian
a) Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang
atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan
tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b) Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan
kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti
morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai
dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III
(pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia
0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia, Tingkat perkembangan, Toleransi / kemampuan memahami tindakan, Koping,
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua, Pengalaman infeksi saluran
pernafasan sebelumnya
Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
c) Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan
dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi
redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas
dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang
tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak
atau malas minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit
kering
Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
d) Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkial, peningkatan sputum.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler
(efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
3) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan
penumpukan cairan dalam alveoli.
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
5) Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit)
berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi
e) Rencana keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara
dapat keluar masuk tanpa hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pengendalian pernafasan
Rasional : untuk meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar,
ekspansi dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada
Gunakan tekhnik bermaiin untuk latihan bernafas pada anak-anak yang
masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja)
Rasional : untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan
ekspirasi
Ajarkan penggunaan obat yang benar
Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang benar
jika diindikasikan
Ajarkan kepada keluarga untuk melakukan perkusi dan drainase postural dan
menganjurkan batuk jika diindikasikan
Anjurkan postur tubuh yang baik
Rasional : untuk ekspansi paru maksimal
A. Identitas Klien
Nama Anak : An. A
Umur : 9 Bulan
Nama Orangtua/ Wali : Ny. S
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
B. Data Fokus Pasien
Tgl/jam Analisa data Problem Etiologi
13/8/18 DS: - ibu pasien Gangguan Inflamasi
7.30 mengatakan anaknya saat bersihan jalan trakea
ini masih pilek, batuk napas tidak bronkial yang
berdahak dan sesak nafas efektif menyebabkan
DO: - klien tampak terihat peningkatan
batuk disertai suara rochi produksi
basah (grokgrok), S : 37,5 sputum.
Rr : 32x/m N : 120x/m
SpO : 97%
- Hasil Lab
Leukosit 16800
Hb 11,3
Hematokrit 34,7
Trmbsit 452000
Eritrosit 4,43
- Hasil Fto Thorax
Kesan cor tak mebesar,
suspek gambaran bronkitis
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence based
Nursing Riset yang di Aplikasikan
a. Gangguan ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peninkatan produksi
sputum akibat inflamasi tpada trakeabronkial.
D. Evidence Based Nursing Practice yang di Terapkan pada Pasien
Pengaruh Fisiotreapi Dada untuk Mengatasi Bersihan Napas Tidak Efeltif Pada
Anak Dengan Bronkopnemoni.
E. Analisa Sintesa Justifikasi
virus bakteri parasit
4. Kelebihan dan kekurangan atau Hambatan yang di temui selama Aplikasi EBN
a. Kelebihan
1) tidak membutuhkan biaya yang besar karena dapat di lakukan sendiri
2) tekhnik dari fisioterapi ini sangat mudah dilakukan, dan mampu diajarakna ke
orang tua pasien.
3) tidak ada efek samping dari fisioterapi ini
b. Kekurangan
1) dilakukan dengan sabar mengingat pasien adalah anak anak, bahkan balita.
c. Hambatan dalam Pemberian Terapi Pijat
1) pasien rewel, serta saat didekati kadang menangis, harus ada sedikit paksaan.
Karena saat pasien menangis, erupakan saat yang tepat untuk mengeuarkan
sekret.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan mandiri keperawatan yaitu fisioterapi dada, terbukti efektif
mengatasi gangguan bersihan jalan nafas pada anak dengan bronkopnemoni di ruang
Ayyub 3 Rs. Roemani Muhammdiyah Semarang
B. Saran
1. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien bronkopnemoni menggunakan intervensi mandiri keperawatan.
2. Pasien
Bagi pasien mampu membantu mengatasi masalah yang sedang diderita pasien,
yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
3. Keluarga pasien
Bagi keluarga mampu menerapkan fisioterapi dada ini pada anak, atau keluarga
lain yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif.
4. Rumah sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan fisioterapi dada ini mampu
membantu untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif di ruang anak.
5. Profesi keperawatan
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan
untuk memberikan pelayanan pada pasien anak dengan broonkopneumonia
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC
NOC, Jilid 1,2. Yogyakarta : MediActin Publishing.
Brunner & Suddarth, 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC,
Jakarta
Depkes RI. 2014. Lingkungan Sehat, Jantung Sehat. 2014. [Online]. Available from http://w w w. d e
p k e s . g o . i d / a r t i c l e / v i e w / 201410080002/lingkungan-sehat-jantungsehat. html.
Kemenkes RI, 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita, Volume.3 September
ISSN 2087-1546.
Potter, P.A & Perry, A. G. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan
praktik. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Susanna and B. Bare. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing: Brunner and
Suddarth's. 11th