Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS

BRONKOPNEUMONIA DI RUANGAN PERAWATAN ANAK


RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE

OLEH

NAMA : YULISTIAN H. ISMAIL, S. KEP


NIM : 841722066
KELOMPOK : III
RUANGAN : PERAWATAN ANAK
STASE : KEPERAWATAN ANAK

MENGETAHUI

PRECEPTOR AKADEMIK PRECEPTOR KLINIK

(NS. RINI W. MOHAMAD, M. KEP) (NS. WAHIDA ZAKARIA, S. KEP)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
BAB I

KONSEP MEDIS

1. Pengertian Bronchopneumonia

Bronchopneumonia merupakan peradangan pada paru-paru yang disebabkan oleh


bakteri, virus, jamur, benda asing (Wijaya & Putri, 2013). Bronchopneumonia merupakan
peradangan pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda
asing (Wijayaningsih, 2013).

2. Etiologi Bronchopneumonia

Bronchopneumonia pada umumnya disebabkan oleh penurunan mekanisme


pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab bronchopneumonia yang
biasa ditemukan antara lain (Wijayaningsih, 2013):

a. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah: streptococcus
pneumonia, streptococcus aerous, streptococcus pyogenesis, haemophilus influenza,
klebsiella pneumonia, pseudomonas aeruginosa.
b. Virus
Virus yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah virus influenza yang
menyebar melalui transmisi droplet. Penyebab utama pneumonia virus adalah
Cytomegalo virus.
c. Jamur
Jamur yang menyebakan terjadinya infeksi adalah histoplasmosis yang menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah, dan kompos.

3. Faktor Risiko Penyebab Bronchopneumonia

Faktor risiko penyebab timbulnya bronchopneumonia adalah (Wijayaningsih, 2013):

a. Usia atau umur


b. Genetik
c. Faktor pencetus
d. Gizi buruk atau gizi kurang
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
f. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
g. Imunisasi yang tidak lengkap
h. Polusi udara
i. Kepadatan tempat tinggal

4. Patofisiologi Bronchopneumonia

Bronchopnuemonia adalah infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus,


jamur, bakteri penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan pada bronkus, alveolus, dan jaringan sekitarnya. Peradangan pada bronkus
ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif,
mual dan muntah, setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Wijayaningsih, 2013):

a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)


Hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung pada
daerah yang baru terinfeksi. Hiperemia di tandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan, edema antara kapiler dan alveolus.
b. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Hepatisasi merah, terjadi ketika
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal yang mengakibatkan anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Hepatisasi kelabu terjadi ketika sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositostis sisa-sisa sel. Pada tadium ini eritrosit di dalam alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna menjadi pucat kelabu
serta kapiler darah tidak lagi kongesti.
d. Stadium IV/ Resolusi (7-12 hari)
Stadium resolusi terjadi ketika respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin
dan eksudat lisis diabsorbsi oleh magrofag sehingga jaringan kembali ke struktrunya
semula. Peradangan pada bronkus di tandai adanya penumpukan sekret, sehingga
terjadi demam, batuk produkif, ronchi positif, mual dan muntah, bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka akan terjadi komplikasi kolaps alveoli, fibrosis,
empisema dan atelektasis.

PATHWAY

Bakteri, virus, jamur


dan benda asing

Invasi ke saluran
pernapasan

Kuman berlebih
disaluran pernapasan

Proses peradangan Peningkatan suhu


tubuh

Komplians Akumulasi ssekret di


paru menurun bronkus Hipertermia

Sesak Bersihan Jalan Napas


napas/dispnea Tidak Efektif

Pola Napas
Tidak Efektif
5. Manifestasi Klinis Bronchopneumonia

Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu (Wijayaningsih, 2013):

a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa hari.
b. Demam (390 -400C) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam yang
tinggi.
c. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan
oleh bernafas dan batuk.
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi.

6. Penatalaksanaan Bronchopneumonia

Penatalaksanaan pada anak baita dengan bronchopneumonia antara lain (Wijayaningsih,


2013):

a. Pemberian penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50- 70


mg/kg BB/hari atau diberikan obat antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
obat ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai anak bebas demam yaitu 4-5 hari.
Tujuan dari pemberian obat kombinasi adalah untuk menghilangkan penyebab infeksi
yang kemungkinan lebih dari 1 jenis dan untuk menghindari resistensi obat antibiotik.
b. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian asam basa dengan pemberian oksigen
dan pemberian cairan intravena, biasanya diperlukan adanya campuran glukosa 5%
dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500/l botol
infus.
c. Sebagian besar anak balita dengan bronchopneumonia mengalami asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil
analisis gas darah arteri.
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogatrik pada penderita yang
sesak nafasnya sudah berkurang.
e. Pemberian inhalasi dengan salin normal serta beta agonis untuk memperbaiki
transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dapat diberikan jika sekresi
lendir yang berlebihan, yang bertujuan untuk mempermudah mengeluarkan dahak dan
meningkatkan lebar lumen pada bronkus.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
A. Riwayat kesehatan
Tanda dan gejala yang umum meliputi:
a. Infeksi saluran napas atas anteseden akibat virus
b. Demam
c. Batuk (catat tipe dan apakah batuk produktif atau tidak)
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Riwayat letargi, tidak mau makan, muntah atau diare pada bayi
f. Menggigil, sakit kepala, dispnea, nyeri dada, nyeri abdomen, dan mual atau
muntah pada anak yang lebih besar.

Kaji riwayat medis anak di masa lampau dan saat ini untuk mengidentifikasi faktor
risiko yang diketahui berhubungan dengan peningkatan keparahan pneumonia, seperti:

a. Prematuritas
b. Malnutrisi
c. Pajanan pasif terhadap asap rokok
d. Status sosioekonomi rendah
e. Dititipkan ke penitipan anak
f. Penyakit jantung-paru, imun, atau sistem saraf yang mendasari (Brady, 2009).
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi Sianosis dapat menyertai serangan batuk. Kaji upaya pernapasan. Anak
yang mengidap pneumonia dapat menunjukkan retraksi substernal, subkosta, atau
interkosta. Takipnea dan napas cuping hidung dapat muncul. Deskripsikan batuk
dan kualitas sputum jika dihasilkan.
b. Auskultasi Auskultasi paru dapat mengungkap mengi atau ronkhi pada anak yang
lebih kecil. Ronkhi setempat atau menyebar dapat muncul pada anak yang lebih
besar. Dokumentasikan penurunan suara napas.
c. Perkusi dan Palpasi Pada anak yang lebih besar, perkusi dapat mengungkap bunyi
redup setempat pada area konsolidasi. Perkusi kurang bermakna pada bayi atau
anak yang masih kecil, taktil fremitus yang teraba saat palpitasi dapat meningkat
pada pneumonia (Kyle, 2014).
3. Pemeriksaan penunjang Menurut Ngastiyah (2014) dan Nelson (2014) sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan ultrasonografi
c. CT – Scan
d. Pemeriksaan laboratorium

Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif


2. Pola napas tidak efektif
3. Hipertermi

Intervensi keperawatan

DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif Setelah diberikan asuhan Observasi
Ketidak mampuan keperawatan diharapkan 1. Monitor pola napas
membersihkan sekret atau bersihan jalan napas 2. Monitor bunyi napas
obstruksi jalan napas untuk meningkat dengan kriteria tambahan
mempertahankan jalan hasil: 3. Monitor sputum
napas tetap paten 1. Batuk efektif Terapeutik
Gejala tanda mayor meningkat 1. Perthankan kepatenan
Subjektif 2. Produksi sputum jalan napas dengan
Tidak tersedia menurun head-tlit dan chin-lift
Objektif 3. Mengi menurun 2. Posisikan semi-fowler
1. Batuk tidak efektif 4. Wheezing menurun atau fowler
atau tidak mampu 5. Mekonium menurun 3. Berika minum hangat
batuk 6. Dispnea menurun 4. Lakukan fisioterapi
2. Sputum 7. Ortopnea menurun dada
berlebih/obstruksi 8. Sulit bicara menurun 5. Lakukan penghisapan
dijalan 9. Gelisah menurun lendir kurang dari 15
napas/mekonium 10. Frekuensi napas detik
dijalan napas membaik 6. Berikan oksigen
3. Mengi, wheezing
atau ronkhi kering 11. Pola napas membaik Edukasi
Gejala tanda minor 7. Anjurkan asupan
subjektif cairan 2000ml/hari
1. Dispnea 8. Ajarkan teknik batuk
2. Sulit bicara efektif
3. Ortopnea Kolaborasi
Objektif 9. Pemberian
1. Sianosis bronkodilator,
2. Gelisah ekspektoran dan
3. Bunyi napas mukolitik
menurun
4. Frekuensi napas
berubah pola napas
berubah
Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas Pemantauan Respirasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi Setelah diberikan asuhan Observasi
yang tidak memberikan keperawatan diharapkan pola 1. Monitor frekuensi,
ventilasi adekua napas membaik dengan irama kedalaman dan
Gejala dan tanda mayor kriteria hasil: upaya napas
Subjektif 1. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas
1. Dispnea 2. Penggunaan otot 3. Monitor kemampuan
Objektif bantu napas menrun batuk efektif
1. Penggunaan otot 3. Pemanjangan fase 4. Monitor adanya
bantu pernapasan ekspirasi menurun sputum
2. Fase ekspirasi 4. Pernapasan cuping 5. Monitor adanya
memanjang hidung menurun sumbatan jalan napas
3. Pola napas abnormal 5. Frekuensi napas 6. Auskultasi bunyi
mis. Takipnea, membaik napas
bradipnes dll 6. Kedalaman napas 7. Monitor saturasi
Gejala dan tanda minor membaik oksigen
Subjektif 7. Tekanan inspirasi Terapeutik
1. Ortopnea membaik 8. Atur interval
Objektif 8. Tekanan ekspirasi pemantauan respirasi
1. Pernapasan pursed- membaik sesuai kondisi pasien
lip 9. Dokumentasikan hasil
2. Pernapasan cuping pemantauan
hidung Kolaborasi
3. Tekanan eksiprasi 10. Jelaskan tujuuan dan
menurun prosedur pemantauan
4. Tekanan inspirasi 11. Informasikan hasil
menurun pemantauan
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat Setelah diberikan asuhan Observasi
diatas rentang normal keperawatan diharapkan 1. Identifikasi penyebab
Gejala dan tanda mayor termoregulasi membaik hipertermia
Subjektif dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
Tidak tersedia 1. Menggigil menurun 3. Monitor kadar
Objektif 2. Takikardi menurun elektrolit
1. Suhu tubuh diatas 3. Takipnea menurun 4. Monitor haluaran urin
nilai normal 4. Hipoksia menurun 5. Monitor komplikasi
Gejala tanda minor 5. Suhu tubuh membaik akibat hipertermia
Subjektif 6. Suhu kulit membaik Terapeutik
Tidak tersedia 7. Pengisian kapiler 6. Longgarkan atau
Objektif membaik lepaskan pakaian
1. Kulit merah 7. Basahi atau kipasi
2. Kejang permukaan tubuh
3. Takikardi 8. Berikan cairan oral
4. Takipnea 9. Ganti linen setiap hari
5. Kulit terasa hangat atau lebih sering
Edukasi
10. Anjurkan tirah baring
11. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena.

DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai