Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCOPNEUMONIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan

Medikal BedahDosen koordinator : Hikmat Rudyana, S.Kp., M.Kep

Dosen pembimbing : Ismafiaty, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Muhamad Opi Hafiizh
23503210

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2023
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala
panas tinggi gelisah dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta
batuk kering dan produktif (Hidayat, 2009 dalam Dewi & Erawati, 2016).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau penyebaran langsung melalui saluran pernapasan
melalui hematogen sampai ke bronkus (Sujono & Riyadi, 2009).
Bronkopneumonia adalah suatu radang paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam
bronki dan meluas ke parenkim paru (Smeltzer, 2003 dalam Dewi &
Erawati, 2016).
2. Etiologi
Etiologi terjadinya bronkopneumonia dapat disebabkan dari beberapa
faktor. Berikut adalah penyebab bronkopneumonia antara lain:
a. Bakteri : Neumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Haemopilus influenza,
dan Klebsiela mycoplasma pneumonia.
b. Virus : virus adena, virus parainfluenza, virus influenza.
c. Jamur/fungi : Histoplasma, capsutu, koksidiodes.
d. Protozoa : penumokistis katini
e. Bahan kimia : aspirasi makanan/susu/isi lambung, keracunan hidrokarbon
(minyak tanah/ bensin).
(Riyadi, 2011 dalam Dewi & Erawati, 2016)
Faktor resiko penyebab bronkopneumonia antara lain :
a. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
b. Kekurangan nutrisi
c. Tidak mendapat asi yang cukup
d. Polusi udara dan kepadatan tempat tinggal.
3. Gambaran Klinis
Gambaran klinis bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respratori atas.
b. Demam (39 ⁰C – 40 ⁰C) kadang- kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.

3
c. Anak sangat geliasah dan adanya nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk,
yang dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang - kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya
serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang
menyebabkan ateletaksis absorbs
i. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti : nyeri pleuritik, nafas
dangkal dan mendengkur, takipnea (nafas cepat)
j. Gerakan dada tidak simetris.
k. Diaforesis
l. Anoreksia
m. Malaise
n. Batuk kental, produktif. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat.
(Wijyaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
4. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran
pernapasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradanan yang
meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi
b. Stadium II/Hepatiasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatiasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
4
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositostis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/resolusi (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke struktrunya semula. Inflamasi
pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi
demam, batuk produkif, ronchi positif dan mual. (Wijayaningsih, 2013
dalam Dewi & Erawati, 2016)

5
5. Pathways
Virus, bakteri, jamur
(penyebab)

Invasi saluran nafas atas

Kuman berlebih Kuman terbawa ke Infeksi saluran nafas


di bronkus saluran cerna bawah

Proses peradangan Infeksi saluran cerna Dilatasi Peradangan


Pembuluh
Akumulasi sekret Peningkatan flora darah Peningkatan
di bronkus normal di usus suhu tubuh
Eksudat masuk
Peristaltik usus Alveoli Hipertermi
Bersihan Jalan Mukus di
Napas Tidak Bronkus Malabsorpsi Gangguan difusi
Efektif Gas Suplai O2
Frekuensi BAB >3x/hari dalam darah
Gangguan
Hipovolemia pertukaran
Bau mulut gas Hipoksia
tak sedap
Fatique
Anoreksia
Intoleransi
Intake aktivitas

Defisit Nutrisi

(Nurarif & Kusuma, 2015)

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada
satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3 dengan pergeseran ke
kiri.
c. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan atau
tanpa retensi CO2.
6
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan tidak
ada komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada

8. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi reflek batuk hilang apabila penumpukan sekret
akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan
penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus intrinsic.
b. Emfisema
Adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru
Adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endocarditis
Adalah peradangan pada katup endokardial.
f. Meningitis
7
Adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.
(Ngastiyah, 2012 dalam Dewi & Erawati, 2016).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Umur : Bonkopnemonia merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
virus yang sering menyebabkan kematian pada anak usia < 5 tahun
dan pada lansia > 65 tahun.
2) Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita bronkopneumonia
3) Tempat tinggal : penyakit ini di temukan pada lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya ventilasi pada rumah.
b. Keluhan Utama
Penderita biasanya mengeluh sesak nafas, batuk berdahak, flu dan
badanya panas (peningkatan suhu tubuh)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita biasanya mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pilek, sianosis
dan lemas, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan kurang
pengetahuan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita biasanya sering mengalami penyakit saluran pernafasan atas
riwayat penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap dan
panjang yang di sertai degan wheezing pada pneumonia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit bronkopneumonia di dalam keluarga yang lain
(yang tinggal di dalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah
yang berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui bakteri,
virus, dan jamur
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Bronkopneumoni di tularkan melalui Bakteri, Virus, Protozoa dan Bahan
kimia dan penyebaran melalui makan, peralatan pernafasan yang
terkontaminasi dan melalui percikan mukus.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum sesak nafas, adanya peningkatan suhu tubuh, batuk
pilek.
2) Sistem penapasan / Respirasi (Breath / B1)
8
Sesak nafas, pernafasan cuping hidung, pernapasan nagkal,
pergerakan simetris, terdapat mukus, pada auskultasi terdengar
ronchi, perkusi sonor
3) Sistem cardiovascular (Blood / B2)
Kelemahan fisik, denyut nadi perifer melemah, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak di temukan.
4) Persarafan (Brain/B3)
Terjadi penurunan kesadaran, sianosis perifer pada pengkajian
objektif wajah klien tampak meringis, menangis, merintih.
5) Perkemihan-eliminasi urine (Bladder / B4)
Tidak ada gangguan elminasi dan pengukuran volume urine
berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya
oliguria, karena awal terjadinya syok.
6) Pencernaan / Gastrointestinal (Bowel / B5)
Mual muntah, penuruan nafsu makan, penuruan berat badan.
Membran mukosa kering tampak sianosis dapat terjdi terdapat
pendarahan.
7) Integument (Bone / B6)
Warna kulit kemerahan, bibir kering, turgor kulit tidak elastis,
terdapat sianosis, akral panas kering merah CRT >2 detik, odema,
panas batuk berdahak, pilek.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas,
muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban
kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
9
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen
antara alveoli dan membran kapiler.
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen
e. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi O2 untuk aktivitas
sehari-hari
3. Intervensi
Intervensi dan tujuan Keperawatan menurut (PPNI, 2018)
Diagnosa Tujuan Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi (I.01011)
nafas berhubungan
keperawatan Tindakan:
dengan selama ….. x ….. Observasi:
maka diharapkan 1. Monitor pola napas
peningkatan
bersi (frekuensi, kedalaman,
produksi sputum han jalan napas usaha napas)
membaik dengan 2. Monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan (mis. gurgling,
1. Bersihan jalan mengi, wheezing, ronchi
napas kering)
(L.01001) 3. Monitor sputum (jumlah,
Batuk efektif warna, aroma)
meningkat (5) Terapeutik:
2. Produksi 1. Pertahankan kepatenan
sputum jalan napas dengan
menurum (5) headtilt dan chin-lift
3. Wheezing (jawthrust jika curiga
menurun (5) trauma servical)
4. Dispnea 2. Posisikan semi-fowler
menurun (5) atau fowler
5. Gelisah 3. Berikan minum hangat
menurun (5) 4. Lakukan fisioterapi dada,
6. Frekuensi jika perlu
napas 5. Lakukan penghisapan
membaik (5) lendir kurang dari 15
□ Pola napas detik
membaik (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
10
(neonatus)

Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


tindakan (I.01014)
pertukaran gas
keperawatan Tindakan: Observasi:
berhubungan selama 3 x 24 1. Monitor frekuensi, irama,
jam, diharapkan kedalam dan upaya napas
dengan perubahan
pertukaran gas 2. Monitor pola napas
difusi oksigen klien tidak 3. Monitor kemampuan
terganggu dengan batuk efektif
antara alveoli dan
kriteria hasil: 4. Monitor adanya produksi
membran kapiler. 1) GDA dalam sputum
rentang 5. Monitor adanya
normal sumbatan jalan napas
2) Tidak ada 6. Palpasi kesimetrisan
distress ekspansi paru
pernafasan 7. Auskultasi bunyi napas
Berpartisipasi 8. Monitor saturasi oksigen
pada tindakan 9. Monitor AGD
untuk 10. Monitor x-ray thoraks
memaksimalkan Terapeutik:
oksigenasi 1. Atur internal pemantau
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Hipovolemia Luaran Utama : Manajemen Hipovolemia
Status Cairan Observasi
berhubungan
Kriteria hasil ; 1. 1. Observasi tanda-tanda
dengan kehilangan Frekuensi Nadi vital dan gelaja
dalam batas hipovolemia
cairan aktif
normal ( 70-120 2. Monitor intake dan
x/menit ), 2. Suhu output cairan
tubuh dalam batas Terapeutik
normal ( 36,5 – 1. Hitung kebutuhan cairan
37,50C ) 3. 2. Berikan asupan cairan
Elastisitas turgor oral
kulit membaik 4. Edukasi
Intake cairan 1. Anjurkan memperbanyak
membaik ( 8-8,5 asupan cairan oral
cc/kgBB/h ari ) 5. Kolaborasi
Membrane 1. Kolaborasi pemberian
mukosa lembab, cairan IV isotonis (mis.
Tidak ada rasa NaCl, RL)
haus 2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl
0,4% ) c. Kolaborasi
pemberian cairan koloid
(mis. Albumin,
plasmanate)
11
Defisit Nutrisi Status nutrisi Manajement nutrisi ( SIKI)
berhubungan
membaik Observasi
dengan kebutuhan
metabolik sekunder 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi
terhadap demam 2. Identifikasi alergi dan
makanan yang
dan proses infeksi, intoleransi makanan
anoreksia, distensi dihabiskan 3. Identifikasi makanan
abdomen yang disukai
2. Kekuatan otot
4. Identifikasi kebutuhan
penguyah
kalori dan jenis nutrien
3. Kekuatan otot 5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
menelan
nasogastrik
4. Serum 6. Monitor asupan makanan
albumin 7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
5. Verbalisasi
pemeriksaan
keinginan laboratorium
untuk
Terapeutik
meningkatkan
1. Lakukan oral hygiene
nutrisi sebelum makan, jika
perlu

2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)

3. Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang
sesuai

4. Berikan makanan tinggi


serat untuk mencegah
konstipasi

5. Berikan makanan tinggi

12
kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu

7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Ajarkan posisi duduk,


jika mampu

2. Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu

Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

Hipertermi Termoregulasi Manajemen Hipertermia


berhubungan (I.15506 Hal 181)
(L.14134 Hal
dengan penyakit
129) Setelah Observasi

dilakukan 1. Identifikasi penyebab


hipertermia (mis
Tindakan
dehidrasi, terpapar
keperawatan
lingkungan panas dll)
selama … x 24

13
jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh

masalah 3. Monitor kadar elektrolit

hipertermia
4. Menitor haluaran urine
teratasi dengan
5. Monitor kompikasi akibat
kriteria hasil: hipertermia Terapeutik

6. Sediakan lingkungan
1. Menggigil
yang dingin
dari skala 1
7. Longgarkan atau
meningkat
mengganti pakaian yang
menjadi skala menyerap keringat

5 menurun 8. Basahi dan kipasi


2. Kulit merah permukaan tubuh

dari skala 1 9. Berikan cairan oral

meningkat 10. Ganti linen setiap hari

menjadi skala jika mengalami


hyperhidrosis (kringat
5 menurun
berlebih)
3. Kejang dari
11. Lakukan pendinginan
skala 1
eksternal (mis. Selimut
meningkat hipertermia atau kompres
pada dahi, leher, atau
menjadi skala
axila)
5 menurun
12. Berikan oksigen, jika
4. Konsumsi
perlu
oksigen dari
Edukasi
skala 1
Anjurkan tirah baring
meningkat
Kolaborasi
menjadi skala
Kolaborasi pemberian cairan
5 menurun dan elektrolit intavena, jika
5. Pucat dari perlu

14
skala 1

meningkat

menjadi skala

5 menurun

6. Takikardi dari

skala 1

meningkat

menjadi skala

5 menurun

7. Takipnea dari

skala 1

meningkat

menjadi skala

5 menurun

8. Hipoksia dari

skala 1

meningkat

menjadi skala

5 menurun

9. Suhu tubuh

dari skala 1

memburuk

menjadi skala

5 Membaik

10. Ventilasi kala

1 memburuk

menjadi skala

15
5 Membaik

Intoleransi aktivitas
Kriteria hasil Observasi
berhubungan untuk
1. Identifikasi gangguan
dengan insufisiensi membuktikan
bahwa toleransi fungsi tubuh yang
O2 untuk aktivitas aktivitas mengakibatkan kelelahan
meningkat adalah: 2. Monitor kelelahan fisik
sehari-hari
dan emosional
1. Keluhan 3. Monitor pola dan jam
Lelah tidur
menurun 4. Monitor lokasi dan
2. Dispnea saat ketidaknyamanan selama
aktivitas melakukan aktivitas
menurun
3. Dispnea Terapeutik
setelah
1. Sediakan lingkungan
aktivitas
nyaman dan rendah
menurun
stimulus (mis: cahaya,
4. Frekuensi
suara, kunjungan)
nadi
2. Lakukan latihan rentang
membaik
gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

16
DAFTAR PUSTAKA

Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi


Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan keperawatan ada anak. Jogjakarta: Graha
Ilmu.
Wulandari, Dewi & Meira Erawati. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.

17

Anda mungkin juga menyukai