Anda di halaman 1dari 21

APLIKASI PENGARUH FISIOTERAPI DADA PADA ANAK A DENGAN

BERSIHAN JALAN NAPAS INEFEKTIF DI RUANG AYUB 3 RUMAH SAKIT


ROMANI MUHHAMADIYAH SEMARANG

Oleh :

Fariz Yulian Pratama

G3A017271

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan masa dimana organorgan tubuhnya belum berfungsi secara optimal
sehingga anak lebih rentan terhadap penyakit. Salah satu penyakit yang sering
menyerang anak adalah bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan salah satu
penyakit yang menyerang saluran pernafasan dimana manifestasi penyakit ini bervariasi
mulai dari batuk, pilek, disertai dengan panas. ada anak dengan bronkopnemoni berat
akan muncul manifestasi klinik sesak nafas yang hebat.
Insiden bronkopnemoni di negara berkembang hampir 30% terjadi pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Dari data SEAMIC Health
Statistic 2011 pneumonia dan influenza merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Laporan World Health Organization 2011 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia.
Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia mengakibatkan produksi
sekret meningkat sampai menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul
masalah dan salah satu masalah tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaandimana individu tidak mampu
mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
(Ginting, 2010). Salah satu cara mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat
melalui tindakan kolaboratif perawat dengan tim kesehatan lain maupun tindakan
mandiri perawat diantaranya adalah fisioterapi dada yaitu Clapping. Clapping
merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan
membentuk seperti mangkuk Dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan nafas
bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan (Potter dan Perry, 2006).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan ini diharapkan penulis mampu memahami
asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menerapkan atau mengaplikasikan fisioterapi dada pada anak
dengan bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses
infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA
semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut
Pneumonia.
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2009).
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 2007).

2. Etiologi
Umumnya adalah bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan Haemophillus Influenza
pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococus aureus sebagai penyebab pneumonia
yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortilitas tinggi. Bronchopenomonia ada
juga yang disebabkan oleh virus, yaitu Respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik dan ada juga yang disebabkan oleh jamur, yaituCitoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahantubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

3. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu
dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikrobakterium atau parasit

4. Manifestasi klinis
Gejala Klinis :
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas, Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
Sianosis pada mulut dan hidung
Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
Gelisah, cepat lelah
Batuk mula-mula kering kemudian produktif.
Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

5. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan :
a. Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
c. Efusi pleura.
d. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
e. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradan
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
g.  Abses otak.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
i. Osteomielitis.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
c. pemeriksaan darah: Hb di bawah 12 gr %,
d. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.

7. Penatalaksanaan
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang
rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic
didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
a. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat
diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai kombinasi :
1) Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
2) Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
3) Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis
sda).
b. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus
atau Entero bacteriaceae. Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24
jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi
berat atau penderita immunocompromized.
c. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia :
Penisilin prokain IM atau
Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
Eritromisin (dosis sda) atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya
alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi
apakah perlu dipilih antibiotic lain
Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
c. Indikasi rawat inap :
Ada kesukaran  napas, toksis.
Sianosis
Umur kurang dari 6 bulan
Adanya penyulit seperti empyema
Diduga infeksi Stafilokokus
Perawatan di rumah kurang baik.
d. Pengobatan simptomatis
Zat asam dan uap.
Ekspetoran bila perlu
e. Fisioterapi
Postural drainase.
 Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
B. Konsep Dasar Askep
1. Pengkajian
a) Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang
atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan
tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

b) Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan
kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti
morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai
dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III
(pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia
0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia, Tingkat perkembangan, Toleransi / kemampuan memahami tindakan, Koping,
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua, Pengalaman infeksi saluran
pernafasan sebelumnya
Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

c) Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan
dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi
redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas
dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang
tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak
atau malas minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit
kering
Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

d) Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkial, peningkatan sputum.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler
(efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
3) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan
penumpukan cairan dalam alveoli.
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
5) Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit)
berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi

e) Rencana keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara
dapat keluar masuk tanpa hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pengendalian pernafasan
Rasional : untuk meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar,
ekspansi dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada
Gunakan tekhnik bermaiin untuk latihan bernafas pada anak-anak yang
masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja)
Rasional : untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan
ekspirasi
Ajarkan penggunaan obat yang benar
Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang benar
jika diindikasikan
Ajarkan kepada keluarga untuk melakukan perkusi dan drainase postural dan
menganjurkan batuk jika diindikasikan
 Anjurkan postur tubuh yang baik
Rasional : untuk ekspansi paru maksimal

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak
mengalami brokhospasme
Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia,
pernafasan anak tidak sulit, frekuensi dalam batas ormal, anak bias
beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami penurunan
saturasi oksigen
Intervensi keperawatan / rasional :
Berikan oksigen lembab dengan tenda oksigen, masker wajah, atau kanula
Rasional : untuk mempertahankan oksigen yang memuaskan
Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri nadi.
Rasional : untuk mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
Rasional : karena kadar yang tinggi dan menekan pernafasan
Beri posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal diatasnya
untuk bersandar jika hal tersebut lebih nyaman bagi anak
Rasional : untuk ekspani paru maksimal
Implementasikan berbagai tindakan untuk mengurangi ketakutan / ansietas
Rasional : menurunkan upaya pernafasan dan konsumsi oksigen
Anjurkan tekhnik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi ansietas dan mmeningkatkan ekspansi paru
Beri sedative dan obat penenang, jika diresepkan, dengan kecermatan yang
tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia
Rasional : obat-obat ini dapat mendepresi pernafasi dan menyamarkan
tanda-tanda anoreksia
3) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan
penumpukan cairan dalam alveoli.
Tujuan : anak akan mengalami pola nafas efektif
Kriteria hasil : suara nafas bersih dan sama pada kedua sisi paru
Suhu tubuh dalam batas 36,5-37,2 C
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Intervensi keperawatan / rasional :
Lakukan pengkajian tiap 4 jamterhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan
jalan nafas.
Rasional : evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan / telah
diberikan
Lakukan fisiotherapi dada secara terjadwal
Rasional : mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
Berikan antibiotic dan anntipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek
samping (ruam dan diare)
Rasional : pemberantasan kuman sebagai factor causa gangguan
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
Rasional : evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
Lakukan suction secara bertahap
Rasional : membantu pembersihan jalan nafas
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, setiap 2-4 jam
Rasional : evaluasi berkala keberhasilan therapy / tindakan tim kesehatan.
BAB III
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama Anak : An. A
Umur : 9 Bulan
Nama Orangtua/ Wali : Ny. S
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
B. Data Fokus Pasien
Tgl/jam Analisa data Problem Etiologi
13/8/18 DS: - ibu pasien Gangguan Inflamasi
7.30 mengatakan anaknya saat bersihan jalan trakea
ini masih pilek, batuk napas tidak bronkial yang
berdahak dan sesak nafas efektif menyebabkan
DO: - klien tampak terihat peningkatan
batuk disertai suara rochi produksi
basah (grokgrok), S : 37,5 sputum.
Rr : 32x/m N : 120x/m
SpO : 97%
- Hasil Lab
Leukosit 16800
Hb 11,3
Hematokrit 34,7
Trmbsit 452000
Eritrosit 4,43
- Hasil Fto Thorax
Kesan cor tak mebesar,
suspek gambaran bronkitis
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence based
Nursing Riset yang di Aplikasikan
a. Gangguan ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peninkatan produksi
sputum akibat inflamasi tpada trakeabronkial.
D. Evidence Based Nursing Practice yang di Terapkan pada Pasien
Pengaruh Fisiotreapi Dada untuk Mengatasi Bersihan Napas Tidak Efeltif Pada
Anak Dengan Bronkopnemoni.
E. Analisa Sintesa Justifikasi
virus bakteri parasit

infeksi pada saluran napas

reaksi peradangan (inflamasi)

peningkatan produksi sputum

Akumulasi sekret pada bronkus

Bersihan jalan napas tidak efektif

Pemberian fisioterapi dada

Bersihan jalan napas efektif

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien bronkopneumonia antara
lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pengorganisasi pelayanan kesehatan
yang khususnya adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan. Karakteristik dari
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah batuk, sesak, suara nafas abnormal
(Ronchi), penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung (Potter dan
Perry, 2008).
Apabila masalah bersihan jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat maka bisa
menimbulkan masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami sesak
yang hebat bahkan bisa menimbulkan kematian. Salah satu tindakan keperawatan
untuk membebaskan bersihan jalan napas adalah menggunakan teknik fisioterapi
dada (clapping).
Clapping merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan
dimana tangan membentuk seperti mangkuk. Tujuan dari terapi clapping ini
adalah jalan nafas bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat
pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan (Potter
dan Perry, 2006). Dibuktikan dengan penelitian Maidartati 2014 bahwa
fisioterapi dada efektif dalam membantu membersihkan bersian jalan napas.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Tiap Diagnosa Keperawatan


1. Pengertian Diagnosa Keperawatan
Bersihan Jalan nafas tidak efektif
Batasan Karakteristik Diagnosa Keperawatan
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambaan
c. Perubahan frekuensi napas
d. Sputum dalam jumlah banyak
2. Alasan ditegakkannya diagnose keperawatan
Dalam kasus ini alasan ditegakkanya diagnosa tersebut karena pada pengkajian
ditemukan tanda tanda penyerta dari dx diatas, seperti bersihan jalan napas tidak
efektif berarti menandakan ada sesuatu yang menghambat jalan nafas, yang
ditandai dengan suara grok2 (ronchi), serta irama nafas yang berbeda, sedikit lebih
cepat menandakan adanya sumbatan yang membuat sesak napas.
3. Intervensi
Mengajarkan dan melakukan teknik fisioterapi dada.
4. Hasil evaluasi dan rencana tindak lanjut
Terjadinya perbaikan pada irama nafas anak, serta mempermudahkan membuang
sekret yang sulit dikeluarkan terlebih lagi pada anak anak balita, rencana tindak
lanjutnya bahwa fisioterapi dada bisa dilakukan dirumah serta dapat
dikombinasikan dengan membuat uap atau inhalasi sederhana untuk mendapatkan
efek yang maksimal.
B. Pembahasan Aplikasi Evidence Based Nursing
1. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan Evidence Based Nursing
Fisioterapi dada merupakan intervensi mandiri perawat yang mudah
dilakukan tanpa menimbulkan dampak risiko yang sangat berat, mengingat pasien
disni adalah balita, yang masih belum mampu mengeluarkan sputum/secret secara
spontan seperti orang dewasa pada umumnya.
Fisioterapi dada merupakan intervensi yang menunjang dan tepat sebagai
alternatif tindakan mandiri perawat untuk membantu bersihan jalan napas yang
tidak efektif.
Tindakan ini sesuai dengan diagnosa yang di dapat pada data awal
pengkajian fokus terhadap anak A. tindakan ini juga mampu diajarkan kepada
orang tua si anak untuk sesekali melakukanya saat dirumah. Keefektifitasan
fisioterapi dada di buktikan oleh Maidarti, 2014 bahwa fisioterapi dapat
membentu perbaikan frekwensi nafas pada anak yang mengalami gangguan
bersihan jalan nafas.
2. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice Pada Kasus
a. Penerapan EBN terhadap An. A dilakukan pada tanggal 13-14, tepatnya pada
pagi hari, dan dilakukan kurang lebih 15-30 menit.
1) Hari pertama senin tanggal 13 Agustus 2018 melakukan perkenalan dan
pengkajian fokus terhadap pasien An. A
2) Dilanjutkan dengan menentukan diagnosa keperawaran dan penyusunan
rencana tindakan keperawatan.
3) Setelah itu dilakukan perencanaan tindakan keperawatan, kemudian
tanggal 13 - 14 Agustus 2018 dilakukan implementasi sesuai keluhan
pasien dan EBN yang telah didapatkan.
4) Sebelum diberikan terapi, keluarga diberikan informasi kembali apakah
berkenan untuk dilakukan fisioterapi dada.
5) Pemberian fisioterapi dada dilakukan selama 15-20 menit.
b. Prosedur Tindakan Terapi
1) Memberi salam, menjelaskan tujuan tindakan
2) Menyiapkan alat
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
4) Posisikan pasien dengan posisi senyaman mungkin.
5) Mencuci tangan
6) Auskultasi pada dada untuk mengetahui letak secret , agar saat dilakukan
fisioterapi dada lebih tepat sasaran.
7) Alasi bagian yang akan di lakukan fisioterapi dengan handuk, agar lebih
nyaman saat di tepuk2.
8) Setelah letak lendir berhasil ditemukan, atur posisi anak: Bila lendir berada
di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah dari dada 
agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama.
9) Posisi anak dalam keadaan tengkurap. Kalau posisi lendir di paru-paru
bagian atas maka kepala harus lebih tinggi agar lendir mengalir ke cabang
utama. Posisi anak dalam keadaan telentang. 
10) Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
11) PEMUKULAN/PERKUSI Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan
telapak tangan yang melekuk pada dinding dada atau punggung.
Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret yang menempel pada 
dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke tenggorok. Hal ini
akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya. 
Caranya: 
Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan
posisi tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk bayi
cukup dilakukan dengan menggunakan 3 jari. 
Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5
menit. 
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya.
Setelah itu lakukan  vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada
dengan menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut
saat membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 
kali.
12) Setelah itu evaluasi pernafasan klien, serta bisa dikombinasikan saat
setelah pasien dilakukan nebulizer.
3. Hasil yang dicapai

Tanggal Sebelum dilakukan fisioterapi Setelah dilakukan fisioterapi


dada dada
13/8/18 RR 34x/menit. Terdengar suara RR 30x/menit, pasien menangis
ronchi pada dada atas pasien. dan saat menangis keluar secret
Frekuensi napas dangkal dan yang cukup banyak. Ronchi
cepat. sedikit berkurang. Frekuensi
napas sedang dan normal.
14/8/18 RR 32x/m. ronchi terdengar RR 28x/m, dengan irama yang
pada dada atas, disertai teratur, pernapasan dangkal dan
pernapasan dangkal dan cepat. normal.

Pada hari pertama dilakukan penerapan bertepatan dengan setelah pemberian


nebuli, pada hari ke 2, jdwal nebulizer tidak dilakukan pada pagi hari , mrngingat
saat itu perawat jaga malam.

4. Kelebihan dan kekurangan atau Hambatan yang di temui selama Aplikasi EBN
a. Kelebihan
1) tidak membutuhkan biaya yang besar karena dapat di lakukan sendiri
2) tekhnik dari fisioterapi ini sangat mudah dilakukan, dan mampu diajarakna ke
orang tua pasien.
3) tidak ada efek samping dari fisioterapi ini
b. Kekurangan
1) dilakukan dengan sabar mengingat pasien adalah anak anak, bahkan balita.
c. Hambatan dalam Pemberian Terapi Pijat
1) pasien rewel, serta saat didekati kadang menangis, harus ada sedikit paksaan.
Karena saat pasien menangis, erupakan saat yang tepat untuk mengeuarkan
sekret.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tindakan mandiri keperawatan yaitu fisioterapi dada, terbukti efektif
mengatasi gangguan bersihan jalan nafas pada anak dengan bronkopnemoni di ruang
Ayyub 3 Rs. Roemani Muhammdiyah Semarang
B. Saran
1. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien bronkopnemoni menggunakan intervensi mandiri keperawatan.
2. Pasien
Bagi pasien mampu membantu mengatasi masalah yang sedang diderita pasien,
yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
3. Keluarga pasien
Bagi keluarga mampu menerapkan fisioterapi dada ini pada anak, atau keluarga
lain yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif.
4. Rumah sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan fisioterapi dada ini mampu
membantu untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif di ruang anak.
5. Profesi keperawatan
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan
untuk memberikan pelayanan pada pasien anak dengan broonkopneumonia
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC
NOC, Jilid 1,2. Yogyakarta : MediActin Publishing.

Brunner & Suddarth, 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC,
Jakarta

Depkes RI. 2014. Lingkungan Sehat, Jantung Sehat. 2014. [Online]. Available from http://w w w. d e
p k e s . g o . i d / a r t i c l e / v i e w / 201410080002/lingkungan-sehat-jantungsehat. html.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Kemenkes RI, 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita, Volume.3 September
ISSN 2087-1546.

NANDA. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika

Potter, P.A & Perry, A. G. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan
praktik. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Susanna and B. Bare. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing: Brunner and
Suddarth's. 11th

Sylvia & Lorraine. (2007). Patofisiologi Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai