Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

A (2 BULAN)
DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RUANG LUKMANUL HAKIM
RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT
Diajukan untuk memenuhi tugas praktik stase Keperawatan Anak Holistik Islami
Dosen Pembimbing Ns. Eli Lusiani, S.Kep.,M.Kep

Oleh:
AINI RACHMAWATI
402021048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru, yang ditandai dengan bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Alaydrus, 2018). Bronkopneumonia disebut juga
pneumonia loburalis dan dinyatakan dengan adanya daerah infeksi yang bebercak dengan
adanya daerah infeksi sekitar 3-4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronkus (Alaydrus,
2018).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru, yang ditandai dengan bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh
Streptococus pneumococcus (30-5-% kasus) dan diikuti oleh Staphylococcus aerus dan
Klesiela pneumonia pada kasus yang lebih berat (Hartanto & Dewi, 2020). Penulis
menyimpulkan bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing.
B. Etiologi Bronkopneumonia
Menurut Oktadhea et al., 2019 Bronkopnemonia disebabkan oleh bakteri Streptococus
pneumococcus, Staphylococcus aerus, haemophillis influenzae dan Klesiela pneumonia pada
kasus yang lebih berat. Bakteri-bakteri ini mampu menyebar dalam jarak dekat melalui
percikan ludah saat penderita bersin atau batuk, yang kemudian terhirup oleh orang
disekitarnya. Inilah sebabnya lingkungan menjadi salah satu factor risiko berkembangnya
bronkopnemonia (Alaydrus, 2018).
C. Faktor resiko
Menurut Rigustia et al., 2019. terdapat faktor resiko yang berhubunan dengan kejadian
bronkopneumonia yaitu sebagai berikut.
1. Status gizi
Status gizi yang kurang dan buruk dapat menyebabkan gangguan sistem imun. Organ
timus sangat sensitif terhadap malnutrisi karena kekurangan protein dapat menyebabkan
atrofi timus. Hampir semua mekanisme pertahanan tubuh memburuk dalam keadaan
malnutrisi.
2. Usia
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang masih lemah dibanding orang
dewasa, sehingga balita masuk ke dalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti
influenza dan pneumonia. Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan
saluran pernapasan yang relatif sempit.
3. Jenis kelamin
Anak laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi bronkopneumonia. Hal ini
disebabkan karena diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan
dengan perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki
dan perempuan.
4. Berat badan lahir
Bayi dengan berat lahir rendah pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna,
pertumbuhan dan maturasi organ dengan berat badan lahir rendah lebih mudah
mendapatkan komplikasi dan infeksi, terutama bronkopneumonia dan penyakit lainnya.
5. Riwayat ASI eksklusif
Kandungan ASI sudah lengkap yaitu terdiri dari lemak, protein, karbohidrat, mineral,
vitamin, dan unsur- unsur anti infektif. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat
imunoglobulin dari ibunya melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali
menurun setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak
sehingga mencapai kadar protektif pada saat berusia sekitar 9-12 bulan. Pada saat kadar
zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum
mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
6. Riwayat imunisasi campak, DPT, Hib
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit
campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Balita yang telah mendapatkan
imunisasi campak diharapkan dapat terhindar dari penyakit campak dan bronkopneumonia
yang merupakan komplikasi paling sering terjadi pada anak yang mengalami campak.
Pemberian imunisasi ini diharapkan dapat mencegah infeksi yang dapat menyebabkan
bronkopneumonia.
7. Pekerjaan ibu
Penelitian menyebutkan bahwa ibu yang bekerja akan mempengaruhi kesehatan anak
karena ibu yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk merawat anak.
8. Kebiasaan anggota keluarga yang merokok
Asap rokok mengandung partikel seperti hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida,
nikotin, nitrogen oksida dan akrolein yang dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia,
menurunkan klirens mukosiliar serta menekan aktifitas fagosit dan efek bakterisida
sehingga mengganggu sistem pertahanan paru.
D. Klasifikasi Bronkopneumonia
Klasifikasi bronkopneumonia menurut Suartawan, 2019 dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bula dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak
perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
E. Stadium bronkopneumonia
Menurut Suartawan, 2019 terdapat proses peradangan yang meliputi 4 stadium yaitu
sebagai berikut.
1. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut Hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium 2 (48 jam berikutnya)
Disebut Hepatisasi Merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium 3 (3 – 8 hari)
Disebut Hepatisasi Kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium 4 (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun danperadangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
F. Tanda Dan Gejala Bronkopneumonia
Menurut Oktadhea et al., 2019 (W. T. Astuti & Dewi, 2020) gejala yang sering muncul
pada pasien bronkopneumonia yaitu:
1. Demam tinggi
2. Gelisah
3. Sesak nafas
4. Nafas cepat dan dangkal (terdengar adanya bunyi ronchi)
5. Muntah
6. Batuk kering dan produktif
7. Infeksi saluran pernafasan menyebabkan reaksi inflamasi yang dapat meningkatkan
produksi sekret berlebih.
G. Patofisiologi Bronkopneumonia
Menurut Oktadhea et al., 2019 Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam
jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke
dalam alveolus melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini dimulai pada hilus paru yang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus.
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara masuk ke paru
melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.
Kuman pnemokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau
lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli
dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif
sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi,
kenyal dan berwarna merah.
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif
sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi
berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah yang mati dan eksudat fibrin di buang
dari alveoli. terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas.
Akan tetapi apalagi proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah
edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami
kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus.
Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya
cairan purulent pada alveolus juga dapat akibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut
menggunakan otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan
peningkatan retraksi dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang
terdapat di dalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen
bronkus berserbukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan
sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan
bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan
pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi
eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer
dan keruh, mengandung banyal kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen
bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak nafas. Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen
bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk.
H. Pathway Bronkopneumonia
I. Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia
Menurut Samuel, 2014 terdapat pemeriksaan penunjang bronkopneumonia yaitu sebagai
berikut
1. Oksimetri nadi : saturasi oksigen dapat menurun drastis atau dalam rentang normal.
2. Radiograf dada : Beragam, bergantung pada usia anak dan agens penyebab. Pada bayi
dan anak yang masih kecil, pemerangkapan udara bilateral dan infiltrate (pengumpulan
sel radang, debris sel, dan organism asing) perihilus merupakan temuan paling umum.
Area bercak konsolidasi juga dapat ditemukan. Pada anak yang lebih besar, konsolidasi
lobus terlihat lebih sering. Pada foto toraks bronkopneumonia kadang-kadang tidak
selalu dapat ditemukan bercak-bercak infiltrate halus yang dapat mencapai hampir
seluruh paru. Gambaran ini menandakan infiltrasi acinus-acinus oleh sel-sel radang.
Pada pemeriksaan rontgen thorak didapatkan gambaran infiltrat di parakardial kanan.
Gambaran infiltrat merupakan gambaran terperangkapnya udara pada bronkus karena
tidak adanya pertukaran pada bronkus. Gambaran infiltrat ini merupakan gambaran khas
pada bronkopneumonia.
3. Kultur sputum : dapat berguna dalam menentukan bakteri penyebab pada anak yang
lebih besar dan remaja.
4. Laboratorium : Pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan adanya lekositosis berat
(bisa sampai 20.000 sel/mm3). Pemeriksaan diferensial memperlihatkan pergeseran ke
kiri (sel batang yang jauh melebihi normal). Kalau diperiksa kadar oksigen dalam darah
akan didapatkan hasil hipoksemia dan pada saat pemeriksaan kultur sputum makan
akann ditemukan kuman penyebab
J. Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Menurut Samuel, 2014 penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
Bronkopneumonia.
1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.00 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol
50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat
kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan lebih
dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
2. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya
diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah
larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.
3. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analis gas darah arteri.
4. Pemberian makanan enternal bertahap melalui selang nasogastrk pada penderita yang
sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer
dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga
dapat meningkatan lebar lumen bronkus. Seringkali pasien bronkopneumonia yang
dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernafasan
cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah
menjaga kelancaran pernafasan, kebutuhan istirahat, kebutuhan nutrisi/cairan,
mengontrol suhu tubuh, mencegah komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
K. Pencegahan Bronkopneumonia
Menurut Samuel, 2014 upaya pencegahan dalam pemberantasan pneumonia pada anak
yang menderita bronkopneumonia telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui
upayapencegahan imunisasi dan non imunisasi. Program pengembangan imunisasi (PPI)
yang meliputi pemberian imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT) dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat
bronkopneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis dan difteri
menyebabkan bronkopneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada bronkopneumonia
balita. Upaya pencegahan non imunisasi meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi
yang baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur,perbaikan lingkungan hidup serta
sikap hidup yang sehat.
L. Komplikasi Bronkopneumonia
Menurut Oktadhea et al., 2019 komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis
media akut. Mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti atelektasis, emmfisema, atau
komplikasi jauh seperti meningitis.
M. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Oktadhea et al., 2019 pengkajian pada pasien dengan kasus
bronkopneumonia adalah sebagai berikut
a. Identitas, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur, Bronchopneumonia sering terjadi
pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun dan
kematian terbanyak terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Bronchopneumonia Virus Biasanya didahului oleh gejala-gejala infeksi
saluran napas, termasuk rinitis dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari
pada pneumonia bakteri. Bronchopneumonia virus tidak dapat dibedakan
dengan Bronchopneumonia bakteri dan mukuplasma.
b) Bronchopneumonia stafilokokus (bakteri) biasanya didahului oleh infeksi
saluran pernapasan bagian atas atau bawah dalam beberapa hari hingga 1
minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami kesulitan pernapasan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu, biasanya anak sering menderita penyakit saluran
pernapasan bagian atas. Riwayat penyakit campak / fertusis (pada
Bronkopneumonia).
3) Riwayat pertumbuhan, biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori
sebagai akibat dari kondisi penyakit.
4) Riwayat psikososial dan perkembangan kelainan bronkopneumonia juga dapat
membuat anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal
ini disebabkan oleh adanya ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat
jaringan, sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup.
5) Riwayat Imunisasi, biasanya pasien belum mendapatkan imunisasi yang lengkap
seperti DPT-HB-Hib 2.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala - leher pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang ditemukan
pembesaran kelenjer getah bening.
2) Mata biasanya pada pasien dengan bronkopneumonia mengalami anemis
konjungtiva.
3) Hidung pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak mengalami nafas
pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung.
4) Mulut biasanya pada wajah klien brokopneumonia terlihat sianosis terutama pada
bibir.
5) Thorax, biasanya pada anak dengan diagnosa medis bronkopneumonia, hasil
inspeksi tampak retraksi dinding dada dan pernafasan yang pendek dan dalam,
palpasi terdapatnya nyeri tekan, perkusi terdengar sonor, auskultasi akan terdengar
suara tambahan pada paru yaitu ronchi,weezing dan stridor. Pada neonatus, bayi
akan terdengar suara nafas grunting (mendesah) yang lemah, bahkan takipneu.
6) Abdomen biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
7) Kulit biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak pucat atau
sianosis, kulit teraba panas dan tampak memerah.
8) Ekstremitas biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin bahkan bahkan crt > 2
detik karena kurangnya suplai oksigen ke perifer, ujung-ujung kuku sianosis (S. I.
Astuti et al., 2015).
d. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Diagnostik Menurut Manurung dkk dalam S. I.
Astuti et al., (2015), yaitu :
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Biasanya pada rontgen thoraks ditemukan beberapa lobus berbercak-bercak
infiltrasi.
b) Bronkoskopi digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabangcabang utama
dari arbor trakeobronkial. Jaringan yang diambil untuk pemeriksaan diagnostik,
secara terapeutik digunakan untuk mengidentifiksi dan mengangkat benda asing.
2) Hematologi
a) Darah lengkap (1) Hemoglobin pada pasien bronchopneumonia biasanya tidak
mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya 17-12 gram/dl, Umur 1
minggu normalnya 15-20 gram/dl, Umur 1 bulan normalnya11-15 gram/dl, dan
pada Anak-anak normalnya 11-13 gram/dl (2) Hematokrit pada pasien
bronchopneumonia biasanya tidak mengalami gangguan. Pada Laki-laki
normalnya 40,7% - 50,3%, dan pada Perempuan normalnya 36,1% - 44,3% (3)
Leukosit pada pasien bronchopneumoia biasanya mengalami peningkatan,
kecuali apabila pasien mengalami imunodefisiensi Nilai normlanya 5 .– 10 rb /
(4) Trombosit biasanya ditemukan dalam keadaan normal yaitu 150 – 400 rb
mm3 (5) Eritrosit biasanya tidak mengalami gangguan dengan nilai normal Laki
– laki 4,7- 6,7 juta dan pada Perempuan 4,2– 5,4 juta. (6) Laju endap darah
(LED) biasanya mengalami peningkatan normal nya pada laki-laki 0 – 10 mm
perempuan 0 -15 mm.
b) Analisa Gas Darah (AGD) Biasanya pada pemeriksaan AGD pada pasien
bronchopneumonia ditemukan adanya kelainan. Pada nilai pH rendah
normalnya7,38- 7,42, Bikarbonat (HCO3) akan mengalami peningkatan kecuali
ada kelainan metabolik normalnya 22-28 m/l, Tekanan parsial oksigen akan
mengalami penurunan nilai normalnya 75-100 mm Hg, Tekanan (pCO2) akan
mengalami peningkatan nilai normalnya 38-42 mmHg, dan pada saturasi oksigen
akan mengalami penurunan nilai normalnya 94-100 %.
c) Kultur darah biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi dalam darah, yang
mengakibatkan sistem imun menjadi rendah.
d) Kultur sputum pemeriksaan sputum biasanya di temukan adanya bakteri
pneumonia dan juga bisa bakteri lain yang dapat merusak paru.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Berdasarkan standar diagnosa keperawatan indonesia, diagnosa yang
kemungkinan muncul pada pasien bronkopneumonia adalah sebagai berikut.
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Hipertermi
c. Risiko defisit nutrisi
3. Intervensi

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan ... x 24 Manajemen Jalan Nafas
napas tidak jam, bersihan jalan napas Observasi
efektif tidak efektif teratasi dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
kriteria hasil :
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
1. Sekresi sputum / dahak
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
keluar
Terapeutik
2. Anak tidak menunjukan
4. Berikan minum hangat
sesak
5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
3. Suara ronchi berkurang
6. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
8. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2 Hipertermi Setelah dilakukan ... x 24 Manajemen Hipertermia
jam, termoregulasi teratasi Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas penggunaan
1. Menggigil tidak ada / incubator)
cukup menurun 2. Monitor suhu tubuh
2. Suhu tubuh dalam
3. Monitor kadar elektrolit
rentang normal 36.5 –
4. Monitor haluaran urine
37.5
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
10. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3 Risiko Defisit Setelah dilakukan ... x 24 Manajemen Gangguan Makan
Nutrisi jam, status nutrisi teratasi Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Pola makan habis
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
2. Berat badan normal
3. Identifikasi makanan yang disukai
3. IMT normal
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4 Intoleransi Setelah dilakukan ... x 24 Manajemen Energi
aktivitas jam, toleransi aktivitas Observasi
teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
1. Frekuensi nadi normal
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Tidak ada keluhan lelah
3. Monitor pola dan jam tidur
3. Dispnea saat aktivitas
tidak ada
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
6. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus, S. (2018). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita Bronkopneumonia Di


Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2017. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia, 4(02), 83–93. https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i02.29
Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
An.DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RUANG HIGH CARE UNIT (HCU) ANAK
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK DI RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG. Analisis Standar
Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota Semarang, 3, 103–111.
Astuti, W. T., & Dewi, S. S. (2020). Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap Status Respirasi Pada
An. A Dengan Bronkopneumonia. Jurnal Kesehatan, 9(1), 47.
https://doi.org/10.46815/jkanwvol8.v9i1.94
Hartanto, F. K., & Dewi, T. S. (2020). Association of oral health status with the risk of
malnutrition and pneumonia in geriatric patients. Scientific Dental Journal, 4(3), 142.
Oktadhea, F. P., Idi, S., & Nugraheni, T. L. (2019). PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
PADA PASIEN ANAK PENYAKIT PNEUMONIA DD BRONKIOLITIS DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH SLEMAN. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Rigustia, R., Zeffira, L., & Vani, A. T. (2019). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia pada balita di Puskesmas Ikur Koto Kota Padang. Health and Medical Journal,
1(1), 22–29.
Samuel, A. (2014). Bronkopneumonia On Pediatric Patient. J Agromed Unila, 1(2), 187.
Suartawan, I. P. (2019). BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK USIA 20 BULAN. JURNAL
KEDOKTERAN, 5(1), 198–206.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.M DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG LUKMANUL HAKIM
RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

A. PENGKAJIAN
DATA UMUM

Nomor RM : 00805181 Sumber Informasi


Nama : An.M Nama : Ny.D
Tanggal lahir : 24/12/2021 Umur : 35 tahun
Usia : 1 Bulan 11 hari Pekerjaan : ibu rumah tangga
Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl.Gunung Bubut
Tanggal pengkajian : 03/02/2022 Hubungan dengan anak: Ibu
Jam : 18.00
Bila ada, bisa tempel stiker identitas pasien

B. RIWAYAT KESEHATAN
I. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan pasien megeluh sesak.
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit mengeluh demam, batuk berdahak
disertai dengan sesak, dan flu. Pasien dibawa ke puskesmas dan diberi obat batuk namun tidak
kunjung mengalami perbaikan dan pasien mengalami hilang kesadaran hingga badan pasien
membiru. Pasien lalu di bawa ke rumah sakit Al-Ihsan. Pada saat dikaji ibu pasien mengatakan
sudah tidak ada demam, pasien masih sesak, dan terdapat batuk di sertai dengan sekret.
III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
Konsumsi obat selama kehamilan  Tidak Ya Vitamin Fe
Adakah ibu jatuh selama hamil  Tidak  Ya

2. Natal
Cara melahirkan  Spontan  SC  Dengan alat bantu

Penolong persalinan  Dokter Bidan  Bukan tenaga


kesehatan
3. Postnatal
Kondisi kesehatan bayi BBL 2300 gram; PB 48 cm
Kelainan kongenital  Tidak  Ya
Pengeluaran BAB pertama  <24jam  >24 jam
4. Penyakit terdahulu  Tidak  Ya
Jika Ya, bagaimana gejala dan ..............................................................................
penanganannya?
Pernah dioperasi  Tidak  Ya
Jika Ya, sebutkan waktu dan berapa
hari dirawat?

5. Pernah dirawat di RS  Tidak Ya


Jika Ya, sebutkan penyakitnya dan
respon emosional saat dirawat?

6. Riwayat penggunaan obat  Tidak Ya


Jika Ya, sebutkan nama dan respon
anak terhadap pemakaian obat?

7. Riwayat alergi  Tidak  Ya


Jika Ya, apakah jenis alerginya dan ......................................................................................
bagaimana penanganannya? .

8. Riwayat kecelakaan  Tidak  Ya


Jika Ya, jelaskan .............................................................................

9. Riwayat immunisasi  Hepatitis  BCG  Polio  DPT


 Campak

IV. Riwayat Keluarga


1. Riwayat penyakit keturunan  Tidak Ya, asma
2. Riwayat penyakit menular  Tidak  Ya,

V. Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Perilaku
Ventilasi Frekuensi : 34 x/mnt  Teratur Tidak teratur
□ Trakeostomi  penggunaan Oksigen 2 liter/mnt
 Sekret : Terdapat sekret di tenggorokkan pasien namun
sulit keluar
Respirasi  sesak Nafas □ Nafas Cuping hidung □ Retraksi dada
□ Vesikuler  Ronchi □ Wheezing □ Krakles
 Batuk □ lain-lain…..

Pertukaran Gas AGD pH : PaO2: PCO2:


HCO3 BE : Sat O2: 98%

Transport Gas Nadi :130 x/mnt  regular □ ireguler TD : -


Akral :  hangat □ dingin □ anemis □ pucat
□ cianosis □ clubbing finger □ pusing
Bunyi Jantung  BJ I/II Normal □ murmur □ Gallop
Hasil Laboratorium -
Thorax - Bronkopneumoni bilateral

Ct Scan -
2. NUTRISI
PERILAKU
BB saat ini BB: 2,3 kg PB/TB 48 cm LLA : -
Status Nutrisi  Lebih □Resiko BB lebih
□ Baik  kurang
Ambang batas nutrisi status gizi anak
(BB/U) : <-3 SD (gizi buruk)
Diet  ASI  susu formula bubur □ nasi tim □
Tidak
Puasa □ Ya  tidak Frekuensi makan : -
Porsi makan: -
Cara Makan  Oral OGT □ NGT □ Gastrostomi
□ parenteral
Kualitas Makan □ kurang  cukup □ baik
Lidah  bersih  Kotor stomatitis : □ ya  tidak
Mulut Caries : □ ya tidak lain-lain:
Abdomen  normal  kembung □ tegang  terdapat massa
lokasi:
Hepar  tidak teraba □ hepatomegali □ lien
□ splenomegali
Bising Usus 8 x/mnt
3. PROTEKSI
PERILAKU
Gangguan Warna  Tidak ada □ Pucat □ Jaundice □
Menjadi merah □ Sianosis
Kulit
Suhu Suhu : 36,8oC  Hangat □ Teraba panas
□ Teraba dingin
Turgor  Baik, cepat kembali □ Jelek
Gangguan pada kulit  Tidak ada  Lesi □ Erupsi □ Eritema
Luka  Tidak ada □ Ada
Stoma  Tidak ada  Ada
Drainase  Tidak Ada □ Ada
Jika terjadi
gangguan pada kulit / luka /
stoma, berikan tanda silang
(X)

Pengkajian Nyeri -
.

4. SENSASI
PERILAKU
Penglihatan  Adekuat □ Menurun [R L]
□ Buta [R L] □ Katarak [R L]
Mata □ Kotoran mata [R L]  Tidak ada
Pupil  Simetris Tidak Simetris : R < L atau L < R
□ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pengecapan  Baik Tidak baik
Kondisi gigi  Baik □ Terjadi gangguan  Jelek
Gusi  Pink □ Pucat □ Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Penciuman □ Baik □ Tidak baik
Hidung □ Berdarah □ Drainage  Tidak
ditemukan masalah
Pendengaran  Adekuat □ Menurun [R L] □ Tuli [R
L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga  Bersih [R L] □Kotor [R L]
□ Discharge [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
5. CAIRAN DAN ELEKTROLIT
PERILAKU
Minum 80 cc/hari Jenis: Asi/pasi
Ubun-ubun  rata □ Cekung
Mata □ cekung tidak Air mata:  ada □ tidak
Mukosa mulut  lembab  kering
Turgor  elastis □ tidak elastis
Edema  ada  tidak □ ektremitas □ anasarka □ asites lingkar
perut: -
Muntah  ada  tidak frekuensi: -
Diare □ ada  tidak frekuensi: -
Perdarahan □ ada  tidak □ ptekie □ purpura □ ekimosis
Cairan infuse  ada □ tidak Jenis : N4 10 gtt/jam
Balance cairan ………cc dieresis: …….
I = Asi + cairan infus
= 80cc + 100 cc
= 180cc
O = pampers 1x ganti
= 200x1
= 200 cc
Balance cairan I – O = 180 – 200 = -20cc
Kebutuhan cairan =
Rumus Darrow
Anak dengan berat badan kurang dari 10 kg membutuhkan
100ml/ kgBB
100ml x 2,3 = 230cc
Hasil Lab
6. ELIMINASI
PERILAKU
Buang air kecil Frekuensi : 1x ganti pampers □ oliguri □ disuria
□anuria □ incontinensia □ retensi
Eliminasi urin  spontan  dower kateter □ cistostomi □nefrostomi
Nyeri saat berkemih □ ada  tidak
Warna urin  kuning jernih □ kuning pekat □ merah
Buang air besar Frekuensi : 1 x/hr  normal □ diare □ konstipasi
Warna feses  kuning  hijau □ merah
Karakteristik feses  lembek □ cair □ padat □ berlendir
Anus  ada lubang □ tidak berlubang
Hasil laboratorium -
7. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
PERILAKU
Postur tubuh  normal □ tidak normal
Berjalan  normal □ tidak normal belum berjalan
Aktivitas anak □ hiperaktif  aktif □ pasif  keterbatasan
□ pembatasan
Gerakan  aktif □ tidak aktif
Paralise □ ada  tidak □ tangan kanan/kiri/keduanya

□ kaki kanan/kiri/ keduanya


Tonus otot  normal □ atrofi □ hipertrofi
Mobilisasi □ bedrest total  ditempat tidur
Gangguan
neuromuscular
Mobilisasi Bergerak aktif di tempat tidur
Jumlah jam tidur Tidur siang : ≤ 3jam jam tidur malam : 20.00
8-9 jam
Kebiasaan sebelum  tidak ada □ ada, sebutkan…..
tidur
Kesulitan tidur  ada  tidak ada
Tidur dengan □ ya  tidak
bantuan obat
8. NEUROLOGI
PERILAKU Baik
Kesadaran E; 4 M: 6 V: 5 □ apatis □ somnolen □ koma  compos
mentis
Status mental  terorientasi □ disorientasi  gelisah □ halusinasi
Pupil  isokor □ anisokor
9. ENDOKRIN
PERILAKU
Masalah Genital □ Discharge □ Hipo/epispadias

VI. KONSEP DIRI


Pembawaan anak Periang  Pemalu Pendiam

Reaksi terhadap  Baik


hospitalisasi?
 Buruk
Adanya stress/ cemas? Ya Tidak
Persepsi keluarga  Baik
terhadap penyakit?
 Buruk
Reaksi keluarga terhadap  Baik
penyakit?
 Buruk
Persepsi keluarga  Baik
terhadap pengobatan?
 Buruk

VII. FUNGSI PERAN


Pengasuh  Ayah  Ibu  Nenek  Orang lain
Dukungan sibling  Ada Tidak ada
Dukungan keluarga lain  Ada  Tidak ada

VIII. INTERDEPENDENSI (KETERGANTUNGAN)

1. Imunitas Sebelum sakit Selama sakit


Respon peradangan
(merah/panas) Panas sejak 3 hari sebelum masuk Pada saat dikaji sudah tidak ada
rumah sakit panas

Sensitifitas
(nyeri/suhu) Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri

2. Neurologi
Pernah alami kejang  Tidak  Ya
Jika Ya, waktu & ........................................................................................................
terjadinya kejang?

3. Eliminasi Sebelum sakit Selama sakit


(BAB/BAK)

Frekuensi (waktu) 1x1 hari / 2 hari 1x 1x


Konsistensi Padat Lembek
Kesulitan/nyeri Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Pemakaian obat Tidak Tidak
Bowel status
Bowel sounds : LUQ RUQ LLQ RLQ
Present
Absent
Hyperactive
Hypoactive
4. Aktivitas / istirahat Sebelum sakit Selama sakit
Lama tidur Siang 2-3 jam Siang 3 jam
Malam 6-7 jam Malam 7-8 jam

Kebiasaan sebelum Tidak ada Tidak ada


tidur

Kesulitan tidur Tidak Tidak ada


Alat bantu aktifitas Tidak ada Tidak ada
Kesulitan Tidak Tidak
pergerakan

5. Cairan & elektrolit Sebelum sakit Selama sakit


Frekuensi minum Sering dengan pemberian ASI 80 cc
asi/pasi
Cara pemenuhan Langsung menyusui pada Menyusui/ogt
payudara ibu ataupun melalui dot

IX. PEMERIKSAAN KECEMASAN


No Item yg dinilai Penilaian Skoring
0 1 2 3 4
1 Perasaan Kekhawatiran yang berlebihan √
2 Ketegangan Perasaan tegang, kelelahan, √
gemetar, perasaan gelisah,
ketidakmampuan untuk
bersantai.
3 Ketakutan Gelap, orang asing, dari
ditinggal sendirian, hewan, lalu √
lintas, dari orang banyak.
4 Insomnia Sulit tidur, tidur tidak
memuaskan dan kelelahan
pada bangun, mimpi, mimpi √
buruk.
5 Intelektual Kesulitan dalam konsentrasi, √
memori yang buruk.
6 Perasaan tertekan Hilangnya minat, kurangnya
kesenangan dalam hobi, √
depresi

7 Somatis Rasa sakit dan nyeri,


(muskular) kekakuan, peningkatan tonus √
otot.
8 Somatis (sensori) panas dan dingin, perasaan
lemah, merasakan sensasi √
menusuk-nusuk
9 Kardiovaskuler Takikardia, palpitasi, nyeri di
dada, berdenyut kapal, √
perasaan mau pingsan
10 Pernapasan Mengeluh dada tertekan atau
penyempitan di dada, perasaan √
tersedak, dyspnea.
11 Gastroistenstinal Kesulitan dalam menelan, sakit
perut, sensasi terbakar, √
kepenuhan perut, mual,
muntah, kehilangan berat
badan, sembelit.
12 Perkemihan Frekuensi berkemih √
sering, urgensi berkemih,
amenore.
13 Tanda autonomi Mulut kering, kemerahan,
pucat, kecenderungan untuk
berkeringat, pusing, √
ketegangan sakit kepala,

14 Sikap pada saat Gelisah, gelisah atau mondar-


diwawancara mandir, tremor tangan,
mengerutkan alis, √
Wajah tegang, mendesah

0 = Tidak ada, 1 = ringan , 2 = Sedang, 3 = berat , 4 = Sangat berat

X. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN
Umur sosial Motorik halus Motorik kasar
2 bulan  senyum  mengikuti gerak  mengangkat kepala 45
 dari perut

4 bulan  senyum  menggenggam  membalikan badan

6 bulan  menggapai mainan  memindahkan benda duduk


dari tangan satu ke
tangan lain

9 bulan  bermain ciluk ba  mengambil benda  berdiri


dengan ibu jari dan
telunjuk

12 bulan  minum dgn  menjumput benda  berjalan


cangkir dengan 5 jari

18 bulan  menggunakan  mencoret-coret kertas  naik tangga


sendok

2 tahun  melepaskan  membuat garis  berdiri dgn satu kaki


pakaian

3 tahun bermain interaktif meniru membuat garis  mengayuh sepeda

4 tahun  memasang kancing  menggambar  melompat dengan satu


baju kaki

5 tahun  memaka baju tanpa  meniru gambar  menangkap bola


pengawasan

Masalah Keperawatan
Fokal Kontekstual Residual

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Tanggal : 31-01-2022
Hemoglobin = 10,1 g/dl (11,5-13,5)
Leukosit = 8290 sel/Ul (5000-14500)
Eritrosit = 4,69 juta/Ul (3,95-5,26)
Hematokrit = 29,2 % (34-40)
Trombosit = 55000 sel/uL (150.000-400.000)
Imunoserologi
T3 0,68 ng/mL (1,54-4)
T4 7,72 ug/dL(5,5-12,8)
TSHs 0,93 ulU/mL (0,7-6,4)
USG -
Rontgen Photo thorax
Kesan :
Bronkopneumonia bilateral

XII. PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN


1. Mengajarkan pasien melakukan fisioterapi dada
2. Anjurkan pasien untuk meminum obat batuk
3. Menganjurkan untuk memposisikan pasien semi fowler

XIII. THERAPI
NO Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Gentamisin 1x 120 mg IV Obat untuk mengobati infeksi
ringan-berat

2 Vicilin sx 4x120mg IV Mengobati infeksi saluran


pernapasan atas dan bawah,
infeksi saluran pencernaan ,
infeksi sepsis
3 PCT Drop oral Meredakan demam

C. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah

1. DS: Virus, bakteri, jamur Bersihan jalan


1. Ibu pasien mengatakan ↓ nafas tidak efektif
anaknya sesak Terhirup
DO: ↓
1. Pasien tampak batuk Bronchiolus
2. Terdapat sekret di ↓
jalan nafas Alveolus
3. Bunyi nafas ronkhi, ↓
terdengar jelas di Proses peradangan
paru-paru kanan ↓
4. Terpasang nasal canul Eksudat dan serous masuk dalam
2 liter
5. Tanda-tanda vital alveoli
RR = 38 x/mnt ↓
N = 130x/mnt Infeksi
S = 36,6 Co

SPO2 =97%. Kerja sel goblet meningkat

Akumulasi sputum di jalan nafas

Obstruksi jalan nafas (sesak nafas,
batuk)

Gangguan ventilasi

Bersihan jalan nafas tidak efektif
2 DS: Anak usia < 2 bulan Resiko Jatuh
-

DO:
Dirawat di RS
1. Pasien berusia 2
bulan ↓
2. Pasien aktif Berada di bed yang tinggi
3. Berada di bed yang

tinggi
Pasien aktif

Resiko jatuh

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d pasien batuk-batuk,
terdapat sekret di jalan nafas, bunyi nafas ronkhi.
2. Risiko jatuh
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif b.d tindakan Obeservasi Obervasi
hipersekresi jalan keperawatan selama 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Untuk mengetahui adanya proses inflamasi akut,
nafas d.d pasien 3 x 24 jam bersihan kedalaman, dan usaha napas) pernafasan yang dapat melamban dan frekuensi ekspirasi
batuk-batuk, jalan nafas tidak 2. Monitor bunyi napas tambahan (misal memanjang dibandingkan inspirasi
terdapat sekret di efektif teratasi nya : gurgling, mengi, wheezing, ronkhi 2. Mengetahui keaadaan pasien apakah ada perbaikan atau
jalan nafas, bunyi dengan kriteria kering) perburukan dan mengetahui derajat obstruksi jalan nafas
nafas ronkhi. hasil : 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) sehingga mengetahui hal yang harus dilakukan
1. Batuk berkurang Terapeutik selanjutnya
2. Produksi 4. Posisikan semi fowler 3. Evaluasi lebih lanjut pengeluaran sputum dari warna,
sputum 5. Berikan oksigen, jika itu perlu jumlah, aroma agar mengetahui tindakan selanjutnya
berkurang Edukasi untuk intervensi. Dahak berubah warna dikarenakan
3. Bunyi nafas 6. Ajarkan keluarga cara inhalasi uap akibat dari kerusakan paru atau luka
normal/ Kolaborasi Terapeutik
vesikuler 7. Kolaborasi pemberian Vicilin sx 4. Posisi semifowler membuat oksigen di dalam paru-paru
4. RR dalam batas 4x450mg semakin meningkat sehingga memperingan bernafas.
normal (30-60 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
x/mnt) (Soemari et al., 2020) menyatakan bahwa dengan
5. Pasien tidak menggunakan posisi semi fowler yaitu menggunakan
sianosis gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan
6. Saturasi mengurangi tekanan dari visceral abdomen pada
oksigen dalam diafragma sehingga diafragma dapat terangkat dan paru
batas normal akan berkembang secara maksimal dan volume tidal paru
(95-100%) akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru,
maka sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien
akan berkurang
5. Pemberian oksigen dapat membantu mengurangi sesak
pada pasien
Edukasi
6. Membantu mengencerkan sekret, sekret mudah
dikeluarkan, dan selaput lender pada saluran napas
menjadi tetap lembab
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
HARI/ WAKTU DX IMPLEMENTASI DAN CATATAN EVALUASI NAMA DAN
TANGGAL PERKEMBANGAN PARAF

Anda mungkin juga menyukai