Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS

DISUSUN OLEH :

NAMA : Alvina Nova Ramadhani

NIM : PO71200210036

KELAS : TK 1B PRODI D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI TAHUN AKADEMIK 2021/2022


BRONKOPNEUMONI

A. Definisi

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al.,
2011) Bronkhopneumoni adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di

bronkeli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang


membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat
sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit
yang melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkhopneumoni adalah jenis infeksi paru
yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. Etiologi

Secara umum bronkhopneumoni diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh


terhadap virulensi organisme pantogen. Orang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral
setempat.

Timbulnya bronkhopneumoni disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,


mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001: 682) Antara lain :

1. Bakteri : streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : legionella pneumoniae

3. Jamu : aspergillus spesies, candida albicans, hitoplasma

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam pari-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama


C. manifestasi klinis

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia khususnya

bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada
dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang
semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih
tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot
sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat
“head bobbing” , yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head
bobbing” , adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas
masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan


4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
5.
D. Patofisiologi

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung.
Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:

1. filtrasi partikel dari hidung.

2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.


3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.

4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.

5.Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.

6.Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.

7.Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme
dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika
patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti
leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.

E. Pathway
F. Komplikasi

Seperti gejala pneumonia, bronkopneumonia juga menimbulkan tanda-tanda berupa demam, batuk
berdahak, hingga nyeri dada. Selain itu, gejala bronkopneumonia adalah:

 Sakit kepala
 Nyeri otot
 Lemas, lesu, dan tidak bertenaga
 Sesak napas
 Nyeri atau sakit di daerah dada ketika batuk atau bernapas dalam-dalam
 Berkeringat berlebihan
 Napas cepat atau memburu

Biasanya gejala bronkopneumonia cenderung lebih serius pada orang-orang yang sistem imunnya
lemah, seperti bayi, lansia, penderita HIV/AIDS, atau kanker.

Gejala bronkopneumonia pada anak-anak dan bayi berbeda dengan orang dewasa. Selain batuk dan
demam, gejala bronkopneumonia pada anak adalah:

 Denyut jantung cepat


 Sering rewel tanpa sebab
 Nafsu makan dan minum menurun drastis
 Sulit tidur

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien bronkopneumonia adalah :

a. Menjaga kelancaran pernapasan

b. Kebutuhan istirahat

C. Kebutuhan nutrisi dan cairan

d. Mengontrol suhu tubuh Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:


a. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)

b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.

c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk transpor muskusilier

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Leukosit, umumnya bronkopneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan


polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.

b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300- 100.000/mm. Protein di atas 2,5
g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.

c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong
diagnosa.

d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

2. Pemeriksaan mikrobiologik

a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.

b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

3. Pemeriksaan imunologis

a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat

b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.

c. Spesimen: darah atau urin.

d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination,


atau latex coagulation.

4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme


penyebab bronkopneumonia.

a. Pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-


bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia)

kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (bronkopneumonia lobaris). Bayi dan
anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.

b. Streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau


infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.

c. Stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit.


Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus
atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua
paru.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi,
nyeri.

c. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

d. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.

e. Nyeri b.d proses inflamasi

f. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah sakit).

g. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak


DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Bronkopneumonia.


http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (4 November 2017 pukul 15.50 WIB)

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of Community-
Acquired Bronkopneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Clin Infect Dis 53 (7): 617-630

Martin tucker, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis,

DanEvaluasi halaman 247.EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media

Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI (1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai