BRONCOPNEUMONIA
Disusun Oleh :
Muhamad Opi Hafiizh
23503210
3
c. Anak sangat geliasah dan adanya nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk,
yang dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang - kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya
serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang
menyebabkan ateletaksis absorbs
i. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti : nyeri pleuritik, nafas
dangkal dan mendengkur, takipnea (nafas cepat)
j. Gerakan dada tidak simetris.
k. Diaforesis
l. Anoreksia
m. Malaise
n. Batuk kental, produktif. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat.
(Wijyaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
4. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran
pernapasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradanan yang
meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi
b. Stadium II/Hepatiasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatiasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
4
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositostis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/resolusi (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke struktrunya semula. Inflamasi
pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi
demam, batuk produkif, ronchi positif dan mual. (Wijayaningsih, 2013
dalam Dewi & Erawati, 2016)
5
5. Pathways
Virus, bakteri, jamur
(penyebab)
Defisit Nutrisi
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada
satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3 dengan pergeseran ke
kiri.
c. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan atau
tanpa retensi CO2.
6
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan tidak
ada komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada
8. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi reflek batuk hilang apabila penumpukan sekret
akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan
penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus intrinsic.
b. Emfisema
Adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru
Adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endocarditis
Adalah peradangan pada katup endokardial.
f. Meningitis
7
Adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.
(Ngastiyah, 2012 dalam Dewi & Erawati, 2016).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Umur : Bonkopnemonia merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
virus yang sering menyebabkan kematian pada anak usia < 5 tahun
dan pada lansia > 65 tahun.
2) Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita bronkopneumonia
3) Tempat tinggal : penyakit ini di temukan pada lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya ventilasi pada rumah.
b. Keluhan Utama
Penderita biasanya mengeluh sesak nafas, batuk berdahak, flu dan
badanya panas (peningkatan suhu tubuh)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita biasanya mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pilek, sianosis
dan lemas, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan kurang
pengetahuan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita biasanya sering mengalami penyakit saluran pernafasan atas
riwayat penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap dan
panjang yang di sertai degan wheezing pada pneumonia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit bronkopneumonia di dalam keluarga yang lain
(yang tinggal di dalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah
yang berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui bakteri,
virus, dan jamur
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Bronkopneumoni di tularkan melalui Bakteri, Virus, Protozoa dan Bahan
kimia dan penyebaran melalui makan, peralatan pernafasan yang
terkontaminasi dan melalui percikan mukus.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum sesak nafas, adanya peningkatan suhu tubuh, batuk
pilek.
2) Sistem penapasan / Respirasi (Breath / B1)
8
Sesak nafas, pernafasan cuping hidung, pernapasan nagkal,
pergerakan simetris, terdapat mukus, pada auskultasi terdengar
ronchi, perkusi sonor
3) Sistem cardiovascular (Blood / B2)
Kelemahan fisik, denyut nadi perifer melemah, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak di temukan.
4) Persarafan (Brain/B3)
Terjadi penurunan kesadaran, sianosis perifer pada pengkajian
objektif wajah klien tampak meringis, menangis, merintih.
5) Perkemihan-eliminasi urine (Bladder / B4)
Tidak ada gangguan elminasi dan pengukuran volume urine
berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya
oliguria, karena awal terjadinya syok.
6) Pencernaan / Gastrointestinal (Bowel / B5)
Mual muntah, penuruan nafsu makan, penuruan berat badan.
Membran mukosa kering tampak sianosis dapat terjdi terdapat
pendarahan.
7) Integument (Bone / B6)
Warna kulit kemerahan, bibir kering, turgor kulit tidak elastis,
terdapat sianosis, akral panas kering merah CRT >2 detik, odema,
panas batuk berdahak, pilek.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas,
muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban
kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
9
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen
antara alveoli dan membran kapiler.
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen
e. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi O2 untuk aktivitas
sehari-hari
3. Intervensi
Intervensi dan tujuan Keperawatan menurut (PPNI, 2018)
Diagnosa Tujuan Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi (I.01011)
nafas berhubungan
keperawatan Tindakan:
dengan selama ….. x ….. Observasi:
maka diharapkan 1. Monitor pola napas
peningkatan
bersi (frekuensi, kedalaman,
produksi sputum han jalan napas usaha napas)
membaik dengan 2. Monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan (mis. gurgling,
1. Bersihan jalan mengi, wheezing, ronchi
napas kering)
(L.01001) 3. Monitor sputum (jumlah,
Batuk efektif warna, aroma)
meningkat (5) Terapeutik:
2. Produksi 1. Pertahankan kepatenan
sputum jalan napas dengan
menurum (5) headtilt dan chin-lift
3. Wheezing (jawthrust jika curiga
menurun (5) trauma servical)
4. Dispnea 2. Posisikan semi-fowler
menurun (5) atau fowler
5. Gelisah 3. Berikan minum hangat
menurun (5) 4. Lakukan fisioterapi dada,
6. Frekuensi jika perlu
napas 5. Lakukan penghisapan
membaik (5) lendir kurang dari 15
□ Pola napas detik
membaik (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
10
(neonatus)
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
12
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
13
jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
hipertermia
4. Menitor haluaran urine
teratasi dengan
5. Monitor kompikasi akibat
kriteria hasil: hipertermia Terapeutik
6. Sediakan lingkungan
1. Menggigil
yang dingin
dari skala 1
7. Longgarkan atau
meningkat
mengganti pakaian yang
menjadi skala menyerap keringat
14
skala 1
meningkat
menjadi skala
5 menurun
6. Takikardi dari
skala 1
meningkat
menjadi skala
5 menurun
7. Takipnea dari
skala 1
meningkat
menjadi skala
5 menurun
8. Hipoksia dari
skala 1
meningkat
menjadi skala
5 menurun
9. Suhu tubuh
dari skala 1
memburuk
menjadi skala
5 Membaik
1 memburuk
menjadi skala
15
5 Membaik
Intoleransi aktivitas
Kriteria hasil Observasi
berhubungan untuk
1. Identifikasi gangguan
dengan insufisiensi membuktikan
bahwa toleransi fungsi tubuh yang
O2 untuk aktivitas aktivitas mengakibatkan kelelahan
meningkat adalah: 2. Monitor kelelahan fisik
sehari-hari
dan emosional
1. Keluhan 3. Monitor pola dan jam
Lelah tidur
menurun 4. Monitor lokasi dan
2. Dispnea saat ketidaknyamanan selama
aktivitas melakukan aktivitas
menurun
3. Dispnea Terapeutik
setelah
1. Sediakan lingkungan
aktivitas
nyaman dan rendah
menurun
stimulus (mis: cahaya,
4. Frekuensi
suara, kunjungan)
nadi
2. Lakukan latihan rentang
membaik
gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
16
DAFTAR PUSTAKA
17